Makalah
Makalah
Prayudi
Abstract
Community’s political participation amidst a dramatical increase of mining business in many Indonesia’s regions
should have serious attention. Applying qualitative methodology, this research is aimed to reveal community’s
political participation in mining, with an objective to gather information on regional government (Bangka-Belitung
and Kalimantan Timur Provinces’) policy in that business and its impacts. The result of the research discloses that
public consultation still has a low impact to motivate the implementation of good governance in mining business.
The writer suggests that mining regulation should be stipulated inside the law on regional government, not putting
in various (related) laws.
Keywords: political participation, public consultation, mining, resources management, Bangka-Belitung, Kalimantan Timur.
Abstrak
Partisipasi politik masyarakat di tengah maraknya izin pertambangan perlu memperoleh perhatian
yang lebih serius. Melalui penggunaan metodologi kualitatif, penelitian mengenai masalah ini berupaya
mengungkap partisipasi politik masyarakat dalam masalah pertambangan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh informasi mengenai politik pertambangan oleh pemerintah daerah dan dampaknya. Hasil
penelitian menunjukkan, konsultasi publik mengenai kebijakan pertambangan masih lemah dampaknya
bagi tata kelola kebijakan pertambangan yang baik Penulis mengusulkan agar pengaturan utama masalah
pertambangan di bawah UU Pemerintahan Daerah, dan jangan tersebar mengikuti pengaturan secara
sektoral operasi pertambangan.
Kata kunci: partisipasi politik, konsultasi publik, usaha pertambangan, pemerintahan daerah, manajemen
SDA, Bangka-Belitung, Kalimantan Timur.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 49
pemerintahan itu sendiri. Khusus mengenai otonomi daerah. Ketentuan normatif yang
masalah pertambangan, kewenangan pemda, mengatur mengenai hal itu seringkali mudah
melalui PP No. 23 Tahun 2010 tentang terjebak kontradiksi di tingkat pelaksanaan,
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan pada saat terdapat elemen tertentu pemda
Mineral dan Batu Bara, dijabarkan secara justru bersikap kurang kondusif bagi adanya
lengkap sesuai lingkup kewilayahannya akses dan keteterbukaan publik terhadap
baik untuk provinsi dan kabupaten/kota agenda pemerintahan setempat. Di tengah
dalam rangka perizinannya. Hal ini memiliki menguatnya otoritas pemda dalam mengelola
konsekuensi pada pola pengelolaannya secara kewenangannya, sebagaimana antara lain
kelembagaan yang tidak saja berdimensi pada terhadap aset SDA dibidang pertambangan,
dimensi sosial ekonomi, ataupun aspek legal maka partisipasi masyarakat dapat mendorong
semata, tetapi juga terhadap dimensi politiknya. pemenuhan tuntutan kesejahteraan warga
Dalam kenyataan, partisipasi politik rakyat dapat lebih dapat dipertanggungjawabkan.
masih dilekati oleh kepentingan penambang, Otonomi daerah bukan lagi sekedar pemenuhan
terutama konflik dikalangan kegiatan aspirasi segelintir kepentingan elit. Sebaliknya,
tambang ilegal dan kepemilikan lahan di otonomi daerah seperti halnya pengelolaan
antara warga setempat. Sebaliknya, partisipasi SDA di bidang pertambangan, dituntut
politik masyarakat secara konseptual dalam untuk menjawab peningkatan kesejahteraan
bentuk konsultasi publik demi kepentingan daerah secara berkeadilan di antara kelompok
lingkungan warga secara luas, justru masih masyarakatnya. Sehubungan dengan posisi
lemah keberadaannya. Partisipasi masyarakat strategisnya dari keterlibatan warga masyarakat
menjadi sesuatu yang penting, mengingat tata terhadap kebijakan pemda pada umumnya dan
kelola tambang selama ini justru masih menjadi pengelolaan SDA dibidang pertambangan pada
masalah besar di daerah dan belum sebanding khususnya, rumusan masalah yang diangkat
dengan manfaat kehadirannya. Ketua KPK Agus lebih lanjut untuk diteliti di lapangan berikut
Raharjo mengatakan, KPK meminta pemerintah ini adalah sebagai berikut:
menyelesaikan carut-marut tata kelola Bagaimana pelaksanaan partisipasi
pertambangan (minerba) untuk mewujudkan masyarakat terhadap penyelenggaraan
kedaulatan energi. Saat ini masih terdapat 3.966 Pemda, yaitu dalam konteks konsultasi publik
izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah. mengenai proses pengelolaan SDA di bidang
KPK menjanjikan terlebih dahulu memberikan pertambangan?
pendampingan terhadap pihak terkait sebelum Adapun pertanyaan penelitian dari
menindaklanjuti dugaan pidana korupsi di sektor rumusan permasalahan tersebut adalah:
ekstraktif itu. Terhadap 3.966 IUP bermasalah (1) Hal hal apa saja yang menjadi pendorong
masih harus diselesaikan dengan target di bulan bagi munculnya antusiasme masyarakat
Mei 2016. Pada awalnya KPK menemukan terhadap proses konsultasi publik
sekitar 5.000an IUP bermasalah dan sejak 2011 pengelolaan SDA oleh Pemda?
sudah diselesaikan sekitar 1.000 IUP. Temuan (2) Apa saja dampaknya dari penggunaan
menunjukkan bahwa 3.966 IUP bermasalah konsultasi publik oleh masyarakat sebagai
masuk kategori non clear and clean.5 bentuk partisipasi politiknya dalam
pengelolaan SDA oleh Pemda?
b. Rumusan Masalah dan Pertanyaan
Penelitian c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Partisipasi masyarakat terhadap pemda Penelitian yang dilakukan bertujuan:
merupakan substansi strategis dalam pelaksanaan mendeskripsikan perkembangan partisipasi
politik warga masyarakat terhadap pengelolaan
5
“3.966 IUP Bermasalah dalam Radar KPK” Media
Indonesia, 16 Februari 2016.
asset SDA pertambangan yang dilakukan oleh
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 51
serta para pengurus partai politik di tingkat kecil dari orang atau para pihak yang terlibat,
daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (DPD/DPC) karena terjadi proses seleksi. Fenomena politik
atau anggota DPRD setempat. Sedangkan demikian sebagaimana diperlihatkan dalam
di Jakarta, dilakukan wawancara dengan bagan hirarki partisipasi politik berikut ini.
perusahaan tambang yang berada di kantor Bagan tersebut memperlihatkan di mana
pusatnya. garis vertikal segi tiga menunjukkan hirarki,
Di samping itu, teknik pengumpulan data sedangkan garis horizontal menunjukkan
juga dilakukan melalui Focus Group Discussion kuantitas dan keterlibatan dari orang-orang
(FGD) yang mengundang berbagai stake holder yang terlibat di dalamnya.9
baik dari kalangan praktisi dan pemerhati
masalah pemda dalam rangka pendalaman Menduduki jabatan
politik atau administrasi
atas fokus permasalahan yang ingin diteliti.
Kalangan praktisi dan pemerhati pemda Mencari jabatan politik
dimaksud antara lain adalah pihak-pihak yang atau administrasi
memahami secara teoritis dan kalangan yang
menjalankan praktik dalam konsultasi publik Keanggotaan aktif
suatu organisasi politik
terkait kebijakan pemda.
