Anda di halaman 1dari 30

PARTISIPASI POLITIK MASYARAKAT

DALAM KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM


(Studi tentang Konsultasi Publik Masalah Pertambangan
di Provinsi Bangka-Belitung dan Provinsi Kalimantan Timur)

(Community’s Political Participation in Natural Resources Management:


Study on Public Consultation in Mining Business
in the Bangka-Belitung and Kalimantan Timur Provinces)

Prayudi

Penulis adalah Peneliti Bidang Politik Pemerintahan Indonesia


Pada Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Alamat email: prayudi_pr@yahoo.com

Naskah Diterima: 2 Februari 2016


Naskah Direvisi: 3 Mei 2016
Naskah Disetujui: 19 Mei 2016

Abstract
Community’s political participation amidst a dramatical increase of mining business in many Indonesia’s regions
should have serious attention. Applying qualitative methodology, this research is aimed to reveal community’s
political participation in mining, with an objective to gather information on regional government (Bangka-Belitung
and Kalimantan Timur Provinces’) policy in that business and its impacts. The result of the research discloses that
public consultation still has a low impact to motivate the implementation of good governance in mining business.
The writer suggests that mining regulation should be stipulated inside the law on regional government, not putting
in various (related) laws.
Keywords: political participation, public consultation, mining, resources management, Bangka-Belitung, Kalimantan Timur.

Abstrak
Partisipasi politik masyarakat di tengah maraknya izin pertambangan perlu memperoleh perhatian
yang lebih serius. Melalui penggunaan metodologi kualitatif, penelitian mengenai masalah ini berupaya
mengungkap partisipasi politik masyarakat dalam masalah pertambangan. Tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh informasi mengenai politik pertambangan oleh pemerintah daerah dan dampaknya. Hasil
penelitian menunjukkan, konsultasi publik mengenai kebijakan pertambangan masih lemah dampaknya
bagi tata kelola kebijakan pertambangan yang baik Penulis mengusulkan agar pengaturan utama masalah
pertambangan di bawah UU Pemerintahan Daerah, dan jangan tersebar mengikuti pengaturan secara
sektoral operasi pertambangan.
Kata kunci: partisipasi politik, konsultasi publik, usaha pertambangan, pemerintahan daerah, manajemen
SDA, Bangka-Belitung, Kalimantan Timur.

a. Latar Belakang Masalah yang dapat mengimbangi keinginan pusat


Salah satu ketentuan penting dalam proses untuk mengendalikan otonomi daerah setelah
penyelenggaran pemerintahan daerah (Pemda) berlakunya UU No. 23 Tahun 2014, mengingat
melalui pemberlakuan Undang-Undang (UU) revisi terhadap UU No. 32 Tahun 2004 yang
No. 23 Tahun 2014, adalah mengenai partisipasi terlampau kuat di tingkat pemerintahan
politik masyarakat terhadap pemerintahan dengan usaha penegakkan disiplin politik
daerah. Partisipasi masyarakat menjadi hal

48 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


daerah terhadap pusat.1 Substansi partisipasi pidana yang terjadi kadangkala berlatarbelakang
demikian perlu didorong justru setelah kepentingan politik pemenangan pemilihan
melampaui masa Orde Baru berawal dari kepala daerah (pilkada) atau konsesi atas
keinginan untuk menjawab ketidakpuasan kebijakan pemda tertentu. Fenomena politik
terhadap pola sentralistik negara (state) dalam kepentingan pilkada demikian dalam bentuk
pemerintahan. Kebijakan sentralistik menjadi konsesi izin tambang, merupakan konsekuensi
antithesis terhadap meningkatnya desakan atas munculnya beban “biaya sewa perahu” dari
untuk melakukan desentralisasi pemerintahan partai pengusung dan berbagai biaya kampanye
daerah, termasuk mengenai pengelolaan tergolong tinggi dari calon atau pasangan calon.3
sumber daya alam (SDA) di bidang tambang. Posisi masyarakat cenderung lemah
Awalnya dianggap bahwa kebijakan terhadap kebijakan yang diambil oleh pemda
desentralisasi untuk menjawab ketidakpuasan menyangkut pengelolaan sumber daya alam,
yang dianggap dapat mengarah pada langkah seperti halnya mengenai pertambangan.
separatisme.2 Langkah menjawab ketidakpuasan Padahal, dari segi substansi sebagaimana diatur
yang mengundang bahaya separatisme, adalah dalam UU No. 23 Tahun 2014, kedudukan
pemberian kewenangan bagi daerah untuk partisipasi masyarakat cenderung diperkuat.
mengelola SDA, termasuk dibidang pertambangan Point penguatan kedudukan tersebut adalah
agar tetap berada dalam NKRI. Tetapi kemudian, adanya ketentuan dari pemerintah daerah untuk
perkembangan menunjukkan adanya tarik ulur mendorong partisipasi masyarakat.4 partisipasi
kewenangan daerah dengan segala alasan atas politik masyarakat sudah diatur melalui UU
konsekuensi yang ditimbulkannya. Ketentuan No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
partisipasi politik masyarakat terhadap Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
pemda, termasuk pengelolaan dibidang SDA Meskipun ruang lingkup pengaturan UU ini
merupakan hal yang penting dalam menjaga lekat dengan kontroversi aksi massa dalam
iklim demokrasi pemerintahan daerah di satu sisi menyampaikan pendapat politiknya, tetapi
di tengah menguatnya kembali keinginan untuk ruang aspirasi yang dikembangkan sejalan
memperkuat politik negara melalui reposisi pusat dengan konteks tuntutan atas partisipasi
mengendalikan kebijakan pemerintahan daerah politik masyarakat dalam pengelolaan SDA
di sisi lain. pertambangan di daerah.
Di tengah desentralisasi pengelolaan SDA Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi
pertambangan, pusat menilai bahwa keleluasaan masyarakat tersebut diatur lebih lanjut melalui
daerah telah menyimpang dari tujuan semula Peraturan Pemerintah (PP). PP dimaksud
meningkatkan kesejahteraan daerah. Tidak adalah PP No. 68 Tahun 1999 tentang Tata
transparannya kebijakan pemda terhadap SDA Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat
dianggap merupakan salah satu pintu masuk dalam Penyelenggaraan Negara. PP ini relatif
terjadinya penyimpangan kekuasaan aparat yang dapat memberikan perlindungan hukum bagi
berujung pada dugaan tindak pidana korupsi. masyarakat dalam menyampaikan masukan,
Kasus tambang yang terjadi tidak jarang memakan termasuk mengenai tuntutan kepada pemerintah.
korban jiwa dan harta benda, di antaranya bagi Namun sebaliknya pemberian perlindungan
para aktivis yang kritis terhadap pertambangan hukum demikian juga disertai kewajiban
dari konflik yang terjadi di lapangan. Tindak untuk menjalankan tanggungjawabnya dalam
berpartisipasi terhadap pemerintahan, agar
1
Catatan ini tetap penting substansinya, meskipun disadari sesuai dengan kaidah moral secara individual
terdapat sekitar 29 aturan pelaksanaan di tingkat PP yang
belum ditindaklajuti hingga menjelang akhir 2015 setelah
dan bagi pembentukan akuntabilitas publik
pemberlakuan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda.
2
Harold Crouch, Politcal Reform in Indonesia After Soeharto,
3
Leo Agustino, Politik Lokal dan Otonomi Daerah, Penerbit
Institute of South East Asian Studies, Singapore, 2014, h. Alfa Beta, Bandung, 2014, h. 104-105.
90-91.
4
Bab XIII, terutama Pasal 354 UU No. 23 Tahun 2014.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 49
pemerintahan itu sendiri. Khusus mengenai otonomi daerah. Ketentuan normatif yang
masalah pertambangan, kewenangan pemda, mengatur mengenai hal itu seringkali mudah
melalui PP No. 23 Tahun 2010 tentang terjebak kontradiksi di tingkat pelaksanaan,
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan pada saat terdapat elemen tertentu pemda
Mineral dan Batu Bara, dijabarkan secara justru bersikap kurang kondusif bagi adanya
lengkap sesuai lingkup kewilayahannya akses dan keteterbukaan publik terhadap
baik untuk provinsi dan kabupaten/kota agenda pemerintahan setempat. Di tengah
dalam rangka perizinannya. Hal ini memiliki menguatnya otoritas pemda dalam mengelola
konsekuensi pada pola pengelolaannya secara kewenangannya, sebagaimana antara lain
kelembagaan yang tidak saja berdimensi pada terhadap aset SDA dibidang pertambangan,
dimensi sosial ekonomi, ataupun aspek legal maka partisipasi masyarakat dapat mendorong
semata, tetapi juga terhadap dimensi politiknya. pemenuhan tuntutan kesejahteraan warga
Dalam kenyataan, partisipasi politik rakyat dapat lebih dapat dipertanggungjawabkan.
masih dilekati oleh kepentingan penambang, Otonomi daerah bukan lagi sekedar pemenuhan
terutama konflik dikalangan kegiatan aspirasi segelintir kepentingan elit. Sebaliknya,
tambang ilegal dan kepemilikan lahan di otonomi daerah seperti halnya pengelolaan
antara warga setempat. Sebaliknya, partisipasi SDA di bidang pertambangan, dituntut
politik masyarakat secara konseptual dalam untuk menjawab peningkatan kesejahteraan
bentuk konsultasi publik demi kepentingan daerah secara berkeadilan di antara kelompok
lingkungan warga secara luas, justru masih masyarakatnya. Sehubungan dengan posisi
lemah keberadaannya. Partisipasi masyarakat strategisnya dari keterlibatan warga masyarakat
menjadi sesuatu yang penting, mengingat tata terhadap kebijakan pemda pada umumnya dan
kelola tambang selama ini justru masih menjadi pengelolaan SDA dibidang pertambangan pada
masalah besar di daerah dan belum sebanding khususnya, rumusan masalah yang diangkat
dengan manfaat kehadirannya. Ketua KPK Agus lebih lanjut untuk diteliti di lapangan berikut
Raharjo mengatakan, KPK meminta pemerintah ini adalah sebagai berikut:
menyelesaikan carut-marut tata kelola Bagaimana pelaksanaan partisipasi
pertambangan (minerba) untuk mewujudkan masyarakat terhadap penyelenggaraan
kedaulatan energi. Saat ini masih terdapat 3.966 Pemda, yaitu dalam konteks konsultasi publik
izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah. mengenai proses pengelolaan SDA di bidang
KPK menjanjikan terlebih dahulu memberikan pertambangan?
pendampingan terhadap pihak terkait sebelum Adapun pertanyaan penelitian dari
menindaklanjuti dugaan pidana korupsi di sektor rumusan permasalahan tersebut adalah:
ekstraktif itu. Terhadap 3.966 IUP bermasalah (1) Hal hal apa saja yang menjadi pendorong
masih harus diselesaikan dengan target di bulan bagi munculnya antusiasme masyarakat
Mei 2016. Pada awalnya KPK menemukan terhadap proses konsultasi publik
sekitar 5.000an IUP bermasalah dan sejak 2011 pengelolaan SDA oleh Pemda?
sudah diselesaikan sekitar 1.000 IUP. Temuan (2) Apa saja dampaknya dari penggunaan
menunjukkan bahwa 3.966 IUP bermasalah konsultasi publik oleh masyarakat sebagai
masuk kategori non clear and clean.5 bentuk partisipasi politiknya dalam
pengelolaan SDA oleh Pemda?
b. Rumusan Masalah dan Pertanyaan
Penelitian c. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Partisipasi masyarakat terhadap pemda Penelitian yang dilakukan bertujuan:
merupakan substansi strategis dalam pelaksanaan mendeskripsikan perkembangan partisipasi
politik warga masyarakat terhadap pengelolaan
5
“3.966 IUP Bermasalah dalam Radar KPK” Media
Indonesia, 16 Februari 2016.
asset SDA pertambangan yang dilakukan oleh

50 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


Pemda, mengidentifikasi hal-hal yang mendasari adalah mengenai konsultasi publik masyarakat
terjadinya partisipasi politik masyarakat melalui sebagai bentuk partisipasi politiknya terhadap
wadah konsultasi publik dalam pengelolaan pengelolaan SDA tambang oleh Pemda. Artinya,
asset SDA pertambangan daerah; dan bukan bicara teknis pertambangan, tetapi
menganalisis dampak yang ditimbulkan dari lebih pada ikutsertaan masyarakat terhadap
partisipasi politik warga masyarakat melalui orientasi politik pemda dalam mengelola SDA
bentuk konsultasi publik yang dilakukannya pertambangan.
terkait perizinan dalam pengelolaan tambang d.2. Teknik Pengumpulan Data
oleh pemda. Dalam rangka menjawab permasalahan
Adapun kegunaanya, penelitian ini yang menjadi fokus penelitian ini dan sesuai
diharapkan menjadi bahan dasar bagi proses pertanyaan penelitian yang diajukan, maka
pemetaan lebih lanjut atas fenomena partisipasi dilakukan pengumpulan data untuk kebutuhan
politik masyarakat terhadap pemerintahan dimaksud. Penelitian ini adalah bersifat
daerah di tengah kuatnya aspirasi otonomi kualitatif dengan menggunakan beberapa
daerah saat ini. Di samping itu, sebagai teknik pengumpulan data, antara lain adalah
bahan masukan bagi DPR dalam mengawasi menggunakan metode wawancara. Metode
peralihan kewenangan pemberian perizinan wawancara digunakan untuk membantu metode
SDA di bidang pertambangan dari kabupaten/ observasi yang juga digunakan di lapangan.
kota ke provinsi setelah lahirnya UU No. 23 Metode wawancara dilakukan dengan
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mencari para informan pangkal yang diharapkan
dan sekaligus terhadap UU No.4 Tahun 2009 dapat menjadi semacam “bergulirnya bola salju”
tentang Mineral dan Batu Bara. Sekaligus pula, untuk memperdalam masalah yang diteliti. Hal
sebagai masukan atas evaluasi pelaksanaan ini dapat dilakukan secara acak atau sebaliknya
UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan justru bertahap, sampai kemudian dapat benar-
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum benar memperoleh infoman kunci yang benar-
ditingkat daerah. benar memahami substansi persoalan yang
ingin menjadi focus dan substansinya secara
d. Metode Penelitian mendalam.8 Observasi dilakukan terhadap
d.1. Jenis Penelitian dinamika pemerintahan daerah setempat dan
Penelitian ini menggunakan format desain fokus masalah pengelolaan SDA dibidang
deskriptif yang berusaha memusatkan diri pada pertambangan.
unit tertentu dari berbagai fenomena. Meskipun Penelitian ini akan melakukan wawancara
berhadapan dengan keterbatasan waktu di dengan beberapa narasumber sebagai informan
lapangan, desain tersebut menggunakan studi yang sejalan dengan kompetensinya dalam
kasus6 sebagai strategi penelitian, sehingga menjawab fokus permasalahan penelitian, yaitu:
semua pertanyaan-pertanyaan penelitian Di daerah dengan pihak-pihak sebagai berikut:
yang digunakan mengacu kepada asumsi- Sekda Pemprov, Sekretaris Daerah Pemkab,
asumsi penelitian kualitatif yang digunakan..7 Dinas Pengelolaan Aset SDA Pemprov, Dinas
Sehingga, langkah-langkah dalam proses Pengelola Aset SDA Pem Kabupaten, LSM
pengumpulan data diharapkan dapat JATAM, ahli geologi pertambangan, Ormas
memberikan pemahaman secara utuh terhadap Senat Mahasiwa Universitas Babel dan Univ
upaya lebih lanjut menjawab rumusan masalah Mulawarman, dosen FISIP Univ Babel dan
yang sudah diformulasikan. Fokusnya di sini dosen FISIP Univ Mulawarman, redaksi dari
6
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Harian Bangka Pos dan Harian Tribun Kaltim,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, Kencana, Jakarta, 8
Koentjaraningrat, “Metode Wawancara”, dalam
2010, h. 68-69.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,
7
Husaini Usman & Purnomo Setiady, Metodologi Penelitian
Penerbit PT Gramedia, Jakarta, 1977 h. 162-163.
Sosial,, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, h. 99.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 51
serta para pengurus partai politik di tingkat kecil dari orang atau para pihak yang terlibat,
daerah Provinsi/Kabupaten/Kota (DPD/DPC) karena terjadi proses seleksi. Fenomena politik
atau anggota DPRD setempat. Sedangkan demikian sebagaimana diperlihatkan dalam
di Jakarta, dilakukan wawancara dengan bagan hirarki partisipasi politik berikut ini.
perusahaan tambang yang berada di kantor Bagan tersebut memperlihatkan di mana
pusatnya. garis vertikal segi tiga menunjukkan hirarki,
Di samping itu, teknik pengumpulan data sedangkan garis horizontal menunjukkan
juga dilakukan melalui Focus Group Discussion kuantitas dan keterlibatan dari orang-orang
(FGD) yang mengundang berbagai stake holder yang terlibat di dalamnya.9
baik dari kalangan praktisi dan pemerhati
masalah pemda dalam rangka pendalaman Menduduki jabatan
politik atau administrasi
atas fokus permasalahan yang ingin diteliti.
Kalangan praktisi dan pemerhati pemda Mencari jabatan politik
dimaksud antara lain adalah pihak-pihak yang atau administrasi
memahami secara teoritis dan kalangan yang
menjalankan praktik dalam konsultasi publik Keanggotaan aktif
suatu organisasi politik
terkait kebijakan pemda.
(quasi politik)
d.3. Analisis Data
Data yang diperoleh melalui proses Keanggotaan pasif
suatu organisasi politik
wawancara dengan para informan serta observasi
(quasi politik)
di lapangan selanjutnya akan dianalisis dengan
menggunakan kerangka teori atau pemikiran Partisipasi dalam rapat
yang ditentukan. Dilakukan juga cross checks umum, demonstrasi, dsb.
dengan data tertulis baik literatur maupun
Voting (pemberian
dokumen resmi yang diperoleh dari bahan-
suara saat pemilu)
bahan di lapangan, termasuk di antaranya
adalah data-data yang diperoleh dari hasil Apatis total
wawancara dengan para informan penelitian. Sumber:, Rush dan Althof, Ibid., h. 124.
Dari penelahaan masing-masing substansi data
dan informasi yang diperoleh dilapangan dengan Para pemilih dalam pemilu justru merupakan
dukungan dari literatur secara terseleksi, maka partisipasi politik yang aktif justru tergolong
penelitian ini diharapkan selanjutnya dapat paling kecil perannya, karena menuntut
menarik kesimpulan dan rekomendasi. keterlibatan minimal dan akan berhenti pada
saat kegiatan pemberian suara dimaksud sudah
e. Kerangka Pemikiran berakhir tahapannya.10 Sedangkan, kalangan
yang tergolong lapisan bawah adalah mereka
e.1. Partisipasi Politik
yang hanya bersikap menerima begitu saja
Rush dan Althoff secara umum memberikan
dan tidak peduli dengan politik. Konflik yang
batasan bahwa partisipasi politik merupakan
tidak terkendali jelas tidak menguntungkan
keterlibatan masyarakat dalam aktivitas politik
bagi kondisi politik lokal setempat yang dapat
pada suatu sistem politik. Rush dan Althof
mengalami perpecahan secara kelembagaan.
juga mengajukan hirarki partisipasi politik
Kasus partisipasi politik masyarakat terhadap
yang disebutnya sebagai suatu tipologi politik.
kebijakan pemda dalam pengelolaan SDA
Hirarki tertinggi partisipasi politik adalah
di bidang pertambangan, kiranya dapat
menduduki jabatan politik atau administratif.
Sedangkan hirarki yang terendah adalah orang 9 Michael Rush & Philip Althof, Pengantar Sosiologi Politik,
yang tergolong apatis secara total. Semakin Rajawali Press, Jakarta, 1986
tinggi hirarki partisipasi politik, maka semakin
10
Ibid., h. 129.

