Anda di halaman 1dari 17

PERTUMBUHAN dan PERKEMBANGAN MASUKNYA ISLAM di

SAMUDRA PASAI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:

Suito, S.Ag, S.pd, MA

Disusun Oleh:

Rahmat Mubarok Siregar

PAI/ Semester IV

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH SERDANG BEDAGAI

2024
KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji bagi
Allah tuhan semesta alam, marilah kita ucapkan puji syukur terhadap Allah SWT yang telah
memberikan kita rahmat dan hidayah serta kecerdasan yang telah diberikan oleh-Nya sehingga
kami dapat memulai proses pembuatan makalah ini dimulai dari mencari materi dari berbagai
sumber sehingga makalah dapat terselesaikan serta tersusun dan kita dapat mengikuti
perkuliahan sampai detik ini.

Shalawat dan salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW pengemban
amanah risalah kerasulan yang memiliki al-akhlaq al-karimah yang diakui oleh dunia sampai
sekarang ini. Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas kelompok dari bapak Suito, S.Pd.I.,
M.Pd. pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam. Adapun Makalah penulis berjudul
"Pertumbuhan dan perkembangan masuknya Islam di Samudra Pasai".

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan


masuknya Islam di Samudra Pasai. Penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
bapak Suito, S.Pd.I., M.Pd. Berkat tugas yang di berikan ini, kami dapat menambah wawasan
berkaitan dengan topik yang di berikan. Penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan
makalah masa mendatang. Semoga makalah ini bermanfaat dan memenuhi harapan berbagai
pihak.

Medan, 24 Maret 2024

Penulis,

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 1

C. Tujuan Masalah ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 2

A. Pertumbuhan Islam di Samudra Pasai .................................................................. 2

B. Sejarah dan Teori Masuknya Islam di Samudra Pasai............................................ 4

C. Perkembangan masuknya Islam di Samudra Pasai................................................. 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................. 12

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 12

B. Saran .................................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesultanan Samudra Pasai terletak di bagian paling Barat Kepulauan Indonesia. Posisi
Geografisnya membujur dari arah Barat laut ke arah Tenggara. Panjang dari ujung Utara hingga
Selatan 1.750 km dan lebar antara dua titik paling Barat hingga Titik Timur sekitar 400 km.
Luas keseluruhan Pulau Ini adalah sekitar 440.500 km. Pulau Sumatra dikelilingi oleh beberapa
teluk yang memisahkannya dengan Benua India. Di sebelah Timur terdapat Selat Malaka dan
Selat Bangka yang memisahkannya dengan Malaysia. Di sebelah Selatan terdapat Selat Sunda
yang memisahkannya dengan Pulau Jawa Samudra Hindia.
Berbicara tentang Kerajaan Samudra Pasai, terlebih dahulu dijelaskan tentang
penyebutannya. Dalam catatan-catatan sejarah amat sering dihadapkan pada penyebutan
kerajaan Samudra, Pasai dan kadang-kadang Samudra Pasai. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai,
menceritakan tentang kerajaan Samudra sebagai suatu kerajaan yang diperintah oleh Malikus
Shaleh. Sementara Kerajaan Pasai adalah sebuah kerajaan baru setelah Samudra yang dibuka
Malikus Shaleh untuk putranya Maliku Zhahir. Dalam pemberitaan-pemberitaan selanjutnya
juga sering kali kedua nama ini digabungkan untuk menyebut Kerajaan itu dengan nama
Samudra Pasai.
Namun demikian, bukan berarti bahwa Samudra Pasai hanya menerima begitu saja
unsur budaya dari luar, masyarakat Samudra Pasai menyeleksi dan memanfaatkan budaya
islam untuk mengembangkan budaya lokal yang bercorak sufi dan Islami. Sebagai agama yang
Universal, Islam mendorong penganutnya agar terbuka dan mengadopsi hikmah dari berbagai
sumber yang ada di luar Islam. Faktor inilah yang mendukung Samudra Pasai untuk
mengadopsinya dan mengembangkannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pertumbuhan Islam di Samudra Pasai?
2. Bagaimana sejarah dan teori masuknya Islam di Samudra Pasai?
3. Bagaimana perkembangan masuknya Islam di Samudra Pasai?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan Islam di Samudra Pasai.
2. Untuk mengetahui bagaimana sejarah dan teori masuknya Islam di Samudra Pasai.
3. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan masuknya Islam di Samudra Pasai.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pertumbuhan Islam di Samudra Pasai