(quasi politik)
d.3. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui proses Keanggotaan pasif
suatu organisasi politik
wawancara dengan para informan serta observasi
(quasi politik)
di lapangan selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan kerangka teori atau pemikiran Partisipasi dalam rapat
yang ditentukan. Dilakukan juga cross checks umum, demonstrasi, dsb.
dengan data tertulis baik literatur maupun
Voting (pemberian
dokumen resmi yang diperoleh dari bahan-
suara saat pemilu)
bahan di lapangan, termasuk di antaranya
adalah data-data yang diperoleh dari hasil Apatis total
wawancara dengan para informan penelitian. Sumber:, Rush dan Althof, Ibid., h. 124.
Dari penelahaan masing-masing substansi data
dan informasi yang diperoleh dilapangan dengan Para pemilih dalam pemilu justru merupakan
dukungan dari literatur secara terseleksi, maka partisipasi politik yang aktif justru tergolong
penelitian ini diharapkan selanjutnya dapat paling kecil perannya, karena menuntut
menarik kesimpulan dan rekomendasi. keterlibatan minimal dan akan berhenti pada
saat kegiatan pemberian suara dimaksud sudah
e. Kerangka Pemikiran berakhir tahapannya.10 Sedangkan, kalangan
yang tergolong lapisan bawah adalah mereka
e.1. Partisipasi Politik
yang hanya bersikap menerima begitu saja
Rush dan Althoff secara umum memberikan
dan tidak peduli dengan politik. Konflik yang
batasan bahwa partisipasi politik merupakan
tidak terkendali jelas tidak menguntungkan
keterlibatan masyarakat dalam aktivitas politik
bagi kondisi politik lokal setempat yang dapat
pada suatu sistem politik. Rush dan Althof
mengalami perpecahan secara kelembagaan.
juga mengajukan hirarki partisipasi politik
Kasus partisipasi politik masyarakat terhadap
yang disebutnya sebagai suatu tipologi politik.
kebijakan pemda dalam pengelolaan SDA
Hirarki tertinggi partisipasi politik adalah
di bidang pertambangan, kiranya dapat
menduduki jabatan politik atau administratif.
Sedangkan hirarki yang terendah adalah orang 9 Michael Rush & Philip Althof, Pengantar Sosiologi Politik,
yang tergolong apatis secara total. Semakin Rajawali Press, Jakarta, 1986
tinggi hirarki partisipasi politik, maka semakin
10
Ibid., h. 129.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 53
namun justru ironisnya menggunakan konsep yang memperebutkan sumber daya strategis
politik keadilan dalam posisi sub ordinat semakin terbatas jumlahnya, tetapi juga antara
kegunaan publik, adalah sebagaimana pernah aparat dengan masyarakat dan dikalangan
ditulis Smart (1978): aparat pemda, serta persaingan antara pusat
“the concept of justice as fundamental ethical dan daerah. Artinya, partisipasi politik
concept is really quite foreign to utilitarianism. A masyarakat terhadap kebijakan pemda untuk
utilitarianism would compromise his utilitarianism mengelola SDA pertambangan masuk menjadi
if he allowed principles of justice which might substansi tuntutan politik keadilan dalam
conflict with maxzimization of happiness……As distribusi SDA, agar benar-benar bermanfaat
a utilitarian, therefore, I do not allow the concept
bagi kemaslahatan publik setempat, dan bukan
of justice as fundamental moral concept, but I am
dikuasai oleh segelintir kalangan di daerah dan
nevertheless interested in justice in a subordinate
jaringan pusat. Posisi bisnis tambang terhadap
way, as a means to the utilitarian end.14
pemda, dapat diibaratkan dalam konteks sistem
Proses menuju kemashlahatan masyarakat politik neo patrimonial. Konsep ini pertama
dengan menggunakan teori keadilan dapat kali dirumuskan oleh Max Weber, yaitu sebagai
menjadi tawaran penting pada saat relasi negara- otoritas birokratis patrimonial, individu-
pasar bergerak dengan tarikan kepentingannya individu dan golongan-golongan yang berkuasa
masing-masing. Nilai kegunaan dari teori mengontrol kekuasaan dan jabatan untuk
keadilan merupakan tujuan yang ingin dicapai kepentingan politik dan ekonomi mereka.16
agar tidak mengorbankan aspek kepentingan
individu di satu pihak dan kepentingan bersama f. Waktu Pelaksanaan dan Lokasi Penelitian
di lain pihak. Partisipasi politik masyarakat
Penelitian direncanakan dilakukan tanggal
terhadap pemda dalam hal pengelolaan SDA
13 s.d 19 April 2015 dan tanggal 2 s.d 7 Juni
pertambangan, juga merupakan bentuk menuju
2015. Adapun lokasi penelitian direncanakan
jalan kemashalatan dengan pilihan teori
di daerah sebagai berikut:
keadilan sebagai pendekatan politik ekonomi
1. Provinsi Bangka Belitung. Pilihan lokasi
yang harus ditekankan.
penelitian ini adalah mengingat merupakan
Teori politik keadilan dalam pendekatan
daerah penghasil SDA pertambangan yang
ekonomi politik penting menjadi acuan pada
tergolong besar di Indonesia. Daerah ini
saat kesadaran tentang kelangkaan SDA yang
tergolong kaya akan SDA tambang timah.
dapat memicu konflik mulai diperhatikan oleh
Babel juga sangat kuat dengan relasi
ilmu politik secara mutakhir. Hal ini beranjak
politik antara pengelolaan SDA dengan
pada beberapa penelitian terkait masalah
politik pilkada yang terjadi di provinsi
pengelolaan pertambangan, kehutanan, air, dan
tersebut. Meskipun terjadi penurunan nilai
sebagainya yang telah memicu lahirnya konflik
ekonomis komoditas tambang, namun
bersifat politik. Kesadaran atas ketersediaannya
sektor tambang seperti halnya timah di
yang dalam jumlah dan mutu secara terbatas
beberapa waktu belakangan, namun SDA
di tengah kebutuhan yang semakin meningkat
dibidang pertambangan tetap memegang
antar kalangan, maka konflik dapat terjadi15
peranan penting dalam dinamika politik
pada setiap kurun waktu atau lokasi manapun.
pemda setempat.
Konflik tidak saja antar kelompok masyarakat
2. Provinsi Kalimantan Timur
14
James A. Caporaso and David P. Lavine, Theories of Lokasi ini dipilih karena kaya akan SDA
Political Economy, Cambridge, Cambridge University tambang batu bara dan kehutanan, serta
Press, 1992. berkeinginan untuk menjadi Daerah
15
Walter Thomas Casey, “Kelangkaan Sumber Daya dan
Otonomi Khusus. Bahkan, temuan
Konflik Politik”, dalam John T. Ishimaya dan Marijke
Breuning, Ilmu Politik Dalam Paradigma Abad ke 21, 16
Yayhya Muhamin, Bisnis dan Politik: Kebijakan Ekonomi
Prenada Media Group, Jakarta, 2013.
Indonesia 1950-1980, LP3ES, Jakarta, 1991, h.9-10.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 55
dari pusat, tidak secara otonom menentukan bahan galian golongan B dan golongan C
wilayah pertambangan.19 kepada Pemda Dati I.
Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Adapun di UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pemda, kewenangan provinsi meliputi: 1. Pertambangan Mineral dan Batu Bara, ketentuan
Penetapan WIUP mineral bukan logam dan yang mengatur izin usaha pertambangan (IUP)
batuan dalam satu provinsi dan wilayah laut sampai diberikan (Pasal 37): a. Bupati/walikota: jika
22 kilometer; 2. Penerbitan IUP mineral logam wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di
dan bukan logam serta batu bara PMDN pada dalam satu kabupaten/kota; b. Gubernur: WIUP
WIUP yang ada dalam satu provinsi, termasuk berada di lintas wilayah kabupaten/kota dalam
wilayah laut sampai dengan 22 km; 3. Penerbitan satu provinsi; c. Menteri: WIUP berada di lintas
izin pertambangan rakyat; 4. Penerbitan IUP wilayah provinsi setelah memperoleh rekomendasi
operasi produksi khusus untuk pengolahan dari gubernur dan bupati/walikota setempat.
dan pemurnian; 5. Penerbitan izin usaha jasa Pola kewenangan pengelolaan sumber daya
pertambangan dan surat keterangan terdaftar; tambang mengalami perubahan drastis setelah
6. Penetapan harga patokan mineral bukan sistem politik Indonesia berubah sejak tahun
logam dan batuan. Pertimbangan pengalihan 1998, yang ditandai oleh terbitnya UU No.
wewenang pemberian izin yang berkaitan 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999.
dengan ekologi dari pemerintah kabupaten/ Otonomi daerah di tengah reformasi secara
kota kepada pemerintah provinsi, antara lain: kuantitatif telah dimanfaatkan untuk masuknya
a. Untuk mengantisipasi dan mengurangi partisipasi politik masyarakat terhadap
resiko kerusakan alam; b. Meminimalkan pemerintahan daerah, termasuk dalam hal
penyalahgunaan pemberian izin ekologis oleh pengelolaan tambang di daerah. Rasa memiliki
pemeritah kabupaten/kota, termasuk izin daerah terhadap kekayaan SDA sejalan dengan
pertambangan; c. Memudahkan pengawasan bangkitnya kesadaran warga untuk terlibat di
pemerintah pusat atas pemanfaatan sumber daya dalamnya untuk mengawasi dan mengelola
alam yang ada. Pada kenyataannya, pengalihan tambang itu sendiri. Hal ini sejalan dengan data
wewenang pengelolaan dan pengawasan materi muatan substansi Indeks Demokrasi
kegiatan pertambangan dari pemerintah Indonesia masih cenderung sisi positifnya dari
kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi sudut kuantitatif mengenai partisipasi politik
memperlemah pengendalian dampak aktivitas yang dijalankan oleh masyarakat. Namun dari
pertambangan serta meningkatkan resiko sudut kualitas, partisipasi politik yang dilakukan
kerusakan lingkungan. Di sisi lain, tuntutan agar oleh masyarakat, justru masih menjadi
pemerintah melakukan moratorium perizinan persoalan tersendiri dalam membangun iklim
dan kegiatan pertambangan semakin menguat.20 demokrasi secara sehat. Setidaknya, terdapat
Sebagai perbandingan, pelimpahan tiga hal yang menjadi penyebab atas persoalan
kewenangan urusan pertambangan, di dalam partisipasi politik semacam itu. Pertama, adalah
UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- fenomena politik yang ditandai oleh masih
Ketentuan Pokok Pertambangan Terkait kuatnya reformasi secara kelembagaan yang
Pelaksanaan Penguasaan Negara dan minus kapasitas. Kedua, adalah reformasi yang
Pengaturan Usaha Pertambangan (Pasal 4), dilakukan hanya pada tataran satu kaki. Ketiga,
menyebutkan bahwa: -Bahan galian golongan A dilihat dari masalah decentralization within the
dan B dilakukan oleh menteri; -Menteri dapat state.21 Partisipasi politik yang berkembang
menyerahkan pengaturan usaha pertambangan masih sebatas pada fanatisme sentimen
19
Tri Nuke Pujiastuti,”Konflik Kelembagaan Dalam 21
Syarif Hidayat, “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Pengelolaan Sumber Daya Tambang di Era Otonomi
SDA: Akar Masalah, Peluang, dan Tantangan”, bahan
Daerah: Studi Kasus Kabupaten Bombana”, dalam Jurnal
disampaikan dalam FGD di Pusat Pengkajian, Pengolahan
Ilmu Politik No. 21 Tahun 2010, h. 174.
Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Jakarta, 2
20
“Pengawasan Tambang Lemah”, Kompas, 13 Oktober 2015.
April 2015.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 57
Tahun 2004 tentang Pemda. Terkait usaha rekonstruksi bersama pihak kepala-kepala
petambangan adalah timah, secara mayoritas dinas pertambangan dari setiap kabupaten/
wilayah usaha pertambangan (WUP) nya kota dalam rangka antisipasi dan sekaligus
adalah BUMN yaitu PT Timah Persero Tbk. melaksanakan ketentuan tentang pengelolaan
Partisipasi masyarakat diakomodasi dalam sumber daya alam di bidang pertambangan.25
bentuk jasa pertambangan. Pemda bersama PT Di Kabupaten Bangka, salah satu yang tidak
Timah berusaha dalam hal jasa pertambangan diperbolehkan oleh pusat semula adalah jasa
yang di dalamnya sesuai UU No. 4 Tahun 2009, penambangan secara langsung, tetapi berkat
terdapat beberapa kegiatan yang diperbolehkan usaha dari pihak Pemda setempat dan PT
dan ada pula kegiatan yang tidak diperbolehkan. Timah Tbk, peluang usaha tambang setempat
Posisi politik pemda dalam konteks terbuka. Akhirnya usaha pertambangan
hubungan pusat-daerah cenderung memiliki langsung diperbolehkan oleh pemerintah pusat,
arti yang penting sebagai fokus analisa dalam melalui keluarnya Permen ESDM No. 24 Tahun
masalah pengelolaan tambang di daerah. Posisi 2012 tentang Perubahan Kedua Terhadap
tersebut menempatkan struktur kewenangan Permen ESDM No. 28 Tahun 2009 tentang
yang dijalankan dapat berdampak pada Penyelenggaraan Jasa Usaha Pertambangan. Di
arah dan langkah-langkah bagi masyarakat Pasal 10 Permen ESDM No. 24 Tahun 2012
dalam berpartisipasi secara politik di daerah disebutkan bahwa dalam rangka pemberdayaan
dan pandangannya terhadap masalah masyarakat, jasa pertambangan dalam
pertambangan itu sendiri. Konstruksi dampak bentuk alluvial dapat dilaksanakan oleh jasa
yang dihasilkan dari dinamika pemerintahan pertambangan lokal. Sehingga, masyarakat di
terhadap masyarakat, sudah terjadi baik pada kabupaten Bangka dapat ikutserta dalam usaha
saat sebelum maupun sesudah berlakunya UU pertambangan bermitra dan berkontrak dengan
No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba. pemegang IUP PT Timah. Artinya, hanya
Meskipun sejak berlakunya UU No. 23 timah bentuk alluvial, yang diperkenankan bagi
Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan masyarakat untuk terlibat usaha pertambangan
dibidang pertambangan di bawah provinsi, di daerah.26
tetapi secara politis provinsi tidak meninggalkan Meskipun pemda provinsi memegang
begitu saja pihak bupati dalam menjalankan keistimewaan tertentu atas pengelolaan
tugas dan kewenangannya, termasuk dibidang pertambangan, namun tidak berarti potensi
pertambangan. Pengaturan menyangkut alam dan asset daerah telah terdata secara baik.
perizinan, seperti halnya antara lain baik berupa Di Babel, diakui memang ada beberapa asetnya
pembaruan izin, perpanjangan maupun yang yang mengalami status ketidakjelasan, terutama
baru sebagai peningkatan dari sifat kegiatan terhadap asset yang sebelumnya merupakan
tambang, eksplorasi, dan produksi, hingga pembaruan dari pihak Sumatera Selatan, sebelum
tahapan proses penjualannya, provinsi melalui kemudian terjadi pemekaran daerah yang
dinas pertambangan dan energinya tetap melahirkan provinsi Babel. Terkadang asset itu
memperoleh rekomendasinya dari pihak bupati pada tingkatan keberadaan puingnya sekalipun
setempat. Langkah provinsi tesebut dengan sudah tidak ada, atau keberadaan surat yang
alasan mengingat bupati/walikota adalah mendasari asset, seperti halnya tanah tertentu,
sebagai pemilik dari pengelolaan kewenangan juga tidak ada. Pada saat diperiksa di Sumsel,
di kabupaten/kota. Adapun keputusan memang surat itu sebenarnya ada, tetapi kemudian
mengenai perizinannya sendiri memang pada 25
Wawancara dengan Kepala Dinas Pertambangan
akhirnya diambil berdasarkan kewenangan dan Energi Pemerintah Provinsi Bangka Belitung,
dari gubernur. Pihak Dinas Pertambangan dan Pangkalpinang, 15 April 2015.
