Anda di halaman 1dari 5

HAND OUT

MATA KULIAH : HUKUM PIDANA INTERNASIONAL


DOSEN : Yuli Indarsih, SH., MH.
PERTEMUAN KE- : 11
MATERI : Yurisdiksi Hukum Pidana Internasional
SUB-CPMK : Mahasiswa mampu menjelaskan tentang yurisdiksi hukum pidana
internasional.
POKOK BAHASAN : a. Pengertian
b. Prinsip Dalam Yurisdiksi Negara
c. Macam Yurisdiksi.

YURISDIKSI DALAM HUKUM PIDANA INTERNASIONAL

A. Pengertian

Kata yurisdiksi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris “jurisdiction”, sedangkan


jurisdiction diadopsi dari bahasa Latin “yurisdictio”, yang terdiri dari dua kata, yaitu yuris
yang berarti kepunyaan berdasarkan hukum, dan diction yang berarti ucapan, sabda, atau
firman. Jadi disimpulkan yurisdiksi berarti kepunyaan seperti yang telah ditentukan oleh
hokum; hak menurut hukum; kekuasaan menurut hukum; dan kewenangan menurut hukum.
Menurut Huala Adolf, yurisdiksi dalam pengertian hukum adalah hak atau kekuasaan suatu
negara untuk mengatur dan menegakkan aturan terhadap orang, benda, dan peristiwa-
peristiwa yang terjadi di dalam batas-batas teritorialnya.
Dalam pengertian yang umum dan luas, terutama jika dikaitkan dengan “Negara” atau
“Bangsa”, maka yurisdiksi negara berarti kekuasaan atau kewenangan dari suatu negara
untuk menetapkan dan memaksakan (to declare and to enforce) hukum yang dibuat oleh
negara atau bangsa itu sendiri. Di dalamnya tercakup pengertian yurisdiksi nasional, yaitu
yurisdiksi negara dalam ruang lingkup nasional atau dalam ruang lingkup batas-batas
wilayahnya, dan yurisdiksi untuk membuat dan melaksanakan berlakunya hukum nasionalnya
di luar batas-batas wilayah negaranya, atau yang sering disebut perluasan (extension)
yurisdiksi negara menurut hukum internasional.
Selanjutnya, terkait dengan yurisdiksi negara ini dapat dikemukakan pendapat dari
para ahli antara lain:
(1) Imre Anthony Csabafi, mengemukakan pengertian yurisdiksi negara sebagai berikut:
“…state jurisdiction in public international law means the right of state to regulate or
affect by legislative, executive or juridical measure the rights of persons, property, acts
or event with respect to matters not exclusively of domestic concern”. (Yurisdiksi Negara
menurut hukum internasional publik berarti hak dari suatu negara untuk mengatur atau
memberi akibat dengan langkahlangkah atau tindakan legislatif, eksekutif atau yudikatif
terhadap hak-hak individu, harta kekayaan, perilaku-perilaku atau peristiwa-peristiwa
yang tidak semata-mata merupakan masalah dalam negeri).

(2) F.A. Mann menyatakan bahwa: “When public international lawyers pose the problerm of
jurisdiction, they have in mind the State’s rights under international law to regulate
conduct in matters not exclusively of domestic concern”. (Apabila para ahli hukum
internasional berhadapan dengan masalah yurisdiksi, yang terbayang dalam pikiran
mereka adalah hak negara berdasarkan hukum internasional untuk mengatur perilaku
yang berkenaan dengan masalah-masalah yang secara eksklusif bukan merupakan
masalah dalam negeri).

1
Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat ditarik unsur-unsur dari yurisdiksi negara
sebagai berikut:
(a) hak, kekuasaan atau kewenangan;
(b) mengatur (legislatif, eksekutif, dan yudikatif);
(c) objek (hal, peristiwa, perilaku, masalah, orang, benda);
(d) semata-mata bukan merupakan masalah dalam negeri (not exclusively of domestic
concern); dan
(e) hukum internasional (sebagai dasar atau landasannya).

B. Prinsip Dalam Yurisdiksi Negara

Menurut Malcolm N. Shaw, yurisdiksi itu menyangkut kewenangan negara


berdasarkan hukum internasional untuk mengatur atau mempengaruhi orang-orang, harta
benda dan keadaan serta merefleksikan adanya prinsip-prinsip dasar kedaulatan negara (state
souvereignty), persamaan negara-negara (equality of states) dan tidak campur tangan dalam
urusan domestik (non-interference in domestic affairs). Yurisdiksi merupakan bagian penting
dan sentral dari kedaulatan negara dimana yurisdiksi adalah suatu pelaksanaan kekuasaan
yang dapat mengganti atau menciptakan atau mengakhiri hubungan-hubungan dan
kewajiban-kewajiban hukum. Hal tersebut dapat dicapai dengan tindakan legislatif, eksekutif
atau yudikatif.
(1) Prinsip kedaulatan negara (state souvereignty).
I Wayan Parthiana mengemukakan bahwa hukum internasional memberikan yurisdiksi
kepada negara-negara karena negara mempunyai kedaulatan. Kedaulatan atau kekuasaan
tertinggi yang dimiliki suatu negara memang diakui dan dijamin oleh hukum
internasional. Dari kedaulatan negara inilah selanjutnya negara diakui memiliki
yurisdiksi berdasarkan hukum internasional. Jadi yuirisdiksi itu diturunkan dari
kedaulatan negara, bukan sebaliknya, dan kedudukan kedaulatan negara lebih tinggi dari
yurisdiksi negara.
Menurut Rebecca M.M Wallace, yurisdiksi merupakan atribut kedaulatan suatu negara.
Yurisdiksi suatu negara menunjuk pada kompetensi negara tersebut untuk mengatur
orang-orang dan kekayaan dengan hukum nasionalnya. Kompetensi ini mencakup
yurisdiksi untuk menentukan (dan melarang), untuk mengadili dan melaksanakan
undang-undang.

