Anda di halaman 1dari 9

NAMA : SALINA AURELIA

NPM : 2211010097

KELAS : BANJARMASIN

UTS FARMAKOTERAPI 2

Subject Object Assesment Plan


Pasien 60 tahun - GCS : 4 5 6 - Pada hari pertama pasien - Pada hari pertama pemberian
keluhan nyeri ulu - Ku : lemah diberikan terapi infus RL, infus RL, pemberian nasal
hati, mual, - TD :160/110 karena pasien mengalami kanul 3 lpm dan pengobatan
perutnya sebah mmHg sesak diberikan oksigen injeksi sudah dilakukan
dan sering keluar - HR:88 nasal kanul 3 lpm, Captopril dengan benar, namum
keringat dingin, x/menit tablet 3x12,5 mg, injeksi pemberian obat dengan
dadanya terasa - RR : 30 ranitidin, injeksi lasix dan bentuk sediaan tablet diganti
ampek (rasa x/menit cedocard drip. dengan tablet sublingual
penuh di dada), - Suhu tubuh : - Pada hari kedua Terapi yang NTG. Dosis Rl sebanyak
nafasnya ngos- 36º diberikan tetap. Dosis 3lpm dengan rute pemberian
ngosan setelah - Foto thorax captopril dinaikkan menjadi inhalasi, ranitidine dengan
melakukan : didapatkan 25 mg dan frekuensi dosis 2 x1 amp jalur iv,
aktivitas yang congestive furosemid dinaikkan injeksi Lasix dengan dosis 2
agak berat. pulmonar ec menjadi 3x1 ampul. x1 amp, cedocard drip
HHF Diberikan tambahan terapi dengan dosis diberikan
- ECG : irama Spironolakton, Aspilet, dan 1mg/jam iv.
sinus Valsartan - Pada hari kedua pemberian
takikardi - Pada hari ketiga Terapi yang obat captropil dilanjutkan
HR 125 diberikan tetap. Infus dengan dosis tersebut sudah
x/menit, QS cedocard diganti ISDN sesuai, dan menggunakan
di V2-V4, tablet 3x5 mg. Diberikan kombinas obat furosemide
ST elevasi tambahan terapi Simvastatin dibarengi dengan golongan
di V2 dan Allopurinol. obat beta bloker yaitu
- Pada hari keempat Terapi bisaprolol sesuai dengan first
yang diberikan tetap. Infus line terapi hipertensi obat
dan oksigen dilepas. spirolakton dan valsartan
Ranitidin injeksi diganti tidak dianjurkan diberikan.
ranitidin tablet. Lasix injeksi - Pada hari ketiga pemberian
diganti furosemid tablet. obat Allopurinol diberikan
Dosis spironolakton untuk menurunkan kadar
diturunkan menjadi 25 mg. asam urat. Pemberian
- Pada hari kelima Terapi simvastatins sudah benar
yang diberikan tetap. diberikan. Dosis allopurinal
Combivent nebule sebaiknya dituurnkan
dihentikan. Diberikan menjadi 100 mg satu hari
tambahan terapi novorapid sesuai dengan algoritma
3x8 UI sub cutan. Pada hari terapi. Dosis simvastatin
ini pasien KRS dengan sebanyak 10-20mg perhari
kondisi sembuh. - Pada hari keempat
pengobatan sudah sesuai
namun obat spirolakton
dihentikan. Dosis furosemide
yang diberikan 20-80mg
perharinya
- Pada hari kelima pengobatan
yang dilakukan sudah sesuai
Pembahasan Kasus

- Tatalaksana Pengobatan Penyakit Jantung

Pasien didiagnosis penyakit PJK OMI anterior + Functional Class III (FC III). Penyakit Jantung
Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh penyempitan atau penghambatan
pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung dan merupakan kelainan mikroardium
yang disebabkan oleh insufisiensi aliran darah koroner. Penyebab paling utama PJK adalah
dislipidemia. Dislipidemia merupakan faktor resiko yang utama penyakit jantung. Perubahan
gaya hidup masyarakat erat hubungannya dengan peningkatan kadar lipid (Ghani, Susilawati and
Novriani, 2016). Kasus tersebut tergolong kedalam kelas FC III yang berarti kasus tersebut tidak
ada gejala saat istirahat, namun aktivitas fisik yang kurang dari biasanya menyebabkan gejala
gagal jantung. Berdasarkan kasus diatas Langkah awal harus dilakukan pencarian tatalaksana
masing masing dalam pengobatan penyakit. Pada tatalaksana pengobatan pasien jantung koroner
tanpa komplikasi seperti apabila pasien menderita angina (nyeri dada atau ulu hati) dilakukan
pemberian obat sublingual nitroglycerin agar mengurangi keluhan tersebut. Selanjutnya jika
dirasa baik diberikan obat golongan betablocker yaitu bisoplorol dengan dosis 1,25mg setiap hari
jika dirasa sembuh hentikan, dan bila adanya kontraindikasi maka diberikan obat ranolazine
dengan dosis 500 mg dua kali sehari dan tingkatkan menjadi 1000 mg dua kali sehari jika
diperlukan berdasarkan gejala. Jika terapi tersebut sudah berhasil dan membaik maka diperlukan
pengobatan terapi non farmakologi. Pada kasus tersebut belum sesuai dengan first line terapi
pengobatan jantung karena ada beberapa sediaan yang seharusnya belum diberikan kepada
pasien tersebut. Tetapi obat obatan yang digunakan sudah sesuai dan benar sesuai dengan kondisi
pasiennya.