Energi Pemerintah Provinsi Bangka Belitung 26
Wawancara dengan Kepala Bidang Usaha Sumber Daya
Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka, Sungai Liat, 14
di tahun 2015 misalnya, sudah melakukan
April 2015.`
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 59
Usaha-usaha untuk menguasai timah selalu untuk mengeluarkan izin pertambangan.
dikaitkan dengan pengaruh menggunakan Dipertambangan lepas pantai, gubernur
negara sebagai kekuatan penekan dan dalihnya memberi izin untuk wilayah 4 sampai 12 mil dari
adalah memanfaatkan kekayaan alam untuk garis pantai, sementara bupati/walikota kurang
kemudahan distribusi kepada masyarakat luas. dari 4 mil. Undang-undang No. 41 Tahun 2009
Kedua, dominasi elit. Fenomena menjadi pintu masuk bagi legalitas operasional
pertambangan tidak pernah dapat dilepaskan kapal hisap yang kemudian semarak berkembang.
dari aspek penguasaan aktor-aktor elit UU No. 41 Tahun 2009 dapat dianggap
yang memainkan peranan dalam industri bertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2007
pertimahan. Ketiga, politik ketidakpastian. tentang Perlindungan dan Pengelolaan Pesisir
Kecenderungan menunjukan bahwa aktor elit dan Pulau-Pulau Kecil, karena memberikan
daerah, negara, dan pengusaha menyenangi legalitas bagi pertimahan di wilayah pesisir da
kondisi ketidakpastian atas regulasi pertimahan pulau-pulau yang tersebar di Provinsi Kepulauan
yang menyebabkan eksplorasi terus berlangsung Bangka Belitung.32 Ancaman kerusakan
sejalan dengan ketidakpastian, dan disparitas lingkungan pesisir dan akhirnya mengancam
ekonomi terus berjalan. kehidupan para nelayan yang justru dilegalisasi
Sedangkan fenomena praktek pertimahan oleh UU No. 4 Tahun 2009. UU No. 32 Tahun
yang bersifat kapitalistik, meliputi beberapa hal. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Pertama, adalah dominasi kapital terkait usaha Lingkungan Hidup juga diabaikan dalam
eksplorasi kekayaan alam sebanyak-banyaknya. pertambangan timah yang sedang berkembang.
Kedua, ekonomi transnasional yang melibatkan Fenomena pertambangan darat dalam
agen ekonomi internasional untuk meraih bentuk inkonvensional kemudian bergeser
keuntungan. Ketiga, kesenjangan ekonomi yang ke pertambangan laut. Di pesisir pantai dan
justru tidak disadari oleh kalangan masyarakat daerah laut, mulai tahun 2004 pertambangan
akar rumput sebagai akibat arus utama diramaikan oleh TI Apung yang menggunakan
hegemoni. Keempat, menimbulkan warisan peralatan teknologi rakitan sederhana.
persoalan yang berupa kerusakan lingkungan.31 Persaingan antara gubernur dan bupati
Data berikut menunjukkan luasnya dalam pengelolaan timah sebagai sumber daya
kegiatan industri tambang yang menunjukkan alam (SDA) yang berharga pernah secara terus
kuatnya peran negara dalam perizinan tambang menerus terjadi dan bahkan telah diintervensi
tergolong besar (di luar pertambangan rakyat oleh instansi kepolisian di Jakarta. Dalam konteks
dan tambang ilegal), yang sangat mudah ini terjadi peristiwa “Oktober 2006”, di mana pada
menyulut konflik dengan masyarakat sekitar. awal bulan di tahun tersebut, polisi menangkap
Tabel 1: Izin Usaha Penambangan (di atas 100 hektar)
No. Nama Perusahaan Masa Berlaku Luas Wilayah Lokasi
1. PT Tambang Timah 30 tahun 383.837.24 Ha Seluruh kec. di Bangka
2. PT Koba Tin - 40.578 Ha Koba, Air Gagas, Payung
3. PT Bangka Global Mandiri 10 tahun 104 Ha Pemali
4. CV Basuki 15 Tahun 200 Ha Air Gagas
5. PT Sinar Logindo Alam 15 tahun 200 Ha Air Gagas
6. PT Bangka Putra Jaya 10 tahun 109 Ha Simpang Teritip
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, dalam Lili Romli (2007), h. 111.
UU No. 41 Tahun 2009 memberikan enam manajer dari perusahaan dan peleburan
wewenang gubernur dan bupati/walikota timah yang dianggap telah merusak lingkungan
dan merugikan negara. Penangkapan itu dengan
31
Ibrahim, Sengkarut Timah dan Gagapnya Ideologi Pancasila,
Penerbit Imperium, Yogyakarta, 2013, h. 81-88. 32
Ibid., h. 61.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 61
masyarakat di sektor tambang. Hal ini penting dengan melakukan aksi menyegel tambang,
untuk menilai posisinya apakah sekedar menjadi sebagaimana pernah terjadi di Kecamatan Koba,
alat bagi kepentingan perusahaan swasta atau Kabupaten Bangka Tengah, ada orang yang
justru sebaliknya bahwa masyarakat secara sadar membuka izin tambang timah bermitra dengan
memanfaatkan SDA dibidang pertambangan PT Timah, tetapi kenyataannya tidak disetujui
dalam rangka kesejahteraan secara ekonomi oleh masyarakat sekitar. Alasannya pada saat
dan kemandiriannya secara politik bagi dirinya? itu bermacam-macam, mulai dari alasan karena
Penilaian atas masalah ini merupakan sesuatu tidak melibatkan masyarakat sekitarnya, sampai
yang perlu dipertanyakan agar situasi di lapangan pada alasan kawasan dimaksud adalah tergolong
dalam pengelolaan tambang benar-benar hutan lindung, yang kesemuanya membutuhkan
sebagai langkah menuju liberalisasi pengelolaan kejelasan. Masyarakat cenderung tidak dapat
sektor SDA termasuk dibidang pertambangan. berfikir secara menyeluruh pertimbangan atas
Alasannya, adalah karena tidak adanya aturan langkah yang dilakukannya kalau berkembang
yang jelas atau terdapat mekanisme tertentu penambangan di wilayah sekitarnya.