Samudera-Pasai, di Timur Laut Sumatera, terletak di antara dua sungai besar:
Peusangan dan Pasai. Di selatan, ia memanjang hingga Sungai Jambu Aye di perbatasan Perlak,
dan di Utara hingga Semerlangga. Samudera-Pasai terletak di pinggir laut Lhokseumawe, dan
karenanya dekat dengan selat malaka. Selat malaka digunakan bagi perdagangan internasional
melalui laut yang menghubungkan Laut Merah dan Cina. Pertumbuhan pelabuhan-pelabuhan
besar sepanjang selat Malaka dan Samudera Hindia telah membuat laut menjadi jalur
terpenting untuk aktivitas ekonomi di Nusantara. Selat malaka berubah menjadi “Jalur Sutera”
yang menghubungkan pedagang dari Barat yang datang dari Persia, Arab, dan India menuju ke
Cina.1
Penemuan arkeologi di Samudera-Pasai menunjukkan bahwa kota itu adalah satu
pelabuhan sangat tua dalam persimpangan perdagangan internasional. Menurut satu sumber
Cina, pada abad ke VI dan VII, hubungan perdagangan telah terjalin antara Nusantara dengan
Persia, Arab dan Cina. Selanjutnya, hubungan perdagangan ini berkembang berkat dua
imperium besar: di Barat ada Khilafah Umayyah (661-750) dan Khilafah ‘Abbasîyah (750-
1258), dan di Timur terdapat Kekaisaran Tang (618-907) dan Kekaisaran Sung (960-1280).
Sepanjang masa umayyah, perjalanan menuju ke cina dilakukan lewat darat. Tetapi, karena ada
perang antara umat islam, cina, dan salah satu suku tibet menyebabkan terputusnya jalur darat.
Hal ini menyebabkan turunnya aktivitas perdagangan dan peningkatan perjalanan lewat laut.
Hubungan perdagangan antara Barat dan Timur meningkat pada masa ‘Abbasîyah.2
Perdagangan jalur laut harus melewati kepulauan Nusantara bagi yang hendak pergi ke
Cina. Pada masa itu, di kepulauan Nusantara, kerajaan Sriwijaya di Sumatra menguasai
sebagian besar daerah-daerah di bagian Barat Nusantara. Ibu kota Sriwijaya, terletak dekat
palembang, menjadi salah satu pelabuhan yang dikunjungi oleh pedagang-pedagang Arab.
Oleh karena itu, salah satu di antara pedagang Arab ini menjadi salah satu ‘pimpinan’ di
Sriwijaya pada tahun 55 H./674 M.9 Namun, kita tidak mengetahui apakah pedagang arab itu
seorang muslim atau bukan. Pada abad VIII-IX, para pedagang Muslim-Arab telah pergi
berdagang ke kepulauan Nusantara. Penegasan yang paling jelas mengenai hubungan

1
Hasan Muarif Ambary, “Peranan Beberapa Bandar Utama di Sumatera Abad 7-16 M. dalam
Jalur Sutera Melalui Lautan”, Kalpataru Majalah Arkeologi, edisi Saraswati Esai-Esai Arkeologi, No. IX,
1990, 61.
2
Ibid, 128-131

2
perdagangan antara Arab dan Nusantara diberikan oleh sumber-sumber Arab, seperti: Akhbâr
al-Sîn wa alHind11, Silsilat al-Tawârîh karangan Sulaymân al-Sirâfî (IX)12 dan alBuldân
karangan Ibn al-Faqîh al-Hamâdânî (289-290/902-903). Di dalam sumber-sumber Arab ini
ditulis bahwa seorang pedagang Arab, bernama Sulaymân, pergi ke kepulauan Nusantara:
Lambri, Fansur, Zabej dan Kalah-Bar untuk berdagang.3
Pada tahun 1258, terjadi krisis politik di Timur Tengah, yaitu hancurnya Khilafah
‘Abbasîyah akibat serangan bangsa Mongol. Kejatuhan Baghdad telah merubah jalur
perdagangan yang sebelumnya pergi dari Teluk Persia melalui Baghdad ke pelabuhan Syiria
dan Asia Kecil. Sekarang, jalur itu melewati Aden dan Mocha (Yaman), Jeddah, Laut Merah
via Iskandarîyah (Mesir), sampai Eropa melalui Italia. Jalur itu menyatukan jalur ke Timur
menuju Cina melalui India dan kepulauan Nusantara. Setelah kejatuhan Baghdad, perdagangan
dilakukan secara besar-besaran dengan Mesir. Di sisi lain, Jeddah menjadi pelabuhan
persinggahan untuk para pedagang India. Mereka memiliki hubungan dengan Mesir, sementara
Jeddah dan Yaman adalah penyalur untuk pasar-pasar di Eropa. Perubahan jalur perdagangan
tersebut merupakan awal kesejahteraan khilafah Mamlûk di Mesir (1250-1517). Bahkan, sejak
abad ke-10, pada masa dinasti Fâtimîyah (969-1174), kairo sudah menjadi pusat perdagangan
produk-produk yang berasal dari timur.
Jatuhnya Baghdad semakin memperkuat hak istimewa kairo sebagai pusat
perdagangan. Pada saat yang sama, Samudera-Pasai telah mengakui kedaulatan kekaisaran
cina. Kemerdekaan kerajaan Samudera-Pasai ditegaskan oleh sumber-sumber cina yang
menjelaskan bahwa pada 1275, kaisar cina tidak lagi menerima sesembahan dari raja San-Fo-
Tsi (Sriwijaya), tetapi dari raja Sa-Wen-Ta-La (Samudera).4
Pada 1292, Marco Polo melaporkan bahwa kerajaan Samudra Samara (Sumatera) dan
kerajaan Basman mengakui kedaulatan Kubilai Khan yang Agung: mereka (penduduk Samara)
mengakui kedaulatan (Kubilai) Khan yang Agung, tetapi mereka sama sekali tidak membayar
upeti, karena mereka sangat jauh hingga orang-orang Khan yang Agung tidak dapat pergi ke
sana”. … “Mereka (penduduk Basman) juga mengakui Khan yang Agung. Perluasan kekuasan
politik dan ekonomi kekaisaran cina memperkuat keberadaan Islam di Sumatera. Pada saat
yang bersamaan, terjadi perubahan keadaan politik di Timur-Tengah pada abad ke- 13 yang
telah mendorong penyebaran umat Islam, terutama para sufi. Menurut A.H. Johns para sufi dan
pedagang bekerja sama untuk menyebarkan agama Islam.

