Anda di halaman 1dari 7

TUGAS UJI KOMPETENSI

PEMBELAJARAN KELAS RANGKAP DI SD

Nama : Dadang Sopyan


NIM : 857469535
Program Studi : S-1 PGSD Masukan Sarjana
Pokjar/Kelas : Ciamis/Kelas A

UPBJJ BANDUNG
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TERBUKA
2022
Latihan Uji Kompetensi 3!
No Soal Skor
1. Buatlah laporan analisis yang berisi hasil analisis yang dilakukan Saudara jika
Pembelajaran Kelas Rangkap dijadikan model pembelajaran yang dapat digunakan
saat ini. Laporan tersebut dibuat dengan ketentuan sebagai beriku.
1. Mengemukakan pendapat pribadi 20
2. Terdapat sumber berita yang mendukung (minimal 2) dapat diambil dari media 10
cetak atau elektronik (berita dari internet)
3. Terdapat beberapa teori pendukung yang mendukung (minimal 5 teori) 20
4. Menjelaskan teori tersebut 10
5. Mengambil kesimpulan 25
6. Melampirkan sumber referensi dari hasil teori dan berita (minimal 7 referensi) 10
7. Tata tulis rapi dan mudah dipahami 5
Skor Total 100
*) coret yang tidak perlu
Pembelajaran Kelas Rangkap untuk Pemerataan Pendidikan di Indonesia

Negara Indonesia berbentuk kepulauan yang membentang dari Sabang sampai


Merauke bahkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan
fakta tersebut menjadikan Indonesia harus mencari cara agar semua wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia terangkul secara adil. Pemerataan di berbagai bidang
harus benar-benar dapat dirasakan oleh semua wilayah sampai ke pelosok negeri ini.
Tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa setelah 75 tahun Indonesia merdeka masih dapat
ditemui berbagai masalah pemerataan di negara ini, khususnya di sektor pendidikan.
Mengapa masih ada masalah pemerataan dalam bidang pendidikan? Dapat
dilihat sekarang bahwa masih banyak daerah yang kurang mendapat perhatian dari
pusat, sekolah-sekolah didirikan seadanya karena adanya tuntutan dari masyarakat
sekitar yang membutuhkan sarana pendidikan bagi anak-anak mereka. Setelah sekolah
didirikan, masalah yang muncul kemudian adalah tenaga pengajar atau guru. Guru
yang mengajar di daerah tersebut biasanya tenaga sukarela yang mau berkorban demi
kepentingan umum walaupun bukan berlatar belakang pendidikan. Sebenarnya jumlah
guru tidaklah kurang, tetapi mereka bertumpu di daerah perkotaan. Guru yang
berstatus ASN pun terkadang tidak bersedia ditempatkan sampai ke pelosok daerah di
Indonesia.
Selain dari kekurangan guru sebenarnya ada juga alasan yang sangat
menyedihkan, seperti yang diungkapkan oleh Aisyah Ali dan Sudaryana (2019:
100), “Berbagai kendala mengajar di sekolah pedalaman membuat sebagian besar guru
lebih memilih mengajar di kota.” Dari pernyataan tersebut dapat terlihat bahwa
kekurangan guru bukan terjadi secara alami, tetapi terjadi dengan pilihan sebagian
guru yang lebih memilih untuk mengajar di perkotaan daripada di pelosok.
Pemerintah telah mengadakan program Guru Garis Depan (GGD) dengan salah
satu tujuannya adalah penyebaran tenaga pendidikan ke daerah-daerah pelosok.
Apakah program tersebut sudah memenuhi pemerataan tersebut? Tentu belum. Karena
tetap saja banyak daerah yang sulit dijangkau. Kitapun tidak boleh hanya menunggu
perhatian dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan generasi penerus
demi mecerdasakan kehidupan bangsa sesuai dengan amanat Undang-Undang. Solusi
yang bisa ditawarkan adalah dengan dilaksanakannya pembelajaran kelas rangkap.
“Beberapa sekolah di daerah Kabupaten Jayapura menuntut guru melakukan
pembelajaran kelas rangkap. Daerah-daerah tertentu di Kabupaten Jayapura masih
mengalami kekurangan guru di Sekolah Dasar sehingga “merangkap kelas” dalam
pembelajaran bukan hal baru bagi guru di sana.” (Aisyah Ali dan Sudaryana, 2019:
102).
Seperti halnya di Probolinggo, Jawa Timur, berdasarkan berita elektronik dengan judul
“Dorong Efisiensi Pembelajaran di Sekolah Terpencil, Pemprov Jatim Jajaki Model
Kelas” yang ditulis oleh Sofyan Arif Candra Sakti (2019) “Terdapat
90 sekolah yang membutuhkan pembelajaran kelas rangkap. Hal itu disebabkan karena
di daerah terpencil keadaan murid dalam satu sekolah relatif sedikit dan tidak baik
untuk perkembangan siswa karena suasana kelas terlalu sepi sehingga siswa kurang
semangat dalam mengikuti pembelajaran, seperti yang diungkapkan oleh Wakil
Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak.” Walaupun pada awalanya program kelas
rangkap ini merupakan tindak lanjut dari program kemitraan antara pemerintah
Indonesia-Australia melalui program INOVASI (Inovasi untuk Anak Indonesia) yang
sudah dijalankan sejak gubernur terdahulunya, Sukarwo, program ini baik juga untuk
terus dijalankan dan disebarluaskan di Indonesia, karena masih banyak wilayah di
Indonesia yang harus menjalankan pembelajaran kelas rangkap. "Persoalan pendidikan
di daerah tertinggal tidak hanya terkait akses dan minimnya sarana prasarana namun
juga masih rendahnya ketersediaan tenaga pendidik. Selama ini sebaran tenaga
pendidik di daerah tertinggal lebih banyak terpusat di ibu kota kabupaten. Praktik 'kelas
rangkap' atau guru yang mengajar beberapa kelas sekaligus masih banyak dijumpai di
daerah 3T ini. Tidak hanya harus mengajar tingkat kelas yang sama sekaligus, guru
seringkali juga harus mengajar tingkat kelas berbeda dalam satu ruangan”, jelas
Priyono (Pengembangan
SDM Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Tertinggal
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi), (Yohanes

