MODUL 11
YURISDIKSI
Oleh :
Eni Dasuki Suhardini, S.H., M.H
Ai marliah, S.H., M.H
Inda Nurdahniar, S.H., M.Hum
A. PENGERTIAN YURISDIKSI
Dilihat dari asal katanya, yurisdiksi (jurisdiction), menurut Merriam Webster‟s
Dictionary of Law, berasal dari kata dalam Bahasa Latin “jurisdictio” yang sesungguhnya
terdiri atas dua kata yaitu “juris” (yang merupakan genitif dari “jus”) yang berarti hukum
dan “dictio” (dari kata “dicere”, mengatakan) yang berarti “tindakan atau perbuatan
mengatakan”. Dalam Merriam-Webster‟s Dictionary of Law dijelaskan bahwa yurisdiksi
mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu:1
1. Kekuasaan, hak, atau kewenangan untuk menafsirkan, menerapkan, dan menyatakan hukum;
2. Kewenangan (pada negara) memerintah atau membuat peraturan;
3. Batas-batas atau wilayah di mana kewenangan dapat dilaksanakan.
Sedangkan menurut Black‟s Law Dictionary, disebutkan bahwa yurisdiksi mengandung 4
(empat) pengertian, yaitu: 2
1. Kekuasaan umum yang dimiliki pemerintah untuk melaksanakan kewenangan atas
orang dan hal-hal yang berada dalam wilayahnya;
2. Kekuasaan suatu pengadilan untuk memutus suatu kasus atau mengeluarkan
keputusan/dekrit;
3. Suatu wilayah geografis di mana kewenangan politik atau kehakiman dapat
dilaksanakan;
4. Suatu subdivisi politis atau yudisial di dalam wilayah yang disebutkan di atas.3
Sementara itu, Yuridiksi menurut Encyclopedia Americana adalah “Jurisdiction, in
law, a term for power or authority. It is usually applied to courts and quacy judicial
1
I Made Pasek, Et.all., Buku Ajar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Denpasar-Bali, 2017, hlm. 113
2
Id.
3
Id.
2
bodies, describing the scope of their right to act. As applied to a state or a nation, the
term means the authority to declare and enforce the law” Selain itu makna lainnya,
yurisdiksi atau jurisdiction. Pada dasarnya yurisdiksi berkaitan dengan masalah hukum,
khususnya yang terkait dengan masalah kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki oleh
suatu badan peradilan atau badan-badan negara lainnya yang dimiliki berdasarkan hukum
yang berlaku. Di dalamnya tercangkup pula batas-batas atau luasnya ruang lingkup
kekuasaan serta wewenang untuk membuat, melaksanakan, atau menerapkan hukum
yang berlaku maupun untuk memaksakannya kepada pihak-pihak yang menaatinya.4
Sementara pengertian lainnya, Yurisdiksi atau jurisdiction memiliki asal kata dari
yurisditio, di mana yuris yang berarti kepemilikan atau kepunyaan menurut hukum dan
dictio berarti perkataan, ucapan dan sabda. Dari asal kata di atas dapat disimpulkan
bahwa yurisdiksi merupakan suatu bentuk kedaulatan yang berkaitan dengan kepemilikan
menurut hukum, kewenangan hukum dan masalah hokum.5
Sementara dalam bukunya, Huala Adolf menjelaskan bahwa Jurisdiksi adalah
kekuasaan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa
(hukum). Pada prinsipnya negara memiliki kekuasaan untuk mengatur hubungan hukum
yang dilakukan oleh orang (warga negara atau warga negara asing) yang berada di
wilayahnya. Negara pun memiliki wewenang yang sama untuk mengatur benda-benda
atau peristiwa-peristiwa (hukum) yang terjadi di wilayahnya.6
Lebih lanjut, Yurisdiksi merupakan refleksi dari prinsip dasar kedaulatan negara,
persamaan derajat negara dan prinsip tidak campur tangan suatu negara terhadap urusan
domestik negara lain. Prinsip-prinsip tersebut tersirat dari prinsip hukum “par ini parem
non habet imperium” artinya, para pihak (negara) yang sama kedudukannya tidak
mempunyai yurisdiksi terhadap pihak yang lainnya equal do not jurisdiction over each
other. 7
Menurut Hans Kelsen, Prinsip par ini parem non habet imperium” memilki
beberapa pengertian. Pertama, suatu negara tidak dapat melaksanakan jurisdiksi melalui
pengadilannya terhadap tindakan-tindakan negara lain kecuali negara tersebut
4
Dewa Gede Sudika, Pengantar Hukum Internasional, Lakeisha, Klaten-Jawa Tengah, 2021, hlm. 61
5
Azhar, Et. All., Hukum Internasional Sebuah Pengenalan, Unsri Press, 2020, hlm. 36.
