Anda di halaman 1dari 3

Dengan adanya pandemi covid-19 yang baru terjadi pada tahun 2020 tentunya banyak

kebutuhan konsumen terhadap produk – produk yang sanggup mencegah dan melindungi diri
mereka dari penularan covid-19, produk tersebut antara lain yaitu mengkonsumsi suplemen
vitamin, minuman kesehatan, hand sanitiser dan masker. Dengan adanya hal ini memiliki
daya tarik tersendiri bagi para pelaku bisnis melihat peluang pasar masker dan hand sanitizer,
berdasarkan berita di kompas tanggal 9 April 2020 produsen masker jumlahnya meningkat
drastis selama pandemi covid 19 di Indonesia. Kementerian Kesehatan mencatat angkanya
melonjak hingga 200%. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen
Farmalkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Engko Sosialine Magdalene menjelaskan
sebelum adanya wabah virus Corona, jumlah produsen masker hanya 26. Dan kini yang
sudah mendapatkan izin menjadi 83 produsen. Dari sini kita ketahui bahwa permintaan
masker sangat melonjak pada waktu itu. Artinya terdapat peningkatan lebih dari 200%,
dengan adanya perizinan untuk produsen masker,”
Ditengah pandemi covid-19 saat ini banyak ditemukan usaha jual beli masker yang sedang
diminati dan dibutuhkan oleh masyarakat. Namun keadaan tersebut disalah gunakan oleh para
pelaku usaha yaitu dengan melakukan penimbunan barang untuk mengetahui berapa banyak
penjual yang memanfaatkan kondisi pandemi ini untuk menaikkan harga kebutuhan
masyarakat dalam segi pangan seperti pada penjualan masker yang kini banyak di cari oleh
orang lain untuk menghindari wabah covid yang banyak meresahkan warga.
Dalam Pandangan Islam Dari berbagai pendapat para ulama dan berdasarkan ayat Al-Qur’an
serta beberapa Hadits, mereka sepakat menyatakan bahwa praktik ihtikar atau menjual dan
menimbun barang secara berlebihan tergolong kepada perilaku yang dilarang (haram) oleh
Allah SWT. Selain itu, dapat dipahami adanya perintah untuk saling tolong menolong sesama
manusia serta larangan saling menganiaya sesama manusia termasuk perbuatan penimbunan
barang.
Konsep permintaan dalam Islam menilai suatu komoditi tidak semuanya bisa untuk
dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan antara yang halal maupun yang haram. Allah telah
berfirman dalam Surat Al-Maidah ayat 87 dan 88 :

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (87) “Dan makanlah makanan yang
halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah
yang kamu beriman kepada-Nya” (88).

Islam tidak membenarkan suatu sistem jual beli yang mendukung seluruh cara, guna
memperoleh profit yang banyak salah satunya penimbunan barang dagangan. Hal tersebut
dapat mengakibatkan dampak negatif dalam perekonomian terutama bagi masyarakat itu
sendiri. Dengan demikian, pelaku ekonomi hanya diperbolehkan mencari profit secara baik
dan wajar, yang harganya dinaikkan secara tidak wajar sehingga akan mempengaruhi
kesusahan mayarakat dalam membeli, dan juga tidak terlalu rendah yang akan mempengaruhi
kerugian penjualnya. Hal ini bisa dimaknai jika dalam melewati perilaku-perilaku jual beli
yang tidak alamiah layaknya penimbunan barang yang menghasilkan keuntungan tinggi
secara sepihak, maka dibutuhkan adanya peran serta seluruh bagian pada perekonomian
tersebut. Oleh karena itu, islam tidak membenarkan kontrol objek dagangan di salah satu
pihak supaya hal tersebut tidak ada lagi.

Maksud dari larangan melakukan penimbunan objek (ihtikar) ini ialah untuk menangkal suatu
hal yang dapat mengakibatkan kesulitan masyarakat dalam melakukan pembelian barang
untuk memenuhi kebutuhan. Dalam konsep ekonomi islam, pemerintah mempunyai hak dan
kewajiban untuk mengesahkan harga atau intervensi pasar apabila penambahan harga
diakibatkan oleh penyimpangan pasar. Praktik penimbunan barang ini juga berdampak pada
terganggunya mekanisme pasar, sehingga praktik penimbunan barang ini tergolong sebagai
praktik yang dilarang pada kegiatan muamalah. Pelarangan tersebut didasarkan pada kerugian
yang akan dialami konsumen, dan di sisi lain sebagai penjual mendapatkan keuntungan yang
besar. Dan praktik penimbunan barang dagangan atau ihtikar ini berdampak buruk kepada
adanya objek dan permintaan yang fluktuatif, hingga menimbulkan penyimpangan pasar.

Pada islam, tindakan penimbunan tersebut dinamakan dengan ihtikar. Ihtikar ini ialah satu
diantara metode jual beli yang dilaksanakan dengan cara menyimpan sebuah objek layaknya
masker supaya langka di pasaran hingga individu menjualnya ke pasaran dan mendapatkan
profit yang lebih tinggi. Sesuai dengan hukum permintaan dan penawaran. apabila
permintaan lebih besar dari pada kenaikan penawaran, maka akan menyebabkan kenaikan
harga dan turunnya jumlah keseimbangan dan begitupun sebaliknya.

Seiring merebaknya virus corona, harga masker kan jadi semakin tidak terkendali. Contoh
seperti harga masker di medan saat awal merebaknya virus corona yaitu untuk satu box
masker yang berisi 50 lembar dijual dengan harga Rp. 300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah).
Harga tersebut naik mencapai sepuluh kali lipat apabila dibandingkan dengan harga biasanya.

Dari awal, para penjual tidak begitu memikirkan dampak yang akan terjadi baik dampak
buruk atau dampak yang lainnya. mereka hanya memikirkan bagaimana caranya agar
mendapatkan keuntungan yang banyak. Namun setelah makin banyak kasus yang beredar
tentang penimbunan masker hingga dilibatkan ke ranah hukum. Sejak saat itu juga akhirnya
mereka para penjual masker ini berhenti menimbun sekaligus menjual masker dengan harga
tinggi, dan akhirnya menjual masker dengan harga normal kembali. Para penjual menyadari
bahwa menimbun barang tidak diperbolehkan namun masih tidak mengira jika kejadian
tersebut dapat dilibatkan ke ranah hukum.

Anda mungkin juga menyukai