3
Teuku Ibrahim Alfian, Kronika Pasai: Sebuah Tinjauan Sejarah (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1973), 20.
4
Ibid, 34-38

3
Marco Polo menegaskan bahwa para pedagang muslim telah mengislamkan, misalnya,
Kerajaan Perlak: Kami ceritakan pertama-tama mengenai Kerajaan Perlak, ketahuilah bahwa
dahulu kala orang-orang ini menyembah berhala, namun karena para pedagang muslim yang
sering mengunjungi mereka dengan perahu, semua orang-orang itu berpindah agama yang
mengerikan: agama Muhammad. Hal tersebut menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi
memainkan perang penting dalam kedatangan Islam di Nusantara. Kita dapat menyimpulkan
bahwa dari abad ke-8 sampai abad ke-12, agama Islam telah diperkenalkan di Nusantara oleh
para pedagang Muslim. Perlahan-lahan, mereka membuat satu kelompok kecil masyarakat
muslim berkat pernikahan dan dakwah. Kelompok masyarakat itu lambat laun bertambah
penting dan menjadi masyarakat Muslim. Inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat
Islam baru muncul pada abad ke-13 di Kerajaan Perlak.5

B. Sejarah dan Teori Masuknya Islam di Samudra Pasai


1. Keislaman Samudra Pasai

Sebelum memeluk agama Islam, budaya dan tradisi Samudera pasai telah dipengaruhi
oleh agama Budha dan Hindu. Selama masa kerajaan sriwijaya, agama budha berkembang di
samping agama hindu. Menurut pengelana Cina abad ke-7, I-Tsing, bahwa kerajaan sriwijaya
adalah pusat belajar agama budha. Animisme juga masih hidup di samping agama budha dan
hindu. Itulah mengapa pada 1292, Marco Polo melaporkan bahwa Basman dan Samara
(Sumatra) masih dihuni oleh para penyembah berhala.

Kendati demikian, corak makam tertanggal akhir abad ke-13 yang ditemukan di Pasai
menyebutkan bahwa Malik al-Saleh adalah sultan pertama kerajaan Samudera-Pasai
meninggal pada 1297. Kita dapat menduga bahwa Islam menyebar dengan cepat dari Perlak ke
Samudera-Pasai antara 1292 dan 1297. Kita mengetahui bahwa menurut sumber-sumber Cina,
dua utusan muslim, Husain dan Sulaiman, datang dari Su-Mu-Ta-La (Samudera) mengunjungi
cina pada 1282. Setahun sebelumnya, pada 1281, malayu (Samudera-Pasai) telah mengirimkan
dua utusan muslim, Sulaymân dan Syamsuddin ke Cina. Ini alasan mengapa De Jong meenduga
bahwa kerajaan Islam Samudera-Pasai didirikan sebelum pengirim dua utusan ke Cina dan

5
Teuku Ibrahim Alfian, Kronika Pasai: Sebuah Tinjauan Sejarah (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1973), 50

4
kunjungan Marco Polo. Demikian juga bagi E. Gerini yang mengira bahwa Samudra telah
diislamkan antara 1270-1275.6

Mulyana lebih jauh mengatakan bahwa kesultanan pasai telah didirikan oleh Nizâm al-
Dîn al-Kâmil, kepala angkatan laut Khilafah Fâtimîyah di mesir pada 1128 untuk menguasai
perdagangan lada di pantai Timur Sumatra. Tetapi, ia tidak memberikan satu pun bukti untuk
menegaskan hipotesanya. Terkait dengan masuknya kekuasaan Samudera-Pasai ke dalam
agama Islam, kita menduga bahwa raja Samudera-Pasai, Malik al saleh, memeluk agama Islam
melalui pernikahannya dengan puteri Sultan Perlak.