6
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo, Jakarta, 2002, hlm. 183
7
Id.
3
B. JENIS-JENIS YURISDIKSI
Berbicara tentang jenis-jenis Yurisdiksi pada dasarnya dapat dilihat dari berbagai
prespektif, diantaranya yaitu :
1. Yurisdksi Menyangkut Kekuasaan Negara
Jurisdiksi suatu negara di dalam wilayahnya dapat terbagi atau tergambarkan oleh
kekuasaan atau kewenangan negara sebagai berikut :10
a. Kekuasaan membuat peraturan atau perundang-undangan yang mengatur
hubungan atau status hukum orang atau peristiwa – peristiwa hukum di
dalamnya wilayahnya. Kewenangan seperti ini biasanya dilaksanakan oleh
badan legislatif sehigga acapkali disebut pula sebagai jurisdiksi legislatif atau
preskriptif (legislative jurisdiction atau prespective jurisdiction)
b. Kewenangan negara untuk memaksakan atau menegakkan (enforce) agar subjek
hukum menaati peraturan (hukum). Tindakan pemaksaan ini dilakukan oleh
badan eksekutif negara yang umumnya tampak pada bidang-bidang ekonomi,
misalnya kekuasaan untuk menolak atau memberikan izin, subsidi, kontrak-
8
Id, hlm. 184
9
Supranote 1, hlm. 114
10
Id, hlm 185
4
11
Id, hlm 186.
12
Supranote 6, hlm. 185
5
states, that it should possess jurisdiction over all persons and things within its territorial
limits and in all causes civil and criminal arising within thes limits “.
Prinsip teritorial ini terbagi dua. Pertama, suatu tindak pidana yang dimula di suatu
negara dan berakhir di negara lain. Misalnya seseorang yang menembak di daerah
perbatasan negara A melukai seorang lainnya di wilayah negara B. Dalam keadaan ini,
kedua negara memiliki Yurisdiksi. Negara, dimana perbuatan itu dimulai (A), memiliki
yurisdiksi menurut prinsip teritorial subjektif. Negara dimana tindakan tersebut
diselesaikan (B), memiliki jurisdiksi berdasarkan prinsip teritorial objektif.
Dari uraian diatas, terdapat hubungan yang sangat erat antara wilayah suatu negara
dengan kewenangan jurusdiksinya. Menurut Glanville Williams, hubungan yang erat
seperti tersebut di atas, dapat dijelaskan karena adanya faktor-faktor :
1. Negara di mana suatu perbuatan tindak pidana/kejahatan dilakukan biasanya
mempunyai kepentingan yang kuat untuk menghukumnya
2. Biasanya si pelaku kejahatan ditemukan di negara tempat ia melakukan tindak
pidana/ kejahata
3. biasanya, pengadilan setempat (local forum) di mana tindak pidana terjadi adalah
yang palin tepat, karena saksi-saksi (dan mungkin barang buktinya) dapat ditemukan
di negara tersebut.
4. Adanya fakta bahwa dengan tersangkutnya lebih dari satu sistem hukum yang
berbeda, maka akan janggal jika seseorang akan tunduk pada dua sistem hukum.
Misalnya, seorang warga negara Amerika serikat datang ke london dan disana ia
harus tunduk pada sistem hukum inggris dan amrika serikat.
