Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Abyan Alfarizzi

NIM : 2382120180

Mata Kuliah : Sejarah Pemikiran Islam

Pelarangan Penimbunan Barang

A. Pendahuluan
Di tengah gejolak ekonomi dan krisis yang melanda, tak jarang muncul
oknum-oknum yang memanfaatkan situasi dengan melakukan penimbunan barang.
Tindakan ini, didorong oleh keserakahan dan motif keuntungan semata, dapat
berdampak fatal bagi stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, memahami larangan penimbunan barang menjadi krusial dalam upaya menjaga
stabilitas dan mewujudkan keadilan sosial.

B. Pengertian dan Dampak Penimbunan Barang


Penimbunan barang, atau dalam istilah Islam dikenal sebagai "ihtikar",
didefinisikan sebagai praktik menimbun barang kebutuhan pokok atau penting dengan
tujuan menaikkan harga. Tindakan ini menciptakan kelangkaan artifisial di pasar,
memicu inflasi, dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap
kebutuhan dasar.
Dampak negatif penimbunan barang tak hanya terbatas pada aspek ekonomi.
Situasi kelangkaan dan lonjakan harga dapat memicu keresahan sosial, mengganggu
stabilitas politik, dan bahkan berujung pada tindakan kriminal. Di sisi lain, para
penimbun yang mengeruk keuntungan dari penderitaan masyarakat semakin
memperparah ketimpangan sosial dan memperlebar jurang antara kaya dan miskin.

C. Landasan Hukum dan Moral Larangan Penimbunan Barang


Di Indonesia, larangan penimbunan barang diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan, seperti:
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
 Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1948 tentang Perubahan Dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 1948 Tentang Larangan Penimbunan Barang Penting
Selain landasan hukum, larangan penimbunan barang juga memiliki dasar
moral yang kuat. Dalam berbagai agama, termasuk Islam, menimbun barang dianggap
sebagai tindakan tercela dan tidak bermoral. Rasulullah SAW bahkan melarang
praktik penimbunan barang dengan tegas, sebagaimana tercantum dalam berbagai
hadits.

D. Contoh Kasus Penimbunan Barang


Contoh Kasus Penimbunan Barang: Dari Masa Penjajahan Hingga
Pandemi
Masa Penjajahan Belanda:
Pada masa penjajahan Belanda, penimbunan beras merupakan praktik yang
lumrah dilakukan oleh para spekulan. Mereka membeli beras dalam jumlah besar saat
panen raya dengan harga murah, kemudian menimbunnya untuk dijual kembali
dengan harga tinggi saat musim paceklik. Hal ini menyebabkan kelangkaan beras dan
lonjakan harga yang signifikan, sehingga rakyat mengalami kelaparan dan
penderitaan. Salah satu contoh terkenal adalah kasus penimbunan beras di wilayah
Garut pada tahun 1908 yang memicu kerusuhan dan pemberontakan rakyat.
Era Modern:
Di era modern, kasus penimbunan barang masih kerap terjadi, terutama saat
terjadi krisis atau bencana. Salah satu contoh yang paling menyedihkan adalah kasus
penimbunan masker dan hand sanitizer saat pandemi COVID-19. Ketika virus mulai
menyebar dan terjadi kepanikan publik, beberapa oknum memanfaatkan situasi
dengan menimbun masker dan hand sanitizer, kemudian menjualnya dengan harga
yang sangat tinggi. Hal ini menyebabkan kelangkaan barang-barang tersebut dan
menyulitkan masyarakat untuk mendapatkannya, sehingga membahayakan kesehatan
dan keselamatan mereka.
Kasus Lainnya:
Selain kasus penimbunan beras dan masker, beberapa contoh kasus
penimbunan barang lainnya yang pernah terjadi di Indonesia antara lain:
 Penimbunan minyak goreng pada tahun 2022 yang menyebabkan kelangkaan dan
lonjakan harga minyak goreng.
 Penimbunan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang dilakukan oleh oknum-
oknum tertentu untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi.
 Penimbunan obat-obatan tertentu yang dilakukan oleh apotek atau distributor
untuk mendapatkan keuntungan lebih besar.

E. Dampak Jangka Panjang Penimbunan Barang


Penimbunan barang dapat memberikan dampak negatif yang signifikan bagi
masyarakat dan ekonomi, antara lain:
 Kelangkaan barang dan lonjakan harga: Penimbunan barang dapat menyebabkan
kelangkaan barang kebutuhan pokok di pasaran, sehingga memicu lonjakan harga
yang signifikan. Hal ini memberatkan masyarakat, terutama bagi mereka yang
berpenghasilan rendah.
 Inflasi: Penimbunan barang dapat contributing to inflasi, yaitu kenaikan harga
barang dan jasa secara umum. Inflasi dapat menggerus daya beli masyarakat dan
memperlambat pertumbuhan ekonomi.
 Keresahan sosial: Kelangkaan barang dan lonjakan harga dapat memicu keresahan
sosial dan bahkan kerusuhan di masyarakat.
 Ketidakadilan: Penimbunan barang merupakan praktik yang tidak adil dan
merugikan masyarakat. Para penimbun mendapatkan keuntungan besar dengan
mengorbankan kebutuhan masyarakat.