52 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


ditempatkan pada strata yang sejajar dengan partisipasi politik masyarakat terhadap pemda
bentuk keterlibatan dalam rapat umum, tanpa dibarengi oleh kemampuan pemda untuk
demonstrasi, dan sebagainya, sebagaimana meresponsnya secara relatif tepat, maka mudah
tercantum dalam tipologi partisipasi politik muncul bagi potensi ketidakpuasan yang dapat
yang dikonsepsikan oleh Rush dan Althof. mengarah pada terjadinya konflik secara tidak
Partisipasi politik di negara-negara dunia terkendali di daerah.
ketiga, yang rata-rata lahir setelah Perang Secara lebih spesifik, Miriam Budiardjo
Dunia ke-II, biasanya dapat menjadi dilema. menyatakan, partisipasi politik merupakan
Bahkan, analisis Samuel P. Huntington, pada kegiatan seseorang atau sekelompok orang
karakter politik tergolong masih berada taraf untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan
negara-negara berkembang atau bahkan bagi politik, antara lain dengan jalan memilih
yang sudah berada dalam tahapan transisi pemimpin negara dan secara langsung atau
menuju demokrasi sekalipun, partisipasi tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
politik dapat menjadi ancaman bagi terjadinya pemerintah (public policy).12
kekerasan atau bahkan perpecahan politik. Konsultasi publik terhadap pengelolaan
Dengan mengajukan basis modernisasai sebagai SDA pertambangan oleh Pemda adalah upaya
“multifaceted process involving changes in all areas memberikan pengaruh terhadap kebijakan
of human thought and activity,” Huntington pemda. Upaya ini, merupakan konsekuensi atas
menganggap bahwa tercerabutnya nilai-nilai partisipasi politik yang dilakukannya. Menurut
komunitas tradisonal dan sistem politik yang Maswadi Rauf, pusat kehidupan politik adalah
sedang dibangun, modernisasi yang hadir dapat proses pengambilan keputusan politik, yaitu
beragam wajah dampak yang dihadirkannya. keputusan yang mengikat semua orang.
Modernisasi demikian tidak dapat secara Pelanggaran terhadap keputusan tersebut dapat
demikian saja (given), sebagai bersifat rasional, ditindak dengan menggunakan kekerasan
pembagian tugas yang diantara lembaga- secara fisik yang sah.13 Konsultasi publik sebagai
lembaga yang berwenang, dan mendorong bentuk partisipasi politik terhadap masalah
partisipasi politik secara konstruktif bagi tambang, berada dalam konteks substansi
demokrasi. Modernisasi dibidang politik justru kepentingan terhadap keputusan politik itu.
kalau tidak hati-hati dikelola di tengah kondisi e.2. Teori Politik Keadilan
riil yang di tengah masyarakat, justru dapat Partisipasi politik masyarakat terhadap
menjadi bahan bagi proses menuju pembusukan pemerintahan sebagaimana halnya menyangkut
politik (political decay).11 Artinya, partisipasi kewenangan pemda dalam pengelolaan SDA
politik masyarakat terhadap pemda, seperti pertambangan sebagai asset strategis di daerah,
halnya pengelolaan SDA pertambangan oleh tidak terlepas dari masalah keadilan yang ingin
Pemda, sangat menuntut proses penyalurannya ditegakkan. Pendekatan politik ekonomi dalam
secara sehat. Tanpa kemampuan kelembagaan teori keadilan juga menjadi perhatian serius
dan sikap yang kondusif dari masing-masing dari ilmu politik dalam rangka membentuk
pihak yang terlibat, baik di antara kalangan pemerintahan dan kemasyarakatan yang mampu
masyarakat, pihak masyarakat dengan aparat, memberikan kemaslahatan bagi setiap warganya.
dan bahkan antar aparat pemda itu sendiri, Salah satu pendekatan kemashlahatan, yang
partisipasi politik yang berkembang justru tidak sebenarnya bukan pendekatan justice centered,
memberikan kontribusi signifikan bagi kemajuan
daerah setempat. Bahkan, dari perspektif 12
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia
tertib politik demikian, maka meningkatnya Pustaka Utama, Jakarta, 2007, h. 367.
13
Maswadi Rauf, “Ciri-ciri Teori Pembangunan Politik:
11
Samuel P. Huntington, Political Order in Changing Societies, Kasus Partisipasi Politik”, dalam Jurnal Ilmu PolitikNo.
New York & London, Yale University Press,1968, h. 32- 9, diterbitkan atas kerjasama Asiosiasi Ilmu Politik
35 Indonesia (AIPI) dan LIPI dengan Penerbit Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 1991, h. 5.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 53
namun justru ironisnya menggunakan konsep yang memperebutkan sumber daya strategis
politik keadilan dalam posisi sub ordinat semakin terbatas jumlahnya, tetapi juga antara
kegunaan publik, adalah sebagaimana pernah aparat dengan masyarakat dan dikalangan
ditulis Smart (1978): aparat pemda, serta persaingan antara pusat
“the concept of justice as fundamental ethical dan daerah. Artinya, partisipasi politik
concept is really quite foreign to utilitarianism. A masyarakat terhadap kebijakan pemda untuk
utilitarianism would compromise his utilitarianism mengelola SDA pertambangan masuk menjadi
if he allowed principles of justice which might substansi tuntutan politik keadilan dalam
conflict with maxzimization of happiness……As distribusi SDA, agar benar-benar bermanfaat
a utilitarian, therefore, I do not allow the concept
bagi kemaslahatan publik setempat, dan bukan
of justice as fundamental moral concept, but I am
dikuasai oleh segelintir kalangan di daerah dan
nevertheless interested in justice in a subordinate
jaringan pusat. Posisi bisnis tambang terhadap
way, as a means to the utilitarian end.14
pemda, dapat diibaratkan dalam konteks sistem
Proses menuju kemashlahatan masyarakat politik neo patrimonial. Konsep ini pertama
dengan menggunakan teori keadilan dapat kali dirumuskan oleh Max Weber, yaitu sebagai
menjadi tawaran penting pada saat relasi negara- otoritas birokratis patrimonial, individu-
pasar bergerak dengan tarikan kepentingannya individu dan golongan-golongan yang berkuasa
masing-masing. Nilai kegunaan dari teori mengontrol kekuasaan dan jabatan untuk
keadilan merupakan tujuan yang ingin dicapai kepentingan politik dan ekonomi mereka.16
agar tidak mengorbankan aspek kepentingan
individu di satu pihak dan kepentingan bersama f. Waktu Pelaksanaan dan Lokasi Penelitian
di lain pihak. Partisipasi politik masyarakat
Penelitian direncanakan dilakukan tanggal
terhadap pemda dalam hal pengelolaan SDA
13 s.d 19 April 2015 dan tanggal 2 s.d 7 Juni
pertambangan, juga merupakan bentuk menuju
2015. Adapun lokasi penelitian direncanakan
jalan kemashalatan dengan pilihan teori
di daerah sebagai berikut:
keadilan sebagai pendekatan politik ekonomi
1. Provinsi Bangka Belitung. Pilihan lokasi
yang harus ditekankan.
penelitian ini adalah mengingat merupakan
Teori politik keadilan dalam pendekatan
daerah penghasil SDA pertambangan yang
ekonomi politik penting menjadi acuan pada
tergolong besar di Indonesia. Daerah ini
saat kesadaran tentang kelangkaan SDA yang
tergolong kaya akan SDA tambang timah.
dapat memicu konflik mulai diperhatikan oleh
Babel juga sangat kuat dengan relasi
ilmu politik secara mutakhir. Hal ini beranjak
politik antara pengelolaan SDA dengan
pada beberapa penelitian terkait masalah
politik pilkada yang terjadi di provinsi
pengelolaan pertambangan, kehutanan, air, dan
tersebut. Meskipun terjadi penurunan nilai
sebagainya yang telah memicu lahirnya konflik
ekonomis komoditas tambang, namun
bersifat politik. Kesadaran atas ketersediaannya
sektor tambang seperti halnya timah di
yang dalam jumlah dan mutu secara terbatas
beberapa waktu belakangan, namun SDA
di tengah kebutuhan yang semakin meningkat
dibidang pertambangan tetap memegang
antar kalangan, maka konflik dapat terjadi15
peranan penting dalam dinamika politik
pada setiap kurun waktu atau lokasi manapun.
pemda setempat.
Konflik tidak saja antar kelompok masyarakat
2. Provinsi Kalimantan Timur
14
James A. Caporaso and David P. Lavine, Theories of Lokasi ini dipilih karena kaya akan SDA
Political Economy, Cambridge, Cambridge University tambang batu bara dan kehutanan, serta
Press, 1992. berkeinginan untuk menjadi Daerah
15
Walter Thomas Casey, “Kelangkaan Sumber Daya dan
Otonomi Khusus. Bahkan, temuan
Konflik Politik”, dalam John T. Ishimaya dan Marijke
Breuning, Ilmu Politik Dalam Paradigma Abad ke 21, 16
Yayhya Muhamin, Bisnis dan Politik: Kebijakan Ekonomi
Prenada Media Group, Jakarta, 2013.
Indonesia 1950-1980, LP3ES, Jakarta, 1991, h.9-10.