yang harus dilewati para pelaku tambang baik Dianggap bahwa belum pernah saat ini
yang tergolong sebagai skala kecil maupun adanya kekuatan masyarakat sipil, misalnya
skala menengah atau apalagi bagi mereka yang keberadaan LSM, memiliki rancangan
tergolong skala besar.37 penataan tertentu secara menyeluruh atas
Dalam sejarah pemerintahan di Bangka masalah tambang di Bangka Belitung. Hal ini
Belitung, memang pernah terjadi aksi-aksi karena baik DPRD kabupaten maupun DPRD
demonstrasi mengenai masalah pertambangan provinsi, belum memiliki Peraturan Daerah
di mana masyarakat tadi ingin agar kegiatan (Perda) yang secara spesifik mengatur masalah
penambangan dibubarkan. Padahal, tuntutan tambang. DPRD sendiri berpegang pada UU
pembebasan suatu daerah atas tambang terkait pertambangan, sehingga menganggap
adalah bertentangan dengan undang-undang. tidak perlu adanya Perda yang mengatur
Kadangkala langkah demonstrasi demikian masalah pertambangan di Bangka Belitung.
dijadikan alasan politis tertentu bagi pihak yang Apabila UU ini dijabarkan lebih lanjut pada
berkepentingan. Persoalan crusial dapat dihadapi tingkatan Perda, DPRD khawatir akan terjadi
dalam kasus tambang di Bangka Belitung. pertentangannya dengan aturan hukum yang
Kalau langkah ke arah kekerasan, misalnya lebih tinggi. Adapun LSM sendiri di Babel
diakui ada yang cukup aktif mengawal reformasi
37
Wawancara dengan Ketua Walhi, Babel, Sungai Liat, 16
April 2015. Peran masyarakat sipil, seperti halnya LSM, dibidang pertambangan, maka kadangkala
di Babel cenderung belum muncul kelompok-kelompok dapat terjadi demonstrasi secara terorganisir
advokasi yang memiliki sejarah panjang dalam hal yang menunjukkan sikap tidak setuju atas
masalah tambang. Fenomena kurangnya peran demikian
kegiatan penambangan di kawasan atau wilayah
kiranya perlu dikecualikan atas peran dari Walhi dibidang
advokasi SDA, termasuk pertambangan. Terdapat sekitar tertentu. Pendapat mereka diakui cukup
860 LSM yang terdaftar di Kesbangpol Provinsi, Babel, valid, yaitu tentang kontribusi tambang bagi
tetapi kebanyakan adalah LSM plat merah yang patut pendapatan daerah baik di tingkat pemerintah
dipertanyakan komitmen advokasinya. Bahkan, para
provinsi maupun kabupaten selama ini dianggap
LSM ini diduga ikut bermain dalam interaksi kepentingan
dengan industri pengelola SDA, termasuk tambang tergolong kecil atau bahkan ekstrimnya adalah
itu sendiri dan perkebunan. Walhi cenderung berada nihil sama sekali. Secara resmi pemda menerima
di tengah-tengah dalam kondisi demikian, sebagai alat royalti dari PT Timah yaitu hanya sebesar 3
advokasi banyak yang memperoleh manfaat dari apa
persen dan persentase inipun masih dibagi-bagi
yang dilakukan oleh Walhi bersama masyarakat sipil
dalam melakukan proses pendampingan yang dibela di dengan daerah-daerah lain, yaitu ke kabupaten
Bangka Belitung Tetapi bersamaan ini, juga banyak pula dan bahkan sampai ke provinsi. Kemudian di
yang dianggap memusuhi Walhi, seperti halnya Pemda, tingkat kabupaten pun, perolehan royalti yang
juga dari kelompok-kelompok yang telah dirangkul oleh
sudah dibagi-bagi tadi, masih dibagi-bagi lebih
kelompok kepentingan tertentu.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 63
untuk proses pengurusan izin hingga masalah provinsi dilakukan sejalan dengan koordinasi
pengadaan anggaran untuk keperluan survey, terhadap kabupaten/kota yang ada di
justru tidak terima dengan pelarangan pihak wilayahnya. Kondisi pengawasan yang dilakukan
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di dalam rangka pertambangan di kabupaten/kota
samping itu, mereka juga keberatan atas dan itu, menurut provinsi adalah dianggap positif.
langkah penentangan masyarakat daerah sekitar Artinya, pengawasan tidak mengalami kendala
atas beroperasinya kapal hisap di kawasan di lapangan. Pengawasan dilakukan untuk
perairan Bangka Selatan. Bupati Bangka mengevaluasi kegiatan pertambangan, apakah
Selatan sendiri pada tahapan selanjutnya sudah sesuai dengan standar atau ketentuan
ternyata membatalkan izinnya yang telah dan aturan yang menjadi acuan secara legal.
dikeluarkan. PT SGI dan melaporkan gugatan Artinya, acunnya adalah sesuai aturan dalam
terhadap Bupati Bangka Selatan ke pengadilan. mewujudkan good mining practices.41
2.c. Kasus Kaltim Dengan terbitnya UU No. 23 Tahun
Pengelolaan pertambangan ketika masih 2014 tentang Pemda, di mana kewenangan
digunakan UU No. 32 Tahun 2004 tentang menerbitkan izin pertambangan sepenuhnya
Pemda, penerbitan IUP berada di kabupaten/ berada di bawah Pemerintah Provinsi, bagi
kota, kecuali pada IUP yang bersifat melintas di Kaltim sendiri, dengan situasi areal IUP nya
dua wilayah kabupaten/kota. Tetapi di Kaltim yang tergolong besar yaitu hampir 1000-an IUP
sendiri tidak pernah terdapat IUP yang bersifat yang diterbitkan kabupaten/kota untuk seluruh
melintas antar kabupaten/kota. Kecuali ada provinsi Kaltim, maka sudah tentu menjadi
satu daerah di Kaltim, yang memang sudah masalah tersendiri. Masalah dimaksud bagi
diterbitkan sebelumnya, oleh pemerintah provinsi adalah terkait jumlah personal yang
pusat melalui kebijakan otonomi daerah yang ada jelas mengalami keterbatasan. Provinsi
wilayahnya menjadi melintas dan diserahkan merasa kurang melakukan persiapan dalam
ke provinsi pengelolaannya. Tetapi, saat menghadapi limpahan tugas, tanggungjawab
berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 terkait dan kewenangan terkait urusan pertambangan.
masalah penyerahan dan penerbitan izin Namun bagi Provinsi, ini bukan menjadi
khususnya yang bersifat melintas antar daerah alasan untuk mengabaikan tugas dan beban
kabupaten/kota yang benar-benar diterbitkan tanggungjawab beserta kewenangan yang sudah
oleh provinsi, bagi Provinsi Kaltim tidak dialihkan melalui UU No. 23 Tahun 2014.
pernah menerbitkannya terhadap kawasan Tidak ada pilihan lain bagi provinsi untuk
yang melintas antar daerah. Dalam pengelolaan menjalankan tugas tersebut.
tambang saat itu memang pemda berperan Kasus Kaltim menunjukkan partisipasi
paling besar adalah kabupaten/kota, bukan di masyarakat dalam pemerintahan daerah
tingkat provinsi. Apalagi, dimasa berlakunya dibidang SDA pertambangan, tidak saja saat
UU No. 32 Tahun 2004 provinsi mengalami perencanaan hingga beroperasinya kegiatan
kesulitan mengkoordinasikan perencanaan, pertambangan, tetapi juga ketika kegiatan pasca
kegiatan dan evaluasi pembangunannya. tambang selesai dilakukan. Kalangan masyarakat
Padahal, apa yang terjadi di suatu provinsi jelas sipil harus mampu membangun jaringan
menjadi tanggungjawab provinsi bersangkutan. pada kasus spesifik yang menjadi fokusnya.