Selain itu, prinsip teritorial ini berlaku pada Hak Lintas Damai di Laut Teritorial,
Kapal Bendera Asing di Laut Teritorial, Pelabuhan, dan Orang Asing. Berikut
penjelasnnya :
1. Hak Lintas Damai di Laut Teritorial
Prinsip Yurisdiksi teritorial yang dimiliki oleh suatu negara (pantai) telah diakui
sejak lama. Pengakuan dan pengaturan jurisdiksi negara pantai tampak dalam
konperensi Kodifikasi Hukum Laut Den Haag 1930. Dalam konperensi diakui
adanya dua macam jurisdiksi negara pantai atas kapal laut yang berlayar dilaut
teritorialnya, yaitu jurisdiksi kriminal (Pidana) dan Jurisdiksi (Perdata). Hasil
6
konperensi ini dipertegas kembali oleh konvensi Hukum Laut Jenewa 1958 tentang
Laut Teritorial dan Jalur Tambahan (pasal 19 dan 20). Dalam kovensi Hukum Laut
1982, Pengakuan dan pengaturan terhadap Yurisdiksi (kriminal dan Perdata) negara
pantai terdapat dalam Pasal 27 dan 28. Dua pasal tersebut menyatakan bahwa negara
pantai tidak dapat melaksanakan jurisdiksi kriminalnya terhadap kapal asing yang
sedang melintasi laut teritorial, baik untuk menangkap seseorang atau untuk
mengadakan penyelidikan sehubungan dengan kejahatan yang dilakukan di atas
kapal selama kapal tersebut sedang melakukan lintasan, kecuali dalam hal-hal
berikut ini :
Apabila akibat kejahatan itu dirasakan di negara pantai
Apabila kejahatan itu termasuk jenis yang mengganggu kedamaian negara
tersebut atau ketertiban laut teritorial
Apabila telah diminta bantuan penguasa setempat oleh nahkoda kapal atau oleh
wakil diplomatik atau pejabat konsuler negara bendera, atau
Apabila tindakan demikian diperlukan untuk menumpas perdagangan gelap
narkotika atau bahan psycotropica.
2. Kapal Bendera Asing di Laut Teritorial
Diatas telah dinyatakan bahwa negara pantai memiliki jurisdiksi terhadap setiap
kapal yang melakukan lintasan di laut teritorialnya. Namun Jurisdiksi ini tidak
berlaku bagi kapal perang dan kapal pemerintah asing yang menikmati kekebalan.
Kapal perang dan kapal pemerintah yang dioperasikan untuk tujuan non komersial
ini hanya tunduk kepada yurisdiksi legislatif (legislatitive yurisdiction) negara pantai.
Artinya kapal-kapal itu tunduk kepada kewajiban untuk menghormati perundang-
undangan negara pantai dan hukum kebiasaan. Kapal-Kapal perang yang melanggar
perundang-undangan negara pantai berkenan dengan lintasab melalui laut teritorial
dan yang tidak mengindahkan penaatan terhadap hukum, dapat dimintain untuk
meninggalkan laut teritorial dengan segera (Pasal 30 Konvensi Hukum Laut 1982
atau Pasal 23 Konvensi Hukum Laut Jenewa tentang Laut Teritorial 1958). Negara
pantai dapat pula menggunkan senjata yang diperlukan untuk memaksa agar kapal
tersebut meninggalkan laut teritorialnya.
7
3. Pelabuhan
Pelabuhan adalah salah satu bagian dari perairan pedalaman. Karena di perairan
pedalaman ini suatu negara berdaulat penuh, maka kedaulatan penuh ini pun berlaku
di pelabuhan-pelabuhannya. Suatu kapal asing yang memasuki pelabuhan suatu
negara, maka kapal tersebut berada dalam kedaulatan teritorial suatu negara pantai.
Karena itu pula negara pantai berhak untuk menegakkan hukumnya terhadap kapal
dan awaknya
4. Orang Asing
Jurisdiksi teritorial suatu negara terhadap orang asing sama halnya jurisdiksi
teritorial negara terhadap warga negaranya. Tidak ada perlakuan khusus yang
diberikan kepada orang-orang asing. Namun demikian, seorang warga negara asig
dapat meminta pembebasan dari yurisdiksi teritorial suatu negara dalam hal berikut
ini :
Dengan adanya imunitas tertentu, orang asing itu menjadi tidak tunduk kepada
hukum nasional negara pantai
Bahwa hukum nasional negara tersebut tidak sejalan dengan hukum interbasional.
Akan tetapi prinsip teritorial ini pun tidak berlaku (kebal) terhadap Negara dan
kepala Negara Asing, Perwakilan Diplomatik dan Konsuler, Kapal Pemerintah Negara
Asing, Angkatan Bersenjata Negara Asing, dan Organisasi Internasional. Berikut
penjelasannya
1. Negara dan kepala Negara Asing
Telah dikemukakan, bahwa negara adalah berdaulat, merdeka dan sederajat dengan
negara lainnya. Berdaulat, merdeka dan sederajat di sini artinya yaitu bahwa tidak
ada kekuasaan negara lain yang dapat mencampuri urusan dalam negeri suatu negara.
Di samping itu, suatu negara bebas berbuat apapun di dalam negerinya. Sudah
barang tentu sepanjang perbuatan tersebut tidak melanggar hukum internasional.