54 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


sejumlah LSM anti korupsi menempatkan membela kepentingan penambang modal besar,
kasus yang terjadi di Provinsi ini yaitu di tanpa melihat dampak besarnya bagi kelestarian
kasus penambangan batu bara di kawasan lingkungan jangka panjang.
hutan produksi di Kabupaten Berau dengan Secara prinsip, sejak awal kemerdekaan
potensi kerugian negara yang tergolong melalui UU No. 5 Tahun 1960 tentang
besar.17 Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, daerah
telah memperoleh kewenangannya dalam
2. Pembahasan: mengelola sumber daya alam. Ditegaskan
2.a. Partisipasi Politik Masyarakat dan bahwa: “pelaksanaan penguasaan negara atas
Pengelolaan SDA Pertambangan oleh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung
Pemda di dalamnya dapat dikuasakan kepada daerah”.
Partisipasi politik masyarakat terhadap Akan tetapi pengertian, “dikuasakan kepada
pemerintahan daerah mengelola SDA di bidang daerah” tidak cukup jelas batasannya. Masalah
pertambangan tidak terlepas keikutsertaan ini, diselesaikan melalui diundangkannya UU
masyarakat dalam kegiatan pertambangan No. 11 Tahun 1967 yang memberikan kejelasan
itu sendiri. Bentuk partisipasi politik yang atas kewenangan daerah dalam pengelolaan
berkelindan dengan keterlibatan masyarakat sumber daya tambang, yang yang dijabarkan
dalam kegiatan pertambangan dapat bermuara secara lebih rinci melalui PP No. 37 Tahun
pada dua bentuk utama yang dilakukan yaitu 1986 tentang Penyerahan Sebagian Urusan
aksi demonstrasi isu pertambangan yang Pemerintahan di Bidang Pertambangan Kepada
diangkat dan kegiatan konsultasi publik Pemerintah Daerah Tingkat II. Kategori
mengenai desain kebijakan pertambangan. sumber daya tambang golongan A (strategis)
Dalam konteks partisipasi politik masyarakat sepenuhnya menjadi kewenangan pusat, dan
terhadap pengelolaan SDA, memang terdapat golongan B (vital) dapat menjadi kewenangan
jarak yang terkesan saling berbenturan tingkat Gubernur atau pada daerah waktu
antara dinamika politik yang berkembang di itu Daerah Tingkat I, dan golongan C dapat
lapangan dengan regulasi yang mengatur dan menjadi kewenangan tingkat kabupaten/
mewadahi kegiatan partisipadi dimaksud. kota pada waktu itu disebut daerah tingkat II.
Bentuk pelembagaan partisipasi masyarakat Adapun yang termasuk golongan A (strategis)
di tingkat lokal ditinjau dari kerangka hukum antara lain minyak bumi, gas, batubara, dan
regulasi yang ada selama ini sudah diwadahi timah. Sedangkan yang termasuk golongan
ketentuannya dalam beberapa undang- C antara lain batu kapur, granit dan pasir
undang.18 Realitas partisipasi politik masyarakat kuarsa. Penggolongan ini diatur dalam PP No.
dalam pengelolaan SDA yang bertolakbelakang 27 Tahun 1980. Dari pasal-pasal dalam PP ini
dengan regulasi yang mewadahi dan diterapkan seolah-olah dapat dimaknai bahwa kewenangan
di daerah adalah disebabkan persepsi dari kedua yang besar lebih diberikan pada Gubernur
belah pihak didasarkan kepentingan yang seolah dibandingkan melalui Bupati atau Walikota.
berbenturan. Aparat memandang protes dan Namun, sebenarnya, dalam praktek pokok
gagasan masyarakat tentang tata kelola tambang soalnya bukan pada kewenangan penataan
dianggap sebagai perwujudan kepentingan dan pengelolaan atas sumber daya tambang.
sepihak yang mengancam stabilitas, sedangkan Melainkan pokok soalnya adalah dimasa itu
masyarakat memandang aparat terlampau terdapat upaya mengamankan kepentingan
pusat atas tambang-tambang yang ada. Segala
17
“Fantastis, Korupsi sektor SDA Rp201, 82 triliun”, dalam pengelolaan dan aturannya untuk tambang
http://beritasatu.com, diakses 15 Maret 2015.
skala besar hingga tambang rakyat sepenuhnya
18
Suhirman, “Partisipasi Masyarakat dalam UU No. 23
Tahun 2014”, bahan disampaikan dalam FGD di Pusat diatur oleh pusat. Fungsi pemerintahan tingkat
Pengkajian, Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI) provinsi lebih sebagai kepanjangan tangan
Setjen DPR RI, Jakarta, 2 April 2015.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 55
dari pusat, tidak secara otonom menentukan bahan galian golongan B dan golongan C
wilayah pertambangan.19 kepada Pemda Dati I.
Dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Adapun di UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pemda, kewenangan provinsi meliputi: 1. Pertambangan Mineral dan Batu Bara, ketentuan
Penetapan WIUP mineral bukan logam dan yang mengatur izin usaha pertambangan (IUP)
batuan dalam satu provinsi dan wilayah laut sampai diberikan (Pasal 37): a. Bupati/walikota: jika
22 kilometer; 2. Penerbitan IUP mineral logam wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) di
dan bukan logam serta batu bara PMDN pada dalam satu kabupaten/kota; b. Gubernur: WIUP
WIUP yang ada dalam satu provinsi, termasuk berada di lintas wilayah kabupaten/kota dalam
wilayah laut sampai dengan 22 km; 3. Penerbitan satu provinsi; c. Menteri: WIUP berada di lintas
izin pertambangan rakyat; 4. Penerbitan IUP wilayah provinsi setelah memperoleh rekomendasi
operasi produksi khusus untuk pengolahan dari gubernur dan bupati/walikota setempat.
dan pemurnian; 5. Penerbitan izin usaha jasa Pola kewenangan pengelolaan sumber daya
pertambangan dan surat keterangan terdaftar; tambang mengalami perubahan drastis setelah
6. Penetapan harga patokan mineral bukan sistem politik Indonesia berubah sejak tahun
logam dan batuan. Pertimbangan pengalihan 1998, yang ditandai oleh terbitnya UU No.
wewenang pemberian izin yang berkaitan 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999.
dengan ekologi dari pemerintah kabupaten/ Otonomi daerah di tengah reformasi secara
kota kepada pemerintah provinsi, antara lain: kuantitatif telah dimanfaatkan untuk masuknya
a. Untuk mengantisipasi dan mengurangi partisipasi politik masyarakat terhadap
resiko kerusakan alam; b. Meminimalkan pemerintahan daerah, termasuk dalam hal
penyalahgunaan pemberian izin ekologis oleh pengelolaan tambang di daerah. Rasa memiliki
pemeritah kabupaten/kota, termasuk izin daerah terhadap kekayaan SDA sejalan dengan
pertambangan; c. Memudahkan pengawasan bangkitnya kesadaran warga untuk terlibat di
pemerintah pusat atas pemanfaatan sumber daya dalamnya untuk mengawasi dan mengelola
alam yang ada. Pada kenyataannya, pengalihan tambang itu sendiri. Hal ini sejalan dengan data
wewenang pengelolaan dan pengawasan materi muatan substansi Indeks Demokrasi
kegiatan pertambangan dari pemerintah Indonesia masih cenderung sisi positifnya dari
kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi sudut kuantitatif mengenai partisipasi politik
memperlemah pengendalian dampak aktivitas yang dijalankan oleh masyarakat. Namun dari
pertambangan serta meningkatkan resiko sudut kualitas, partisipasi politik yang dilakukan
kerusakan lingkungan. Di sisi lain, tuntutan agar oleh masyarakat, justru masih menjadi
pemerintah melakukan moratorium perizinan persoalan tersendiri dalam membangun iklim
dan kegiatan pertambangan semakin menguat.20 demokrasi secara sehat. Setidaknya, terdapat
Sebagai perbandingan, pelimpahan tiga hal yang menjadi penyebab atas persoalan
kewenangan urusan pertambangan, di dalam partisipasi politik semacam itu. Pertama, adalah
UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- fenomena politik yang ditandai oleh masih
Ketentuan Pokok Pertambangan Terkait kuatnya reformasi secara kelembagaan yang
Pelaksanaan Penguasaan Negara dan minus kapasitas. Kedua, adalah reformasi yang
Pengaturan Usaha Pertambangan (Pasal 4), dilakukan hanya pada tataran satu kaki. Ketiga,
menyebutkan bahwa: -Bahan galian golongan A dilihat dari masalah decentralization within the
dan B dilakukan oleh menteri; -Menteri dapat state.21 Partisipasi politik yang berkembang
menyerahkan pengaturan usaha pertambangan masih sebatas pada fanatisme sentimen
19
Tri Nuke Pujiastuti,”Konflik Kelembagaan Dalam 21
Syarif Hidayat, “Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Pengelolaan Sumber Daya Tambang di Era Otonomi
SDA: Akar Masalah, Peluang, dan Tantangan”, bahan
Daerah: Studi Kasus Kabupaten Bombana”, dalam Jurnal
disampaikan dalam FGD di Pusat Pengkajian, Pengolahan
Ilmu Politik No. 21 Tahun 2010, h. 174.
Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, Jakarta, 2
20
“Pengawasan Tambang Lemah”, Kompas, 13 Oktober 2015.
April 2015.

56 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


emosional primordial dalam kepemilikan SDA akibat kegiatan penambangan. Sebaliknya,
yang kadangkala bertentangan dengan tata upaya perlindungan masyarakat sebagai akibat
kelola kebijakan tambang yang dikembangkan pandangan negatif yang dianut UU No. 44
oleh pusat. Tahun 1999, di lapangan apabila terjadi ketika
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda dijalankan usaha pertambangan, justru mudah
juga masih menjadi persoalan mendasar pada tidak dipatuhi atau dilangggar pemilik modal
konteks interaksinya secara timbal balik di industri tambang pada khususnya dan pengelola
antara negara, pasar, dan masyarakat (state- usaha tambang secara umum itu sendiri pada
civil society relations) dan bukan sekedar umumnya, termasuk disini antara lain adalah
mencerminkan masalah hubungan pusat-daerah bagi rakyat penambang ilegal.23
semata (state formation). Dengan mengacu Di pasal 162 UU No. 4 Tahun 2009, terang-
pada prinsip good governance dan desentralisasi terangan sekali UU Minerba mengabaikan hak
hubungan negara-masyarakat, persoalan seperti warga. Dalam pasal ini warga tidak diberikan
halnya pengelolaan sumber daya alam dibidang kesempatan untuk menolak atau mem-veto.
pertambangan kiranya dapat diwujudkan tidak Ketika warga berusaha mempertahankan
demi segelintir kepentingan kelompok atau hak-haknya, lalu dianggap menghalangi atau
individu tertentu, tetapi benar-benar diarahkan menghambat kegiatan pertambangan dapat
pada upaya mewujudkan kesejahteraan bagi dipidana paling lama 1 tahun dan denda paling
masyarakat.22 banyak Rp100 juta. Hal sama dapat terjadi
Keberadaan UU No. 4 Tahun 2009 tentang bagi setiap orang yang berupaya menghentikan
Pertambangan Mineral Batu Bara (Minerba) kegiatan perusahaan yang telah mencemari atau
cenderung mengandung persoalan sebagai merusak lingkungan. Pemerintah, perusahaan
berikut: penggunaan fasilitas publik, tidak dan penegak hukum, terbuka menggunakan
mempertimbangan kerentanan ekosistem, pasal ini tidak hanya untuk membungkam tapi
tidak memfasilitasi bagi mekanisme pengaduan juga mengkriminalkan warga. Inilah kasus yang
masyarakat, tidak ada ketentuan yang pernah dialami, antara lain oleh kasus warga
memungkinkan proses kaji ulang, tidak ada kampung nelayan “Nambangan Kenjeran”.
pembatasan jumlah izin yang diberikan, hanya Warga masyarakat dimaksud dikenakan pasal
mengatur keberlanjutan proses eksploitasi, 162 dituduh menggangu aktivitas penambangan
FPIC dan Partisipasi, hanya mengakui hak dan setempat.24
kewajiban pemegang IUP, IUPK, dan IPR, serta 2.b. Kasus Provinsi Bangka Belitung
berpeluang melakukan kriminalisasi, waktu Kasus Bangka Belitung (Babel)
dan penjualan eksplorasi merugikan negara. menunjukkan bahwa provinsi cenderung
Bahkan beberapa ketentuan yang terdapat di mempunyai kewenangan tertentu dalam
UU No. 4 Tahun 2009 diduga memunculkan masalah pengelolaan tambang, khususnya
kesan manipulasi pemberdayaan masyarakat. timah, di antara kabupaten-kabupaten yang
Hal ini seperti halnya pada bunyi ketentuan ada di wilayahnya. Pemda Provinsi melalui
di Pasal 107 terkait kegiatan operasi produksi Dinas Pertambangan dan Energi sebagai SKPD
tambang, dan kewajiban pemegang IUP dan setempat mempunyai privilege tertentu secara
IUPK. Di samping itu, posisi masyarakat dalam politis, meskipun masih secara terbatas, ketika
hal ketentuan proses eksplorasi dibidang Kabupaten masih berwenang mengeluarkan
pertambangan hanya sekedar dibutuhkan izin tambang dimasa penerapan UU No. 32
guna memberikan persetujuan dan kurang
diberdayakan secara substansi untuk memahami 23
Hendrik Siregar (Koordinator JATAM), “Partisipasi
Masyarakat Masih Ilusi Dalam Pengelolaan Tambang”,
hak dan kewajibannya sebagai warga masyarakat
bahan disampaikan dalam FGD di Pusat Pengkajian,
sekitar yang dapat terkena dampak langsung Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI, 2
April 2015.
22
Ibid. 24
Ibid.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 57
Tahun 2004 tentang Pemda. Terkait usaha rekonstruksi bersama pihak kepala-kepala
petambangan adalah timah, secara mayoritas dinas pertambangan dari setiap kabupaten/
wilayah usaha pertambangan (WUP) nya kota dalam rangka antisipasi dan sekaligus
adalah BUMN yaitu PT Timah Persero Tbk. melaksanakan ketentuan tentang pengelolaan
Partisipasi masyarakat diakomodasi dalam sumber daya alam di bidang pertambangan.25
bentuk jasa pertambangan. Pemda bersama PT Di Kabupaten Bangka, salah satu yang tidak
Timah berusaha dalam hal jasa pertambangan diperbolehkan oleh pusat semula adalah jasa
yang di dalamnya sesuai UU No. 4 Tahun 2009, penambangan secara langsung, tetapi berkat
terdapat beberapa kegiatan yang diperbolehkan usaha dari pihak Pemda setempat dan PT
dan ada pula kegiatan yang tidak diperbolehkan. Timah Tbk, peluang usaha tambang setempat
Posisi politik pemda dalam konteks terbuka. Akhirnya usaha pertambangan
hubungan pusat-daerah cenderung memiliki langsung diperbolehkan oleh pemerintah pusat,
arti yang penting sebagai fokus analisa dalam melalui keluarnya Permen ESDM No. 24 Tahun
masalah pengelolaan tambang di daerah. Posisi 2012 tentang Perubahan Kedua Terhadap
tersebut menempatkan struktur kewenangan Permen ESDM No. 28 Tahun 2009 tentang
yang dijalankan dapat berdampak pada Penyelenggaraan Jasa Usaha Pertambangan. Di
arah dan langkah-langkah bagi masyarakat Pasal 10 Permen ESDM No. 24 Tahun 2012
dalam berpartisipasi secara politik di daerah disebutkan bahwa dalam rangka pemberdayaan
dan pandangannya terhadap masalah masyarakat, jasa pertambangan dalam
pertambangan itu sendiri. Konstruksi dampak bentuk alluvial dapat dilaksanakan oleh jasa
yang dihasilkan dari dinamika pemerintahan pertambangan lokal. Sehingga, masyarakat di
terhadap masyarakat, sudah terjadi baik pada kabupaten Bangka dapat ikutserta dalam usaha
saat sebelum maupun sesudah berlakunya UU pertambangan bermitra dan berkontrak dengan
No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba. pemegang IUP PT Timah. Artinya, hanya
Meskipun sejak berlakunya UU No. 23 timah bentuk alluvial, yang diperkenankan bagi
Tahun 2014 telah mengalihkan kewenangan masyarakat untuk terlibat usaha pertambangan
dibidang pertambangan di bawah provinsi, di daerah.26
tetapi secara politis provinsi tidak meninggalkan Meskipun pemda provinsi memegang
begitu saja pihak bupati dalam menjalankan keistimewaan tertentu atas pengelolaan
tugas dan kewenangannya, termasuk dibidang pertambangan, namun tidak berarti potensi
pertambangan. Pengaturan menyangkut alam dan asset daerah telah terdata secara baik.
perizinan, seperti halnya antara lain baik berupa Di Babel, diakui memang ada beberapa asetnya
pembaruan izin, perpanjangan maupun yang yang mengalami status ketidakjelasan, terutama
baru sebagai peningkatan dari sifat kegiatan terhadap asset yang sebelumnya merupakan
tambang, eksplorasi, dan produksi, hingga pembaruan dari pihak Sumatera Selatan, sebelum
tahapan proses penjualannya, provinsi melalui kemudian terjadi pemekaran daerah yang
dinas pertambangan dan energinya tetap melahirkan provinsi Babel. Terkadang asset itu
memperoleh rekomendasinya dari pihak bupati pada tingkatan keberadaan puingnya sekalipun
setempat. Langkah provinsi tesebut dengan sudah tidak ada, atau keberadaan surat yang
alasan mengingat bupati/walikota adalah mendasari asset, seperti halnya tanah tertentu,
sebagai pemilik dari pengelolaan kewenangan juga tidak ada. Pada saat diperiksa di Sumsel,
di kabupaten/kota. Adapun keputusan memang surat itu sebenarnya ada, tetapi kemudian
mengenai perizinannya sendiri memang pada 25
Wawancara dengan Kepala Dinas Pertambangan
akhirnya diambil berdasarkan kewenangan dan Energi Pemerintah Provinsi Bangka Belitung,
dari gubernur. Pihak Dinas Pertambangan dan Pangkalpinang, 15 April 2015.
Energi Pemerintah Provinsi Bangka Belitung 26
Wawancara dengan Kepala Bidang Usaha Sumber Daya
Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka, Sungai Liat, 14
di tahun 2015 misalnya, sudah melakukan
April 2015.`