Tetapi yang jelas kendala provinsi itu adalah Pentingnya jaringan terhadap pendekatan kritis
diakibatkan oleh ketentuan di UU No. 32 terhadap masalah yang dicermatinya, dialami
Tahun 2004 yang membatasinya. Pada intinya, oleh JATAM sebagai LSM pemerhati soal
meskipun mengalami kendala terhadap daerah pertambangan. Untuk menjaga independensi
di wilayahnya, provinsi tetap melakukan 41
Wawancara dengan Kepala Seksi Pengusahaan
pengawasan terhadap kegiatan pertambangan Pertambangan, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
yang dilakukan di kabupaten/kota. Pengawasan Kaltim, Samarinda 4 Juni 2015.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 65
oleh kebijakan dari pusat, melalui langkah pemda ini membiarkan saja terhadap masalah yang
komunikasi Bappeda dengan pihak Bappenas di terjadi, padahal sudah mengakibatkan jatuhnya
tingkat nasional. Tetapi kemudian, keinginan korban jiwa. Kewajiban perusahaan melakukan
itu belum terealisir secara resmi sebagai reklamasi atas kegiatan penambangan misalnya,
kebijakan pemda. ternyata sering diabaikan. Padahal kalau ingin
Khusus tambang batu bara yang dominan konsisten menegakkan hukum, bagi perusahaan
di Kaltim, selama ini KP-KP yang menjadi tambang yang melanggar aturan, harus dijerat
kewenangan kabupaten/kota, yang berarti secara hukum untuk pertanggungjawabannya.
berbeda dengan PKP2B (Perjanjian Kontrak Ketika masih diberlakukan UU No. 32 Tahun
Karya Pertambangan Batu Bara) yang menjadi 2004, KP sampai kemudian lahir mekanisme
kewenangan pemerintah pusat, sebenarnya IUP, sudah menimbulkan masalah. Kemudian,
provinsi tidak memiliki kewenangan apa-apa ketika diberlakukan UU No. 23 Tahun 2014,
sebelum keluarnya UU No. 23 Tahun 2014 antara Dinas Pertambangan Pemprov dan Dinas
tentang Pemda, baik terhadap PKP2B maupun Pertambangan Kabupaten/Kota, ketika muncul
KP. Izin-izin pertambangan dikeluarkan masalah akibat penambangan, ternyata saling
oleh pemerintah kabupaten dan kota. Proses lepas tangan satu sama lain atau tidak mau
penerbitan izin tersebut demikian mudahnya, menanggung beban tanggungjawab.
yang mengakibatkan tidak terhitung banyaknya Dalam pengelolaan pertambangan,
jumlah KP-KP telah dikeluarkan baik yang sebenarnya ada yang disebut dengan istilah
tergolong skala kecil atau menengah. Kontrol “PS” atau Pandangan Setempat. Tetapi PS
terhadap kerusakan lingkungannya sangat ini cenderung tidak pernah dilakukan oleh
rendah. Hal ini cukup berbeda kondisinya pengusaha tambang dan pemda.47 Misalnya,
dengan perizinan melalui PKP2B yang relatif di kasus Samarinda, ketika terdapat sebuah
teratur proses kelahiran izinnya, karena disertai iklan terkait tambang di media massa yang
antara lain dengan perencanaan yang matang. ,menyebutkan tentang keperluan partisipasi
KP-KP itu sendiri adalah izin tambang skala publik dalam sidang penilaian AMDAL,
kecil, masyarakat memiliki izin lokasi dan pihak LSM Jatam pernah mencoba mendaftar,
diusahakan oleh pengusaha lokal setempat.45 tetapi ternyata ditolak sebagai peserta yang
Kondisi di atas diperparah dengan tidak mewakili publik dalam sidang penilai AMDAL.
adanya penegakkan aturan, karena kalau misalnya Akhirnya guna memenuhi kriteria dari alasan
digunakan UU Lingkungan Hidup, atau UU No. tentang keharusan sebagai Ormas/LSM yang
4 Tahun 2009 tentang Minerba, sebenarnya ini terdaftar di Kesbangpol Linmas Pemerintah
semua terjerat. Pertanyaannya adalah apakah Kota Samarinda, JATAM membentuk
saat ini ada perusahaan tambang yang mengelola organisasi yang dinamakan “JEIC” atau Justice
usahanya secara baik dan ramah lingkungan? Equality Freedom Information Commision.
Kalau memang nyatanya tidak ada satupun, maka Artinya, di sini adalah organisasi yang dibentuk
seharusnya pemerintah provinsi, terutama dinas sama sekali tidak menggunakan istilah yang
pertambangan dan energi beserta BLHD (Badan mengarah pada paham lingkungan hidup.
Lingkungan Hidup Daerah) harus membaca Persoalannya, karena alamat JATAM dan JEIC
secara cermat aturan perundang-undangan itu sama, maka muncul persoalan di tingkat
dimaksud, bukan sekedar “disimpan di bawah lanjutan. Memang pada saat awal mendaftar
meja” dan dianalisis lebih lanjut terkait langkah- tidak ada masalah atau dapat diterima oleh
langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi pihak aparat Pemda setempat, dan di awal
masalah yang muncul.46 Dalam realitas, lembaga persidangan penilaian AMDAL, pihak JEIC
memang diperbolehkan untuk hadir. Tetapi
45
Wawancara dengan Dadang Gozali, TA Komisi III DPRD
Provinsi Kaltim, Samarinda 4 Juni 2015. 47
Disampaikan Jatam Kaltim, FGD FISIP Unmul,
46
Wawancara dengan Anggota Komisi III (FPAN),
Samarinda, 5 Juni 2015.