Adapun menurut Hikayat Raja-raja Pasai, raja merah silu kemungkinan masuk agama
Islam setelah bermimpi bertemu dengan Rasulullah. Dalam mimpi itu, Nabi Muhammad
menyuruh Raja Merah Silu mengucapkan dua kalimat syahadat. Nabi meludah ke dalam mulut
Merah Silu agar bisa mengucapkan syahadat. Kemudian, Rasulullah memberikan nama Islam,
Malik al-Saleh. Raja ini dapat membaca al qur’an dengan benar hingga akhir tanpa lebih dahulu
belajar. Menurut cerita lain, samudera ini diislamkan oleh seorang Shaykh Ismâîl langsung
datang dari makkah berdasarkan perintah Sharîf makkah yang mengingatkan tentang hadist
Rasulullah untuk pergi mengislamkan Samudera. Saat itu, para Sharîf Makkah berada di bawah
kekuasaan Mesir. Shaykh Ismâîl bertemu Malik al-Saleh dan menyuruhnya mengucapkan dua
kalimat syahadat. Keesokan harinya, Shaykh Ismâîl dan seorang fakir meminta raja membaca
al qur’an. Ia dapat membaca al qur’an seluruhnya tanpa seorang pun pernah mengajarinya
sebelumnya. Sedikti berbeda, kejadian ini juga diceritakan oleh Sulâlat al-salatîn yang
menegaskan bahwa Merah Silu telah diislamkan oleh seorang fakir, yaitu Shaykh Ismâîl, dan
juga setelah bertemu Rasulullah di dalam mimpinya. Selanjutnya, setelah raja Samudera-Pasai
masuk Islam, maka semua para pembesar kerajaan dan penduduknya masuk Islam juga.7

Setelah memeluk agama Islam, Sultan Malik al-Saleh belum menikah. Para menteri dan
hulubalang membicarakan perihal puteri Sultan Perlak. Tidak lama setelah itu, Malik al-Saleh
menikahi Puteri Ganggang Sari (Putri Raihani), salah satu dari tiga puteri Sultan Perlak
Makhdum Alauddin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat. Pernikahan ini patut
diduga dilaksanakan sesuai dengan hukum Islam, karena perlak sudah menjadi Islam,
sebagaimana diberitakan oleh Marco Polo saat ia berkunjung ke Sumatra pada 1292. Adapun
sumber lokal Sulâlat al-Salatîn menyebutkan bahwa perlak telah diislamkan, sebelum

6
Slamet Mulyana, Runtuhnya Keradjaan Hindu-Djawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di
Nusantara (Jakarta: Bharata, 1968), 134.
7
Ibid, 136-138

5
Samudera-Pasai, oleh Shaykh Ismâîl dan seorang fakir. Masa kebesaran kesultanan Samudera-
Pasai terjadi pada abad ke-14. Kesultanan Perlak di satukan dengan kesultanan Samudera-Pasai
pada masa Malik al-Zahir pada awal abad yang sama. Saat penyatuan itu, diceritakan di dalam
Sulâlat al-Salatîn, para penduduk perlak melarikan diri setelah kekalahan kerajaan mereka, lalu
pergi ke samudera. Saat itu, kesultanan Samudera-Pasai memiliki seorang bendahara agung,
bernama orang kaya raja kenayan yang bekerja dengan sultan untuk memperluas wilayah
kerajaan. Selain itu, kekuatan Samudera-Pasai bergantung pada, di satu sisi, tempat strategis
yang dimilikinya, suatu pelabuhan penting untuk pergi menuju ke cina, dan sisi lain, kesuburan
tanahnya.