58 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


dalam perkembangan, kabupaten sudah Ketika masih berlaku UU penanaman modal
melakukan langkah lebih cepat dibandingkan tahun 1967, timah menjadi komoditas yang
provinsi, yaitu dengan membuatkan sertifikatnya. strategis. Pengertian strategis di sini adalah hanya
Langkah pensertifikatan aset tanah pemda itu BUMN yang boleh melakukan pertambangan.
oleh pihak Kabupaten, justru kadangkala tanpa Dari pemberlakuan komoditas strategis itu,
sepengetahuan pihak provinsi. Berkenaan aset tampaknya masyarakat memandang bahwa yang
daerah, pemda menganggap dirinya sejauh namanya tambang timah adalah merupakan asset
mungkin bersikap transparan, misalnya dinas milik nasional. Dengan pandangan masyarakat
berwenang melakukan penandaaan asset berupa seperti ini, maka apabila dirinya menemukan
tanah, yang kemudian dibuatkan sertifikatnya.27 sesuatu yang dianggap sebagai bagian dari
Sudah menjadi rahasia umum bahwa komoditas pertambangan timah, maka dirinya
pengelolaan sektor tambang di Bangka Belitung akan selalu menginformasikan kepada PT Timah.
menjadi komoditi untuk kepentingan segelintir Masyarakat dalam penambangan timah juga
kalangan dan belum menjangkau peningkatan dilibatkan sebagai karyawan, sebagai bagian dari
kesejahteraan masyarakat. Fenomena ini PT Timah. Di samping itu, juga dirinya adalah
merupakan konsekuensi “carut marut”nya yang sekaligus merupakan pengusaha yang menjalankan
luar biasa dan terjebak pada kondisi ilegalisasi. bisnis. Pada awalnya, masyarakat Bangka Belitung
Belum ada kebijakan yang jelas dari Pemda saat itu yang berprofesi kebanyakan sebagai
dalam memfasilitasi untuk mencari jalan keluar petani (bukan petani sawah), tetapi mereka
pertambangan Bangka Belitung terlepas dari adalah berladang. Dalam hal berladang di Bangka
kondisi ilegal.28 Pemda hanya sekedar ingin Belitung yang dikenal adalah komoditas pertanian
menaikkan PAD, tetapi biaya yang harus ladanya. Dikenal adanya white paper Muntok yang
ditanggung dari mengejar target tersebut, seperti sangat dikenal oleh publik yang bahkan kalau di
halnya dampaknya pada lingkungan, justru tidak luar Bangka Belitung mereka bersikap menunggu
sebanding atau terlalu besar dampak yang harus saham dari hasil lada yang berasal dari kawasan
ditanggung. Kondisi yang ada terkesan bahwa Muntok. Kondisi demikian sejak tahun 1999 dan
Pemda belum sadar dengan konsekuensi atas hingga saat ini, mulai terjadi perubahan di tengah
pengelolaan tambang. Kondisi yang tidak tertata masyarakat, yang semula adalah merasa sebagai
secara baik ini terlihat dari indikator domain bagian dari timah justru menjadi merasa sebagai
perusahaan yang masih terfragmentasi, penerapan pemilik timah. Perubahan sentimen sebagai
perusahaan good mining practices belum diterapkan, pemilik timah ini, sejalan dengan menguatnya
masih konvensional tidak memperhatikan sentimen politik lokal setempat di era otonomi
lingkungan, dan konflik antar perusahaan bukan daerah30
hanya lokal tetapi juga, antara KP provinsi dan KP Menguatnya sentimen politik lokal
kabupaten/kota, koordinat usaha tambang yang dalam kepemilikan SDA timah, tidak
tumpang tindih, dengan soal pemegang KAPB masalah saat tata kelola tambangnya dapat
dari pusat. Belum lagi yang metaformosis dari dipertanggungjawabkan bagi kepentingan publik
domain negara menjadi koperasi dari kalangan jangka panjang. Masalahnya adalah praktik
unsur negara, ikut bermain di sektor tambang, pertimahan di Provinsi Kepulauan Bangka
dan persoalan KP dari pihak pusat.29 Belitung ditandai oleh beberapa fenomena yang
ironis. Fenomena tersebut menampilkan corak
27
Wawancara dengan Kepala Dinas Pengelolaan Aset dan praktek pertimahan yang bersifat hegemonik di
Keuangan Daerah Provinsi Babel, Pangkalpinang 14 April satu sisi dan bersifat kapitalistik di sisi lainnya.
2015. Bersifat hegemonik, meliputi beberapa hal.
28
Wawancara dengan seorang jurnalis harian Bangka Pos,
Pertama, adalah terdapat dominasi rezim.
Pangkalpinang 16 April 2015.
29
Disampaikan oleh Mardyanto Wahyu Tryatmoko, Peneliti 30
Wawancara dengan Head of Corporate Secretary PT
LIPI sebagai Peserta FGD di P3DI Setjen DPR RI, Jakarta, Timah, Jakarta, 23 April 2015.
2 April 2015.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 59
Usaha-usaha untuk menguasai timah selalu untuk mengeluarkan izin pertambangan.
dikaitkan dengan pengaruh menggunakan Dipertambangan lepas pantai, gubernur
negara sebagai kekuatan penekan dan dalihnya memberi izin untuk wilayah 4 sampai 12 mil dari
adalah memanfaatkan kekayaan alam untuk garis pantai, sementara bupati/walikota kurang
kemudahan distribusi kepada masyarakat luas. dari 4 mil. Undang-undang No. 41 Tahun 2009
Kedua, dominasi elit. Fenomena menjadi pintu masuk bagi legalitas operasional
pertambangan tidak pernah dapat dilepaskan kapal hisap yang kemudian semarak berkembang.
dari aspek penguasaan aktor-aktor elit UU No. 41 Tahun 2009 dapat dianggap
yang memainkan peranan dalam industri bertentangan dengan UU No. 27 Tahun 2007
pertimahan. Ketiga, politik ketidakpastian. tentang Perlindungan dan Pengelolaan Pesisir
Kecenderungan menunjukan bahwa aktor elit dan Pulau-Pulau Kecil, karena memberikan
daerah, negara, dan pengusaha menyenangi legalitas bagi pertimahan di wilayah pesisir da
kondisi ketidakpastian atas regulasi pertimahan pulau-pulau yang tersebar di Provinsi Kepulauan
yang menyebabkan eksplorasi terus berlangsung Bangka Belitung.32 Ancaman kerusakan
sejalan dengan ketidakpastian, dan disparitas lingkungan pesisir dan akhirnya mengancam
ekonomi terus berjalan. kehidupan para nelayan yang justru dilegalisasi
Sedangkan fenomena praktek pertimahan oleh UU No. 4 Tahun 2009. UU No. 32 Tahun
yang bersifat kapitalistik, meliputi beberapa hal. 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Pertama, adalah dominasi kapital terkait usaha Lingkungan Hidup juga diabaikan dalam
eksplorasi kekayaan alam sebanyak-banyaknya. pertambangan timah yang sedang berkembang.
Kedua, ekonomi transnasional yang melibatkan Fenomena pertambangan darat dalam
agen ekonomi internasional untuk meraih bentuk inkonvensional kemudian bergeser
keuntungan. Ketiga, kesenjangan ekonomi yang ke pertambangan laut. Di pesisir pantai dan
justru tidak disadari oleh kalangan masyarakat daerah laut, mulai tahun 2004 pertambangan
akar rumput sebagai akibat arus utama diramaikan oleh TI Apung yang menggunakan
hegemoni. Keempat, menimbulkan warisan peralatan teknologi rakitan sederhana.
persoalan yang berupa kerusakan lingkungan.31 Persaingan antara gubernur dan bupati
Data berikut menunjukkan luasnya dalam pengelolaan timah sebagai sumber daya
kegiatan industri tambang yang menunjukkan alam (SDA) yang berharga pernah secara terus
kuatnya peran negara dalam perizinan tambang menerus terjadi dan bahkan telah diintervensi
tergolong besar (di luar pertambangan rakyat oleh instansi kepolisian di Jakarta. Dalam konteks
dan tambang ilegal), yang sangat mudah ini terjadi peristiwa “Oktober 2006”, di mana pada
menyulut konflik dengan masyarakat sekitar. awal bulan di tahun tersebut, polisi menangkap
Tabel 1: Izin Usaha Penambangan (di atas 100 hektar)
No. Nama Perusahaan Masa Berlaku Luas Wilayah Lokasi
1. PT Tambang Timah 30 tahun 383.837.24 Ha Seluruh kec. di Bangka
2. PT Koba Tin - 40.578 Ha Koba, Air Gagas, Payung
3. PT Bangka Global Mandiri 10 tahun 104 Ha Pemali
4. CV Basuki 15 Tahun 200 Ha Air Gagas
5. PT Sinar Logindo Alam 15 tahun 200 Ha Air Gagas
6. PT Bangka Putra Jaya 10 tahun 109 Ha Simpang Teritip
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, dalam Lili Romli (2007), h. 111.

UU No. 41 Tahun 2009 memberikan enam manajer dari perusahaan dan peleburan
wewenang gubernur dan bupati/walikota timah yang dianggap telah merusak lingkungan
dan merugikan negara. Penangkapan itu dengan
31
Ibrahim, Sengkarut Timah dan Gagapnya Ideologi Pancasila,
Penerbit Imperium, Yogyakarta, 2013, h. 81-88. 32
Ibid., h. 61.

60 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


alasan adanya aktivitas menyelundupkan pasir Tentang pengaduan dari pihak penambang,
timah ke luar negeri, terutama ke Singapura dengan alasan kebutuhan mata pencaharian
dan Malaysia. Mereka ditahan di Pangkal utama hidup, mereka tidak terima kebijakan
Pinang dan kemudian dibawa ke Jakarta, pelarangan penambangan. Mereka selalu
tetapi beberapa bulan kemudian dibebaskan mendesak pemerintah untuk membuat
“tanpa proses hukum yang jelas”. Penahanan peraturan tentang pertambangan rakyat.
terhadap keenam manejer perusahaan tersebut Hingga saat sekarang adalah sulit dipenuhi
telah membawa dampak pada terhentinya tuntutan bagi adanya legalitas penambangan
aktivitas timah inkonvensional (TI), lesunya rakyat, karena UU No. 4 Tahun 2009 sudah
pasar, dan kerugian bagi para penambang. mengatur sedemikian rupa bagi penambangan,
Akibat selanjutnya, adalah para penambang kecuali masyarakat tadi bermitra dengan
TI menyerbu kantor Gubernur Babel dan perusahaan tambang yang sudah ditetapkan
merusak beberapa peralatan kantor setempat. oleh pemerintah, yang salah satunya adalah
Masyarakat Bangka menyebut peristiwa sejarah kerjasama dengan pihak PT Timah. PT Timah
kelam di provinsi Babel, sebagai provinsi yang memiliki banyak KP (kuasa pertambangan) yang
masih baru lahir hasil dari pemekaran Provinsi kalau masyarakat ingin melakukan kegiatan
Sumsel, merupakan “Oktober kelabu”. Peristiwa penambangan adalah di kawasan penambangan
kekerasan massa justru terjadi menjelang pilkada dalam wilayah KP tersebut. Artinya, masyarakat
Gubernur Babel diselenggarakan.33 baru dapat melakukan kegiatan penambangan,
Harapan agar partisipasi politik masyarakat kalau sudah bermitra dengan PT Timah atau
melalui aksi massa diharapkan dapat disalurkan perusahaan tambang yang diizinkan oleh
melalui kelembagaan DPRD. Bagi DPRD, pemerintah. Masyarakat sendiri pada dasarnya
pengaduan terkait masalah pertambangan ada juga pihak tertentunya yang ingin mencari
selama ini, cenderung dapat dikelompokkan jalan pintas untuk meraih keuntungan.35 Posisi
sebagai berikut: masyarakat yang terbatas dalam pengelolaan
Pertama, adalah masyarakat yang merasa SDA pertambangan, dibarengi pula dengan
dirugikan dengan adanya penambangan respons kelembagaanya secara politik yang
tersebut. Misalnya nelayan. Kegiatan juga lemah. DPRD tampaknya menjadi titik
penambangan yang dilaporkan biasanya lemah lain dari posisi masyarakat demikian.
dianggap ilegal. Kedua, adalah pengaduan Persoalan tambang timah di Bangka Belitung
yang berasal dari pihak penambang sendiri. tidak terlepas dari keberadaan PT Timah
Dalam hal masyarakat yang dirugikan atas sebagai pengelolanya yang utama. Mengingat
kegiatan penambangan, tidak hanya secara PT Timah adalah BUMN, jelas DPRD tidak
umum menyangkut gangguan bagi lingkungan mempunyai kewenangan terlampau besar
masyarakat penambang, tetapi dari mantan dalam mengatur keberadaan PT Timah itu
karyawan timah sendiri yang mengadukan sendiri. Masyarakat sendiri tidak mau tahu
masalahnya ke DPRD. Dari catatan pengaduan atas keterbatasan jangkauan kewenangan
DPRD misalnya, ada persoalan yang diangkat DPRD terhadap keberadaan PT Timah sebagai
menyangkut status kepemilikan rumah dinas BUMN. Di sinilah DPRD memandang agar
bagi pensiunan karyawan PT Timah yang dirinya perlu mengambil langkah-langkah yang
dipersengketakan antara pribadi pengelola bijaksana ketika masalah tambang diadukan ke
dengan instansi BUMN PT Timah itu sendiri.34 DPRD.36
Banyak aspek harus dilihat lebih lanjut
33
Erwiza Erman, “Aktor, Akes dan Politik Lingkungan secara kritis terkait masalah partisipasi
di Pertambangan Timah Bangka”, dalam Masyarakat
Indonesia Edisi XXXVI No. 2, Tahun 2010 Lembaga Ilmu 35
Wawancara dengan Anggota Komisi III dari FPG DPRD
Pengetahuan Indonesia, Jakarta, h, 90. Provinsi Babel, Pangkalpinang 15 April 2015.
34
Catatan Pengaduan Masyarakat kepada DPRD Provinsi 36
Wawancara dengan Anggota Komisi C/ Fraksi Hanura,
Babel, Set. DPRD ditahun 2015. DPRD Kabupaten Bangka, Sungai Liat, 17 April 2015.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 61
masyarakat di sektor tambang. Hal ini penting dengan melakukan aksi menyegel tambang,
untuk menilai posisinya apakah sekedar menjadi sebagaimana pernah terjadi di Kecamatan Koba,
alat bagi kepentingan perusahaan swasta atau Kabupaten Bangka Tengah, ada orang yang
justru sebaliknya bahwa masyarakat secara sadar membuka izin tambang timah bermitra dengan
memanfaatkan SDA dibidang pertambangan PT Timah, tetapi kenyataannya tidak disetujui
dalam rangka kesejahteraan secara ekonomi oleh masyarakat sekitar. Alasannya pada saat
dan kemandiriannya secara politik bagi dirinya? itu bermacam-macam, mulai dari alasan karena
Penilaian atas masalah ini merupakan sesuatu tidak melibatkan masyarakat sekitarnya, sampai
yang perlu dipertanyakan agar situasi di lapangan pada alasan kawasan dimaksud adalah tergolong
dalam pengelolaan tambang benar-benar hutan lindung, yang kesemuanya membutuhkan
sebagai langkah menuju liberalisasi pengelolaan kejelasan. Masyarakat cenderung tidak dapat
sektor SDA termasuk dibidang pertambangan. berfikir secara menyeluruh pertimbangan atas
Alasannya, adalah karena tidak adanya aturan langkah yang dilakukannya kalau berkembang
yang jelas atau terdapat mekanisme tertentu penambangan di wilayah sekitarnya.
yang harus dilewati para pelaku tambang baik Dianggap bahwa belum pernah saat ini
yang tergolong sebagai skala kecil maupun adanya kekuatan masyarakat sipil, misalnya
skala menengah atau apalagi bagi mereka yang keberadaan LSM, memiliki rancangan
tergolong skala besar.37 penataan tertentu secara menyeluruh atas
Dalam sejarah pemerintahan di Bangka masalah tambang di Bangka Belitung. Hal ini
Belitung, memang pernah terjadi aksi-aksi karena baik DPRD kabupaten maupun DPRD
demonstrasi mengenai masalah pertambangan provinsi, belum memiliki Peraturan Daerah
di mana masyarakat tadi ingin agar kegiatan (Perda) yang secara spesifik mengatur masalah
penambangan dibubarkan. Padahal, tuntutan tambang. DPRD sendiri berpegang pada UU
pembebasan suatu daerah atas tambang terkait pertambangan, sehingga menganggap
adalah bertentangan dengan undang-undang. tidak perlu adanya Perda yang mengatur
Kadangkala langkah demonstrasi demikian masalah pertambangan di Bangka Belitung.
dijadikan alasan politis tertentu bagi pihak yang Apabila UU ini dijabarkan lebih lanjut pada
berkepentingan. Persoalan crusial dapat dihadapi tingkatan Perda, DPRD khawatir akan terjadi
dalam kasus tambang di Bangka Belitung. pertentangannya dengan aturan hukum yang
Kalau langkah ke arah kekerasan, misalnya lebih tinggi. Adapun LSM sendiri di Babel
diakui ada yang cukup aktif mengawal reformasi
37
Wawancara dengan Ketua Walhi, Babel, Sungai Liat, 16
April 2015. Peran masyarakat sipil, seperti halnya LSM, dibidang pertambangan, maka kadangkala
di Babel cenderung belum muncul kelompok-kelompok dapat terjadi demonstrasi secara terorganisir
advokasi yang memiliki sejarah panjang dalam hal yang menunjukkan sikap tidak setuju atas
masalah tambang. Fenomena kurangnya peran demikian
kegiatan penambangan di kawasan atau wilayah
kiranya perlu dikecualikan atas peran dari Walhi dibidang
advokasi SDA, termasuk pertambangan. Terdapat sekitar tertentu. Pendapat mereka diakui cukup
860 LSM yang terdaftar di Kesbangpol Provinsi, Babel, valid, yaitu tentang kontribusi tambang bagi
tetapi kebanyakan adalah LSM plat merah yang patut pendapatan daerah baik di tingkat pemerintah
dipertanyakan komitmen advokasinya. Bahkan, para
provinsi maupun kabupaten selama ini dianggap
LSM ini diduga ikut bermain dalam interaksi kepentingan
dengan industri pengelola SDA, termasuk tambang tergolong kecil atau bahkan ekstrimnya adalah
itu sendiri dan perkebunan. Walhi cenderung berada nihil sama sekali. Secara resmi pemda menerima
di tengah-tengah dalam kondisi demikian, sebagai alat royalti dari PT Timah yaitu hanya sebesar 3
advokasi banyak yang memperoleh manfaat dari apa
persen dan persentase inipun masih dibagi-bagi
yang dilakukan oleh Walhi bersama masyarakat sipil
dalam melakukan proses pendampingan yang dibela di dengan daerah-daerah lain, yaitu ke kabupaten
Bangka Belitung Tetapi bersamaan ini, juga banyak pula dan bahkan sampai ke provinsi. Kemudian di
yang dianggap memusuhi Walhi, seperti halnya Pemda, tingkat kabupaten pun, perolehan royalti yang
juga dari kelompok-kelompok yang telah dirangkul oleh
sudah dibagi-bagi tadi, masih dibagi-bagi lebih
kelompok kepentingan tertentu.

