Anda di halaman 1dari 2

Kesultanan Islam

Artikel utama: Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam


Islam sebenarnya telah memasuki Nusantara mulai pada abad ke-7 Masehi. Islam dibawa oleh
para pedagang dan para ulama berkebangsaan Arab, Persia, dan Gujarat.[49] Para pedagang dan
pelaut Tionghoa beragama muslim, terutama kelompok pelaut di bawah pimpinan Cheng Ho,
juga ikut serta dalam menyebarkan Islam di Nusantara.[50]

Bendera Kesultanan Aceh.


Aceh adalah daerah pertama yang menjadi pusat penyebaran agama Islam di Nusantara.
[51]
Kesultanan Islam pertama yang diketahui berdiri di Nusantara, khususnya di Aceh
adalah Jeumpa yang didirikan pada abad ke-7, yang wilayahnya kira-kira mencakup
wilayah Kabupaten Bieruen saat ini.[52] Setelah itu, beberapa kesultanan juga berdiri di wilayah
Aceh pada masa-masa awal penyebaran Islam di Nusantara, yang di antaranya
adalah Peureulak, Lamuri, dan Linge.[53] Pada awal-awal milenium ke-2, Islam mulai menyebar ke
banyak daerah di Pulau Sumatra, terutama setelah Sriwijaya runtuh pada abad ke-11. Beberapa
kerajaan Hindu-Buddha di Sumatra bahkan kemudian beralih menjadi kesultanan-kesultanan
Islam. Kesultanan-kesultanan yang pernah muncul dan berdiri di wilayah Sumatra setelah itu
adalah Samudera Pasai, Siguntur, Aceh, Melaka, Pagaruyung, Jambi, Inderapura, Siak Sri
Inderapura, Pedir, Daya, Sungai Pagu, Bungo
Satangkai, Asahan, Serdang, Deli, Langkat, Palembang, Lingga, Kota
Pinang, Pelalawan, Aru, Barus, Padang, Tamiang, dan Sekala Brak.
Islam belum menyebar secara signifikan ke wilayah Nusantara lainnya hingga abad ke-15, ketika
Islam mulai diperkenalkan dan menyebar secara luas.[54] Sejak masa itu, Islam mulai
memengaruhi seluruh wilayah Nusantara pada masa-masa selanjutnya.

Bendera Mataram, salah satu kesultanan yang pernah


terbentuk di wilayah Nusantara.
Setelah Majapahit mengalami kejatuhan, kesultanan-kesultanan bercorak Islam berdiri dan
berkembang pesat di Nusantara, terutama di Jawa. Kesultanan pertama di Pulau Jawa yang
telah diakui secara luas adalah Demak dan Cirebon yang berdiri pada abad ke-15.[55][56] Namun
beberapa waktu ini, beberapa pakar menemukan sejumlah bukti tentang kesultanan Islam yang
lebih tua, yaitu Lumajang, yang diperkirakan berdiri pada akhir abad ke-13.[57] Setelah itu,
terdapat beberapa kesultanan yang juga berdiri di Jawa,
yaitu Giri, Banten, Kalinyamat, Pajang, Sumedang Larang, Mataram, Ngayogyakarta
Hadiningrat, dan Surakarta Hadiningrat.[58]
Di Kalimantan sendiri, beberapa kerajaan Hindu-Buddha beralih menjadi kesultanan Islam,
misalnya Selimbau, Landak Tanjungpura. Kemudian beberapa kesultanan baru juga berdiri
seiring dengan meningkatnya pengaruh Islam di Pulau Kalimantan sejak abad ke-
14. Brunei yang lepas dari Melaka pada abad ke-14 kemudian mencapai masa kejayaannya
pada abad ke-15 dengan berhasil menguasai seluruh pesisir Pulau Kalimantan.[59] Pada abad ke-
16, Banjar berdiri, berkembang, dan kemudian menguasai sebagian besar pesisir selatan
Kalimantan, serta memiliki hubungan baik dengan Demak.[60] Kejayaan Banjar mulai menurun
pada abad ke-18 dan keberadaannya dihapuskan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda pada
tahun 1905.[61] Selain itu, beberapa kesultanan yang juga berdiri di Pulau Kalimantan
adalah Sintang, Mempawah, Kubu, Bangkalaan, Sanggau, Tayan, Kusan, Paser, Kotawaringin,
Pagatan, Sambas, Kutai Kertanegara ing Martapura, Berau, Sambaliung, Gunung
Tabur, Pontianak, Tidung, dan Bulungan.[58]
Agama Islam diperkirakan mulai berkembang di Pulau Sulawesi pada abad ke-16. Pada masa
itu, beberapa kerajaan bercorak Hindu-Buddha atau Animisme beralih menjadi kesultanan-
kesultanan Islam dan beberapa kesultanan Islam yang baru berdiri dan berkembang.
[62]
Kesultanan besar yang terkenal di Sulawesi adalah Makassar, yang merupakan gabungan
dari Gowa dan Tallo). Kerajaan ini pada masa kejayaannya mencakup Sulawesi bagian selatan
dan tengah, serta Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa di saat ini menjadi wilayah Nusa
Tenggara Barat. Selain itu, beberapa kesultanan lainnya di Sulawesi
adalah Bantaeng, Banggai, Buton, Bone, Gorontalo, Bolango, Konawe, Luwu, Tolitoli, Buol, Wajo
, Muna, Palu, Parigi, Soppeng, Bungku, Siang, Bolaang
Mongondow, Tawaeli, Balanipa, Alitta, Banawa, dan Bolangitang.

Peta kekuasaan Ternate dan Tidore pada masa


kejayaannya.
Di Kepulauan Maluku, terdapat beberapa kesultanan, tetapi dua kesultanan dengan pengaruh
besar adalah Ternate dan Tidore yang berpusat di wilayah yang saat ini termasuk dalam
wilayah Maluku Utara.[63] Wilayah Ternate pada masa kejayaannya, yaitu pada abad ke-16,
mencakup Pulau Ternate, sebagian kecil Pulau Halmahera, Kepulauan Maluku bagian tengah,
Pulau Sulawesi bagian utara dan timur, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, Tidore
pada masa kejayaannya yang juga pada abad ke-16 meliputi Pulau Tidore, sebagian
besar Pulau Halmahera, hingga ke Papua Barat.[64] Beberapa kesultanan yang juga pernah
berdiri di Kepulauan Maluku, yaitu Jailolo, Bacan, Tanah Hitu, Iha, dan Huamual.
Beberapa kesultanan-kesultanan juga berdiri di Kepulauan Nusa Tenggara, contohnya
seperti Bima, Sumbawa, Adonara, Dompu, Selaparang, Sanggar, dan Lamakera. Sementara
kerajaan-kerajaan (Petuanan) yang pernah berdiri di Papua banyak terdapat di
wilayah Semenanjung Bomberai, khususnya Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak dan
wilayah Koiwai di Kabupaten Kaimana hingga Kabupaten Mimika, selain itu terdapat juga
di Kepulauan Raja Ampat, contohnya seperti Sekar, Patipi, Fatagar, dan Kaimana.
Kejayaan kesultanan-kesultanan Islam mulai memudar setelah bangsa-bangsa asing masuk dan
menerapkan kolonialisme di Nusantara. Sebagian di antaranya dibubarkan oleh pemerintah
kolonial setelah mengalami kekalahan perang, dan sebagian lainnya menjadi daerah
swapraja (zelfbestuur) di bawah kekuasaan pemerintahan kolonial.[65]

Anda mungkin juga menyukai