Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN WAHAM

Dosen Pengampu : Erna Fauziah, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 8 :

Aprilia Ismawati P07120222005

Atifah Zakiroh P07120222006

Desy Mutia Amalia P07120222010

Heny Wahyuti P07120222014

Nur Syifa Ramadani P07120222033

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN

JURUSAN KEPERAWATAN

BANJARBARU

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME. Karena atas berkat rahmat
dan hidayahnyalah, kami dapat menyusun makalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Klien Waham”. Dimana mengingat dalam pembuatan makalah ini
tidaklah mudah dan perlu adanya dukungan maupun motivasi dari berbagai pihak.

Makalah ini telah diusahakan untuk dapat diselesaikan dengan sebaik


mungkin, namun kami sebagai penyusun menyadari bahwa tidak ada karya yang
sempurna, untuk itu semua kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan,
sebagai bahan untuk penyempurnaan dimasa yang akan datang.

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca serta mendapat ridha
disisi allah, dan dapat menjadi salah satu referensi dalam ilmu kesehatan.

Banjarbaru, 16 Februari 2024

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................
C. Tujuan..........................................................................................................................
BAB II TEORI ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN WAHAM...............3
2.1 Pengertian......................................................................................................................
2.2 Proses terjadinya Waham..............................................................................................
2.3 Etiologi..........................................................................................................................
2.4 Faktor penyebab Waham...............................................................................................
2.5 Jenis-jenis Waham.........................................................................................................
2.6 Tanda dan Gejala Waham.............................................................................................
2.7 Penatalaksaan Medis Waham......................................................................................
2.8 Strategi Pelaksanaan Waham......................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN WAHAM........................24
a. Pengkajian Keperawatan............................................................................................
b. Diagnosis Keperawatan...........................................................................................
c. Intervensi Keperawatan..........................................................................................
d. Imlementasi Keperawatan......................................................................................
e. Evaluasi Keperawatan...................................................................................................
BAB IV PENUTUP....................................................................................................31
4.1 KESIMPULAN...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................32

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan yang tidak mudah untuk


diketahui apa penyebabnya. Ada beberapa faktor yang saling berkaitan yang
dapat menyebabkan gangguan jiwa pada seseorang yaitu diantaranya, Faktor
kejiwaan atau kepribadian seseorang, pola pikir serta kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah, adanya gangguan pada bagian otak, adanya kondisi
salah asuh, tidak diterima di lingkungan masyarakat serta adanya masalah dan
kegagalan didalam kehidupanya. Faktor-faktor tersebut mungkin dapat
menyebabkan gangguan jiwa pada
seseorang. Namun faktor-faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri akan
menajadi satu kesatuan yang secara bersama-sama menimbulkan gangguan
jiwa (Lestari, Choirriyah, & Mathafi, 2014).

Faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang diantaranya


adalah faktor biologis, psikologis dan sosial yang akhirnya menyebabkan
penurunan produktivitas seseorang dalam bekerja maupun dalam beraktivitas
sehari-hari. Berdasarkan UU No.18 tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa yaitu merupakan pedoman untuk penanganan masalah orang
dengan gangguan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh
melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan reahbilitatif

Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah
termasuk gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti
apa yang ada di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan

1
jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
penderita skizofrenia.

Waham meruapakan salah satu gejala positif dari gangguan jiwa atau yang
biasa disebut dengan skinzofrenia (Videbeck,2018). Seseorang dengan waham
sering kali mondar mandir, prasangka curiga, bercerita dengan nada suara
tinggi, menganggap bahwa dirinya mempunyai jabatan tinggi, dan individu
menyakini memiliki kebesaran atau kekuasaan yang tinggi.

Waham sering ditemukan pada gangguan jiwa berat, dan beberapa bentuk
waham tertentu sering ditemukan pada penderita skizofrenia. Semakin akut
psikosisnya, semakin sering kita mengalami delusi disorganisasi dan delusi
yang tidak sismetis.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan WAHAM?


2. Apa proses terjadinya WAHAM?
3. Apa etiologi dari WAHAM?
4. Apa faktor – faktor WAHAM?
5. Jelaskan tanda dan gejala WAHAM?
6. Mekanisme koping WAHAM?
7. Apa saja penatalaksan WAHAM?
8. Bagaimana strategi pelaksanaan WAHAM?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian dari WAHAM.


2. Untuk mengetahui proses terjadinya WAHAM.
3. Untuk mengetahui etiologi dari WAHAM.
4. Untuk mengetahui faktor – faktor dari WAHAM.
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala WAHAM.
6. Untuk mengetahui Mekanisme koping WAHAM.

2
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan WAHAM.
8. Untuk mengetehaui bagaimana strategi pelaksanaan pada WAHAM.

BAB II
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN WAHAM

2.1 Pengertian

Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terusmenerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk
gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada
di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
skizofrenia.

Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaina


realitas yang salah, keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual
dan latar belaknag budaya, ketidakmampuan merespon stimulus internal dan
eksternal melalui proses interaksi atau informasi secara akurat (Yosep, 2016).
Waham adalah keyainan atau persepsi salah yang tidak dapat diubah meskipun
ada bukti yang menyangkalnya (Fauziah et al., 2021). Gangguan proses berpikir:
Waham mengacu pada suatau kondisi di mana seseorang menunjukan satu atau
lebih fantasi aneh selama setidaknya satu bulan. Waham adalah keyakinan salah
yang dipegang atau dipertahkankan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Sutejo,
2018).