62 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


lanjut yang alokasi nilai atau jumlahnya sangat nantinya diharapkan dijadikan lahan reklamasi.
tidak sebanding dengan konsekuensi atas Masyarakat boleh mengelola lahan tersebut,
kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah saat itu lahan dikelola sebagai “tambak ikan”,
sekitar kegiatan penambangan. sampai kemudian berkembang cerita bahwa
Sebenarnya, UU No. 4 Tahun 2009 sudah ikan di kolam itu ternyata banyak yang hilang.38
membuka ruang bagi bagaimana kegiatan Padahal, ini adalah tidak benar dan menyalahi
tambang oleh masyarakat bisa menjadi legal, ketentuan bahwa lahannya adalah memang
tetapi ternyata pemda tidak memfasilitasi milik PT Timah. Komisi Ombudsman Babel
ke arah semacam itu. Pemda tidak memiliki sendiri sudah menutup kasus pengaduan ini,
kemauan politik, kecuali yang terjadi dan tidak menemukan adanya mal administrasi
Kabupaten Belitung Timur. Di internal Pemda, atas pengelolaan tambang dan pasca tambang
cenderung saling melemparkan tanggungjawab yang dilakukan oleh PT Timah.39
dalam mendorong tambang rakyat agar dapat Mengenai masalah sengketa tambang,
menjadi kegiatan yang legal. Pemerintah pusat tidak jarang terkait pada penyebab izin yang
juga cenderung membiarkan kondisi tersebut dikeluarkan Pemda. Salah satunya adalah
secara berlarut-larut. Sehingga, masyarakat kasus konflik tambang di Kabupaten Bangka
masih berkubang di illegal mining. Dalam hal Selatan. Sengketa ini adalah merupakan reaksi
kepentingan minerba, bukan hanya pelaku atas beroperasinya kapal hisap milik PT SGI.
tambang, tetapi juga mereka yang menolak PT SGI itu sendiri izinnya sejak tahun 2007.
adanya aktivitas tambang di wilayahnya. Hal ini Keluarnya izin dari perusahaan ini adalah ketika
karena perilaku tambang benar-benar merubah jabatan Bupati Kabupaten Bangka Selatan
masyarakat Babel dari berbagai sisi kehidupan, diisi oleh Yustiarno. Tetapi hingga tahun
termasuk di sisi sosial dan politiknya. 2014 belum dilakukan proses pengerjaaannya.
Masyarakat tidak selalu bersikap positif Ketika ditahun 2010 pada saat jabatan Bupati
dalam kegiatan penambangan dan kepentingan Kabupaten Bangka Selatan beralih dan diisi
pembangunan wilayah setempat. Kepentingan oleh Janro, ditahun 2012 keluar izin operasinya
partikular dirinya kadangkala memanipulasi untuk PT SGI. Tetapi izin ini ternyata
adanya gugatan atau pengaduan atas masalah menimbulkan konflik, karena dianggap oleh
tambang tertentu. Misalnya, ditahun 2014 nelayan daerah kawasan penambangannya
memang pernah ada pengaduan terhadap adalah daerah kawasan semacam laboratorium
masalah tambang ke Ombudsman, tetapi ini pengembangan ikan. Dalam konflik itu,
datang dari perorangan atau bukan secara masyarakat mengadukan masalahnya hingga
kelompok atau lembaga masyarakat. Adapun ke Kementerian Kelautan dan Perikanan
lokasinnya di daerah yang masuk kawasan di (KKP). Bahkan, kemudian Menteri KP Susi
Kabupaten Bangka. Pelapor ini adalah dirinya Pujiastuti pernah turun meninjau ke lapangan,
yang mengaku memiliki lahan yang dijadikan untuk melihat langsung persoalannya. Diambil
areal tambang. Ini juga merupakan bagian kesimpulan bahwa beroperasinya kapal hisap
dari masalah sengketa lahan. Menurut pihak di tengah kawasan pengembangan perikanan,
pelapor bahwa izin yang diberikan PT Timah dianggap telah menyalahi ketentuan dan
dengan perusahaan rekanannya, dianggap merupakan hal tidak diperbolehkan untuk
tidak memenuhi persyaratan hasil tambangnya. kelangsungan beroperasinya.40 Perusahaan SGI
Dalam hal ini, menurut pelapor, antara konsesi yang telah mengeluarkan biaya tergolong besar
tambang dan hasil yang diperolehnya, adalah 38
Wawancara dengan Ketua Ombudsman Perwakilan
berbeda. Dahulu, lahan ini memang pernah Babel, Pangkalpinang 16 April 2015.
menjadi bagian dari penambangan PT Timah. 39
Ibid.
Kemudian, PT Timah terkait lahan ini dilakukan 40
Wawancara dengan seorang Anggota Komisi III dari
kebijakan “pemberdayaan masyarakat”, untuk Fraksi Partai Golkar, DPRD Provinsi Bangka Belitung,
Pangkalpinang, 15 April 2015.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 63
untuk proses pengurusan izin hingga masalah provinsi dilakukan sejalan dengan koordinasi
pengadaan anggaran untuk keperluan survey, terhadap kabupaten/kota yang ada di
justru tidak terima dengan pelarangan pihak wilayahnya. Kondisi pengawasan yang dilakukan
Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di dalam rangka pertambangan di kabupaten/kota
samping itu, mereka juga keberatan atas dan itu, menurut provinsi adalah dianggap positif.
langkah penentangan masyarakat daerah sekitar Artinya, pengawasan tidak mengalami kendala
atas beroperasinya kapal hisap di kawasan di lapangan. Pengawasan dilakukan untuk
perairan Bangka Selatan. Bupati Bangka mengevaluasi kegiatan pertambangan, apakah
Selatan sendiri pada tahapan selanjutnya sudah sesuai dengan standar atau ketentuan
ternyata membatalkan izinnya yang telah dan aturan yang menjadi acuan secara legal.
dikeluarkan. PT SGI dan melaporkan gugatan Artinya, acunnya adalah sesuai aturan dalam
terhadap Bupati Bangka Selatan ke pengadilan. mewujudkan good mining practices.41
2.c. Kasus Kaltim Dengan terbitnya UU No. 23 Tahun
Pengelolaan pertambangan ketika masih 2014 tentang Pemda, di mana kewenangan
digunakan UU No. 32 Tahun 2004 tentang menerbitkan izin pertambangan sepenuhnya
Pemda, penerbitan IUP berada di kabupaten/ berada di bawah Pemerintah Provinsi, bagi
kota, kecuali pada IUP yang bersifat melintas di Kaltim sendiri, dengan situasi areal IUP nya
dua wilayah kabupaten/kota. Tetapi di Kaltim yang tergolong besar yaitu hampir 1000-an IUP
sendiri tidak pernah terdapat IUP yang bersifat yang diterbitkan kabupaten/kota untuk seluruh
melintas antar kabupaten/kota. Kecuali ada provinsi Kaltim, maka sudah tentu menjadi
satu daerah di Kaltim, yang memang sudah masalah tersendiri. Masalah dimaksud bagi
diterbitkan sebelumnya, oleh pemerintah provinsi adalah terkait jumlah personal yang
pusat melalui kebijakan otonomi daerah yang ada jelas mengalami keterbatasan. Provinsi
wilayahnya menjadi melintas dan diserahkan merasa kurang melakukan persiapan dalam
ke provinsi pengelolaannya. Tetapi, saat menghadapi limpahan tugas, tanggungjawab
berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 terkait dan kewenangan terkait urusan pertambangan.
masalah penyerahan dan penerbitan izin Namun bagi Provinsi, ini bukan menjadi
khususnya yang bersifat melintas antar daerah alasan untuk mengabaikan tugas dan beban
kabupaten/kota yang benar-benar diterbitkan tanggungjawab beserta kewenangan yang sudah
oleh provinsi, bagi Provinsi Kaltim tidak dialihkan melalui UU No. 23 Tahun 2014.
pernah menerbitkannya terhadap kawasan Tidak ada pilihan lain bagi provinsi untuk
yang melintas antar daerah. Dalam pengelolaan menjalankan tugas tersebut.
tambang saat itu memang pemda berperan Kasus Kaltim menunjukkan partisipasi
paling besar adalah kabupaten/kota, bukan di masyarakat dalam pemerintahan daerah
tingkat provinsi. Apalagi, dimasa berlakunya dibidang SDA pertambangan, tidak saja saat
UU No. 32 Tahun 2004 provinsi mengalami perencanaan hingga beroperasinya kegiatan
kesulitan mengkoordinasikan perencanaan, pertambangan, tetapi juga ketika kegiatan pasca
kegiatan dan evaluasi pembangunannya. tambang selesai dilakukan. Kalangan masyarakat
Padahal, apa yang terjadi di suatu provinsi jelas sipil harus mampu membangun jaringan
menjadi tanggungjawab provinsi bersangkutan. pada kasus spesifik yang menjadi fokusnya.
Tetapi yang jelas kendala provinsi itu adalah Pentingnya jaringan terhadap pendekatan kritis
diakibatkan oleh ketentuan di UU No. 32 terhadap masalah yang dicermatinya, dialami
Tahun 2004 yang membatasinya. Pada intinya, oleh JATAM sebagai LSM pemerhati soal
meskipun mengalami kendala terhadap daerah pertambangan. Untuk menjaga independensi
di wilayahnya, provinsi tetap melakukan 41
Wawancara dengan Kepala Seksi Pengusahaan
pengawasan terhadap kegiatan pertambangan Pertambangan, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi
yang dilakukan di kabupaten/kota. Pengawasan Kaltim, Samarinda 4 Juni 2015.

64 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


sikap yang diambilnya, JATAM menolak donasi curah hujan, sehingga jelas berkepentingan bagi
yang memiliki keterkaitan dengan pemerintah Balikpapan untuk memelihara hutan lindung.
setempat. Bahkan, bukan sekedar pada ikatan Kota Balikpapan sekitar 1/3 wilayahnya adalah
pemerintah nasional, JATAM juga menolak merupakan kawasan hutan lindung, dan kawasan
pendanaan kegiatannya yang berafiliasi dengan hutan lindung sangat diperlukan untuk serapan
pemerintah negara lain, seperti halnya USAID air bagi kepentingan daerah, termasuk korporasi
yang dianggap sukar lepas dari tekanan para seperti halnya Pertamina. Yang bagi Pertamina
pemilik modal swasta di Amerika Serikat.42 sendiri kepentingan itu adalah terkait dengan
Tidak saja dikalangan LSM, berbagai ormas proses pengolahan minyak. Sehingga, dengan
yang berafiliasi dengan aspirasi politik potensi tambang batu bara di Balikpapan
kepartaian dan bahkan sentimen primordial yang sekitar 60 persen, maka Balikpapan pun
marak tumbuh di Kaltim, terutama di Kota sebenarnya juga wilayahnya merupakan kawasan
Balikpapan dan Kota Samarinda. Pada konteks tambang batu bara.43 Berbeda dengan Samarinda,
konsultasi publik, partisipasi masyarakat dalam dalam sejarah politiknya tidak pernah menjadi
masing-masing tahapan kegiatan pertambangan kota yang berada di bawah kekuasaan colonial
itu dibutuhkan, mengingat dampaknya yang Belanda. Kesultanan Kutai melalui penunjukkan
sangat besar secara sosial politik pemerintahan asisten Wedana di daerah tersebut, lebih
dan bagi kondisi lingkungan wilayah mengontrol Balikpapan. Pada saat ditemukannya
setempat. Kekhawatiran atas dampaknya tambang minyak, pendatang dari luar Kalimantan,
terhadap lingkungan dan keberlanjutan bagi termasuk dari Pulau Jawa, banyak yang bekerja
pemenuhan hak warga, kadangkala mendorong di sektor tambang di samping perkebunan. Ini
pemerintah daerah untuk melakukan kebijakan menyebabkan komposisi penduduk di Balikpapan
pelarangan atas tambang sektor tertentu. Hal lebih heterogen dibandingkan Samarinda.44
ini misalnya dijalankan oleh Kota Balikpapan Para pengusaha tambang batu barapun
yang mengeluarkan kebijakan pelarangan mengajukan izin usaha penambangan batu bara
dilakukannya penambangan batu bara. Melalui pada pemerintah kota Balikpapan, tetapi bagi
Peraturan Walikota setempat No. 12 Tahun pemerintah kota Balikpapan sudah memiliki
2013 tentang Penetapan Kota Balikpapan komitmen untuk tidak ada lagi tambang batu
sebagai Kawasan Bebas Tambang Batu Bara, bara. Komitmen ini alasannya karena mengingat
kebijakan pelarangan tersebut diterapkan. dampaknya, yang masuk sampai menjangkau
Peraturan yang ditetapkan pada tanggal 10 kawasan perkotaan. Bagi pihak pemda muncul
Aprul 2013 tadi dilahirkan pada saat Walikota kekhawatiran berupa pertanyaan apa jadinya
Balikpapan dijabat oleh M. Rizal Effendi. kalau tambang itu berada dalam kawasan
Dalam pengembangan potensi wilayahnya, perkotaan? Sehingga, Kepala Daerah dan DPRD
Balikpapan mengarahkan masalah pertambangan, Kota Balikpapan sepakat untuk tidak adanya
yang terbesar adalah migas, kemudian juga batu usaha penambangan batu bara di sekitar kota
bara, dan khusus mengenai keberadaan batu bara Balikpapan. Hal ini ditegaskan dalam kebijakan
terdapat kebijakan dari pimpinan daerah, yang pemkota Balikpapan, melalui Peraturan
menjadi kebijakan walikota terdahulu, sudah Walikota, dan juga tidak dicantumkannya
terdapat komitmen dan diteruskan oleh Walikota areal tambang batu bara dalam kebijakan
berikutnya, untuk tidak melakukan eksploitasi tata ruang kota Balikpapan. Bahkan, pernah
batu bara. Pertimbangannya adalah mengingat ada permintaan usaha eksploitasi migas di
Balikpapan wilayahnya yang tidak terlalu luas, Balikpapan pun juga ditolak. Ini juga didukung
sementara sumber airnya sangat tergantung pada
43
Wawancara dengan Kabag Urusan Pemerintahan, Pemkot
Balikpapan, 8 Juni 2015.
42
Stefano Harney dan Rita Olivia, “Civil Society 44
Lihat lebih lanjut Burhan Djabir Magenda, East
Organization in Indonesia”, International Labour Office,
Kalimantan: The Decline of A Commercial Aristocracy,
Geneva, 2003, h. 19.
Equinox Publishing, Singapore, 2010, h.15-16.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 65
oleh kebijakan dari pusat, melalui langkah pemda ini membiarkan saja terhadap masalah yang
komunikasi Bappeda dengan pihak Bappenas di terjadi, padahal sudah mengakibatkan jatuhnya
tingkat nasional. Tetapi kemudian, keinginan korban jiwa. Kewajiban perusahaan melakukan
itu belum terealisir secara resmi sebagai reklamasi atas kegiatan penambangan misalnya,
kebijakan pemda. ternyata sering diabaikan. Padahal kalau ingin
Khusus tambang batu bara yang dominan konsisten menegakkan hukum, bagi perusahaan
di Kaltim, selama ini KP-KP yang menjadi tambang yang melanggar aturan, harus dijerat
kewenangan kabupaten/kota, yang berarti secara hukum untuk pertanggungjawabannya.
berbeda dengan PKP2B (Perjanjian Kontrak Ketika masih diberlakukan UU No. 32 Tahun
Karya Pertambangan Batu Bara) yang menjadi 2004, KP sampai kemudian lahir mekanisme
kewenangan pemerintah pusat, sebenarnya IUP, sudah menimbulkan masalah. Kemudian,
provinsi tidak memiliki kewenangan apa-apa ketika diberlakukan UU No. 23 Tahun 2014,
sebelum keluarnya UU No. 23 Tahun 2014 antara Dinas Pertambangan Pemprov dan Dinas
tentang Pemda, baik terhadap PKP2B maupun Pertambangan Kabupaten/Kota, ketika muncul
KP. Izin-izin pertambangan dikeluarkan masalah akibat penambangan, ternyata saling
oleh pemerintah kabupaten dan kota. Proses lepas tangan satu sama lain atau tidak mau
penerbitan izin tersebut demikian mudahnya, menanggung beban tanggungjawab.
yang mengakibatkan tidak terhitung banyaknya Dalam pengelolaan pertambangan,
jumlah KP-KP telah dikeluarkan baik yang sebenarnya ada yang disebut dengan istilah
tergolong skala kecil atau menengah. Kontrol “PS” atau Pandangan Setempat. Tetapi PS
terhadap kerusakan lingkungannya sangat ini cenderung tidak pernah dilakukan oleh
rendah. Hal ini cukup berbeda kondisinya pengusaha tambang dan pemda.47 Misalnya,
dengan perizinan melalui PKP2B yang relatif di kasus Samarinda, ketika terdapat sebuah
teratur proses kelahiran izinnya, karena disertai iklan terkait tambang di media massa yang
antara lain dengan perencanaan yang matang. ,menyebutkan tentang keperluan partisipasi
KP-KP itu sendiri adalah izin tambang skala publik dalam sidang penilaian AMDAL,
kecil, masyarakat memiliki izin lokasi dan pihak LSM Jatam pernah mencoba mendaftar,
diusahakan oleh pengusaha lokal setempat.45 tetapi ternyata ditolak sebagai peserta yang
Kondisi di atas diperparah dengan tidak mewakili publik dalam sidang penilai AMDAL.
adanya penegakkan aturan, karena kalau misalnya Akhirnya guna memenuhi kriteria dari alasan
digunakan UU Lingkungan Hidup, atau UU No. tentang keharusan sebagai Ormas/LSM yang
4 Tahun 2009 tentang Minerba, sebenarnya ini terdaftar di Kesbangpol Linmas Pemerintah
semua terjerat. Pertanyaannya adalah apakah Kota Samarinda, JATAM membentuk
saat ini ada perusahaan tambang yang mengelola organisasi yang dinamakan “JEIC” atau Justice
usahanya secara baik dan ramah lingkungan? Equality Freedom Information Commision.
Kalau memang nyatanya tidak ada satupun, maka Artinya, di sini adalah organisasi yang dibentuk
seharusnya pemerintah provinsi, terutama dinas sama sekali tidak menggunakan istilah yang
pertambangan dan energi beserta BLHD (Badan mengarah pada paham lingkungan hidup.
Lingkungan Hidup Daerah) harus membaca Persoalannya, karena alamat JATAM dan JEIC
secara cermat aturan perundang-undangan itu sama, maka muncul persoalan di tingkat
dimaksud, bukan sekedar “disimpan di bawah lanjutan. Memang pada saat awal mendaftar
meja” dan dianalisis lebih lanjut terkait langkah- tidak ada masalah atau dapat diterima oleh
langkah yang harus dilakukan untuk mengatasi pihak aparat Pemda setempat, dan di awal
masalah yang muncul.46 Dalam realitas, lembaga persidangan penilaian AMDAL, pihak JEIC
memang diperbolehkan untuk hadir. Tetapi
45
Wawancara dengan Dadang Gozali, TA Komisi III DPRD
Provinsi Kaltim, Samarinda 4 Juni 2015. 47
Disampaikan Jatam Kaltim, FGD FISIP Unmul,
46
Wawancara dengan Anggota Komisi III (FPAN),
Samarinda, 5 Juni 2015.
Samarinda 4 Juni 2015.