(2) Prinsip persamaan negara-negara (equality of states).


Dalam Declaration On Principles Of International Law Friendly Relations And Co-
Operation Among States In Accordance With The Charter Of The United Nation, yang
diadopsi oleh Majelis Umum PBB tanggal 24 Oktober 1970 (Resolution 26/25 (XXV)),
mencantumkan “The principle of sovereign equality of States” yang menyatakan bahwa
“All States enjoy sovereign equality. They have equal rights and duties and are equal
members of the international community, notwithstanding differences of an economic,
social, political or other nature” (terjemahan bebas: semua negara menikmati persamaan
kedaulatan. Negara-negara mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama
dan merupakan anggota masyarakat internasional yang sama, tanpa memandang
perbedaan-perbedaan ekonomi, sosial, politik atau hal lainnya).
Christopher C. Joyner mengemukakan antara lain bahwa, sekali negara diakui memiliki
sekumpulan hak dan kewajiban hukum terhadap negara-negara lain, maka negara-negara
lainnya yang memberikan pengakuan tersebut akan memandang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban tersebut secara timbal balik. Equality/persamaan berkonotasi bahwa tidak ada
satu negara yang dapat mengklaim yurisdiksi terhadap negara lain. Ini berarti bahwa

2
suatu negara biasanya tidak dapat dituntut di pengadilan negara lain tanpa
persetujuannya. Negara menerima secara resmi atas tindakan-tindakan yang sah oleh
negara-negara lain jika tindakan itu terjadi di wilayah negara masing-masing.

(3) Prinsip tidak campur tangan dalam urusan domestik (non-interference in domestic
affairs).
Prinsip tidak turut campur negara terhadap urusan domestik negara lain tersirat dari
prinsip hukum par in parem non habet imperium. Menurut Hans Kelsen, prinsip hukum
par in parem non habet imperium memiliki beberapa pengertian. Pertama, suatu negara
tidak dapat melaksanakan yurisdiksi melalui pengadilannya terhadap tindakan-tindakan
negara lain, kecuali negara tersebut menyetujuinya. Kedua, suatu pengadilan yang
dibentuk berdasarkan perjanjian internasional tidak dapat mengadili tindakan suatu
negara yang bukan merupakan anggota atau peserta dari perjanjian internasional tersebut.
Ketiga, pengadilan suatu negara tidak berhak mempersoalkan keabsahan tindakan suatu
negara lain yang dilaksanakan di dalam wilayah negaranya.

C. Macam Yurisdiksi

1. Yurisdiksi negara berdaulat berdasarkan hukum internasional dapat dibedakan menjadi:


(1) yurisdiksi legislatif (legislative jurisdiction), yaitu yurisdiksi suatu negara untuk
membuat peraturan perundang-undangan nasional untuk mengatur suatu objek
hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar batas-batas wilayahnya.

(2) yurisdiksi eksekutif (executive jurisdiction), yaitu yurisdiksi suatu negara untuk
melaksanakan atau menerapkan hukum atau peraturan perundang-undangan
nasionalnya atas suatu objek hukum yang ada atau terjadi baik di dalam atau di luar
batas-batas wilayahnya.

(3) yurisdiksi yudikatif (judicative jurisdiction), yaitu yurisdiksi suatu negara untuk
mengadili (memaksakan penerapan hukum atau peraturan perundang-undangan
nasionalnya) terhadap pihak yang melakukan peristiwa hukum tersebut di atas yang
merupakan pelanggaran atas hukum atau peraturan perundang-undangan
nasionalnya.

2. Yurisdiksi negara berdasarkan hukum internasional terhadap objek hukum tersebut


meliputi:
(1) yurisdiksi personal, yaitu yurisdiksi atas orang dan/atau badan hukum (terkait
dengan pelaku dan korban dari suatu kejahatan). Kemudian yurisdiksi atas orang
dan/atau badan hukum tersebut jika ditinjau dari kewarganegaraannya dapat
dibedakan:
(a) yurisdiksi personal berdasarkan asas kewarganegaraan aktif (titik berat pada
pelaku adalah warga negara dari negara yang bersangkutan); dan
(b) yurisdiksi personal berdasarkan asas kewarganegaraan pasif (titik berat pada
pelaku orang yang bukan warga negaranya tetapi merugikan kepentingan atau
warga negara negara tersebut).