Enggar Harususilo, (2019).


Aria Djalil, dkk. (2020: 1.4) menyatkan bahwa, “PKR adalah satu bentuk
pembelajaran yang mempersyaratkan seorang guru mengajar dalam satu ruang kelas
atau lebih, dalam saat yang sama, dan menghadapi dua tau lebih tingkat kelas yang
berbeda. PKR juga mengandung makna, seorang guru mengajar dalam satu ruang
kelas atau lebih dan menghadapi murid-murid dengan kemampuan belajar yang
berbeda-beda.”
Hal senada diungkapkan oleh Franklin dalam AsikBelajar.com (2016),
“Pembelajaran Kelas Rangkap adalah penggabungan sekelompok siswa yang
mempunyai perbedaan usia, kemampuan, minat, dan tingkatan kelas, di mana dikelola
oleh seorang guru atau beberapa guru yang dalam pembelajarannya difokuskan pada
kemajuan individual para siswa.”
Pembelajaran kelas rangkap dilakukan dengan kondisi tertentu, seperti
kekurangan guru, jarak sekolah satu dengan sekolah yang lainnya sangat berjauhan,
terbatasnya ruang kelas, sedangkan keinginan untuk mendapat pendidikan sangat besar
dalam diri anak. Pembelajaran kelas rangkap bisa dilakukan bila kekurangan guru,
kondisi di mana satu guru harus memegang dua atau tiga kelas dalam waktu yang
bersamaan.
Seperti yang telah diutarakan di atas, pembelajaran kelas rangkap sebenarnya
sudah tidak asing bagi dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di daerah pelosok
karena mereka (bisa dikatakan) secara otomatis melakukannya mengingat situasi dan
kondisi yang dialami. Yang kemudian menjadi permasalahan adalah bagaimana jika
dalam satu tingkat kelas terdiri dari 40 siswa atau lebih sedangkan tenaga pengajar
amat sangat terbatas? Elsje Theodora Maasawet (2015:
2) berpendapat, “Dalam konteks seperti ini maka PKR dapat menjadi salah satu pilihan
yang tepat. Satu ruang kelas yang tadinya berjumlah 40 orang atau lebih, yang diajar
oleh seorang guru pada waktu dan dalam mata pelajaran yang sama maka dengan PKR
dimungkinkan memilah murid menjadi dua atau lebih subkelas yang terdiri atas 10 - 20
murid. Di setiap subkelas inilah, dalam waktu yang hampir bersamaan, berlangsung
pembelajaran dengan bimbingan guru, tutor sebaya atau tutor kakak. Dengan
demikian, pengertian perangkapan tidak lagi semata-mata dilihat dari dua atau lebih
tingkat kelas yang berbeda, tetapi juga dalam satu tingkat kelas yang sama, namun
terdiri dari murid dengan tingkat kemampuan dan kemajuan yang berbeda. Perbedaan
kemampuan dan kemajuan belajar di antara murid pada tingkat kelas yang sama dapat
terjadi tidak hanya dalam satu mata pelajaran yang sama, tetapi juga dalam mata
pelajaran yang berbeda.”
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran kelas
rangkap bisa dimodifikasi oleh guru sendiri dengan tetap berpedoman pada prinsip
dalam PKR. “Prinsip-prinsip khusus dalam PKR yaitu keserempakan kegiatan
pembelajaran, kadang tinggi waktu keaktifan akademik, kontak psikologis guru dan
murid yang berkelanjutan, dan terjadi pemanfaatan sumber secara efisien.” (Aria Djalil,
dkk, 2020: 1.10). Modifikasi yang dilakukan tentunya bahan untuk mengasah
kreatifitas guru dalam menjalankan pembelajaran kelas rangkap yang ideal dan efisien.
Maka, tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pembelajaran kelas rangkap
merupakan salah satu solusi bagi pendidikan di Indonesia khususnya di daerah 3t
(tertinggal, terdepan, dan terluar) untuk mencapai tujuan pemerataan pendidikan bagi
warga negara Indonesia, karena setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Tentunya pembelajaran kelas rangkap harus diiringi dengan kesadaran dari tenaga
pengajar agar penyelenggaraan PKR berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang
diharapkan. Untuk guru, harus ditanamkan kesadaran bahwa anak-anak di pelosok pun
berhak mendapatkan pendidikan sehingga mereka tidak perlu hanya memilih mengajar
di daerah perkotaan. Dan bagi pemerintah, teruslah perbaiki infrastruktur, sarana
prasarana, pemberdayaan dan penyebaran tenaga pengajar secara merata agar tidak ada
kesan diskriminasi dalan bidang pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Aisyah dan Sudaryana. (2019). Pembelajaran Kelas Rangkap: Implementasi