Gangguan proses berpikir Waham merupakan suatu keyakinan yang sangat


mustahil dan dipegang teguh walaupun tidak memiliki bukti-bukti yang jelas, dan
walaupun semua orang tidak percaya dengan keyakinan (Bell, V., Raihani, N., &
Wilkinson, 2019).

2.2 Proses terjadinya Waham

3
1. Fase kebutuhan manusia rendah (lack of human need)

Waham diawali dengan terbatasnya berbagai kebutuhan pasien baik


secara fisik maupun psikis. Secara fisik, pasien dengan waham dapat terjadi
pada orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya pasien
sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Hal itu
terjadi karena adanya kesenjangan antara kenyataan (reality), yaitu tidak
memiliki finansial yang cukup dengan ideal diri (self ideal) yang sangat ingin
memiliki berbagai kebutuhan, seperti mobil, rumah, atau telepon genggam.

2. Fase kepercayaan diri rendah (lack of self esteem)

Kesenjangan antara ideal diri dengan kenyataan serta dorongan


kebutuhan yang tidak terpenuhi menyebabkan pasien mengalami perasaan
menderita, malu, dan tidak berharga.

3. Fase pengendalian internal dan eksternal (control internal and external)

Pada tahapan ini, pasien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia
yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan,
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Namun, menghadapi kenyataan bagi
pasien adalah sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui,
dianggap penting, dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam hidupnya,
sebab kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
Lingkungan sekitar pasien mencoba memberikan koreksi bahwa sesuatu yang
dikatakan pasien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat
karena besarnya toleransi dan keinginan menjadi perasaan. Lingkungan hanya
menjadi pendengar pasif tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan
alasan pengakuan pasien tidak merugikan orang lain.

4. Fase dukungan lingkungan (environment support)

4
Dukungan lingkungan sekitar yang mempercayai (keyakinan) pasien
dalam lingkungannya menyebabkan pasien merasa didukung, lama-kelamaan
pasien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran
karena seringnya diulang-ulang. Oleh karenanya, mulai terjadi kerusakan
kontrol diri dan tidak berfungsinya norma (superego) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.

5. Fase nyaman (comforting)

Pasien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta


menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat pasien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya, pasien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi sosial (isolasi sosial).

6. Fase peningkatan (improving)

Apabila tidak adanya konfrontasi dan berbagai upaya koreksi,


keyakinan yang salah pada pasien akan meningkat. Jenis waham sering
berkaitan dengan kejadian traumatik masa lalu atau berbagai kebutuhan yang
tidak terpenuhi (rantai yang hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk
dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

2.3 Etiologi

Menurut World Health Organization (2016) secara medis ada banyak


kemungkinan penyebab waham, termasuk gangguan neurodegenratif, gangguan
sistem saraf, penyakit pembuluh darah, penyakit menular, penyakit metabolism
gangguan endrokin, defesiensi vitamin, pengaruh obat-Obatan, racun dan Zat
psikoaktif (World health Organization, 2016).

5
2.4 Faktor penyebab Waham

menurut sutejo (2018) adalah :

a. Faktor Predosposisi (Predisposing faktor)


Faktor predosposisi terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor
psikologis, dan faktor social budaya.
1. Biologis
Pola keterlibatan keluarga relative kuat yang muncul di kaitkan
dengan delusi atau waham. Dimana individu dari anggota keluarga yang
di manifestasikan dengan gangguan ini berada pada resiko lebih tinggi
untuk mengalaminya di bandingkan dengan populasi umum. Studi pada
manusia kembar juga menunjukan bahwa ada keterlibatan faktor.
Berbagai Zat non-psikiatrik dan kodisi edis dapat menyebabkan waham,
sehingga menunjukan bahwa faktor biologis tertentu dapat dapat
menyebabkan oleh penyakit saraf dan tidak memiliki disabilitas
intelektual cenderung mengalami waham komleks yang serupa dengan
pasien dengan gangguan waham. Terjadinya gangguan waham mungkin
merupakan respons normal terhadap pengalaman yang tidak bisa
dilingkungan, sistem saraf tepi, atau sistem saraf pusat. Oleh karena itu,
jika pasien mengalami pengalaman sensorik palsu, seperti perasaaan
diawasi (mendengar langkah kaki), pelanggan mungkin percaya bahwa
sebenernya sedang diawasi.
2. Psikososial.
System Keluarga: Perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga. Konflik diantara suami istri
mempengaruhi anak. Bayaknya masalah dalam keluarga akan
mempengaruhi perkembangan anak dimana anak tidak mampu
memenuhi tugas perkembangan dimasa dewasanya. Beberapa ahli teori

6
menyakini bahwa individu paranoid memiliki orang tua yang dingin,
perfeksionis, sering menimbulkan kemarahan, perasaan mementingkan
diri sendiri yang berlebihan dan tidak percaya pada individu. Klien
menjadi orang dewasa yang rentan karena pengalaman awal ini.
3. Interpersonal.
Dikemukakan oleh Pawirowiyono (2015) di mana orang yang mengalami
psikosis akan menghasilkan suatu hubungan orang tua-anak yang penuh
dengan ansietas tinggi (Keliat, B.A., & Pawirowiyono, 2015). Hal ini jika
di pertahankan maka konsep diri anak akan mengalami ambivalen.
4. Psikodinamika.
Perkembangan emosi terhambat karena kurangnya rangsangan atau
perhatian ibu, dengan ini seorang bayi mengalami penyimpangan rasa
aman dan gagal untuk membangun rasa percayanya sehingga
menyebabkan munculnya ego yang rapuh karena kerusakan harga diri
yang parah, perasaan kehilangan kendali, takut dan ansietas berat. Sikap
curiga kepada seseorang di manifestasikan dan dapat berlanjut di
sepanjang kehidupan.

Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah:


1. Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat.
2. Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian.
3. Hubungan yang tidak harmonis dengan oranglain.
4. Perpisahan dengan orang yang dicintainya.
5. Kegagalan yang sering dialami.
6. Menggunakan penyelesaian masalah yang tidak sehat

b. Faktor presipitas.
1. Biologi
Stress bilogi yang berhubungan dengan respon neurologic yang maladaptif
termasuk :

7
1) Gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi.
2) Abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan secara selektif menanggapi
rangsangan.
2. Stress lingkungan Stress biologis menetapkan ambang toleransi terhadap
stress yang berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukn
terjadinya gangguan perilaku (Keliat B, dkk).
3. Pemicu Gejala
Pemicu merupakan precursor dan stimulus yang sering menunjukan
episode respon neurobiologik yng maladatif berhubungan dengan kesehtan.
Sikap dan berprilaku individu (Direja, 2011).

2.5 Jenis-jenis Waham

1. Waham kebesaran

Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, serta


diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya ini
direktur sebuah bank swasta lho..” atau “Saya punya beberapa perusahaan
multinasional”.

2. Waham curiga

Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha


merugikan/mencederai dirinya, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak
sesuai kenyataan. Misalnya, “Saya tahu..kalian semua memasukkan racun ke
dalam makanan saya”.

3. Waham agama

8
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, serta
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Kalau saya
mau masuk surga saya harus membagikan uang kepada semua orang.”

4. Waham somatic

Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu/terserang


penyakit, serta diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Misalnya, “Saya sakit menderita penyakit menular ganas”, setelah
pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan tandatanda kanker, tetapi pasien
terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.

5. Waham nihilistic

Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal, serta


diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan. Misalnya, “Ini kan alam
kubur ya, semua yang ada di sini adalah roh-roh”.

2.6 Tanda dan Gejala Waham

Perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya sebagai


seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa, serta
pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok
orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada
dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal
dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit
tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau
menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah.

Menurut Kaplan dan Sadock (1997) beberapa hal yang harus dikaji antara
lain sebagai berikut.

1. Status mental

9
a. Pada pemeriksaan status mental, menunjukkan hasil yang sangat normal,
kecuali bila ada sistem waham abnormal yang jelas.
b. Suasana hati (mood) pasien konsisten dengan isi wahamnya.
c. Pada waham curiga didapatkannya perilaku pencuriga.
d. Pada waham kebesaran, ditemukan pembicaraan tentang peningkatan
identitas diri dan mempunyai hubungan khusus dengan orang yang
terkenal.
e. Adapun sistem wahamnya, pemeriksa kemungkinan merasakan adanya
kualitas depresi ringan.
f. Pasien dengan waham tidak memiliki halusinasi yang menonjol/menetap
kecuali pada pasien dengan waham raba atau cium. Pada beberapa pasien
kemungkinan ditemukan halusinasi dengar.

2. Sensorium dan kognisi (Kaplan dan Sadock, 1997)

a. Pada waham, tidak ditemukan kelainan dalam orientasi, kecuali yang


memiliki waham spesifik tentang waktu, tempat, dan situasi.
b. Daya ingat dan proses kognitif pasien dengan utuh (intact).
c. Pasien waham hampir seluruh memiliki daya tilik diri (insight) yang
jelek.
d. Pasien dapat dipercaya informasinya, kecuali jika membahayakan dirinya,
keputusan yang terbaik bagi pemeriksa dalam menentukan kondisi pasien
adalah dengan menilai perilaku masa lalu, masa sekarang, dan yang
direncanakan.

2.5 Tanda dan Gejala Waham

Tanda dan gejala waham dapat juga dikelompokkan sebagai berikut.

1. Kognitif

a. Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata.


b. Individu sangat percaya pada keyakinannya.

10
c. Sulit berpikir realita.
d. Tidak mampu mengambil keputusan.

2. Afektif

a. Situasi tidak sesuai dengan kenyataan.


b. Afek tumpul.

3. Perilaku dan hubungan sosial

a. Hipersensitif
b. Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
c. Depresif
d. Ragu-ragu
e. Mengancam secara verbal
f. Aktivitas tidak tepat
g. Streotif
h. Impulsif
i. Curiga

4. Fisik

a. Kebersihan kurang
b. Muka pucat
c. Sering menguap
d. Berat badan menurun
e. Nafsu makan berkurang dan sulit tidur

Mekanisme koping

Lazarus dan Folkam dalam (Apriliani, 2020) mengatakan bahwa koping dapat
memiliki dua fungsi yaitu dapat berupa berfokus pada suatu titik permasalahan serta
melakukan regulasi emosi dalam merespons masalah, yaitu sebagai berikut :

11
1. Mekanisme koping berpusat pada masalah (Problem Focus Coping)
Mekanisme koping yang berpusat pada masalah ini diarahkan untuk mengurangi
tuntutan situasi yang mengurangi stress atau mengembangkan sumber daya untuk
mengatasinya. Mekanisme koping ini bertujuan untuk menghadapi tuntutan
secara sadar,
realistik, subjektif, objektif, dan rasional. Aspek-aspek yang berhubungan dengan
mekanisme koping yang berpusat pada masalah sebagai berikut :

a. Seeking Informational Support, yaitu berusaha untuk mencari atau


mendapatkan informasi dari orang lain baik teman maupun dosen atau guru
yang berada dilingkungan sekitar.