66 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


pada tahapan persidangan berikutnya untuk Secara general, Provinsi Kaltim memiliki
menentukan keputusan AMDAl, ternyata persoalan tambang di beberapa wilayahnya,
pihak JATAM yang menggunakan nama JEIC yang artinya bukan hanya terjadi di Samarinda.
ini tidak lagi diundang. Pada waktu itu Panel Beberapa waktu lalu di Kabupaten Kutai
yang dibentuk melalui sidang telah menyetujui Kertanegara lahan menuju kawasan tambang
dokumen AMDAL perusahaan tambang yang milik Pertamina pernah rusak atau terputus
mengajukan, ternyata kalangan LSM yang jalurnya, padahal jalur ini akses yang sangat
terlibat secara intensif di persidangan adalah vital, yang pada kasus ini terkesan Pertamina
mereka yang memang dibentuk oleh perusahaan posisinya dikalahkan oleh pengusaha tambang
tambang tersebut yang berkepentingan. dari pusat atau yang memperoleh lisensi tambang
Di samping dampaknya secara sosial dan berdasarkan PKP2B. Di Kaltim, seperti halnya
lingkungan, secara legal pemberian izin pada antara lain di Samarinda dan Balikpapan,
sebagian besar areal pertambangan batu bara sangat kental dengan perkembangan berbagai
dalam kasus di Kota Samarinda, secara nyata organisasi kemasyarakatan (ormas) bernuansa
dinilai tidak sesuai dengan kebijakan lainnya. etnis dan kesukuan atau ikatan primordial
1. Pertambangan baru bara dan UU No. 26 lainnya. Perkembangan ormas semacam itu
Tahun 2007. semakin semarak setelah kejadian konflik
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007, Kota bersifat komunal terjadi di Sampit, Kalsel,
Samarinda wajib memiliki ruang terbuka dan Sambas, Kalbar, beberapa waktu lalu.
hijau paling sedikit 30 persen (20 persen Keberadaan ormas demikian dianggap kondusif
Ruang Terbuka Hijau secara publik) dari dipergunakan oleh pengusaha tambang tertentu
luas wilayah yang ada (pasal 29). Pada dalam rangka sebagai pelaksana jasa keamanan
kenyataannya, kondisi yang terjadi adalah bagi kepentingan bisnis para penambang
berkembang sebaliknya, karena sejak tahun dimaksud. Dikhawatirkan bahwa penggunaan
2008 Kota Samarinda justru mengeluarkan jasa keamanan dikalangan ormas dapat memicu
puluhan izin pertambangan batu bara lahirnya konflik antar kelompok masyarakat.
di Kota Samarinda. Fenomena tersebut Artinya, komersialisasi partisipasi masyarakat di
mengakibatkan saat ini lebih dari 70 persen level tertentu pada sektor pertambangan justru
wilayah Samarinda telah dipenuhi oleh izin dapat berbenturan dengan bangkitnya substansi
untuk ditambang. Dengan kewajiban untuk kesadaran politik tentang hak dan kewajiban
menyediakan RTH sebanyak 30 persen dan masyarakat sipil dalam rangka terciptanya
lebih dari 70 persen telah menjadi areal penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
pertambangan. akuntabel dan transparan. Kekhawatiran atas
2. Pertambangan batu bara dan KLHS terjadinya konflik antar kelompok masyarakat
Samarinda di tengah gejala penggunaan jasa keamanan
Hasil penelaahan dokumen KLHS kota ormas tertentu dalam kegiatan penambangan
Samarinda menunjukkan bahwa industri dan pasca tambang, adalah beralasan. Hal
pertambangan batu bara tidak menjadi itu didasari oleh pengalaman dinamika
bagian dari pembangunan kota tersebut, politik lokal yang tidak terlepas dari dugaan
tetapi cenderung sekitar 70 persen fenomena politik uang dikalangan para calon
wilayahnya merupakan areal konsesi beserta pasangannya masing-masing ketika
pertambangan batu bara.48 bersaing dalam momentum politik seperti
halnya baik saat pilkada maupun pemilu.
Godaan atas kekuasaan dan warna politik uang
48
Indonesia Corruption Watch, Tambang dan Krisis
menempatkan partisipasi masyarakat menjadi
Samarinda: Hasil Eksaminasi Publik terhadap Peraturan
Daerah Kota Samarinda No. 12 Tahun 2013 tentang rawan di tengah saling curiga antar ormas
Pertambangan Mineral dan Batu Bara, Penerbit ICW dan yang bertindak menjadi kepentingan bisnis di
Jatam Samarinda, 2015 h. 53-54.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 67
antara penambang yang memberikan imbalan Indonesia, PT Medco E&P Tarakan, Chevron
tertentu.49 Indonesia Company, Chevron Makassar Ltd.,
Dari kasus Samarinda, terkesan adanya dan Total E & P Indonesie. Masih banyak
kesulitan dalam menyampaikan hasil persoalan masyarakat di Kaltim yang belum
eksaminasi masyarakat sipil terhadap kebijakan diselesaikan secara baik, di antaranya adalah
pertambangan kepada publik terutama bagi terkait rendahnya tingkat kesejahteraan,
lembaga yang berwenang, termasuk dihadapan sulitnya akses pendidikan dan lapangan kerja,
kelembagaan DPRD. Bahkan, seolah-olah buruknya kesehatan, kondisi lingkungan hidup
kesan ini memperkuat anggapan partisipasi masyarakat, dan ketersediaan infrastruktur
politik masyarakat mengenai masalah yang kurang memadai.50
pertambangan adalah bukan merupakan bagian Dari 6 perusahaan tambang pemilik
dari substansi hak-hak warga negara. Kesan lubang maut bagi masyarakat dan lingkungan
yang mengesampingkan substansi hak-hak sekitar, hanya terdapat 2 perusahaan tambang
warga negara ini menjadi suatu ironi tersendiri, yang mendapat predikat Proper Hitam. Pihak
karena meskipun langkah-langkah untuk pemerintah pusat, melalui Kementerian
menyampaikan eksaminasi publik terhadap Kehutanan dan LH menurunkan tim untuk
masalah tambang sudah menempuh mekanisme memantau pengusutan oleh pihak kepolisian
secara prosedural agar ditanggapi serius oleh terhadap perusahaan tambang penyebab adanya
birokrasi pemda. Misalnya, langkah-langkah lubang maut dimaksud.51
untuk menyampaikan surat permohonan resmi, Tabel 2: Rapor Hitam Perusahaan Tambang
adanya wadah dewan eksaminasi secara resmi Kalltim dalam Pengelolaan Lingkungan
yang dibentuk, adanya anotasi yang dibuat
No. Nama Perusahaan Lokasi
dengan disertai data-data penelitian secara
ilmiah yang dibuat oleh masyarakat sipil, 1. CV Shaka Samarinda
dalam kenyataannya tidak menjadi jaminan 2. CV Labbaika Kutai Kertangara
bagi terwujudnya tanggapan dari negara secara 3. PT Daya Taka Kreasi Paser
proporsional terhadap kasus tambang yang Bersama (Paser)
dihadapi. Dalam pengalaman semacam ini, 4. PT Bara Setiu Indonesia Paser
dapat terjadi konflik antara masyarakat sipil
5. PT Pola Andhika Realtor Paser
dengan kalangan pemegang otoritas negara di
tingkat lokal, yaitu konflik pada tataran sengketa 6. CV Limbuh Samarinda
informasi publik. Sengketa tersebut berujung 7. PT Hasco Mineral Kutai Kertanegara
pada proses persidangan Komisi Informasi 8. PT Permata Hitam Kutai Kertanegara
Publik (KIP) yang pada konteks putusannya
9. PT Parisma Jaya Abadi Kutai Kertanegara
dapat dimenangkan oleh LSM Jatam, dengan
putusan bahwa dokumen tambang adalah 10. CV Anugrah Bara Insani Samarinda
merupakan dokumen publik yang dapat diakses 11. CV Sungai Berlian Jaya Samarinda
secara transparan bagi siapapun, termasuk 12 PT Cahaya Energi Mandiri Samarinda
masyarakat. Tetapi kenyataannya dari kasus 13. PT Berau Briloks Industri Berau
tersebut yang pernah terjadi adalah ketika LSM
14. PT Cahaya Energi Samarinda
Jatam meminta dokumen tambang dari Badan
Industriatama
Lingkungan Hidup Daerah, justru masih tetap
sukar untuk diperoleh. Di Provinsi Kaltim, 50
Tenti Kurniawati, “Konflik dalam Penentuan Dana Bagi
terdapat 5 perusahaan tambang migas dan Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi
Kalimantan Timur, dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
batu bara yang dipegang oleh pusat, yaitu Veco
Politik JSP, volume 16, Nomor 1, Yogyakarta ,Juli 2012, h.
19-20.
49
Wawancara dengan Romdani, Redaktur Harian Kaltim 51
“Dua Tambang Maut Raih Proper Hitam”, Tribun Kaltim
Pos, Balikpapan 8 Juni 2015.
7 Juni 2015.

68 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


15. PT Satria Mahkota Gotek Paser bupati/walikota cenderung dinilai bahwa
mereka mengeluarkan izin tanpa melihat lokasi
16. PT Paser Buen Energi Paser
dan kondisi lingkungan di sekitarnya, serta
Sumber: “Hasil Proper Provinsi Kaltim 2015”, Tribun Kaltim 7
aspek-aspek lainnya. Hal yang lain, adalah
Juni 2015.
penggunaan kewenangan bupati/walikota
Menurut survey yang dilakukan KPPOD, dalam mengeluarkan izin pertambangan
hanya satu kabupaten/kota yang memiliki cenderung dianggap sangat kental dengan
pelayanan publik terbaik dengan nilai A di muatan politiknya. Sehingga, pusat terkesan
seluruh provinsi Kaltim. Sementara itu, kota bahwa kalau izin berada di bawah kewenangan
Samarinda yang merupakan Ibukota Provinsi provinsi, cenderung lebih mudah dikendalikan
Kaltim, ironisnya justru memiliki nilai terendah dan lebih minimal muatan politiknya.
yaitu dengan nilai E. Hal ini dianggap sebagai Persoalannya, ketika melakukan evaluasi
indikator bahwa meskipun Kaltim memberikan menyeluruh atas apa yang terjadi di lapangan,
kontribusi terhadap pendapatan negara kiranya perlu dilihat substansinya secara lebih
yang tergolong besar dari sektor migas bagi mendalam.52 Kasus tambang seringkali secara
pendapatan nasional, dalam hal pelayanan politis menimbulkan izin yang saling berbeda
publik dari pemdanya jelas sangat jauh dari dari kepala daerah yang menjabat terhadap
harapan. Munculnya Peraturan Presiden sengketa tambang yang terjadi di lapangan. Hal
(Perpres) No. 26 Tahun 2010 tentang inisiatif ini misalnya, terjadi dalam izin penambamgan
transparansi dalam industri ekstraktif belum batu bara di lahan sekitar 4.000 hektar di Desa
mampu memberikan informasi yang cukup Mentawir, Kabupaten Paser Utara antara saat
bagi daerah atas data hasil migas dari daerah Bupatinya di jabat oleh Andi Harahap dan
penghasil, dan DBH yang seharusnya mereka ketika beralih pada Yusran Aspar di tahun
peroleh. Banyak daerah penghasil migas, seperti 2013.53 Sehubungan tidak tertibnya tata kelola
halnya Provinsi Kaltim, menganggap bahwa izin penambangan, maka kiranya perlu dilihat
proporsi 15,5 persen sebagaimana disebutkan lebih mendalam mengenai:
dalam Pasal 14 huruf (e) di UU No. 33 Tahun Persoalan pertama adalah, regulasi yang
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara dibuat oleh pemerintah pusat sendiri justru
Pemerintah Pusat dan Daerah, tidak memadai memberikan celah bagi sang kepala daerah
untuk menjawab kebutuhan daerah. Menurut untuk memberikan izin yang tidak sesuai
Bernaulus Saragih (2011), Kepala Pusat dengan kondisi riil lapangan. Pusat terlampau
Penelitian Sumber Daya Alam Universitas memberikan kerangka bersifat umum makro
Mulawarman (Unmul), bahwa transfer benefit yang longgar dalam hal penegakkan aturannya di
dari SDA Kaltim lebih banyak disedot keluar, lapangan. Pada saat pilkada menjadi momentum
karena Kaltim hanya memperoleh rata-rata Rp
52
Wawancara dengan Ketua Komisi II DPRD Kutai
7 triliun dari total Rp 100 triliun sd. Rp 120
Kertanegara, Tenggarong, 6 Juni 2015.
triliun saat itu yang ditransfer dari pusat terkait 53
Politik izin tambang yang saling berbeda dimasa jabatan
SDA Kaltim. bupati dapat mengakibatkan pihak pelapor atas kasus
Tambang ketika otonomi diletakkan hukum penambagan yang semula dianggap ilegal harus
berhadapan dengan aparat. Hal ini dialami oleh Kepala
di kabupaten/kota, pada saat mempunyai
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Penajam
kewenangan mengeluarkan perizinan, dimasa Paser Utara, yang sejak 2011 melaporkan PT Pasir Prima
UU No. 22 Tahun 1999 hingga berlakunya Coal Indonesia ke Kepolda Kaltim. Posisi Kepala Dinas
UU No. 32 Tahun 2004, yang kemudian Pertambangan dan Energi secara politis harus orang
yang menjadi kepercayaan atau bahkan “tangan kanan’
direvisi melahirkan UU No. 23 Tahun 2014,
kepala daerah bagi daerah yang memiliki kekayaan SDA
menurut versi pemerintah pusat berdasarkan Pertambangan. Penempatan orang kepercayaan demikian
penilaian bahwa kabupaten/kota tidak becus sangat penting bagi politik kepala daerah setempat dalam
dalam mengurus perizinan tambang, yaitu mengelola pemerintahan daerah, terutama menyangkut
pengelolaan kekayaan resources daerahnya.
terkait otonomi daerah. Siapapun yang menjadi
Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 69
bagi kepala daerah untuk janji memberikan masalah penerbitan izin tambang. Pada masa
konsesi izin tambang secara luas atas dukungan pemerintahan Kabupaten Kukar di bawah
pengusaha tambang yang menjadi pendukung kepemimpinan Bupati Rieta Widyasari, tidak
pencalonan dan kampanyenya. Meskipun lagi dilakukan penerbitaan izin-izin baru usaha
janji itu tidak dilakukan secara terbuka bagi pertambangan atau IUP baru. Hal ini sejalan
public atau didasarkan aturan tertulis, realitas dengan kebijakan pusat yang menginventarisasi
pasca pengumuman hasil pilkada dan ketika mana izin tambang yang bisa diteruskan dan
memegang pemerintahan, kepala daerah dapat mana yang harus dihentikan. Dari sekitar
terjerat ikatan untuk merealisasikan konsesi 400.000 an hektar bersamaan disahkannya
melalui kebijakan yang dikeluarkan. kebijakan RUTR Kabupaten Kutai Kertanegara,
Persoalan kedua, adalah keberadaan jumlah izin tambang yang diakomodasi oleh
pertambangan cenderung memiliki korelasi Pemerintah setempat adalah sekitar 150 an izin
dengan kebijakan pemda terkait Rencana Tata tambang. Artinya, secara mayoritas, yaitu sekitar
Ruang (RTRW). Selama ini, seringkali di daerah lebih dari 300,000 hektar lebih kawasan yang
ditemui ketidakjelasan mengenai kebijakan tidak masuk areal usaha tambang. Perda RUTR
RTRW. Kalaupun di tingkat nasional, sudah Kabupaten Kukar jelas harus menjadi panduan
terdapat RTRW, justru di tingkat lokal yaitu penetapan kawasan dan harus dipatuhi berbagai
pada tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, pihak, karena telah secara sah disetujui untuk
ditemui masalah ketidaktuntasan atas kejelasan diundangkan melalui Lembaran Daerah oleh
nasib RTRW nya Kenyataan di Kaltim, untuk Pemerintah Daerah dan DPRD setempat. Pada
level provinsi pun kebijakan terkait RTRW pertengahan 2015 ini, tinggal provinsi saja yang
pernah tidak dimiliki keberadaannya dalam masa menentukan keputusannya untuk pengesahan
awal otonomi daerah pasca awal pemberlakuan terhadap Perda RUTR Kabupaten Kukar.
UU No. 22 Tahun 1999 dan bahkan sempat
berlanjut dimasa penerapan UU No. 32 Tahun 3. Analisis
2004. Atau pada kasus lainnya, kalaupun ada 3.a. Keterbatasan Partisipasi Politik melalui
kebijakan RTRW, tetapi pada tataran kebijakan jalur Konsultasi Publik:
penjabarannya di tingkat RDTR adalah tidak Kedua daerah yang diteliti, yaitu Babel
tuntas proses pembahasannya untuk dapat dan Kaltim menunjukkan adanya relatif
disahkan. Kalaupun saat ini sudah ada UU kesamaan menyangkut keterbatasan konsultasi
No. 23 Tahun 2014, kondisi di lapangan yang publik dan substansi bagi keadilan pembagian
demikian dikhawatirkan tetap menempatkan SDA setempat, dalam rangka kesejahteraan
daerah masih terjerat dalam muatan politik warganya dalam gejala partisipasi politik yang
terhadap pengelolaan usaha dan pasca kegiatan ada. Keterbatasan konsultasi publik dalam
tambang itu sendiri. partisipasi politik masyarakat dapat berlaku
Persoalan ketiga, adalah fenomena dalam dua arah penyebab, yaitu dari masyarakat
banyaknya izin tambang yang ada di daerah, sendiri, di satu pihak, dan respons pemda itu
sebagaimana halnya di Kabupaten Kutai sendiri yang tidak kondusif di pihak lainnya.
Kertanegara, ternyata terjadi tumpang Pada kasus di lapangan memang ditemui adanya
tindih KP-KP bersamaan dengan kurun semacam kekuatan masyarakat sipil yang
waktu pergantian kepala daerah setempat, menjadi semacam pelopor dalam mensupervisi
mulai masa pemerintahan di bawah Bupati dan sekaligus mencoba mengajukan gagasan
Syaukani, kemudian diikuti dengan kondisi alternatif kebijakan pertambangan. Tetapi gejala
instabilitas pemerintahan lokal akibat dugaan partisipasi politik demikian masih terbatas pada
korupsi yang meluas sampai pada level DPRD kalangan tertentu, dan bukan tidak mungkin
Kukar terkait Laporan Pertanggungjawaban masih sangat besar celahnya untuk terjatuh
(LPJ) kepala daerah, adalah terkait dengan menjadi hanya sekedar seremoni dialog mencari