Pelaksanaannya Pada Sekolah Dasar di Kabupaten Jayapura. Prosiding Seminar
Hasil Penelitian Pengembangan Ipteks dan Seni. Edisi V: 99-106.

AsikBelajar.com, (2016). Pembelajaran Kelas Rangkap: Pengertian, Model & Alasan.


Diunduh 13 November 2020. Tersedia pada:
https://www.asikbelajar.com/pembelajaran-kelas-rangkap-pengertian/.
Djalil, Aria, dkk. (2020). Pembelajaran Kelas Rangkap. Tangerang Selatan:
Universitas Terbuka

Harususilo, Yohanes Enggar. (2019). Kelas Rangkap di Sekolah Dasar: Peluang atau
Tantangan?. Diunduh 11 November 2020. Tersedia pada:
https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/16/23021341/kelas-rangkap-di-
sekolah-dasar-peluang-atau-tantangan?page=all
Harususilo, Yohanes Enggar. (2019). "O2O Zenius": Jembatan Pendidikan antara"Tol
Langit" dan Daerah 3T. Diunduh 12 November 2020.

Tersedia pada:https://edukasi.kompas.com/read/2019/05/19/14130981/o2o-zenius-
jembatan-pendidikan-antara-tol-langit-dan-daerah-3t?page=all.

Maasawet, Elsje Theodora. (2015). Model Pengelolaan Kelas Rangkap (PKR)


untuk Sekolah Dasar yang Mengalami Kekurangan Guru di Daerah Perbatasan
atau Terpencil di Provinsi Kalimantan Timur. Bioedukasi. 8(1):
1-7.

Sakti, Sofyan Arif Candra. (2019). Dorong Efisiensi Pembelajaran di Sekolah


Terpencil, Pemprov Jatim Jajaki Model Kelas Rangkap. Diakses 11
November 2020. Tersedia pada:
https://surabaya.tribunnews.com/2019/09/16/dorong-efisiensi- pembelajaran-
di-sekolah-terpencil-pemprov-jatim-jajaki-model-kelas- rangkap

Anda mungkin juga menyukai