b. Confrontative Coping, merupakan suatu usaha untuk mengubah keadaan


atau masalah secara agresif, menggambarkan tingkat kemarahan serta
pengambilan resiko. Mekanisme koping ini dapat konstruktif apabila
mengarah pada pemecahan masalah, tetapi juga dapat destruktif apabila
perasaan stres diarahkan pada hal yang agresif dan negative.

c. Planful Problem Solving, ialah suatu bentuk menganalisa situasi yang


menimbulkan masalah kemudian berusaha untuk mencari solusi secara
langsung dalam menghadapi masalah

2. Mekanisme koping berpusat pada emosi (Emotional Focused Coping) Usaha


mengatasi stres dengan mengatur respon emosional dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dampak yang untuk mengatur respon emosional
terhadap situasi stres yang digunakan :

a. Self-control : Usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi


yang menekan.
b. Seeking social emotional support : Yaitu suatu tindakan mencari
dukungan baik secara emosional maupun sosial kepada orang lain.
c. Discanting : Merupakan suatu usaha yang dilakukan individu agar tidak
terlibat dalam permasalahan, dan menciptakan pandangan yang positif.

12
d. Positive reaprisial : Usaha mencari makna positif dari permasalahan
dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanya bersifat religius.
e. Escape/ avoidance : Usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari
dari situasi tersebut dan menghindari dengan beralih pada hal lain seperti
makan, minum, dan merokok.
f. Accepting responsibility : Yaitu menerima dan menjalankan masalah yang
dihadapinya seiring berjalan waktu memikirkan solusi dari masalah
tersebut.

2.7 Penatalaksaan Medis Waham

Menurut (Prastika, Y., Mundakir, S. K., & Reliani, 2014) penatalaksanaan


medis
waham antara lain :
1. Psikofarmalogi

a. Litium Karbonat

Jenis litium yang paling sering digunakan untuk mengatasi gangguan


bipolar, menyusul kemudian litium sitial. Litium masih efektif dalam
menstabilkan suasana hati pasien dengan gangguan bipolar. Gejala hilang
dalam jangka waktu 1-3 minggu setelah minum obat juga digunakan untuk
mencegah atau mengurangi intensitas serangan ulang pasien bipolar dengan
riwayat mania.

b. Haloperidol

Obat anti psikotik (mayor tranquiliner) pertama dari turunan


butirofenon. Mekanisme kerja yang tidak diketahui. Haloperidol efektif
untuk pengobatan kelainan tingkah laku berat pada anak-anak yang sering
membangkang, untuk pengobatan jangka pendek, pada anak yang hiperaktif
juga melibatkan aktivitas motorik berlebih memiliki kelainan tingkah laku

13
seperti: Impulsif, sulit memusatkan perhatian, agresif, suasana hati yang labil
dan tidak tahan frustasi.

c. Karbamazepi

Karbamazepin terbukti efektif, dalam pengobatan kejang psikomotor,


dan neuralgia trigeminal. Karbamazepin secara kimiawi tidak berhubungan
dengan obat anti konvulsan lain atau obat lain yang digunakan untuk
mengobati nyeri pada neuralgia trigeminal.

1) Pasien hiperaktif atau agitasi anti psikotik potensi rendah Penatalaksanaan


ini berarti mengurangi dan menghentikan agitasi untuk pengamanan pasien.
Hal ini menggunakan penggunaan obat anti psikotik untuk pasien waham.
2) Antipsikosis atipikal (olanzapin, risperidone). Pilihan awal Risperidone
tablet 1mg, 2mg, 3mg atau Clozapine tablet 25mg, 100mg.
3) Tipikal (klorpromazin, haloperidol), klorpromazin 25-100mg. Efektif untuk
menghilangkan gejala positif.
4) Penarikan diri selama potensi tinggi seseorang mengalami waham. Dia
cenderung menarik diri dari pergaulan dengan orang lain dan cenderung
asyik dengan dunianya sendiri (khayalan dan pikirannya sendiri). Oleh
karena itu, salah satu penatalaksanaan pasien waham adalah penarikan diri
yang potensial, Hal ini berarti penatalaksanaannya penekanan pada gejala
dari waham itu sendiri, yaitu gejala penarikan diri yang berkaitan dengan
kecanduan morfin biasanya sewaktu- waktu sebelum waktu yang berikutnya,
penarikan diri dari lingkungan social
5) ECT tipe katatonik Electro Convulsive Therapy (ECT) adalah sebuah
prosedur dimana arus listrik melewati otak untuk pelatihan kejang singkat.
Hal ini menyebabkan perubahan dalam kimiawi otak yang dapat mengurangi
penyakit mental tertentu, seperti skizofrenia katatonik. ECT bisa menjadi

14
pilihan jika gejala yang parah atau jika obat-obatan tidak membantu
meredakan episode katatonik.
6) Psikoterapi Walaupun obat-obatan penting untuk mengatasi pasien waham,
namun psikoterapi juga penting. Psikoterapi mungkin tidak sesuai untuk
semua orang, terutama jika gejala terlalu berat untuk terlibat dalam proses
terapi yang memerlukan komunikasi dua arah. Yang termasuk dalam
psikoterapi adalah terapi perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga, terapi
supportif.

2.8 Strategi Pelaksanaan Waham

Strategi pelaksanaan 1.

Pertemuan 1

Ds:

1. klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,


kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.

Do:

1. klien tampak tidak mempunyai teman.


