Salina Aurelia - 2211010097 - Banjarmasin - Uts Farmakoterapi 2
Salina Aurelia - 2211010097 - Banjarmasin - Uts Farmakoterapi 2
NPM : 2211010097
KELAS : BANJARMASIN
UTS FARMAKOTERAPI 2
Pasien didiagnosis penyakit PJK OMI anterior + Functional Class III (FC III). Penyakit Jantung
Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan
pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung dan merupakan kelainan mikroardium
yang disebabkan oleh insufisiensi aliran darah koroner. Penyebab paling utama PJK adalah
dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor resiko yang utama penyakit jantung. Perubahan
gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan peningkatan kadar lipid (Ghani, Susilawati and
Novriani, 2016). Kasus tersebut tergolong kedalam kelas FC III yang berarti kasus tersebut tidak
ada gejala saat istirahat, namun aktivitas fisik yang kurang dari biasanya menyebabkan gejala
gagal jantung. Berdasarkan kasus diatas Langkah awal harus dilakukan pencarian tatalaksana
masing masing dalam pengobatan penyakit. Pada tatalaksana pengobatan pasien jantung koroner
tanpa komplikasi seperti apabila pasien menderita angina (nyeri dada atau ulu hati) dilakukan
pemberian obat sublingual nitroglycerin agar mengurangi keluhan tersebut. Selanjutnya jika
dirasa baik diberikan obat golongan betablocker yaitu bisoplorol dengan dosis 1,25mg setiap hari
jika dirasa sembuh hentikan, dan bila adanya kontraindikasi maka diberikan obat ranolazine
dengan dosis 500 mg dua kali sehari dan tingkatkan menjadi 1000 mg dua kali sehari jika
diperlukan berdasarkan gejala. Jika terapi tersebut sudah berhasil dan membaik maka diperlukan
pengobatan terapi non farmakologi. Pada kasus tersebut belum sesuai dengan first line terapi
pengobatan jantung karena ada beberapa sediaan yang seharusnya belum diberikan kepada
pasien tersebut. Tetapi obat obatan yang digunakan sudah sesuai dan benar sesuai dengan kondisi
pasiennya.
Pada algoritma terapi tersebut penyakit hipertensi dengan adanya penyakit jantung coroner first
line terapi menggunakan golongan ARB seperti Benazepril (Lotensin) Captopril (Capoten)
Enalapril (Vasotec) Fosinopril (Monopril) Lisinopril (Prinivil, Zestril) Moexipril (Univasc)
Perindopril (Aceon) Quinapril (Accupril) Ramipril (Altace) Trandolapril (Mavik) dengan
kombinasi golongan diuretic seperi golongan Thiazides dan diuretic loop, dan ada tambahan
obat beta bloker seperti Atenolol (Tenormin) Betaxolol (Kerlone) Bisoprolol (Zebeta) Metoprolol
tartrate (Lopressor) Metoprolol succinate extended-release (Toprol XL). Pada penerapan kasus
diatas pemberian obat hipertensi.
- Tatalaksana Pengobatan Asam Urat
Pada algoritma terapi tersebut pemberian pengobatann pertama menggunakan obat allopurinol,
Febuxostat dan Probenecid. Pada kasus diatas sudah sesuai dengan algoritma terapi pada pasien
yang mempunyai asam urat.
Pasien diberikan pengobatan infus RL, Ringer laktat atau RL merupakan cairan elektrolit
isotonik golongan kristaloid yang sering digunakan untuk resusitasi cairan dan terapi cairan
rumatan, Pasien diberikan O2 nasal canule. Nasal kanul adalah alat bantu pernafasan yang
diletakkan pada lubang hidung untuk mendukung kebutuhan oksigen pada pasien yang dapat
bernafas spontan tapi membutuhkan dukungan oksigen tambahan. Pasien diberikan Combivent
nebule. Combivent merupakan obat yang digunakan untuk mencegah dan mengontrol gejala dari
sesak napas atau mengi (wheezing) yang disebabkan oleh asma akut dan penyakit jantung.Pasien
diberikan Allopurinol, mekanisme kerja obat ini menghambat xantin oksidase, suatu enzim
dalam jalur katabolisme purin yang mengubah hipoksantin menjadi xantin menjadi asam urat.
Dosis yang diberikan pedoman ACR merekomendasikan dosis awal tidak lebih dari 100 mg
setiap hari dan kemudian dititrasi secara bertahap setiap 2 sampai 5 minggu hingga dosis
maksimal 800 mg/hari sampai target serum urat tercapai. Pasien diberikan obat ranitidine,
ranitidin bekerja dengan cara menghambat produksi asam lambung.Pasien diberikan obat
captropil , Captopril bekerja dengan menghambat pembentukan angiotensin II, yaitu hormon
yang berfungsi menyempitkan pembuluh darah. Dosis yang diberikan 12.5–150mg perharinya.