- Tatalaksana Pengobatan Hipertensi dengan Penyakit Jantung Koroner

Pada algoritma terapi tersebut penyakit hipertensi dengan adanya penyakit jantung coroner first
line terapi menggunakan golongan ARB seperti Benazepril (Lotensin) Captopril (Capoten)
Enalapril (Vasotec) Fosinopril (Monopril) Lisinopril (Prinivil, Zestril) Moexipril (Univasc)
Perindopril (Aceon) Quinapril (Accupril) Ramipril (Altace) Trandolapril (Mavik) dengan
kombinasi golongan diuretic seperi golongan Thiazides dan diuretic loop, dan ada tambahan
obat beta bloker seperti Atenolol (Tenormin) Betaxolol (Kerlone) Bisoprolol (Zebeta) Metoprolol
tartrate (Lopressor) Metoprolol succinate extended-release (Toprol XL). Pada penerapan kasus
diatas pemberian obat hipertensi.
- Tatalaksana Pengobatan Asam Urat

Pada algoritma terapi tersebut pemberian pengobatann pertama menggunakan obat allopurinol,
Febuxostat dan Probenecid. Pada kasus diatas sudah sesuai dengan algoritma terapi pada pasien
yang mempunyai asam urat.

- Pembahasan Obat yang Digunakan

Pasien diberikan pengobatan infus RL, Ringer laktat atau RL merupakan cairan elektrolit
isotonik golongan kristaloid yang sering digunakan untuk resusitasi cairan dan terapi cairan
rumatan, Pasien diberikan O2 nasal canule. Nasal kanul adalah alat bantu pernafasan yang
diletakkan pada lubang hidung untuk mendukung kebutuhan oksigen pada pasien yang dapat
bernafas spontan tapi membutuhkan dukungan oksigen tambahan. Pasien diberikan Combivent
nebule. Combivent merupakan obat yang digunakan untuk mencegah dan mengontrol gejala dari
sesak napas atau mengi (wheezing) yang disebabkan oleh asma akut dan penyakit jantung.Pasien
diberikan Allopurinol, mekanisme kerja obat ini menghambat xantin oksidase, suatu enzim
dalam jalur katabolisme purin yang mengubah hipoksantin menjadi xantin menjadi asam urat.
Dosis yang diberikan pedoman ACR merekomendasikan dosis awal tidak lebih dari 100 mg
setiap hari dan kemudian dititrasi secara bertahap setiap 2 sampai 5 minggu hingga dosis
maksimal 800 mg/hari sampai target serum urat tercapai. Pasien diberikan obat ranitidine,
ranitidin bekerja dengan cara menghambat produksi asam lambung.Pasien diberikan obat
captropil , Captopril bekerja dengan menghambat pembentukan angiotensin II, yaitu hormon
yang berfungsi menyempitkan pembuluh darah. Dosis yang diberikan 12.5–150mg perharinya.
Pasien diberikan obat valsartan, Obat ini bekerja dengan cara menghambat pengikatan
angiotensin II ke reseptor AT1 pada jaringan tubuh. Hal ini mengakibatkan pelebaran pembuluh
darah sehingga aliran darah menjadi lancar dan tekanan darah akan menurun. Dosis yang
diberikan 80–320mg perharinya. Pasien diberikan obat furosemide , obat ini bekerja
menghambat reabsorpsi Na dan klorida di lengkung Henle asendens dan di tubulus ginjal
proksimal dan distal, mengganggu sistem kotranspor pengikatan klorida, sehingga menyebabkan
efek natriuretiknya. Dosis yang diberikan 20-80 mg perharinya. Pasien diberikan obat
simvastatin. Obat ini bekerja penghambat reduktase HMG-CoA, sehingga menyebabkan
penurunan konsentrasi kolesterol. Dosis yang diberikan 10–20 mg perhari.