70 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


masukan antara masyarakat peduli tambang Fraksi-fraksi di DPRD bisa saja menyatakan
dengan kalangan pemerintahan pengambil komitmennya bagi upaya menciptakan tata
kebijakan. Bagi DPRD sendiri, meskipun kelola tambang yang baik, tetapi tampaknya
kegiatan menyerap aspirasi masyarakat dan keterbatasan struktural daerah dalam desain
penanganan masalah tambang, tampaknya otonominya menjadi kendala bagi perwujudan
forum konsultasi publik masih sangat terbatas komitmen politik partai-partai. Sebaliknya,
cakupan substansi penguatan kepentingan bagi kelompok-kelompok sipil masyarakat yang
masyarakat dan kegiatan penambangan secara giat mengajukan agenda pengelolaan tambang
sehat di tingkat kebijakan dan apalagi efek masih berhadapan dengan sikap aparat yang
positifnya di lapangan. menganggapnya sebagai bagian dari kelompok
Partisipasi politik melalui jalur konsultasi kepentingan asing. Akibatnya, perbedaan
publik yang masih elitis dikalangan kelompok interpretasi akses publik atas dokumen
tertentu, apabila tidak didukung oleh pertambangan dapat terjadi yang justru
gerakan massa di lapangan secara signifikan, merugikan bagi kelangsungan pembangunan
menempatkan posisi masyarakat masih berada daerah bersangkutan.
di pinggiran. Posisi pinggiran ini tampak pada Sektor tambang yang strategis di daerah,
proses pengambilan kebijakan pengelolaan kadangkala diawali dengan pola partisipasi
pertambangan dan pasca kegiatan tambang politk masyarakat yang cukup vocal dalam
yang sangat ditentukan oleh birokrasi pemda. menyuarakan tuntutan otonomi khusus.
Meskipun tekanan politik dari kalangan LSM Pelibatan ormas cukup dominan dalam
terhadap akuntabilitas publik pemda dalam menyuarakan tuntutan tersebut, tetapi
masalah tambang mulai menguat, tetapi mengingat proses politiknya yang masih elitis
secara umum peran masyarakat sipil belum maka dukungan rakyat secara luas masih sangat
terlalu signifikan pengaruhnya dalam proses kurang kehadirannya. Pergeseran isu tuntutan
politik pemerintahan dibidang tambang. semacam itu bisa terjadi tidak saja bagi antar
Padahal, kehadiran peran masyarakat yang kalangan ormas yang menyuarakannya, tetapi
lebih strategis demikian dianggap penting juga bagi internal ormas itu sendiri. Proses
dalam politik, agar tata kelola tambang mampu politik biasanya tidak berkembang dalam
menjawab kebutuhan masyarakat itu sendiri tataran radikalisasi ideologi tuntutan, tetapi
dan bukan justru dimanfaatkan dalam politik dapat penuh kompromi yang justru melemahkan
tawar menawar terkait kekuasaan. Dugaan substansi tuntutan yang disuarakan. Hal ini
atas penggunaan politik uang dari konsesi menjadi jelas bagi pengelolaan sektor tambang
tambang yang masih berkembang saat pilkada54, yang dituntut oleh masyarakat bagi kelestarian
menunjukan substansi akuntabilitas tata kelola lingkungan dan keadilan pembagiannya di
tambang mempunyai arti yang penting. antara pihak, yang menjelma bagi kendala dari
Forum konsultasi publik juga menjadi tidak pencapaian tujuan partisipasi politik itu sendiri.
efektif bagi akuntabilitas pengelolaan tambang, Faktor-faktor Pendorong
karena muara kebijakan yang dihasilkan
1. Keinginan Politik mewujudkan Keadilan
tergantung pada pusat melalui kepanjangan
Antusiasme warga dalam partisipasi
tangannya yaitu provinsi. Rekomendasi
politik cenderung mengarah pada keinginan
kebijakan yang diajukan LSM biasanya sekedar
menciptakan keadilan bagi pembagian sumber
menjadi masukan bagi eksekutif dan DPRD
daya strategis daerah, seperti halnya di
setempat, karena mereka memiliki keterbatasan
sektor pertambangan. Hal ini sejalan dengan
wewenang dalam mengambil keputusan.
substansi teori keadilan dalam politik ekonomi
54
Sebagaimana disampaikan oleh Jauchar B., Dosen FISIP pembangunan suatu negara, terkait tujuan
Universitas Mulawarman, dalam FGD di Universitas partisipasi politik yang dilakukan warganya.
Mulawarman, Samarinda, 5 Juni 2015.
Sayangnya, adalah substansi partisipasi politik

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 71
demikian justru mudah terjebak pada relasi substansi teori keadilan dalam politik ekonomi
negara-masyarakat yang saling tolak menolak pembangunan suatu negara, terkait tujuan
satu sama lain. Akses mengenai dokumen partisipasi politik yang dilakukan warganya.
pertambangan menjadi hal yang mewah untuk Sayangnya, adalah substansi partisipasi politik
secara mudah diperoleh publik, padahal hal ini demikian justru mudah terjebak pada relasi
sudah dijamin dalam UU Kebebasan Informasi negara-masyarakat yang saling tolak menolak
Publik (KIP). Kelemahan akses publik demikian satu sama lain.
juga diperberat oleh belum terbentuknya Akses mengenai dokumen pertambangan
kebijakan tata ruang dan apalagi mengenai menjadi hal yang mewah untuk secara mudah
pengelolaan detail tata ruangnya secara utuh diperoleh publik, padahal hal ini sudah
dan terintegrasi antar unsur daerah. Provinsi dijamin dalam UU Kebebasan Informasi Publik
dan kabupaten/kota belum secara sinergi dalam (KIP). Kelemahan akses publik demikian juga
kebijakan tata ruangnya, dan personal kepala diperberat oleh belum terbentuknya kebijakan
daerah biasanya sangat penting dalam mengatasi tata ruang dan apalagi mengenai pengelolaan
kelemahan kapasitas pemda dimaksud. Pusat detail tata ruangnya secara utuh dan terintegrasi
sendiri tidak mau disalahkan, meskipun hanya antar unsur daerah. Provinsi dan kabupaten/
secara global mengaturnya dalam panduan kota belum secara sinergi dalam kebijakan tata
kebijakan tata ruangnya, karena merasa fase ruangnya, dan personal kepala daerah biasanya
otonomi daerah menyerahkan kewenangan sangat penting dalam mengatasi kelemahan
sepenuhnya bagi daerah untuk mengatur kapasitas pemda dimaksud. Pusat sendiri
persoalan tata ruang, termasuk dalam hal tidak mau disalahkan, meskipun hanya secara
menentukan status kewilayahan dan unsur- global mengaturnya dalam panduan kebijakan
pertambangan, jasa, dan sebagainya. tata ruangnya, karena merasa fase otonomi
Ketika otonomi pengelolaan tambang daerah menyerahkan kewenangan sepenuhnya
oleh kabupaten/kota ditarik kembali ke pusat bagi daerah untuk mengatur persoalan tata
melalui tangan provinsi, di daerah memang ruang, termasuk dalam hal menentukan status
terjadi peralihan kewenangan yang memerlukan kewilayahan dan unsur- pertambangan, jasa,
kerjasama antara provinsi terhadap kabupaten/ dan sebagainya.
kota. Kerja sama ini adalah melalui Dinas Partisipasi politik masyarakat diwarnai oleh
Pertambangan dan Energi di provinsi terhadap ikatan emosional primordial yang berakibat
Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/ pada terjadinya potensi segmentasi kepentingan
Kota, terutama dalam hal upaya verifikasi di antara mereka. Bahkan, yang berbahaya
dokumen terkait pertambangan. Konteks adalah terjadinya konflik di antara kelompok-
kerjasama ini diperlukan mengingat lokasi kelompok masyarakat yang berpartiipasi itu,
penambangan beserta aktivitas pekerjanya Kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat
adalah berada di lingkup kabupaten/kota. primordial semarak tumbuh pada kasus Kaltim
Peluang masyarakat berpartisipasi politik jelas setelah kasus konflik bersifat komunal di
terbuka luas dalam lingkup kegiatan tambang Sampit, Kasel, dan di Sambas, kalbar, beberapa
secara kewilayahan, tetapi kenyataannya adalah waktu sebelumnya, Pertumbuhan kelompok
tidak selalu demikian. primordial tersebut juga menjadi instrumen
2. Dorongan Ikatan emosional primordial dan kepentingan politik dalam pengelolaan tambang
Jaringan masyarakat Sipil dan pasca kegiatan tambang di Kaltim. Bahkan,
Rentang sikap antusias warga dalam fenomena politik sentimen kedaerahan juga
partisipasi politik cenderung mengarah pada terjadi di Babel, yaitu terkait segmentasi
keinginan menciptakan keadilan bagi pembagian pertumbuhan kegiatan tambang timah. Contoh
sumber daya strategis daerah, seperti halnya di atas sentimen kedaerahan demikian, di Kaltim,
sektor pertambangan. Hal ini sejalan dengan sebagaimana di tampilkannya pada Ormas

72 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


berlatarbelakang etnis, seperti halnya Dayak dibelakangnya merupakan bagian dari isu politik
(Gepak), Melayu, Madura, dan sebagainya, hubungan pusat-daerah. Hal ini sebagaimana
yang di antara salah satu dari mereka juga dapat tampak di Provinsi Kaltim, pertambangan yang
bertindak sebagai “centeng” usaha tambang. dikritisi oleh kelompok-kelompok masyarakat,
Pertimbangan keuntungan ekonomis, menjadi berada dalam payung besar dari isu politik
salah satu atas dorongan keterlibatan organisasi mengenai tuntutan otonomi khusus bagi provinsi
semacam ini. Atau pada kasus Babel, juga tersebut. Pemda memang melakukan pendekatan
ketika lahirnya kelompok penambang ilegal di dalam menjembatani tuntutan sebagian kelompok
antara penduduk sekitar tambang, setelah era masyarakat itu, tidak saja secara vertikal dengan
otonomi 1999. pemerintah pusat, tetapi juga dengan setiap
Pertumbuhan kelompok primordial kalangan pemangku kepentingan SDA setempat
dapat menjadi sarana pengusaha tambang di tingkat lokal, yaitu pada masyarakat dianggap
dalam melawan jaringan masyarakat sipil kritis di kabupaten/kota tertentu.
yang seringkali mengkritisi bisnis tambang. Partisipasi politik masyarakat terhadap
Meskipun bagi Ormas komunal dan pengusaha pengelolaan tambang, tidak terlepas dari
membantah tentang ikatan kepentingan ini, kebijakan pemda setempat terhadap bisnis
tetapi di lapangan tampak memungkinkan pertambangan itu sendiri sebagai salah satu
terjadi penempatan posisi Ormas primordial SDA strategis di wilayahnya. Adanya kelompok
berlawanan dengan LSM yang merasa usaha tambang yang dimiliki elit politik di pusat
memperjuangkan kelestarian lingkungan akibat terhadap tambang di daerah, menyebabkan
kegiatan tambang yang ceroboh. pemda tidak terlepas dari politik bisnis yang
3.b. Potensi Instabilitas Berupa Konflik melatari kegiatan tamang itu sendiri. Pilkada
dan pemilu merupakan pengejawantahan jelas
Pola partisipasi politik yang segmental
secara praktis dalam latar belakang usaha
dikalangan warga masyarakat memiliki potensi
tamang secara politik dimaksud. Sehingga,
politik terjadinya konflik yang berpeluang
istilah “obral izin tambang” menjelang dan
terjadinya instabilitas politik di daerah. Pola
setelah agenda pilkada dan pemilu pernah
partisipasi politik semacam ini berakar pada
marak ditemui di lapangan.
unsurnya yang bersifat primordial di satu sisi
Pembagian kawasan tambang dapat
dan kelompok masyarakat sipil ala LSM di sisi
menjadi tidak jelas yang memancing sengketa
lainnya, yang cenderung dapat saling tolak
tambang, yang pada kasus di Bangka Belitung
menolak pandangannya terhadap masalah
terutam terjadi pada tambang rakyat. Dalam
pertambangan. Pola partisipasi tersebut
konteks sengketa demikian, label tambang
bergerak secara tidak seimbang di antara
ilegal diterapkan yang membuat dikotomi
kepentingan warga masyarakat pada umumnya,
antara tambang yan dikelola oleh perusahaan
dan kalangan pengusaha dan aparat pemerintah
negara dengan masyarakat lokal menjadi
berwenang pada khususnya, yang tidak berada
tajam. Ini pula kiranya yang menjadi pintu
dalam karakter politik saling mempercayai satu
masuk ketidakjujuran partisipasi polik dapat
sama lain (it’s not a mutual trust each others).
terjadi dengan dilandasi kepentingan meraih
Perhatian yang hanya satu unsur di antara
keuntungan ekonomi tertentu dari sengketa
masalah pertambangan, pada setiap stake
tambang.
holder pertambangan, membentuk partisipasi
politik warga masyarakat menjadi bersifat 3.c. Dampak yang timbulkan
parokial, yang sangat mudah ditumpangi oleh Partisipasi politik masyarakat dalam
kepentingan tertentu. pengelolaan SDA pertambangan masih belum
Pada kasus tertentu, pertambangan hanya terlampau signifkan bagi penciptaan tata kelola
menjadi salah satu isu dalam partisipasi warga tambang yang akuntabel melalui kebijakan
mengenai pemerintahan daerah, yang justru pemerintahan yag dihasilkan. Kalaupun