(2) yurisdiksi kebendaan, yaitu yurisdiksi suatu negara atas benda bergerak maupun
tidak bergerak.

3
(3) yurisdiksi terhadap peristiwa hukum, terdiri dari:
(a) yurisdiksi sipil, yakni yurisdiksi negara terhadap peristiwa hukum sipil atau
keperdataan; dan
(b) yurisdiksi kriminal, yaitu yurisdiksi negara terhadap peristiwa pidana (berkaitan
dengan kejahatan itu sendiri).

3. Yurisdiksi kriminal negara dapat dibedakan sebagai beikut:


(1) Yurisdiksi kriminal berdasarkan atas tempat terjadinya suatu kejahatan:
(a) Yurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip teritorial: hak, kekuasaan atau
kewenangan suatu negara untuk membuat peraturan perundang-undangan
pidana nasionalnya (legislatif) dengan memberlakukannya di dalam wilayahnya,
melaksanakannya terhadap orang atau badan hukum yang berada dalam
wilayahnya (eksekutif), dan atau memaksakannya terhadap pelanggar dengan
mengadilinya di hadapan pengadilan nasionalnya (yudukatif). Namun yurisdiksi
ini tidak absolut karena ada pembatasan berdasarkan hukum internasional,
misalnya yurisdiksi kriminal tidak berlaku terhadap pelaku yang berdasarkan
hukum diplomatik memiliki hak-hak istimewa dan kekebalan.

(b) Yurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip ekstrateritorial: didasarkan pada


terjadinya kejahatan/tindak pidana di luar wilayah negara, misal, di laut lepas,
suatu tempat yang berada di landas kontinen atau zona ekonomi eksklusif,
dimana tersangkut kepentingan negara atas kejahatan/tindak pidana tersebut.

(2) Yurisdiksi kriminal berdasarkan kewarganegaraan dari orang atau subyek hukum
yang melakukan kejahatan:
(a) Yurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan aktif: berdasarkan atas
siapa dan dimana tempat kejahatan dilakukan dan adanya kepentingan negara
untuk membuat, melaksanakan dan memaksakan peraturan perundang-undangan
pidana nasionalnya. Titik berat pelaku adalah warga negara dari negara
bersangkutan, dan korbannya baik warga negaranya atau orang asing dan harta
bendanya yang berada di wilayah negara tersebut. Sedangkan tempat
dilakukannya kejahatan berada di wilayah negara lain.

(b) Yurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip kewarganegaraan pasif: dititikberatkan


pada pelaku kejahatan yang merupakan orang asing. Tempat terjadinya kejahatan
berada di wilayah negara lain dan korbannya adalah warga negara dari negara
bersangkutan.

(3) Yurisdiksi kriminal berdasarkan kepentingan negara yang harus dilindungi dari
peristiwa kejahatan atau tindak pidana tersebut, yang disebut yurisdiksi kriminal
berdasarkan prinsip perlindungan: titik berat terletak pada kepentingan yang harus
dilindungi, yakni kepentingan dari negara itu sendiri sebagai suatu pribadi atau
subyek hukum dari perbuatan kejahatan yang dilakukan oleh orang asing (bukan
warga negaranya). Misalnya, kejahatan dilakukan dari wilayah negara lain yang
ditujukan terhadap keamanan, ketertiban dan kedamaian dari negara itu, seperti
penggulingan pemerintah negara atau ditujukan terhjadap instalasi vital negara
tersebut.

4
(4) Yurisdiksi kriminal berdasarkan macam peristiwa pidana dan korban yang
ditimbulkannya yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan
universal, yang disebut sebagai yurisdiksi kriminal berdasarkan prinsip universal:
yurisdiksi terhadap kejahatan-kejahatan yang tidak hanya merupakan masalah bagi
negara-negara atau masyarakat yang secara langsung tersangkut, tetapi merupakan
masalah bagi umat manusia di seluruh dunia. Misalnya, kejahatan terhadap
kemanusiaan, kejahatan perang, kejahatan agresi, kejahatan genosida dan
sebagainya.

Mengenai prinsip universal, masih terdapat beberapa perbedaan dalam definisi,


secara umum dipahami bahwa yurisdiksi universal dilaksanakan oleh negara-negara
yang tidak memiliki hubungan dengan aspek teritorial atau kebangsaan. Final report
on the Exercise of Universal Jurisdiction in Respect of Gross Human Rights
Offences (Laporan Akhir tentang Pelaksanaan Yurisdiksi Universal Sehubungan
Pelanggaran HAM Berat) yang disampaikan kepada International law Association
menjelaskan bahwa berdasarkan prinsip yurisdiksi universal, suatu negara berhak,
atau bahkan diharuskan untuk mengadili kejahatan-kejahatan serius, tanpa
memperhatilan lokasi kejahatan dan kebangsaan pelaku atau korban ("Under the
principle of universal jurisdiction, a state is entitled, or even required to bring
proceedings in respect of serious crimes, irrespective of the location of the crime,
and irrespective of the nationality of the perpretator or the victim”).

Anda mungkin juga menyukai