- Perhitungan Child-pugh
- Esefalopati: Tidak ada = 1 poin, Kelas 1 dan 2 = 2 poin, Kelas 3 dan 4 = 3 poin
- Asites: Tidak ada = 1 poin, ringan = 2 poin, sedang = 3 poin
- Bilirubin: di bawah 2 mg/ml = 1 poin, 2 hingga 3 mg/ml = 2 poin, di atas 3 mg/ml = 3
poin
- Albumin: lebih besar dari 3,5mg/ml = 1 poin, 2,8 hingga 3,5mg/ml = 2 poin, kurang dari
2,8mg/ml = 3 poin
- Waktu Protrombin* (detik diperpanjang): kurang dari 4 detik = 1 poin, 4 hingga 6 detik =
2 poin, lebih dari 6 detik = 3 poin
*Seringkali INR digunakan sebagai pengganti PT, dengan INR di bawah 1,7 = 1 poin, INR 1,7
hingga 2,2 = 2 poin, INR di atas 2,2 = 3 poin
Tingkat keparahan sirosis:
- Child-Pugh A: 5 hingga 6 poin
- Child-Pugh B: 7 hingga 9 poin
- Child-Pugh C: 10 hingga 15 poin
Perhiutngan Kreatinin Klirens
Rumus yang digunakan
(140−usia)x BB x (0,85 jika perempuan atau 1 jika laki−laki)
Cockroft Gault Formula GFR = 72 x serum Cr
Kadar Kreatinin Urine Volume Urine
Bersihan Kreatinin (CCT) = Kadar Kreatinin Serum x Waktu (jam)x 60

Monitoring
- Monitoring tekanan darah pasien agar tetap sesuai target dimana tekanan darah
sistoliknya ≤ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≤ 90 mmHg (pasien hipertensi
dengan DM) (Ayuza, 2016).
- Monitoring kadar glukosa darah ( GDA < 76-110 mg/dL) .
- Monitoring pendarahan saluran cerna yang dialami pasien.
- Monitoring kadar kalium mencapai nilai normal 3,6-4,8 mEq.
- Monitoring Hb pasien mencapai nilai normal 11-16 g/Dl.
- Monitoring albumin pasien mencapai nilai normal 3,5-5.

- Monitoring efek samping diuretik, beberapa efek samping dari diuretik seperti
hipokalemia dan hipotensi diketahui dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik yang
dapat memperparah sirosis hati.
Terapi Non Farmakologi

- Dilakukan EKG untuk mengontrol perkembangan PJK.


- Modifikasi gaya hidup yang meliputi berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat
badan, menghindari alcohol.
- Hindari makanan berlemak.
- Restriksi konsumsi sodium 2000 mg/hari Mengonsumsi makanan yang mengandung
albumin seperti putih telur.
- Mengonsumsi makanan yang mengandung kalium seperti pisang, kacang merah, alpukat.
- Mengurangi makan makanan yang berasal dari gula ataupun karbohidrat tinggi.
- Olahraga yang bersifat aerobik minimal 3 hari/ minggu dilakukan secara teratur sebanyak
30-60 menit dapat membantu menurunkan tekanan darah.
- Menghindari stress pada pasien dengan berpikiran positif dan istirahat yang cukup.

- Pasien perlu mendapatkan endoskopi untuk meningkatkan prognosis pasien sehubungan


dengan perdarahan berulang dan kebutuhan apabila transfusi dan pembedahan
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA

Listina, O., Prasetyo, Y., Solikhati, D. I. K., & Megawati, F. (2021). Evaluasi Penggunaan Obat
Pada Pasien Gastritis di Puskesmas Kaladawa Periode Oktober-Desember 2018. Jurnal
Ilmiah Medicamento, 7(2), 129-135.

Muthia, R., & Putri, M. R. (2017). Uji aktivitas in vivo ekstrak etanol kulit buah semangka
(Citrulus lanatus L.) Sebagai diuretik dengan pembanding furosemid. Borneo Journal of
Pharmascientech, 1(1).

Olivia, Z., & Suryana, A. L. (2018). Efek Penggunaan Obat Antihipertensi Bersamaan Dengan
Pisang (Musa Sp.) Terhadap Kadar Kalium Serum Tikus Wistar Model
Hipertensi. Journal of Agromedicine and Medical Sciences, 4(3.121-127).

Schwinghammer, T. L., DiPiro, J. T., Ellingrod, V. L., & DiPiro, C. V. (Eds.).


(2021). Pharmacotherapy handbook. McGraw-Hill.

Shah, A., Gandhi, D., Srivastava, S., Shah, K. J., & Mansukhani, R. (2017). Heart failure: a class
review of pharmacotherapy. Pharmacy and Therapeutics, 42(7), 464.

Suwandi, D. W., & Perdana, F. (2017). Aktivitas penghambatan xantin oksidase ekstrak etanol
daun alpukat (persea americana mill) secara in vitro. Jurnal Ilmiah Farmako
Bahari, 8(2), 40-45.

Tsoris, A., & Marlar, C. A. (2019). Use of the Child Pugh score in liver disease.

Ulfa, N. M. (2017). Analisis Efektivitas Kontrol Penurunan Tekanan Darah pada Pasien
Hipertensi yang Mendapat Terapi Obat Antihipertensi Golongan Angiotensin Receptor
Blocker’s (Candersartan, Valsartan, Kalium Losartan). Journal of Pharmacy and
Science, 2(2).

Anda mungkin juga menyukai