Wilayah kesultanan berada di sepanjang sungai hingga dataran tinggi pedalaman, Gayo,
Aceh Tengah, dan di sebelah pegunungan Peut Sagoe. Kemakmuran dan kekayaan Samudera-
Pasai diberitakan oleh Odoric de Pordenone, seorang pendeta Fransiskan, yang mengunjungi
kesultanan ini. Bahkan, ia menulis beberapa kekayaan sumber daya alam daerah tersebut,
seperti beras, emas, tembaga dan juga binatang-binatang. Panen padi dilakukan dua kali dalam
setahun di daerah dataran rendah sepanjang abad ke-14. Hasil hutan seperti kayu dan lada
membuat masyarakat bertambah makmur. Lada merupakan hasil utama Samudera-Pasai. Hasil
lada ini membuat kesultanan berkembang, tetapi pada saat yang sama menimbulkan
kecemburuan kerajaan-kerajaan tetangga. Samudera-Pasai diserang dua kali karena alasan
ekonomi dan politik sekaligus. Mereka yang menyerang Samudera-Pasai adalah kerajaan-
kerajaan pertanian yang memiliki wilayah yang luas dan penduduk yang banyak. Selain itu,
Samudera-Pasai adalah kerajaan maritim.

Kemakmuran Samudera-Pasai terjaga hingga sultan yang terakhir Sultan Zain al-
‘Abidin (1513-1524). Mengenai hal ini, Tomé Pires, seorang pengelana Portugis, menyatakan
saat perjalanannya di Nusantara pada awal abad ke-16 bahwa kesultanan Samudera-Pasai
adalah kerajaan yang kaya dan sejahtera. Terdapat 20.000 penduduk di Pasai. Hasil bumi yang
paling penting dari Samudera-Pasai adalah lada, sutera dan kapur barus. Tiap tahunnya,
Samudera-Pasai memroduksi 8 hingga 10 bahar lada. Di antara banyak pedagang dari negara
berbeda, Tome Pires melihat banyak pedang Muslim di Pasai. Mereka adalah orang Rumi
(penduduk Konstantinopel di bawah kekuasaan Turki-Usmani), Turki, Arab, Persia, Gujarat,
Keling, Jawa, Siam-Kedah, Pegu dan Beruas. Akan tetapi, yang paling banyak adalah orang-
orang Benggali. Catatan Pires mengenai Pasai sangat kaya yang mengizinkan kita melihat
bahwa Samudera-Pasai pada abad ke-16 adalah suatu pelabuhan perdagangan internasional
yang penting, sebagaimana Odoric de Pordenone mempertegasnya pada abad ke-14.

6
Jadi, kita tahu bahwa kemakmuran Samudera-Pasai menarik para pedagang dari
bermacam negara. Di antara mereka terdapat pedagang muslim dan di antaranya terdapat para
pendakwah professional, seperti para sufi, yang menyebarkan Islam. Arus kedatangan kaum
muslimin di Nusantara dapat dijelaskan sebagian akibat krisis politik di Timur-Tengah.
Kedatangan Islam bersamaan juga dengan pengaruh politik Cina di Nusantara. Sedikit demi
sedikit, politik menjadi jalan penyebaran agama Islam. Pada saat itulah, samudera-pasai
memeluk agama Islam. 8

2. Saluran Perdagangan
Sejak abad ke-1, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional
karena posisinya yang menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara, dan
Asia Barat. Kesibukan lalu-lintas perdagangan kawasan laut Asia Tenggara hingga pada abad
ke-7 hingga ke-16 itu, membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut
ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara dan Timur Benua
Asia. Saluran Islamisasi melalui perdagangan menjadi salah satu penyebab kuatnya pengaruh
peradaban Islam di Asia Tenggara. Hubungan dalam jalur perdagangan inilah yang
menciptakan interaksi antara pedagang Islam dan penduduk asli di Asia Tenggara. Dari
interaksi itu, kemudian muncul pengaruh yang kuat dari satu pihak pada pihak lainnya.
Dalam hal ini, pihak yang memberikan pengaruh adalah para pedagang dan ulama dari Arab.
Pengaruh inilah yang kemudian menjadikan pergeseran dalam sistem kehidupan masyarakat
asia tenggara. Jika sebelumnya di masa kerajaan berjaya, kepercayaan yang dominan di
kalangan masyarakat adalah dinamisme. Namun dengan adanya pengaruh dari pedagang
Islam, banyak masyarakat yang kemudian beralih menganut monotheisme. Salah satu
kerajaan yang memiliki peran dalam penyebaran sejarah peradaban Islam di Asia Tenggara
adalah Samudera Pasai. Kerajaan ini, hingga sejarah saat ini dipercaya sebagai kerajaan Islam
pertama dan tertua di Indonesia, dan juga kawasan Asia Tenggara. Kerajaan yang berpusat di
Aceh ini dipimpin seorang raja yang menganut Islam, yaitu Sultan Malikus Shaleh.
3. Saluran Perkawinan
Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status sosial yang lebih baik
daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi terutama puteri-puteri bangsawan,
tertarik untuk menjadi isteri saudagar-saudagar itu. Sebelum dikawin mereka diislamkan

8
Russel Jones (penyunting), Hikayat Raja-raja Pasai (Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1987), 12-
16. Lihat juga Hill, “Hikayat Raja-raja Pasai”, 55-59. Alfian, Kronika Pasai, 48-52.