Pasien diberikan obat valsartan, Obat ini bekerja dengan cara menghambat pengikatan
angiotensin II ke reseptor AT1 pada jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan pelebaran pembuluh
darah sehingga aliran darah menjadi lancar dan tekanan darah akan menurun. Dosis yang
diberikan 80–320mg perharinya. Pasien diberikan obat furosemide , obat ini bekerja
menghambat reabsorpsi Na dan klorida di lengkung Henle asendens dan di tubulus ginjal
proksimal dan distal, mengganggu sistem kotranspor pengikatan klorida, sehingga menyebabkan
efek natriuretiknya. Dosis yang diberikan 20-80 mg perharinya. Pasien diberikan obat
simvastatin. Obat ini bekerja penghambat reduktase HMG-CoA, sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi kolesterol. Dosis yang diberikan 10–20 mg perhari.
- Perhitungan Child-pugh
- Esefalopati: Tidak ada = 1 poin, Kelas 1 dan 2 = 2 poin, Kelas 3 dan 4 = 3 poin
- Asites: Tidak ada = 1 poin, ringan = 2 poin, sedang = 3 poin
- Bilirubin: di bawah 2 mg/ml = 1 poin, 2 hingga 3 mg/ml = 2 poin, di atas 3 mg/ml = 3
poin
- Albumin: lebih besar dari 3,5mg/ml = 1 poin, 2,8 hingga 3,5mg/ml = 2 poin, kurang dari
2,8mg/ml = 3 poin
- Waktu Protrombin* (detik diperpanjang): kurang dari 4 detik = 1 poin, 4 hingga 6 detik =
2 poin, lebih dari 6 detik = 3 poin
*Seringkali INR digunakan sebagai pengganti PT, dengan INR di bawah 1,7 = 1 poin, INR 1,7
hingga 2,2 = 2 poin, INR di atas 2,2 = 3 poin
Tingkat keparahan sirosis:
- Child-Pugh A: 5 hingga 6 poin
- Child-Pugh B: 7 hingga 9 poin
- Child-Pugh C: 10 hingga 15 poin
Perhiutngan Kreatinin Klirens
Rumus yang digunakan
(140−usia)x BB x (0,85 jika perempuan atau 1 jika laki−laki)
Cockroft Gault Formula GFR = 72 x serum Cr
Kadar Kreatinin Urine Volume Urine
Bersihan Kreatinin (CCT) = Kadar Kreatinin Serum x Waktu (jam)x 60
Monitoring
- Monitoring tekanan darah pasien agar tetap sesuai target dimana tekanan darah
sistoliknya ≤ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≤ 90 mmHg (pasien hipertensi
dengan DM) (Ayuza, 2016).
- Monitoring kadar glukosa darah ( GDA < 76-110 mg/dL) .
- Monitoring pendarahan saluran cerna yang dialami pasien.
- Monitoring kadar kalium mencapai nilai normal 3,6-4,8 mEq.
- Monitoring Hb pasien mencapai nilai normal 11-16 g/Dl.
- Monitoring albumin pasien mencapai nilai normal 3,5-5.
- Monitoring efek samping diuretik, beberapa efek samping dari diuretik seperti
hipokalemia dan hipotensi diketahui dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik yang
dapat memperparah sirosis hati.
Terapi Non Farmakologi
Listina, O., Prasetyo, Y., Solikhati, D. I. K., & Megawati, F. (2021). Evaluasi Penggunaan Obat
Pada Pasien Gastritis di Puskesmas Kaladawa Periode Oktober-Desember 2018. Jurnal
Ilmiah Medicamento, 7(2), 129-135.
Muthia, R., & Putri, M. R. (2017). Uji aktivitas in vivo ekstrak etanol kulit buah semangka
(Citrulus lanatus L.) Sebagai diuretik dengan pembanding furosemid. Borneo Journal of
Pharmascientech, 1(1).
Olivia, Z., & Suryana, A. L. (2018). Efek Penggunaan Obat Antihipertensi Bersamaan Dengan
Pisang (Musa Sp.) Terhadap Kadar Kalium Serum Tikus Wistar Model
Hipertensi. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 4(3.121-127).
Shah, A., Gandhi, D., Srivastava, S., Shah, K. J., & Mansukhani, R. (2017). Heart failure: a class
review of pharmacotherapy. Pharmacy and Therapeutics, 42(7), 464.
Suwandi, D. W., & Perdana, F. (2017). Aktivitas penghambatan xantin oksidase ekstrak etanol
daun alpukat (persea americana mill) secara in vitro. Jurnal Ilmiah Farmako
Bahari, 8(2), 40-45.
Tsoris, A., & Marlar, C. A. (2019). Use of the Child Pugh score in liver disease.
Ulfa, N. M. (2017). Analisis Efektivitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor
Blocker’s (Candersartan, Valsartan, Kalium Losartan). Journal of Pharmacy and
Science, 2(2).