2. Klien selalu mencurigai orang lain.
3. Ekspresi klien tegang.
4. Mudah tersinggung.
5. Bicara tidak realitas.
6. Klien tamoak ketakutan.
7. Merusak (dirinya, orang lain, dan lingkungan).

Diagnose keperawatan: Waham

Tujuan:

1. Klien dapat mengidentifikasi tanda gan gejala waham.


2. Klien dapat mengetahui orientasi realitanya.
3. Klien dapat terpenuhinya kebutuhan realitasnya.

Tindakan:

15
1. Identifikasi tanda dan gejala waham.
2. Bantu orientasi realita: panggil nama, orientasi waktu, orang lain, dan
tempat/lingkungan.
3. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi.
4. Bantu klien memenuhi kebutuhan realitanya.
5. Masukan pada jadwal kegiatan hariannya.

A. ORIENTASI:

1. Salam terapeutik

"Assalamualaïikum, perkenalkan nama saya alda, saya perawat yang


dinas pagi ini di Ruang melati. Saya dinas dari jam 07.00-14.00, saya
yang akan membantu perawatan bapak hari ini. Nama bapak siapa?
senangnya dipanggil apa?"

2. Validai perasaan

"bagaimana perasaan bapak saat ini?"

3. Kontrak

"Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang bapak rasakan


sekarang?" "Berapa lama bapak R mau kita berbincang-bincang?
Bagaimana kalau 15 menit?" "Dimana enaknya kita berbincang-bincang
pak?"

B. KERJA:

"Saya mengerti bapak merasa bahwa bapak adalah seorang Nabi, tapi sulit
bagi saya untuk mempercayainya, karena setahu saya semua Nabi tidak
hidup didunia ini"

"Tampaknya bapak gelisah sekali, bisa bapak ceritakan kepada saya apa
yang bapak rasakan?"

"baik bapak, jadi bapak merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan
tidak punya hak untuk mengatur diri pak sendiri?"

"Siapa menurut bapak yang sering mengatur-atur diri bapak?"

"Jadi adik bapak yang sering mengatur bapak?"

"Kalau bapak sendiri inginnya seperti apa?"

16
"Bagus bapak sudah punya rencana dan jadwal untuk diri sendiri."

"Coba kita tuliskan rencana dan jadwal tersebut pak"

"Wah, bagus sekali, jadi setiap harinya pak R ingin ada kegiatan di luar
rumah sakit karena bosan kalau dirumah sakit terus ya?"

C. TERMINASI:

1. Evaluasi subjektif

"Bagimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?"

2. Evaluasi objektif

"Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus

3. Rencana Tindak Lanjut

"baik bapak, bagaiman kalau besok kita berbincang-bincang lagi


megenai hal positif apa saja: vang bapak miliki?"

"bapak maunya kita berbincang dimana dan, jam berapa?"

"kita masukan kedalam. jadwal harian bapak ya. Jika bapa melakukan
secara mandiri bapak tulis M. jika dibantu bapak tulis B, jika tidak
melakukan tulis T, apakah bapak mengerti?"

Strategi Pelaksanaan 2

Pertemuan ke 2

Ds:

1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinininya (tentang agama,


kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuaikenyataan.

Do:

1. Klien tampak tidak mempunyai teman.


2. Klien selalu mencurigai oranglain.
3. Ekspresi wajah klien tegang.
4. Mudah tersinggung.

17
5. Bicara tidak realitas.
6. Klien tampak ketakutan.
7. Merusak (dirinya, oranglain, dan lingkungan)

Diagnose Keperawatan: Waham

Tujuan:

1. Klien dapat mengetahui kemapuan yang dimilikinya.


2. Klien dapat melatih cara mengontrol waham.

Tindakan:

1. Mengevaluasi kegiatan SP1.


2. Diskusikan kemampuan yang dimiliki.
3. Latih cara yang dipilih dan berikan pujian.
4. Masukan pada jadwal kegiatan harian.

A. ORIENTASI

1. Salam Terapeutik

"Assalamualaikum pak, selamat pagi. Masih ingat dengan saya?"

2. Evaluasi validasi

"bagaimana perasaannya saat ini? Bagus"

3. Kontrak

"sesuai dengan kontrak kita yang kemarin, hari ini kita akan
belajar kemapuan positif yang dimiliki bapak" "bapak maunya dimana
dan berapa menit?"

B. Fase KERJA
"Apa saja hobi bapak? Saya catat ya pak, terus apa lagi?"
"Wah, rupanya bapak pandai main suling ya.”
“Bisa bapak ceritakan kepada saya kapan pertama kali belajar main Suling,
siapa yang dulu mengajarkannya kepada bapak dimana?"
" Bisa bapak peragakan kepada

18
saya bagaiman bermain suling yang baik itu."
"Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau kita buat jadwal untuk
kemampuan bapak. Berapa kali sehari/seminggu bapak mau bermain
suling?"
"Ada tidak hobi atau kemampuan bapak yang lain selain bermain suling?"
C. TERMINASI:
1. Evaluasi subjektif
"Bagimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?"
2. Evaluasi objektif
"Apa saja tadi yang telah kita bicarakan dan lakukan? Bagus,
3. Rencana Tindak Lanjut
"baik bapak, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang
mimun obat utuk bapak?"
"bapak maunya kita berbincang dimana dan jam berapa?"
"kita masukan kedalam jadwal harian bapak ya. Jika bapa melakukan
secara mandiri bapak tulis M, jika dibantu bapak tulis B, jika tidak
melakukan tulis T, apakah bapak mengerti?"