7
terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin luas,
akhirnya timbul kampung-kampung, daerah-daerah dan kerajaan Muslim. Dalam
perkembangan berikutnya, ada pula wanita Muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan;
tentu saja setelah mereka masuk Islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini jauh lebih
menguntungkan apabila antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan
anak adipati, karena raja dan adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat proses
Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan Ampel dengan Nyai
Manila, Sunan Gunung Jati dengan puteri Kawunganten, Brawijaya dengan puteri Campa yang
mempunyai keturunan Raden Patah (Raja Pertama Demak) dan lain-lain.
4. Saluran Tasawuf
Ajaran Islam sampai ke Alam Melayu, sangat dipengaruhi oleh ajaran tasawuf. Para
sejarawan menyatakan bahwa inilah yang menyebabkan Islam menarik kepada mereka di Asia
Tenggara dan boleh dikatakan bahwa tasawuf dengan ajaran dan amalannya menyebabkan
berlakunya proses Islamisasi di Asia Tenggara. H. John ahli sejarah Australia itu menyatakan
bahwa Islamisasi tersebut berlaku adanya dakwah yang cerdas dilakukan oleh para penyebar
sufi yang datang bersama-sama dengan para pedagang muslim. Pengajar-pengajar tasawuf atau
para sufi mengajarkan teosofi yang bercampur dengan jaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan
menyembuhkan. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan kepada penduduk pribumi
mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf yang
memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu
adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran
mistik seperti ini masih dikembangkan di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
5. Saluran Pendidikan
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang
diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai dan ulama. Di pesantren atau pondok itu,
calon ulama, guru agama dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren,
mereka pulang ke kampung masing-masing atau berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan
Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden rahmat di Ampel Denta Surabaya, dan
Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren ini banyak yang diundang ke Maluku untuk
mengajarkan Agama Islam.
6. Saluran Kesenian

8
Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang.
Dikatakan, Sunan Kali jaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.
Dia tidak pernah meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik
dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu di sisipkan ajaran nama-nama
pahlawan Islam. Kesenian- kesenian lainnya juga dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.

7. Saluran Politik
Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah
turut serta dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan sampai ke negeri China. Pada masa
pemerintahan Tai Tsung (627-650) kaisar ke-2 dari Dinasti Tang, telah datang empat orang
Muslim dari jazirah Arabia. Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang kedua
menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow. Orang Muslim
pertama, Sa’ad bin Abi Waqqas, adalah seorang Muballigh dan sahabat Nabi Muhammad saw.
Dalam sejarah Islam di China. Ia bukan saja mendirikan Masjid di Canto, yang disebut Masjid
Wa-Zhin-Zi (Masjid Kenangan atas Nabi). Karena itu, sampai sekarang kaum Muslim China
membanggakan sejarah perkembangan Islam di negeri mereka, yang secara khusus melakukan
penyebaran Islam.
Sejak abad ke-7 dan abad selanjutnya. Islam telah datang di daerah bagian Timur Asia,
yaitu di Negeri China, khususnya China Selatan. Namun ini menimbulkan pertanyaan tentang
kedatangan Islam di Daerah Asia Tenggara. Sebagaimana dikemukakan diatas Selat Malaka
sejak abad tersebut sudah mempunyai kedudukan penting. Karena itu, boleh jadi para pedagang
dan mubaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga menempuh pelayaran melalui
Selat Malaka. Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat dihubungkan dengan pemberitaan dari
I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan perjalanan dengan kapal yang di sebutnya
kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671. Ia kemudian berlayar menuju arah selatan ke Bhoga
(di duga daerah Palembang di Sumatera Selatan). Selain pemberitaan tersebut, dalam Hsin-
Ting-Shu dari masa Dinasti yang terdapat laporan yang menceritakan orang Ta-Shih
mempunyai niat untuk menyerang kerajaan Ho-Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).9