Pendek kata, suatu negara adalah imun (kebal) dari yurisdiksi pengadilan negara
lainnya. Yang menjadi dasar adanya unsur kedaulatan di atasnya yaitu :
8
Adanya prinsip hukum bahwa suatu negara yang bedaulat tidak dapat
menjalankan jurusdiksinya terhadap negara berdaulat lainnya (par in parem non
habet imperium)
Adanya prinsip resiprositas (Reciprocity) dan penghormatan (comty), yang
artinya bahwa jika suatu negara memberikan kekebalan kepada negara lain,
maka secara timabl balik (resprositas dan comity) negara tersebut akan
memberikan kekebalan serupa kepada negara itu.
Adanya fakta bahwa pada prinsipnya putusan pengadilan suatu negara tidak
dapat dilaksanakan di negara lainnya.
Adanya fakta bahwa suatu negara yang mengizinkan negara lainnya untuk
memasuki wilayahnya, secara implisit telah memberikan kekebalan terhadapnya.
Adanya fakta bahwa pokok perkara yang meyangkut kebijakan atau tindakan
suatu pemerintahan tidak dapat diselidiki oleh pengadilan negara lain.
Imunitas perlu diberikan untuk mencegah tercemarnya martabat (dignity) suatu
negara apabila negara tersebut tunduk pada jurisdiksi negara lain. Dalam
sengkrya the Parlement Belge (1880), hakim Brett mengungkapkan bahwa
adalah tugas semua negara berdaulat untuk menghormati kemerdekaan dan
martabat negara berdaulat lainnya.
Pada masa sekarang, manakala aktivitas komersial (dagang atau bisnis) semakin
meningkat, negara-negara mulai meninggalkan ketentuan lama tentang kekebalan
absolut. Langkah ini dilakukan guna mempermudah transaksi dagang. Perkembangan
tentang imunitas negara ini melahirkan suatu doktrin dalam hukum internasional aitu
doktrin imunitas negara (the doctrine of restrictive state immunity) atau Rosalyn
Higgins menyebutnya sebagai qualifief doctrine of immunity”. Berdasarkan doktrin
restriktif ini negara memiliki kekebalan dari jurisdiksi pengadilan hanya untuk kasus
sengketa tertentu saja. Dalam hal ini, tidakan negara dapat digolongkan ke dalam dua
bentuk. Pertama Jure imperii yaitu tindakan-tindakan negara/pemerintah yang
berkaitan dengan kedaulatan negara semata-mata (government act). Kedua jure
gestionis, yaitu tindakan – tindakan negara/pemerintah di bidang komersial
(commercial act)
9
komersial singapira yang menewaskan 3 orang sipil dan ketika mereka tertangkap,
mereka berpakaian sipil.
5. Organisasi Internasional
Dalam suatu negara, organisasi internasional memiliki kekebalan tertentu terhadap
jurisdiksi negara setempat. Kekebalan ini dipandang perlu untuk melaksanakan
tujuan-tujuan dari organisasi internasional.
Jurisdiksi Personal, suatu negara dapat mengadili warganegaranya karena
kejahatan yang dilakukannya di mana pun juga. Sebaiknya adalah kewajiban negara
untuk memberikan perlindungan diplomatik kepada warga-negaranya di luar negeri.
Ketentuan ini telah diterima secara universal. Prinsip Jurisdiksi personal terdiri dari dua
bagian, yaitu :
1. Prinsip Jurisdiksi Personal Aktif
Menurup prinsip ini , suatu negara memiliki jurisdiksi terhadap warga negaranya
yang melakukan tindak pidana di luar negeri. Dalam hal mengadili ini, sudah barang
tentu orang tersebut harus diekstradisikan terlebih dahulu ke negaranya.
2. Prinsip Jurisdiksi Personal Pasif
Menurut prinsip ini, suatu negara memiliki yurisdiksi untuk mengadili orang asing
yang melakukan tindak pidana terhadap warga negaranya di luar negari. Dasar atau
landasan dari bentuk jurisdiksi ini adalah keinginan negara untuk memberikan
perlindungan terhadap warga negaranya.
Jurisdiksi Perlindungan, berdasarkan prinsip jurisdiksi perlindungan, suatu negara
dapat melaksanakan jurisdiksinya terhadap warga negara asing yang melakukan
kejahatan di luar negeri yang diduga dapat mengancam kepentingan keamanan, integritas
dan kemerdekaan negara. Kejahatan yang dapat mengancam kepentingan negara,
misalnya saja, berkomplot untuk menggulingkan pemerintah, pemalsuan uang, spionase.