Strategi Pelaksanaan 3
Pertemuan ke 3
Ds:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Do:
1. Klien tampak tidak mempunyai teman.
2. Klien selalu mencurigai oranglain.
3. Ekspresi wajah klien tegang.
4. Mudah tersinggung.
5. Bicara tidak realitas.
6. Klien tampak ketakutan.
7. Merusak (dirinya, oranglain, dan lingkungan)

19
Diagnose Keperawatan: Waham
Tujuan:
1. Klien dapat mengetahui cara minum obat sesuai anjuran dokter

Tindakan:
1. Mengevaluasi kegiatan SP2.
2. Jelaskan tentang obat yang diminum.
3. Masukan pada jadwal kegiatan hariannya

A. ORIENTASI:
1. Salam Terapeutik
"Assalamualaikum pak, selamat pagi"
2. Evaluasi validasi
“Bagaimana pak, sudah dicoba latihan main sulingnya? Bagus sekali.”
3. Kontrak
“Sesuai dengan kontrak kita yang kemarin, kita akan membicarakan
tentang obat yang harus bapak minum, Bagaimana kalau kita mulai
sekarang pak?" 'Berapa lama bapak mau kita membicarakannya?
Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?"

B . KERJA
“bapak berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat yang
diminum?”
“bapak perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang, tidurya juga
tenang.
“Obatnya ada tiga macam pak. yang warnanya oranye namanya CPZ
gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP gunanya agar rileks,
dan yang merah jambuini namanya HLP gunanya agar pikiran jadi teratur.

20
Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1siang, dan jam 7
malam."
“Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa banyak minum dan mengisap-isap es batu."
Sebelum minum obat ini bapak mengecek dulu label dikotak obat apakah
benar nama bapa tertulis disitu, berapa dosis atau butir yang harus
diminum, jam berapa saja harus diminum. Baca juga apakah nama obatnya
sudah benar!"
"Obat-obat ini harus diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus
diminum dalam waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya
bapak idak nenghentikan sendiri bat yan harus liminum sebelum
berkonsultasi dengan dokter.
C TERMINASI
1. Evaluasi subjektif
“Bagimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
2. Evaluasi objektif
“Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus.”
3. Rencana Tindak Lanjut
“baik bapak, bagaiman kalau besok kita berbincang-bincang lagi
kebutuhan lain yang bapak perlukan”
“bapak maunya kita berbincang dimana dan jam berapa?”
“kita masukan kedalam jadwal harian bapak ya. Jika bapa melakukan
secara mandiri bapak tulis M, jika dibantu bapak tulis B, jika tidak
melakukan tulis T, apakah bapak mengerti?"

Strategi Pelaksanaan 4
Pertemuan ke 4
Ds:

21
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakinininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
Do:
1. Klien tampak tidak mempunyai teman.
2. Klien selalu mencurigai oranglain.
3. Ekspresi wajah klien tegang.
4. Mudah tersinggung.
5. Bicara tidak realitas.
6. Klien tampak ketakutan.
7. Merusak (dirinya, oranglain, dan lingkungan)
Diagnose Keperawatan: Waham
Tujuan:
1. Klien dapat mengetahui kebutuhan yang lainnya
Tindakan:
1. Mengevaluasi kegiatan SP3.
2. Diskusikan kebutuhan lain dan cara memenuhinya.
3. Diskusikan kemapuan yang dimiliki dan memilih cara yang akan dilatih.
4. Masukan pada jadwal kegiatan hariannya

A ORIENTASI:
1. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum pak, selamat pagi”
2. Evaluasi validasi
“Bagaimana pak, sudah minum obat hari ini? Bagus sekali.”
3. Kontrak
“Sesuai dengan kontrak kita yang kemarin, kita akan membicarakan
tentang kebutuhan lain yang mungkin masih belum terpenuhi,
Bagaimana kalau kita mulai sekarang pak?”
“Berapa lama bapak mau kita membicarakannya? Bagaimana kalau 20
atau 30 menit saja?”

22
B KERJA
“baik bapak, bapak ada hal lain yang bapak inginkan? Misalnya seperti
bermain ditaman atau semacamnya”
“wah bapak mau bermain ditaman ya' "baik bapak sekarang kita ketaman
ya, sekaligus bapak belajar bersosialisasi dengan orang orang disekitar,
bagaimana bapak?"

C TERMINASI
1. Evaluasi subjektif
“Bagimana perasaan bapak setelah kita berjalan ditaman dan
bersosialisai dengan orang lain?”
2. Evaluasi objektif`
“Apa saja tadi yang telah kita lakukan pak? Bagus.”
3. Rencana Tindak Lanjut
“baik bapak, bapak sudah melakukan semua kegiatan sesuai jadwal
kegiatan harian bapak. Untuk selanjutnya bapak harus tetap
melakukannya secara mandiri ya pak. Jangan lupa obatnya diminum
juga. Saya permisi ya pak"

23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN WAHAM

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian Keperawatan

Menurut dermawan (2013) faktor yang perlu dikaji yaitu:


1. Faktor Predosposisi
a) Genetik : diturunkan
b) Neurotrasnmitter : Abnormalities pada dopamine,serotonin, dan glutamate
c) Virus : paparan virus influenza pada trimester III
d) Psikologi : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayang tidak peduli
2. Faktor Presipitasi
a) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c) Adanya gejala pemicu setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien
dirawat dan tanggal dirawat, isi pengkajiannya meliputi:
1) Identitas klien perwat yang merawat klien melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang nama klien, panggilan klien, nama
perawat, tujuan, waktu pertemuan, topic pembicaraan.