Samarinda 4 Juni 2015.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 67
antara penambang yang memberikan imbalan Indonesia, PT Medco E&P Tarakan, Chevron
tertentu.49 Indonesia Company, Chevron Makassar Ltd.,
Dari kasus Samarinda, terkesan adanya dan Total E & P Indonesie. Masih banyak
kesulitan dalam menyampaikan hasil persoalan masyarakat di Kaltim yang belum
eksaminasi masyarakat sipil terhadap kebijakan diselesaikan secara baik, di antaranya adalah
pertambangan kepada publik terutama bagi terkait rendahnya tingkat kesejahteraan,
lembaga yang berwenang, termasuk dihadapan sulitnya akses pendidikan dan lapangan kerja,
kelembagaan DPRD. Bahkan, seolah-olah buruknya kesehatan, kondisi lingkungan hidup
kesan ini memperkuat anggapan partisipasi masyarakat, dan ketersediaan infrastruktur
politik masyarakat mengenai masalah yang kurang memadai.50
pertambangan adalah bukan merupakan bagian Dari 6 perusahaan tambang pemilik
dari substansi hak-hak warga negara. Kesan lubang maut bagi masyarakat dan lingkungan
yang mengesampingkan substansi hak-hak sekitar, hanya terdapat 2 perusahaan tambang
warga negara ini menjadi suatu ironi tersendiri, yang mendapat predikat Proper Hitam. Pihak
karena meskipun langkah-langkah untuk pemerintah pusat, melalui Kementerian
menyampaikan eksaminasi publik terhadap Kehutanan dan LH menurunkan tim untuk
masalah tambang sudah menempuh mekanisme memantau pengusutan oleh pihak kepolisian
secara prosedural agar ditanggapi serius oleh terhadap perusahaan tambang penyebab adanya
birokrasi pemda. Misalnya, langkah-langkah lubang maut dimaksud.51
untuk menyampaikan surat permohonan resmi, Tabel 2: Rapor Hitam Perusahaan Tambang
adanya wadah dewan eksaminasi secara resmi Kalltim dalam Pengelolaan Lingkungan
yang dibentuk, adanya anotasi yang dibuat
No. Nama Perusahaan Lokasi
dengan disertai data-data penelitian secara
ilmiah yang dibuat oleh masyarakat sipil, 1. CV Shaka Samarinda
dalam kenyataannya tidak menjadi jaminan 2. CV Labbaika Kutai Kertangara
bagi terwujudnya tanggapan dari negara secara 3. PT Daya Taka Kreasi Paser
proporsional terhadap kasus tambang yang Bersama (Paser)
dihadapi. Dalam pengalaman semacam ini, 4. PT Bara Setiu Indonesia Paser
dapat terjadi konflik antara masyarakat sipil
5. PT Pola Andhika Realtor Paser
dengan kalangan pemegang otoritas negara di
tingkat lokal, yaitu konflik pada tataran sengketa 6. CV Limbuh Samarinda
informasi publik. Sengketa tersebut berujung 7. PT Hasco Mineral Kutai Kertanegara
pada proses persidangan Komisi Informasi 8. PT Permata Hitam Kutai Kertanegara
Publik (KIP) yang pada konteks putusannya
9. PT Parisma Jaya Abadi Kutai Kertanegara
dapat dimenangkan oleh LSM Jatam, dengan
putusan bahwa dokumen tambang adalah 10. CV Anugrah Bara Insani Samarinda
merupakan dokumen publik yang dapat diakses 11. CV Sungai Berlian Jaya Samarinda
secara transparan bagi siapapun, termasuk 12 PT Cahaya Energi Mandiri Samarinda
masyarakat. Tetapi kenyataannya dari kasus 13. PT Berau Briloks Industri Berau
tersebut yang pernah terjadi adalah ketika LSM
14. PT Cahaya Energi Samarinda
Jatam meminta dokumen tambang dari Badan
Industriatama
Lingkungan Hidup Daerah, justru masih tetap
sukar untuk diperoleh. Di Provinsi Kaltim, 50
Tenti Kurniawati, “Konflik dalam Penentuan Dana Bagi
terdapat 5 perusahaan tambang migas dan Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
batu bara yang dipegang oleh pusat, yaitu Veco
Politik JSP, volume 16, Nomor 1, Yogyakarta ,Juli 2012, h.
19-20.
49
Wawancara dengan Romdani, Redaktur Harian Kaltim 51
“Dua Tambang Maut Raih Proper Hitam”, Tribun Kaltim
Pos, Balikpapan 8 Juni 2015.
7 Juni 2015.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 71
demikian justru mudah terjebak pada relasi substansi teori keadilan dalam politik ekonomi
negara-masyarakat yang saling tolak menolak pembangunan suatu negara, terkait tujuan
satu sama lain. Akses mengenai dokumen partisipasi politik yang dilakukan warganya.
pertambangan menjadi hal yang mewah untuk Sayangnya, adalah substansi partisipasi politik
secara mudah diperoleh publik, padahal hal ini demikian justru mudah terjebak pada relasi
sudah dijamin dalam UU Kebebasan Informasi negara-masyarakat yang saling tolak menolak
Publik (KIP). Kelemahan akses publik demikian satu sama lain.
juga diperberat oleh belum terbentuknya Akses mengenai dokumen pertambangan
kebijakan tata ruang dan apalagi mengenai menjadi hal yang mewah untuk secara mudah
pengelolaan detail tata ruangnya secara utuh diperoleh publik, padahal hal ini sudah
dan terintegrasi antar unsur daerah. Provinsi dijamin dalam UU Kebebasan Informasi Publik
dan kabupaten/kota belum secara sinergi dalam (KIP). Kelemahan akses publik demikian juga
kebijakan tata ruangnya, dan personal kepala diperberat oleh belum terbentuknya kebijakan
daerah biasanya sangat penting dalam mengatasi tata ruang dan apalagi mengenai pengelolaan
kelemahan kapasitas pemda dimaksud. Pusat detail tata ruangnya secara utuh dan terintegrasi
sendiri tidak mau disalahkan, meskipun hanya antar unsur daerah. Provinsi dan kabupaten/
secara global mengaturnya dalam panduan kota belum secara sinergi dalam kebijakan tata
kebijakan tata ruangnya, karena merasa fase ruangnya, dan personal kepala daerah biasanya
otonomi daerah menyerahkan kewenangan sangat penting dalam mengatasi kelemahan
sepenuhnya bagi daerah untuk mengatur kapasitas pemda dimaksud. Pusat sendiri
persoalan tata ruang, termasuk dalam hal tidak mau disalahkan, meskipun hanya secara
menentukan status kewilayahan dan unsur- global mengaturnya dalam panduan kebijakan
pertambangan, jasa, dan sebagainya. tata ruangnya, karena merasa fase otonomi
Ketika otonomi pengelolaan tambang daerah menyerahkan kewenangan sepenuhnya
oleh kabupaten/kota ditarik kembali ke pusat bagi daerah untuk mengatur persoalan tata
melalui tangan provinsi, di daerah memang ruang, termasuk dalam hal menentukan status
terjadi peralihan kewenangan yang memerlukan kewilayahan dan unsur- pertambangan, jasa,
kerjasama antara provinsi terhadap kabupaten/ dan sebagainya.
kota. Kerja sama ini adalah melalui Dinas Partisipasi politik masyarakat diwarnai oleh
Pertambangan dan Energi di provinsi terhadap ikatan emosional primordial yang berakibat
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/ pada terjadinya potensi segmentasi kepentingan
Kota, terutama dalam hal upaya verifikasi di antara mereka. Bahkan, yang berbahaya
dokumen terkait pertambangan. Konteks adalah terjadinya konflik di antara kelompok-
kerjasama ini diperlukan mengingat lokasi kelompok masyarakat yang berpartiipasi itu,
penambangan beserta aktivitas pekerjanya Kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat
adalah berada di lingkup kabupaten/kota. primordial semarak tumbuh pada kasus Kaltim
Peluang masyarakat berpartisipasi politik jelas setelah kasus konflik bersifat komunal di
terbuka luas dalam lingkup kegiatan tambang Sampit, Kasel, dan di Sambas, kalbar, beberapa
secara kewilayahan, tetapi kenyataannya adalah waktu sebelumnya, Pertumbuhan kelompok
tidak selalu demikian. primordial tersebut juga menjadi instrumen
2. Dorongan Ikatan emosional primordial dan kepentingan politik dalam pengelolaan tambang
Jaringan masyarakat Sipil dan pasca kegiatan tambang di Kaltim. Bahkan,
Rentang sikap antusias warga dalam fenomena politik sentimen kedaerahan juga
partisipasi politik cenderung mengarah pada terjadi di Babel, yaitu terkait segmentasi
keinginan menciptakan keadilan bagi pembagian pertumbuhan kegiatan tambang timah. Contoh
sumber daya strategis daerah, seperti halnya di atas sentimen kedaerahan demikian, di Kaltim,
sektor pertambangan. Hal ini sejalan dengan sebagaimana di tampilkannya pada Ormas
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 73
dinamika politik muncul dari partisipasi Kendali pusat terhadap tambang di
politik itu dilakukan, maka biasanya masih daerah, menyebabkan otonomi kewenangan
bersifat elitis dan belum tentu menjangkau pemerintahan daerah sangat tergantung pada
akar rumput di tengah masyarakat. Harapan kebijakan pemerintahan “atasan”. Hal ini
terwujudnya akuntabilitas tata kelola tambang sebagaimana tampak pada kebijakan RUTR
yang dicerminkan oleh nilai keadilan dalam yang tidak dapat diandalkan pada pembangunan
pembagian sumber daya daerah, secara riil di kabupaten/kota melalui pengembangan
masih jauh panggang dari api. Dalam kasus setiap kawasannya. Ketidakandalan panduan
tertentu, bisa terjadi daerah melakukan pusat terhadap tata kelola tambang ini semakin
kebijakan yang bersifat ekstrim secara politik jelas tampak ketika di tingkat RDTR masih
terhadap pengelolaan SDA dan pasca kegiatan menjadi keterbatasan tersendiri keberadaannya
tambang. Seperti halnya, ini diterapkan oleh di daerah. Pengalihan kewenangan pengelolaan
pemerintah kota Balikpapan. Namun, hal tambang tidak berdampak secara politik bagi
ini dilakukan secara inisiatif Walikotanya akuntabilitas penegakan tata kelola tambang.