C. Perkembangan Masuknya Islam di Samudra Pasai

9
Abdullah, Taufik (Editor). Sejarah Ummat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama Indonesia,
1991.

9
1. Dinamika Perkembangan Masyarakat Islam di Asia Tenggara Pada Masa
Lampau
Suatu kenyataan historis yang sudah tidak diragukan lagi kebenarannya, bahwa
masyarakat Islam telah berkembang di Asia Tenggara sejak ratusan tahun yang lalu.
Meskipun demikian, seperti telah dikemukakan hanya tiga negara yang terdapat di kawasan
Asia Tenggara ini, yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam saja yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Hal ini telah memberikan suatu gambaran yang dapat
dipahami, bahwa perkembangan masyarakat Islam di sejumlah negara di kawasan ini, selain
pada tiga negara yang telah disebutkan, dari segi kuantitasnya dapat dikategorikan masih
dalam tahap awal, sebab perkembangan masyarakat Islam pada umumnya sesuai dengan
realitas sejarah memang berawal dari jumlah yang minoritas, kemudian dalam perkembangan
selanjutnya telah menjadi kelompok masyarakat yang mayoritas. Perkembangan masyarakat
Islam di Asia Tenggara yang tergolong kelompok masyarakat minoritas di suatu negara
tertentu terdapat di Vietnam, Kamboja, Burma, Thailand, Singapura dan Filipina. Meskipun
masyarakat Islam termasuk kelompok masyarakat minoritas di sejumlah negara di kawasan
Asia Tenggara yang disebutkan ini, namun ada juga tempat atau daerah tertentu yang
merupakan wilayah dari suatu negara tersebut mempunyai penduduk yang mayoritas
beragama Islam, misalnya di Pulau Mindanao dan Kepulauan Sulu di Filipina Selatan.3
Masyarakat Islam di wilayah ini disebut Moro.
Jumlah mereka sekitar 4,5 juta jiwa atau 9 % dari seluruh penduduk Filipina.
Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara dalam kenyataannya
berlanjut secara terus menerus dan pada wilayah- wilayah tertentu menunjukkan suatu
keadaan yang pasang surut, akibat situasi dan kondisi politik yang dialaminya terkadang
kurang, bahkan tidak menimbulkan dampak positif terhadap perkembangannya itu. Sebagai
contoh, Manila di Filipina yang dulunya merupakan sebuah kerajaan Islam, kemudian
dihancurkan oleh ekspedisi militer Spanyol dan memaksa penduduknya untuk pindah ke
dalam agama mereka.
2. Dinamika Sejarah Perkembangan Islam di Asia Tenggara dari Masa ke Masa
Masa sebelum kolonial bagi perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara, yaitu
masa yang dimulai sejak berdirinya kesultanan Perlak pada tahun 840 M. Sampai dengan
jatuhnya Malaka ke tangan portugis pada tahun 1511 M. Pada masa ini di Asia Tenggara, seperti
di Indonesia, masyarakat Islam secara politis sudah mampu membentuk pemerintahan
tersendiri, sehingga ada beberapa kerajaan Islam berhasil didirikan.

10
Pada masa ini masyarakat Islam di Asia Tenggara selain telah memiliki kemajuan di
bidang politik, juga sudah memperhatikan masalah pendidikan. Di Pulau Jawa misalnya, Raden
Rahmat atau Sunan Ampel telah mendirikan pesantren di Ampel Denta, Surabaya dan
santrinya, Raden Fatah juga mendirikan pesantren di hutan Glagah Arum, sebelah selatan
Jepara pada tahun 1475 M. Perhatian terhadap ilmu pengetahuan pada masa ini sudah mulai
hidup di kalangan masyarakat Islam. Kerajaan Samudra Pasai ketika itu merupakan pusat studi
agama Islam dan tempat berkumpul ulama- ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi
berbagai masalah keagamaan dan keduniaan.
a. Masa Kolonial
Perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara melalui suatu masa yang dalam
kajian ini disebut masa kolonial. Masa ini berlangsung sejak jatuhnya Malaka ketangan
Portugis pada tahun 1511 M. sampai dengan berdirinya negara-negara merdeka di kawasan ini
pada abad ke-20 M, seperti Indonesia pada tahun 1945 M., Malaysia pada tahun 1957 M.,
Filipina pada tahun 1946 M. Masyarakat Islam di Asia Tenggara dalam perkembangannya pada
masa kolonial mengalami pasang surut. Di Indonesia, sejak jatuhnya Malaka ke tangan
Portugis pada tahun 1511 M. Pusat-pusat kekuasaan Islam bertambah meningkat jumlahnya.
Taufik Abdullah memandang tahun kejatuhan Malaka ini sebagai awal dari kebangkitan pusat-
pusat kekuasaan Islam di negeri ini, sehingga abad ke-16 M. Dianggap sebagai periode
pertumbuhan pusat-pusat kekuasaan Islam dan abad ke-17 M.
b. Masa Pasca Kolonial

Masa pasca kolonial bagi perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara dapat pula
disebut masa kemerdekaan. Hanya saja, masa kemerdekaan bagi negara-negara di Asia
Tenggara, seperti diketahui berbeda antara satu negara dan negara lainnya. Pada masa pasca
kemerdekaan ini, perkembangan masyarakat Islam di Asia Tenggara, baik yang termasuk
kelompok minoritas maupun yang tergolong kelompok mayoritas menunjukkan suatu era
kebangkitan. Beberapa organisasi Islam yang ditemukan di Asia tenggara yang cukup
berpengaruh dalam perkembangan Islam, adalah Majelis Ugama Islam Singapura (MUIS) yang
didirikan di bawah ketentuan Administration of Muslim Law Act Of 1966 di Singapura,
angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM) yang berada di barisan terdepan dalam
mempromosikan citra positif tentang Islam kepada umum. Di Malaysia, Islamic Center of
Burma (ICB).10