24
2) Keluhan utama/alasan masuk. Ditanyakn pada keluarga/klien yang
menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit, yang telah
dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang
dicapai.
3) Riwayat penyakit sekarang. Tanyakan pada keluarga/klien, apakah klien
pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan,
mengalami penganiayaan fisik, sesual, penolakan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan criminal.
4) Aspek fiik/biologis mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital:
tekana darah, nadi, suhu, pernafasan.
5) Aspek psikologis
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi
yang dapat menggambarkan hubungan dengan klien dan
keluarga.
b) Konsep diri
 Citra tubuh
 Identias diri
 Peran
 Ideal diri (harapan terhadap posisi di lingkungan dan
penyakitnya)
 Harga diri
c) Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam
kehidupan, kelompok yang diikuti dalam masyarakat.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6) Status Mental
Penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas
motoric klien, alam perasaan klien (sedih, takut, khawatir), efek klien,
interaksi selama wawancara persepsi klien, proses piker, isi piker tingkat
kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.

25
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Kemampuan makan klien
b) Klien mampu BAB dan BAK, membersihkan WC dan
merapikan pakaian
c) Mandi klien dengan cara berpakaian
d) Istirahat dan tidur klien
e) Pantau pengguanaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan
setelah meminum obat.
8) Maslah Psikologi dan lingkungan data dari keluarga atau klien mengenai
masalah yang dimiliki klien
9) Pengetahuan data ditetapkan melalui wawancara dengan klien kemudian
tiap bagaian yang dimiliki klien disimpulan dengan masalah
10) Aspek medis terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain
seperti psikomotor, terapi tingakah laku, terapi kelyarga, terapi spiritual,
terapi okpasi, dan terapi lingkungan.
b. Diagnosis Keperawatan

Berdasarkan SDKI (2017), diagnosis yang diberikan adalah gangguan proses


berpikir: Waham.Tanda-tanda gejala utama yang muncul adalah data subjektif yang
mengungkapkan muatan waham, sedangakan data objektif menunjukan bahwa
perilaku sesuai dengan muatan waham, isi pikiran tidak sesuai dengan kenyataan,
bahkan isi tuturannya sulit untuk dipahami.

Tanda-tanda gejala sekunder pada data subjektif adalah perasaan sulit konsentrasi,
perasaaan cemas, sedangkan pada data obyektif berupa rasa curiga yang berlebihan,
kewwaspadan yang berlebihan, berbicara berlebihan, sikap menentang atau
bermusuhan.

Diagnosa keperawatan:

1. Risiko kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham.

2. Perubahan proses pikir: waham berhubungan dengan harga diri rendah.

26
c. Intervensi Keperawatan

Dalam intervensi keperawatan, perawat menetukan berdasarkan hasil


pengumpulan data dan mengembangan diagnose keperawatan yang memandu
penciptaan tujuan dan asuhan keperawtan untuk mencegah, meminimalkan, atau
menghilangkan maslah kesehatan pasien rencana asuhan keperawtan adalah
bagaiamana perawat merencankan kegiatan keperawtan agar terlaksana pada pasien
secara efektif dan efesiensi. Rencana asuahan keperawtann adalah suatau intruksi
tertulis yang menguraikan secara akurat rencana tindakan yang akan dilakukan pada
klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnose keperawatan (Sutejo,
2018).
Diagnosa Luaran Intervensi
Keperawata
n

Gangguan Setelah diberi tindakan keperawatan Manajemen Waham


Proses pikir: selama …x… jam diharapkan status
(I.09295) Tindakan :
Waham orientasi membaik dengan kriteria
hasil : (L.09090) 1. Monitor waham yang isinya
membahayakan diri sendiri,
1. Verbalisasi waham dari sedanag
orang lain dan lingkungan
(3) menjadi cukup menurun (4)
Terauputik
2. Prilaku waham sedang (3)
2. Bina hubungan interpersonal
menjadi cukup menurun (4)
saliang percaya
3. Prilaku sesuai realita dari sedang
3. Hindari perdebatan tengang
(3) menjadi cukup membaik (4)
sesuatu yang keliru, nyatakan
4. Isi piker dari sedang (3) menjadi
keraguan sesuai fakta
cukup membaik (4)
4. Hindari memperkuat gagasan
5. Pembicaran dari sedang (3)
waham
menjadi cukup membaik (4)
5. Sedisksn lingkungan aman

27
lingkungan aman dan nyaman
Edukasi
6. Ajurkan mengungkapakan dan
memvalidasi waham ( uji
realitas) dengan orang yang
dipercaya
7. Jelaskan tentang waham serta
penyakit terkait kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian obat

Orientasi realita (I.09297)

1. Observasi
2. Monitoring
3. Monitoring perubahn kognitif
dan perilaku
4. Perkenalan nama sebelum
memulai interaksi
5. Orientasi orang, tempat,
waktu
6. Hadirkan realita
7. Libatkan dalam terapi
kelompok realita
Edukasi
8. Anjurkan perawatan diri secara
mandiri

Tabel 1 Intervensi Keperawatan

d. Imlementasi Keperawatan

28
Dalam mengimplementasikan keperawatan rencana asuhan, perawat
kesehatan jiwa menggunakan kisaran tindakan yang dirancang untuk menjegah
penyakit fisik dan jiwa meningkatkan, mempertahankan, serta mengembaliakn
kesehatan jiwa dan fisik. Tindakan harus berfokus pada berbagai tritmen psikososial
dan biologis serta melibatkan klien, Keluarga dan pelaku rawat jika memungkinkan
(Stuart, 2016).
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
1. Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap.
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar.
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan.
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip lima benar.
2. Tindakan

a. Bina hubungan saling percaya.