yang kebetulan didukung oleh DPRD dengan Segmentasi partisipasi politik terjadi dalam
pemerintah Provinsi Kaltim, berdasarkan pengelolaan tambang di daerah, karena ikatan
kebutuhan mendesak untuk menjaga sumber primordial dan jaringan masyarakat sipil tidak
air bagi masyarakat Kota Balikpapan itu sendiri. bersinergi satu sama lain dalam menciptakan
Langkah politik lokal demikian tidak menjadi tata kelola tambang yang kredibel. Sebaliknya,
desain kebijakan yang juga diterapkan secara partisipasi warga secara tersegmentasi itu
kelembagaan di tingkat provinsi. menimbulkan potensi konflik yang tinggi dan
Pertambangan melalui industri yang ada berakibat pada rawannya gangguan stabilitas
memiliki kepentingan yang harus disejalankan politik pemerintahan setempat. Aparat dapat
dengan kepentingan politik pusat dibandingkan terseret dalam persaingan kepentingan binis
pengembangan pembangunan lokal. Meskipun tambang yang justru menjauhkan keinginan
jeda hubungan pusat-daerah setelah 1998 kuat menciptakan tata kelola tambang yang baik bagi
dengan kebijakan otonomi daerah, pertimbangan kepentingan warga masyarakat dan lingkungan
industri tambang dan politik pusat masih kuat sekitarnya. Sebaliknya, pemda terutama Dinas
dalam menerapkan kebijakan tambang di tingkat pertambangannya dapat bersikap defensif atas
lokal. Pola kepentingan pengelolaan tambang akses publik bagi dokumen tambang. Sikap
semacam ini tidak kondusif bagi partisipasi defensif ini tetap muncul, meskipun jaminan
politik masyarakat dalam memperjuangkan hukum atas perolehan akses publik bagi
nilai keadilan pembagian SDA yang ada di dokumen dimaksud cukup kuat, yang terkait
wilayahnya. Kelembagaan otoritas secara kebebasan informasi publik.
vertikal jelas tidak peka atas kritik atau masukan Menguatnya ikatan politik tambang
yang disampaikan masyarakat melalui wadah dalam pilkada dan pemilu, melalui izin yang
politik konsultasi publik. Hal ini antara lain diberikan kepala daerah, dapat membuat
dicerminkan oleh sikap resisten atas pengaduan ongkos demokrasi menjadi mahal. Bahayanya,
soal tambang oleh masyarakat baik yang adalah elit politik yang terpilih berkuasa lebih
ditampikan oleh pihak Dinas Pertambangan dan berfikir mengembalikan modal dibandingkan
Energi di provinsi maupun yang berada di level berusaha memaksimalkan sumber daya yang
kabupaten/kota. Kalaupun skala lokal dapat ada bagi kesejahteraan warganya. Suara rakyat
terjadi respons tertentu, ini mengingat kepala pemilih kembali hanya diperlukan saat pemilu
daerah atau pihak tertentu di DPRD merupakan dan pilkada, dibandingkan secara signifikan
pihak berkepentingan dengan tambang atau mengarahkan energinya bagi pembentukan tata
memang berlatarbelakang profesi sebelumnya kelola SDA pertambangan yang berkeadilan
sebagai pengusaha tambang. dan ramah lingkungan. Itu sebabnya, kepala
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 75
DAFTAR PUSTAKA Usman, Husaini, et.al (2009), Metodologi
Penelitian Sosial,, Bumi Aksara, Jakarta.
Watch, Indonesia Corruption (2015), Tambang
dan Krisis Samarinda: Hasil Eksaminasi Publik
Buku terhadap Peraturan Daerah Kota Samarinda
Budiardjo, Miriam (2007), Dasar-Dasar Ilmu No. 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan
Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mineral dan Batu Bara, Penerbit ICW dan
Burhan Bungin (2010), Penelitian Kualitatif: Jatam Samarinda
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial lainnya, Kencana, Jakarta. Makalah
Caporaso, James A. et.al (1992)., Theories of B., Jauchar, Partisipasi Politik dan Gerakan
Political Economy, Cambridge, Cambridge Masyrakat Sipil”, bahan disampaikan dalam
University Press. FGD di FISIP Universitas Mulawarman,
Crouch, Harold (2014), Politcal Reform in Samarinda, 5 Juni 2015.
Indonesia After Soeharto, Institute of South Harney, Stefano, et.al, “Civil Society
East Asian Studies, Singapore. Organization in Indonesia”, International
Huntington, Samuel P.(1968), Political Order Labour Office, Geneva, 2003
in Changing Societies, New York & London, Hidayat, Syarief “Partisipasi Masyarakat dalam
Yale University Press. Pengelolaan SDA: Akar Masalah, Peluang,
Ibrahim, Sengkarut Timah dan Gagapnya Ideologi dan Tantangan”, bahan disampaikan dalam
Pancasila, Penerbit Imperium, Yogyakarta FGD di Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI,
Ishimaya, John T., et.al (2013), Ilmu Politik Jakarta, 2 April 2015.
Dalam Paradigma Abad ke 21, Prenada
Media Group, Jakarta. Siregar, Hendrik (Koordinator JATAM),
“Partisipasi Masyarakat Masih Ilusi Dalam
Koentjaraningrat (1977), Metode-Metode Pengelolaan Tambang”, bahan disampaikan
Penelitian Masyarakat, Penerbit PT dalam FGD di Pusat Pengkajian,
Gramedia, Jakarta. Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Lipset, Seymour Martin (1960), Political Man: Setjen DPR RI, 2 April 2015.
The Social Bases of Politics, Double Day & Suhirman, “Partisipasi Masyarakat dalam UU
Company, New York. No. 23 Tahun 2014”, bahan disampaikan
Magenda, Burhan Djabir (2010), East dalam FGD di Pusat Pengkajian,
Kalimantan: The Decline of A Commercial Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI)
Aristocracy, Equinox Publishing, Singapore. Setjen DPR RI, Jakarta, 2 April 2015.
Muhamin, Yahya(1991), Bisnis dan Politik:
Kebijakan Ekonomi Indonesia 1950-1980, Koran/Surat Kabar
LP3ES, Jakarta. Bisnis Indonesia, 5 Februari 2015.
Romli, Lili (2007), Potret Otonomi Daerah dan _______, 13 Oktober 2015.
Wakil Rakyat di Tingkat Lokal, Pustaka Pelajar.
Tribun Kaltim 7 Juni 2015.
Rush, Michael, et.al (1986), Pengantar Sosiologi
Media Indonesia, 16 Februari 2016.
Politik, Rajawali Press, Jakarta.
Singarimbun, Masri, et.al(ed.) (1983), Metode
Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta.
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 77