10
Abdullah, Abdul Rahman, Pemikiran Islam di Malaysia; Sejarah dan Aliran. Cet. I; Jakarta:
Gema Insani Press, 1997.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses masuknya Islam di kawasan Asia Tenggara berbeda dengan proses masuknya
Islam di kawasan lainnya yang disebarluaskan melalui penaklukan Arab dan Turki. Saluran
Perdagangan Sejak abad ke-1, kawasan laut Asia Tenggara, khususnya Selat Malaka, telah
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan
internasional karena posisinya yang menghubungkan negeri-negeri di Asia Timur Jauh, Asia
Tenggara, dan Asia Barat. Kesibukan lalu-lintas perdagangan kawasan laut Asia Tenggara
hingga pada abad ke-7 hingga ke-16 itu, membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia
dan India) turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian Barat, Tenggara
dan Timur Benua Asia.
Hubungan dalam jalur perdagangan inilah yang menciptakan interaksi antara pedagang
Islam dan penduduk asli di Asia Tenggara. Kerajaan ini, hingga sejarah saat ini dipercaya
sebagai kerajaan Islam pertama dan tertua di Indonesia, dan juga kawasan Asia Tenggara. Para
sejarawan menyatakan bahwa inilah yang menyebabkan Islam menarik kepada mereka di Asia
Tenggara dan boleh dikatakan bahwa tasawuf dengan ajaran dan amalannya menyebabkan
berlakunya proses Islamisasi di Asia Tenggara. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam yang diajarkan
kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran mereka yang
sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima.
Di antara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan dengan alam
pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan
Sunan Panggung di Jawa.
Di samping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun di Indonesia bagian Timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam memerangi kerajaan-kerajaan non Islam. Tentang
Penyebaran Islam di Asia Tenggara dan Indonesia Sejak abad pertama, kawasan laut Asia
Tenggara, khususnya Selat Malaka sudah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
kegiatan pelayaran dan perdagangan internasional yang dapat menghubungkan negeri-negeri
di Asia Timur Jauh, Asia Tenggara dan Asia Barat.Mulai abad ke-7 dan ke-8 (abad ke-1 dan
ke-2 H), orang Muslim Persia dan Arab sudah turut serta dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan sampai ke negeri China.Yang pertama, bertempat di Canton (Guangzhou), yang
kedua menetap dikota Chow, yang ketiga dan keempat bermukim di Coang Chow.Karena itu,
boleh jadi para pedagang dan mubaligh Arab dan Persia yang sampai di China Selatan juga

12
menempuh pelayaran melalui Selat Malaka.Kedatangan Islam di Asia Tenggara dapat
dihubungkan dengan pemberitaan dari I-Cing, seorang musafir Budha, yang mengadakan
perjalanan dengan kapal yang di sebutnya kapal Po-Sse di Canton pada tahun 671.

B. Saran
Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak kekurangan maupun kesalahan.
Untuk itu penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun, demi sempurnanya
penulisan makalah yang selanjutnya. Saran penulis untuk para mahasiswa agar lebih
mengembangkan materi yang telah dikaji bukan hanya dari makalah ini saja, karena makalah
ini hanya salah satu media pembelajaran dalam forum diskusi kelas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul Rahman, Pemikiran Islam di Malaysia; Sejarah dan Aliran. Cet. I;
Jakarta: Gema Insani Press, 1997.

Abdullah, Taufik (Editor). Sejarah Ummat Islam Indonesia. Jakarta: Majelis Ulama
Indonesia, 1991.
Alfian, Teuku Ibrahim. Kronika Pasai: Sebuah Tinjauan Sejarah. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1973.
Ambary, Hasan Muarif. “Peranan Beberapa Bandar Utama di Sumatera Abad 7-16 M.
Dalam Jalur Sutera Melalui Lautan”, Kalpataru Majalah Arkeologi, edisi Saraswati Esai-Esai
Arkeologi, No. IX, 1990.
Jones, Russel (penyunting), Hikayat Raja-raja Pasai. Kuala Lumpur: Fajar Bakti,
1987.
Mulyana, Slamet. Runtuhnya Keradjaan Hindu-Djawa dan Timbulnya Negara-negara
Islam di Nusantara. Jakarta: Bharata, 1968.

14

Anda mungkin juga menyukai