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 73
dinamika politik muncul dari partisipasi Kendali pusat terhadap tambang di
politik itu dilakukan, maka biasanya masih daerah, menyebabkan otonomi kewenangan
bersifat elitis dan belum tentu menjangkau pemerintahan daerah sangat tergantung pada
akar rumput di tengah masyarakat. Harapan kebijakan pemerintahan “atasan”. Hal ini
terwujudnya akuntabilitas tata kelola tambang sebagaimana tampak pada kebijakan RUTR
yang dicerminkan oleh nilai keadilan dalam yang tidak dapat diandalkan pada pembangunan
pembagian sumber daya daerah, secara riil di kabupaten/kota melalui pengembangan
masih jauh panggang dari api. Dalam kasus setiap kawasannya. Ketidakandalan panduan
tertentu, bisa terjadi daerah melakukan pusat terhadap tata kelola tambang ini semakin
kebijakan yang bersifat ekstrim secara politik jelas tampak ketika di tingkat RDTR masih
terhadap pengelolaan SDA dan pasca kegiatan menjadi keterbatasan tersendiri keberadaannya
tambang. Seperti halnya, ini diterapkan oleh di daerah. Pengalihan kewenangan pengelolaan
pemerintah kota Balikpapan. Namun, hal tambang tidak berdampak secara politik bagi
ini dilakukan secara inisiatif Walikotanya akuntabilitas penegakan tata kelola tambang.
yang kebetulan didukung oleh DPRD dengan Segmentasi partisipasi politik terjadi dalam
pemerintah Provinsi Kaltim, berdasarkan pengelolaan tambang di daerah, karena ikatan
kebutuhan mendesak untuk menjaga sumber primordial dan jaringan masyarakat sipil tidak
air bagi masyarakat Kota Balikpapan itu sendiri. bersinergi satu sama lain dalam menciptakan
Langkah politik lokal demikian tidak menjadi tata kelola tambang yang kredibel. Sebaliknya,
desain kebijakan yang juga diterapkan secara partisipasi warga secara tersegmentasi itu
kelembagaan di tingkat provinsi. menimbulkan potensi konflik yang tinggi dan
Pertambangan melalui industri yang ada berakibat pada rawannya gangguan stabilitas
memiliki kepentingan yang harus disejalankan politik pemerintahan setempat. Aparat dapat
dengan kepentingan politik pusat dibandingkan terseret dalam persaingan kepentingan binis
pengembangan pembangunan lokal. Meskipun tambang yang justru menjauhkan keinginan
jeda hubungan pusat-daerah setelah 1998 kuat menciptakan tata kelola tambang yang baik bagi
dengan kebijakan otonomi daerah, pertimbangan kepentingan warga masyarakat dan lingkungan
industri tambang dan politik pusat masih kuat sekitarnya. Sebaliknya, pemda terutama Dinas
dalam menerapkan kebijakan tambang di tingkat pertambangannya dapat bersikap defensif atas
lokal. Pola kepentingan pengelolaan tambang akses publik bagi dokumen tambang. Sikap
semacam ini tidak kondusif bagi partisipasi defensif ini tetap muncul, meskipun jaminan
politik masyarakat dalam memperjuangkan hukum atas perolehan akses publik bagi
nilai keadilan pembagian SDA yang ada di dokumen dimaksud cukup kuat, yang terkait
wilayahnya. Kelembagaan otoritas secara kebebasan informasi publik.
vertikal jelas tidak peka atas kritik atau masukan Menguatnya ikatan politik tambang
yang disampaikan masyarakat melalui wadah dalam pilkada dan pemilu, melalui izin yang
politik konsultasi publik. Hal ini antara lain diberikan kepala daerah, dapat membuat
dicerminkan oleh sikap resisten atas pengaduan ongkos demokrasi menjadi mahal. Bahayanya,
soal tambang oleh masyarakat baik yang adalah elit politik yang terpilih berkuasa lebih
ditampikan oleh pihak Dinas Pertambangan dan berfikir mengembalikan modal dibandingkan
Energi di provinsi maupun yang berada di level berusaha memaksimalkan sumber daya yang
kabupaten/kota. Kalaupun skala lokal dapat ada bagi kesejahteraan warganya. Suara rakyat
terjadi respons tertentu, ini mengingat kepala pemilih kembali hanya diperlukan saat pemilu
daerah atau pihak tertentu di DPRD merupakan dan pilkada, dibandingkan secara signifikan
pihak berkepentingan dengan tambang atau mengarahkan energinya bagi pembentukan tata
memang berlatarbelakang profesi sebelumnya kelola SDA pertambangan yang berkeadilan
sebagai pengusaha tambang. dan ramah lingkungan. Itu sebabnya, kepala

74 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


dinas Pertambangan biasanya merupakan orang akibat tata kelola tambang yang kurang
kepercayaan kepala daerah. Ini terjadi di Babel bertanggungjawab. Karakter sistem politik
dan Kaltim, dan sekaligus untuk mengamankan neo patrimonial ala Weber masih kuat
kepentingan SDA setempat yang diterjemahkan mencengkeram daerah menyebabkan akses
sebagai bentuk tetap terjaganya stabilitas di masyarakat masih terbatas dalam tata kelola
daerah bersangkutan. tambang. Transparansi kebijakan penambangan
masih sebatas pemenuhan dokumen public
4. Penutup dalam rangka keikutsertaan masyarakat secara
Partisipasi politik masyarakat melalui prosedural, belum mencapai tahapan yang
forum konsultasi publik terhadap pemda masih substansi.
cenderung terbatas dalam pengelolaan SDA Ketiga, adalah, belum terjadi konsistensi
di bidang pertambangan. Keterbatasan tetap dari kebijakan pusat terhadap langkah-
terjadi, meskipun pada kalangan masyarakat langkah operasional yang dilakukan daerah
sipil yang kritis berusaha menjaga independensi terhadap pengelolaan SDA pertambangan.
sikap politiknya, termasuk terhadap aliran Daerah dapat menghadapi kekosongan vacuum
pendanaan kegiatannya Partisipasi politik ketentuan yang melandasi kerja para dinas
masyarakat menyangkut pertambangan berwenang dalam mengelola masalah ini.
juga rawan konflik antara para pemangku Keterbatasan daerah pada saat pengalihan
kepentingan, sebagai berakibat dari sikap politik kewenangan tambang ke tingkat provinsi
yang saling tidak percaya antara kelompok yang dan transisi yang mengharuskannya tetap
terlibat Partisipasi politik masyarakat melalui berkoordinasi kabupaten/kota jelas menciptakan
forum konsultasi publik masih kuat diwarnai ketidakpastian bagi para pihak pemangku
tahapan awal tuntutan melalui jalur aksi massa kepentingan bisnis pertambangan di daerah.
demonstrasi jalanan, dan belum melangkah Dalam rangka mengatasi hal-hal yang
kuat dalam pola sublimasi gagasan di tingkat melandasi potensi konflik yang berakibat
kebijakan tata kelola tambang yang bersifat instabilitas daerah, kiranya direkomendasikan
menyeluruh. sebagai berikut:
Hal-hal yang menyebabkan partisipasi Pertama, disejalankan ketentuan tentang
politik masyarakat terhadap pemda dalam soal partisipasi masyarakat terkait sumber daya
pertambangan berpotensi instabiilitas politik di dibidang pertambangan antara UU sektor yaitu
tingkat lokal, adalah: UU No. 4 Tahun 2009 agar sejalan dengan
Pertama, adalah, kuatnya sentimen keinginan menciptakan partisipasi masyarakat
emosional etnisitas terkait keberadaan SDA di UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda,
pertambangan dalam lingkup kepemilikan lokal agar terbentuk konteks partisipasi politik dalam
setempat. Dengan kuatnya sikap tidak saling tidak kerangka demokratisasi pemda yang substantif.
percaya dalam sistem relasi yang berkembang Kedua, keselarasan partisipasi politik
dalam pengelolaan SDA pertambangan, jelas masyarakat di daerah dalam wadah kelompok
senimen emosional demikian mudah menyulut professional dan komunitas yang sejalan dengan
konflik yang dapat menggoyahkan stabilitas demokratisasi politik pemda secara substantif
politik pemerintahan daerah. dengan tidak melupakan harapan tata kelola
Kedua, adalah, menjamurnya kelompok tambang secara bertanggungjawab. Sejauh
masyarakat yang bernaung dalam wadah mungkin diedukasi secara persuasif masyarakat
etnisitas lokal sejalan dengan belum terbukanya agar jangan terlampau mengandalkan partisipasi
akses publik bagi dokumen tambang. Tarik politiknya melalui penggunaan sarana Ormas
ulur akses publik terhadap dokumen tambang bersifat etinisitas primordial, yang justru dapat
justru terjadi pada saat tambang membawa menjadi bumerang bagi kepentingan tambang
konsekuensi atas jatuhnya korban masyarakat dan lingkungan kemasyarakatan setempat.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 75
DAFTAR PUSTAKA Usman, Husaini, et.al (2009), Metodologi
Penelitian Sosial,, Bumi Aksara, Jakarta.
Watch, Indonesia Corruption (2015), Tambang
dan Krisis Samarinda: Hasil Eksaminasi Publik
Buku terhadap Peraturan Daerah Kota Samarinda
Budiardjo, Miriam (2007), Dasar-Dasar Ilmu No. 12 Tahun 2013 tentang Pertambangan
Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Mineral dan Batu Bara, Penerbit ICW dan
Burhan Bungin (2010), Penelitian Kualitatif: Jatam Samarinda
Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan
Ilmu Sosial lainnya, Kencana, Jakarta. Makalah
Caporaso, James A. et.al (1992)., Theories of B., Jauchar, Partisipasi Politik dan Gerakan
Political Economy, Cambridge, Cambridge Masyrakat Sipil”, bahan disampaikan dalam
University Press. FGD di FISIP Universitas Mulawarman,
Crouch, Harold (2014), Politcal Reform in Samarinda, 5 Juni 2015.
Indonesia After Soeharto, Institute of South Harney, Stefano, et.al, “Civil Society
East Asian Studies, Singapore. Organization in Indonesia”, International
Huntington, Samuel P.(1968), Political Order Labour Office, Geneva, 2003
in Changing Societies, New York & London, Hidayat, Syarief “Partisipasi Masyarakat dalam
Yale University Press. Pengelolaan SDA: Akar Masalah, Peluang,
Ibrahim, Sengkarut Timah dan Gagapnya Ideologi dan Tantangan”, bahan disampaikan dalam
Pancasila, Penerbit Imperium, Yogyakarta FGD di Pusat Pengkajian, Pengolahan
Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI,
Ishimaya, John T., et.al (2013), Ilmu Politik Jakarta, 2 April 2015.
Dalam Paradigma Abad ke 21, Prenada
Media Group, Jakarta. Siregar, Hendrik (Koordinator JATAM),
“Partisipasi Masyarakat Masih Ilusi Dalam
Koentjaraningrat (1977), Metode-Metode Pengelolaan Tambang”, bahan disampaikan
Penelitian Masyarakat, Penerbit PT dalam FGD di Pusat Pengkajian,
Gramedia, Jakarta. Pengolahan Data dan Informasi (P3DI)
Lipset, Seymour Martin (1960), Political Man: Setjen DPR RI, 2 April 2015.
The Social Bases of Politics, Double Day & Suhirman, “Partisipasi Masyarakat dalam UU
Company, New York. No. 23 Tahun 2014”, bahan disampaikan
Magenda, Burhan Djabir (2010), East dalam FGD di Pusat Pengkajian,
Kalimantan: The Decline of A Commercial Pengolahan Data, dan Informasi (P3DI)
Aristocracy, Equinox Publishing, Singapore. Setjen DPR RI, Jakarta, 2 April 2015.
Muhamin, Yahya(1991), Bisnis dan Politik:
Kebijakan Ekonomi Indonesia 1950-1980, Koran/Surat Kabar
LP3ES, Jakarta. Bisnis Indonesia, 5 Februari 2015.
Romli, Lili (2007), Potret Otonomi Daerah dan _______, 13 Oktober 2015.
Wakil Rakyat di Tingkat Lokal, Pustaka Pelajar.
Tribun Kaltim 7 Juni 2015.
Rush, Michael, et.al (1986), Pengantar Sosiologi
Media Indonesia, 16 Februari 2016.
Politik, Rajawali Press, Jakarta.
Singarimbun, Masri, et.al(ed.) (1983), Metode
Penelitian Survey, LP3ES, Jakarta.

76 Politica Vol. 7 No. 1 Mei 2016


Peraturan Perundang-undangan Wawancara dengan Anggota Komisi III
Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang (FPAN), Samarinda 4 Juni 2015.
Pemerintahan Daerah. Wawancara dengan Kepala Seksi Pengusahaan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Pertambangan, Dinas Pertambangan dan
Sistem Perencanaan Pembangunan Energi Provinsi Kaltim, Samarinda 4 Juni
Nasional 2015.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Wawancara dengan Kabag Urusan
Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Pemerintahan, Pemkot Balikpapan, 8 Juni
Muka Umum. 2015.
Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Wawancara dengan Kepala Dinas Pertambangan
Pertambangan Mineral dan Batu Bara. dan Energi Pemerintah Provinsi Bangka
Belitung, Pangkalpinang, 15 April 2015.
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Wawancara dengan Kepala Dinas Pertambangan
Pertambangan Mineral dan Batu Bara. dan Energi Pemerintah Provinsi Bangka
Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1999 Wawancara dengan Ketua Ombudsman
tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Perwakilan Babel, Pangkalpinang 16 April
Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan 2015.
Negara. Wawancara dengan jurnalis bidang politik dan
ekonomi harian Bangka Pos, Pangkalpinang
Jurnal 16 April 2015.
Jurnal Ilmu Politik No. 9 (1991), diterbitkan atas Wawancara dengan Head of Corporate Secretary
kerjasama Asiosiasi Ilmu Politik Indonesia PT Timah, Jakarta, 23 April 2015.
(AIPI) dan LIPI dengan Penerbit Gramedia Wawancara dengan Kepala Dinas Pengelolaan
Pustaka Utama, Jakarta. Aset dan Keuangan Daerah Provinsi Babel,
Jurnal Ilmu Politik No. 21 Tahun 2010 Pangkalpinang 14 April 2015.
Wawancara dengan Anggota Komisi III dari
Portal FPG DPRD Provinsi Babel, Pangkalpinang
http://beritasatu.com , diakses 15 Maret 2015. 15 April 2015.
Wawancara dengan Anggota Komisi C/ Fraksi
Wawancara Hanura, DPRD Kabupaten Bangka, Sungai
Wawancara dengan Anggota Komisi III Liat, 17 April 2015.
(F-PAN), Samarinda 4 Juni 2015. Wawancara dengan Ketua Walhi, Babel, Sungai
Wawancara dengan Ketua Komisi II DPRD Liat, 16 April 2015.
Kutai Kertanegara, Tenggarong, 6 Juni 2015.
Wawancara dengan seorangTA Komisi III Dokumen
DPRD Provinsi Kaltim, Samarinda 4 Juni Catatan Pengaduan Masyarakat ke DPRD
2015. Provinsi Babel, Set. DPRD, 2015.
Wawancara dengan Redaktur Harian Kaltim
Pos, Balikpapan 8 Juni 2015.

Prayudi: Partisipasi Politik Masyarakat dalam Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam 77

Anda mungkin juga menyukai