Prinsip yurisdiksi perlindungan dipraktekkan oleh Inggris dalam Sengketa the Joyce v
Director of Public Prosecutions (1946). Joyce lahir di Amerika. Pada tahun 1933 ia
berhasil mendapatkan passport Inggris dan menyatakan bahwa negara kelahirannya
adalah irlandia. Pada tahun 1939 ia pergi ke Jerman dan bekerja pada kantor radio
11
karena tidak adanya badan peradilan internasional yang khusus mengadili kejahatan yang
dilakukan oleh orang perorangan (individu).
Sebenarnya upaya atau pemikiran ke arah pembentukan badan peradilan
internasional untuk mengadili kejahatan-kejahatan berat terhadap masyarakat
internasional sudah lama ada. Setelah perang dunia II usai, masyarakat internasional
membentuk badan peradilan kejahatan perang Nuremberg dan Tokyo (the nuremberg and
tokyo war crime tribunal). tetapi kedua badan ini sifatnya terbatas mengadili kejahatan
perang yang terjadi selama perang dunia II Di awal tahun 1990, dewan keamanan PBB
mendirikan badan peradilan serupa yaitu badan peradilan kejahatan perang Yugoslavia
dan Ruwanda (the yugoslavian and rwandan war crimes tribunal). baru di akhir tahun
1990an, PBB berhasil mendirikan internasional Criminal Court (ICC)
Prinsip universal ini diterapkan dalam sengketa klasik mengenai prinsip jurisdiksi
universal, the eichmann, pengadilan Jerusalem dan mahmamah agung israel tahun 1961.
Eichmann, perwira Gestapo Nazi Jerman, eksekutor bangsa yahudi yang berasal dari
berbagai negara eropa selama perang dunia II. Pada waktu itu israel sebagai suatu negara
belu lahir. Cara israel menangkap dan membawa eichmann dari negara
persembunyiannya, argentina, mengundang protes keras dari berbagai negara. Namun
tidak ada negara memproses langkah negeri itu menerapkan prinsip jurisdiksi universal
terhadap eichmann. Israel mengadili dan menghukum eichmann menurut hukum
nasionalnya tahun1951. Tuduhannya adalah kejahatan perang, kejahatan terhadap bangsa
israel dan kejahatan terhadap umat manusia selama perang dunia II.
13
Supranote 1, hlm. 114
13
negara lain dan hukum. Dengan demikian, kedaulatan negara itu mengandung dua segi
atau aspek yaitu pertama, aspek ke dalam (internal) yakni kekuasaan tertinggi untuk
mengatur segala hal yang ada atau terjadi dalam batas-batas wilayah negara itu; kedua,
aspek ke luar (eksternal) yakni kekuasaan tertinggi negara itu untuk mengadakan
hubungan dengan anggota masyarakat internasional lainnya dan untuk mengatur segala
sesuatu yang meskipun berada atau terjadi di luar wilayahnya namun ada kaitannya
dengan kepentingan negara itu. Yurisdiksi merupakan atribut kedaulatan negara. Sebuah
yurisdiksi negara mengacu pada kompetensi negara untuk mengatur orang dan harta
benda di wilayah negaranya berdasarkan hukum nasional. Karena suatu negara memiliki
kedaulatan atau kekuasaan tertinggi itulah maka darinya turun hak - /kekuasaan /-
kewenangan untuk mengatur hal-hal internal maupun eksternal negara itu. Dari
konstruksi pemikiran inilah lahir yurisdiksi negara. Dengan kata lain, yurisdiksi negara
diturunkan dari kedaulatan yang dimiliki negara itu. Jadi, hanya suatu negara yang
berdaulatlah yang memiliki yurisdiksi.
D. PERTANYAAN
1. Jelasakan maksud dari “par ini parem non habet imperium” dalam yuridiksi
negara?
2. Apa yang dimaksud dengan doktrin efek?
3. Jelaskan secara singkat hubungan antara yurisdiksi dan kedaulatan?
DAFTAR PUSTAKA
I Made Pasek, Et.all., Buku Ajar Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas
Udayana, Denpasar-Bali, 2017
Dewa Gede Sudika, Pengantar Hukum Internasional, Lakeisha, Klaten-Jawa Tengah,
2021
Azhar, Et. All., Hukum Internasional Sebuah Pengenalan, Unsri Press, 2020.
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo, Jakarta,
2002
14