F. Upaya Pencegahan dan Penindakan Penimbunan Barang


Penimbunan barang, atau yang dikenal dengan istilah "ihtikar" dalam Islam,
merupakan praktik menimbun barang kebutuhan pokok atau penting dengan tujuan
menaikkan harga. Tindakan ini menciptakan kelangkaan artifisial di pasar, memicu
inflasi, dan menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap kebutuhan
dasar.
Upaya pencegahan dan penindakan penimbunan barang perlu dilakukan secara
komprehensif dan berkelanjutan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kesejahteraan
masyarakat. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:
Upaya Pencegahan
 Meningkatkan Pengawasan dan Inspeksi Pasar: Pemerintah perlu memperkuat
pengawasan dan inspeksi pasar secara rutin untuk mendeteksi dini praktik
penimbunan barang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan instansi terkait
seperti Satuan Tugas Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), dan
aparat penegak hukum.
 Memperkuat Sistem Intelijen Pasar: Membangun sistem intelijen pasar yang
efektif untuk memantau pergerakan harga dan stok barang di pasaran. Sistem ini
dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengumpulkan
data dan menganalisis tren pasar.
 Melibatkan Masyarakat dalam Pengawasan: Mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengawasan pasar dengan melaporkan kepada pihak
berwenang jika menemukan indikasi penimbunan barang. Hal ini dapat dilakukan
melalui saluran pengaduan resmi atau aplikasi berbasis online.
 Menyediakan Saluran Pelaporan yang Mudah Diakses: Menyediakan saluran
pelaporan yang mudah diakses bagi masyarakat untuk melaporkan praktik
penimbunan barang. Saluran ini dapat berupa hotline, website, atau aplikasi
mobile.
 Meningkatkan Edukasi dan Kesadaran Masyarakat: Melakukan edukasi dan
sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya penimbunan barang dan pentingnya
menjaga stabilitas pasar. Edukasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media
seperti seminar, workshop, dan kampanye publik.
 Memperkuat Stoking Barang: Pemerintah perlu memastikan ketersediaan stok
barang kebutuhan pokok yang memadai di pasaran untuk mencegah kelangkaan
dan potensi penimbunan. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan
distributor dan pelaku usaha.
Penindakan
 Menerapkan Sanksi Tegas: Menerapkan sanksi tegas bagi para pelaku
penimbunan barang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sanksi ini dapat berupa denda, penyitaan barang, pencabutan izin usaha, hingga
pidana penjara.
 Melakukan Penegakan Hukum yang Konsisten: Melakukan penegakan hukum
yang konsisten dan tanpa pandang bulu terhadap para pelaku penimbunan barang.
Hal ini penting untuk memberikan efek jera dan mencegah praktik ini terulang
kembali.
 Melibatkan Aparat Penegak Hukum: Melibatkan aparat penegak hukum seperti
kepolisian dan Satuan Tugas Pangan dalam proses penindakan penimbunan
barang. Aparat penegak hukum memiliki kewenangan untuk melakukan penyitaan
barang dan penangkapan terhadap pelaku.
 Membangun Kerjasama Antar Lembaga: Membangun kerjasama antar lembaga
terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kepolisian, dan
Satuan Tugas Pangan untuk meningkatkan efektivitas pencegahan dan penindakan
penimbunan barang.
Pentingnya Sinergi dan Kolaborasi
Upaya pencegahan dan penindakan penimbunan barang tidak dapat dilakukan
secara optimal tanpa adanya sinergi dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk
pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan kerja sama yang solid dan
komitmen yang kuat, diharapkan praktik penimbunan barang dapat diberantas dan
tercipta pasar yang adil dan sejahtera bagi semua.

G. Kesimpulan
Larangan penimbunan barang bukan hanya regulasi ekonomi, tetapi juga
cerminan nilai moral dan kemanusiaan. Melawan penimbunan barang berarti melawan
keserakahan dan memastikan stabilitas ekonomi serta kesejahteraan masyarakat.
Dengan upaya pencegahan dan penindakan yang efektif, diharapkan praktik
penimbunan barang dapat diberantas dan tercipta pasar yang adil dan sejahtera bagi
semua.
Melawan penimbunan barang bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga
tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat. Dengan komitmen dan sinergi
dari semua pihak, diharapkan praktik ini dapat diberantas dan tercipta pasar yang adil
dan sejahtera bagi semua. Ingatlah, keserakahan dan tindakan yang merugikan orang
lain tidak akan membawa keuntungan jangka panjang. Mari bersama-sama kita jaga
stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat dengan menegakkan larangan
penimbunan barang.

Daftar Pustaka
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. (2014). Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2014 tentang Perdagangan.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1948). Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1948
tentang Perubahan Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1948 Tentang
Larangan Penimbunan Barang Penting.
Al-Qaradawi, Yusuf. (2003). Fiqhul Islam: A Complete Sourcebook of Islamic
Jurisprudence. Darul Hadith.
Siddiqi, M. Nejatullah. (2006). Islamic Economics. Islamic Foundation Trust.

Anda mungkin juga menyukai