1) Mengucapkan salam terapeutik.
2) Berjabat tangan.
3) Menjelaskan tujuan interaksi.
4) Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.

b. Bantu orientasi realitas.


1) Tidak mendukung atau membantah waham pasien.
2) Yakinkan pasien berada dalam keadaan aman.
3) Observasi pengaruh waham terhadap aktivitas sehari-hari.
4) Jika pasien terus-menerus membicarakan wahamnya, dengarkan tanpa
memberikan dukungan atau menyangkal sampai pasien berhenti
membicarakannya.
5) Berikan pujian bila penampilan dan orientasi pasien sesuai dengan realitas.

c. Diskusikan kebutuhan psikologis atau emosional yang tidak terpenuhi sehingga


menimbulkan kecemasan, rasa takut, dan marah.

29
1) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan fisik dan emosional
pasien.
2) Berdiskusi tentang kemampuan positif yang dimiliki.
3) Bantu melakukan kemampuan yang dimiliki.
4) Berdiskusi tentang obat yang diminum.
5) Melatih minum obat yang benar. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga.

1. Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi waham pasien.
b. Keluarga mampu memfasilitasi pasien untuk memenuhi kebutuhan yang
dipenuhi oleh wahamnya.
c. Keluarga mampu mempertahankan program pengobatan pasien secara
optimal.
2. Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang waham yang dialami pasien.
b. Diskusikan dengan keluarga tentang hal berikut.
1) Cara merawat pasien waham di rumah.
2) Follow up dan keteraturan pengobatan.
3) Lingkungan yang tepat untuk pasien.
d. Diskusikan dengan keluarga tentang obat pasien (nama obat, dosis, frekuensi,
efek samping, akibat penghentian obat).
e. Diskusikan dengan keluarga kondisi pasien yang memerlukan konsultasi
segera.

e. Evaluasi Keperawatan

Asuhan Keperawatan adalah proses dinamis yang melibatkan


perubahan pada status kesehatan klien sepanjang waktu, meningkatnya kebutuhan
data, berbagai diagnosis, dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan (Stuart,
2016).

30
1. Pasien mampu melakukan hal berikut.
a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
2. Keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan
dan kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh

BAB IV
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat
atau terus menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham termasuk
gangguan isi pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada
di dalam isi pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan
beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada penderita
skizofrenia. Secara medis ada banyak kemungkinan penyebab waham, termasuk
gangguan neurodegenratif, gangguan sistem saraf, penyakit pembuluh darah,
penyakit menular, penyakit metabolism gangguan endrokin, defesiensi vitamin,
pengaruh obat-Obatan, racun dan Zat psikoaktif. Dengan tanda dan gejala waham
meliputi perubahan isi pikir waham, yaitu pasien menyatakan dirinya sebagai
seorang besar mempunyai kekuatan, pendidikan, atau kekayaan luar biasa, serta
pasien menyatakan perasaan dikejar-kejar oleh orang lain atau sekelompok
orang. Selain itu, pasien menyatakan perasaan mengenai penyakit yang ada
dalam tubuhnya, menarik diri dan isolasi, sulit menjalin hubungan interpersonal

31
dengan orang lain, rasa curiga yang berlebihan, kecemasan yang meningkat, sulit
tidur, tampak apatis, suara memelan, ekspresi wajah datar, kadang tertawa atau
menangis sendiri, rasa tidak percaya kepada orang lain, dan gelisah. Maka dari
itu membina hubungan saling percaya antar perawat dan klien sangat berperan
penting agar klien merasa aman dan terbuka sehingga dapat mendiskusikan
perasaan klien dan keyakinan klien yang salah.

DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, R., & Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing.
Fauziah, J., Kesumawati, F., Bina, A. K., & Jakarta, I. (2021). Terapi Kognitif
Perilaku Dapat Menurunkan Kecemasan Sosial Pada Pasien Waham:
Literature Review. In Jurnal Borneo Cendekia (Vol. 5, Issue 1).
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis. Jilid I. Edisi 7. Jakarta: Binarupa Aksara.
Keliat, B.A., Akemat, Helena, N.C.D., dan Nurhaeni, H. 2007. Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (Basic Courese). Jakarta: EGC.
Lab/UPF Kedokteran Jiwa. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.
Maramis, W.F. 2010. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press:
Surabaya. Stuart dan Laraia. 2005. Principles dan Pratice of Psychiatric
Nursing. 8th Edition. St.Louis: Mosby.
Sadock, B., S. V., R. P. (2015). Synopsis of Psychiatry: Behavioral Sciences/Clinical
Psychiatry (11th ed.). Lippincott Wolters Kluwer.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik. Dewan Pengurus PPNI.

32
Stuart, G. W. (2016). Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC.
Stuart, G. W. dan Sundeen, S. J. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta:
EGC. Suliswati, dkk. 2004. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
Jakarta: EGC. Varcarolis. 2006. Fundamentalis of Psychiatric Nursing Edisi
5. St. Louis: Elsevier.
Sutejo (2018). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa: Gangguan
Jiwa dan Psikososial. In pustaka baru.
Videbeck, S. L. (2018). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. EGC.
Yosep, H. Iyus., T. S. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. PT Refika Aditama.

33

Anda mungkin juga menyukai