Anda di halaman 1dari 58

PENDAMPINGAN PASTORAL KEPADA LANSIA YANG

HIDUP SENDIRI
DI HKBP BALIGE
PROPOSAL

APRILIA RUT MARGARET PANJAITAN


NIM : 21010226

PASTORAL KONSELING
SEKOLAH TINGGI DIAKONES HKBP
BALIGE 2023/2024
i

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus
sebagai sang Juruselamat yang telah melimpahkan berkat-Nya dan memberi
kehidupan sekaligus memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi dalam penyelesaian tugas matakuliah
penelitian sosial. Adapun judul skripsi penulis yaitu “Pendampingan Pastoral
Kepada Lansia yang Hidup Sendiri Di HKBP Balige”. Sunggu besar anugereh
yang telah Tuhan berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini
sebagai sebuh skripsi. Hal ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan, ketekunan,
kekuatan yang penulis terima dari Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dengan
penuh sukacita penulis menyerahkan skripsi ini sebagai salah satu tugas akhir
untuk pemenuhan syarat dalam melanjutkan matakuliah semester selanjutnya di
Sekolah Tinggi Diakones HKBP.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan
baik itu dalam ketikan maupi esensi dalam isi skripsi. Karena itu penulis
mengharapkan masukan, saran dan kritikan yang dapat membangun kembali dan
memperbaiki tulisan ini. Segala doa, dukungan, bantuan serta dana yang diberikan
kepada penulis oleh berbagai pihak yakni orangtua dan keluarga, dosen
pengampuh dan teman-teman dan izinkan saya mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak tersebut.
ii

ABSTRAK
Aprilia Rut Margaret Panjaitan, NIM 21010226. Penelitian ini berjudul
“Pendampingan Pastoral Kepada Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP Balige”
pemenuhan tugas matakuliah Penelitian Sosial di Sekolah Tinggi Diakones HKBP
Balige. Untuk menyempurnakan tulisan ini penulis mengajukan dua pertanyaan yaitu
bagaimana keadaan holistik lansia yang hidup sendiri? dan bagaimana gereja melakukan
pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri?
Metode yang digunakan dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu jenis penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis sampel sumber data
dalam penelitian ini yaitu pelayan gereja dan lansia yang hidup sendiri dengan batasan
usia 65-80 tahun sehingga total keseluruhan informan 5 orang. Pengumpulan data yang
digunakan penulis untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini dengan
beberapa teknik seperti pengumpulan data melalui observasi, wawancara terstruktur dan
tidak struktur dan studi kepustakaan.
Hasil-hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah sebagai berikut: Pertama,
lansia dipahami sebagai orang dengan usia 60 tahun keatas. Keadaan lansia yang hidup
sendiri dapat mempengaruhi segala aspek yang ada dalam diri lansia. Banyaknya lansia
yang hidup sendiri di HKBP Balige dikarenakan kehilangan pendamping hidup dan
ditinggal oleh anak-anak mereka karena sudah menikah dan masih sekolah. Lansia yang
hidup sendiri sudah sulit untuk melakukan aktivitas karena faktor daya tahan tubuh yang
sudah menurun. Tidak hanya karena daya tahan tubuh yang sudah menurun karena
penuaan, lansia merasa beda dari komunitas lingkungannya, lansia juga sering
menyendiri. Lansia yang tinggal sendiri lebih rentan merasa sedih karena kondisi yang
menyendiri di rumah. Aspek fisik dan psikis dapat mempengaruhi aspek yang lainnya
sehingga dalam aspek spiritual lansia merasa bahwa tidak ada yang memperdulikan
mereka. Walaupun demikian lansia yang tidak produktif lagi juga memiliki kerinduan
untuk datang ke gereja, namun keadaan fisik mereka membuat lansia tidak dapat pergi ke
gereja, hal ini lah yang harus diperhatikan oleh pelayan gereja dalam memperhatikan
pelayanan kepada lansia yang tidak dapat datang ke gereja. Kedua, pemahaman pelayan
gereja HKBP Balige mengenai pendampingan pastoral yaitu salah satu proses atau cara
untuk menolong seseorang yang mengalami permasalahan dalam hidupnya sehingga
perlu pendampingan kepada seseorang tersebut. Pendampingan dilakukan dengan
sepenuh hati karena hal itu adalah sala satu tugas gereja. Dalam melakukan
pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri HKBP Balige kunjungan kepada
lansia, dalam kunjungan tersebut dilakukan ibadah dan pendampingan pastoral dengan
metode bercerita.

Kata kunci: Lansia yang hidup sendiri, gereja dan pendampingan pastoral.
iii

ABSTARCT
Aprilia Rut Margaret Panjaitan, NIM 21010226. This research is entitled "Pastoral
Assistance to the Elderly Living Alone in HKBP Balige" fulfillment of Social Research
course assignments at Diakones College HKBP Balige. To perfect this paper the author
asks two questions, namely how is the holistic state of the elderly who live alone? and
how does the church provide pastoral assistance to the elderly who live alone?
The method used in answering the formulation of problems in this study is a type
of qualitative research with descriptive research type. The sample types of data sources in
this study are church ministers and elderly people who live alone with an age limit of 65-
80 years so that the total number of informants is 5 people. Data collection used by the
author to answer the formulation of problems in this study with several techniques such
as data collection through observation, structured and unstructured interviews and
literature study.
The research results are in accordance with the problem formulation as follows:
First, the elderly are understood as people aged 60 years and over. The situation of the
elderly who live alone can affect all aspects of the elderly. The number of elderly who
live alone at HKBP Balige is due to the loss of life companions and left by their children
because they are married and still in school. Elderly people who live alone have difficulty
doing activities because of their decreased endurance. Not only because the immune
system has decreased due to aging, the elderly feel different from their environmental
community, the elderly are also often alone. Elderly people who live alone are more
prone to feeling sad because they are alone at home. Physical and psychological aspects
can affect other aspects so that in the spiritual aspect the elderly feel that no one cares
about them. However, the elderly who are no longer productive also have a desire to
come to church, but their physical condition makes them unable to go to church, this is
what must be considered by church ministers in paying attention to services to the elderly
who cannot come to church. Second, the understanding of HKBP Balige church servants
regarding pastoral assistance is one process or way to help someone who is experiencing
problems in his life so that assistance to that person is needed. Assistance is done
wholeheartedly because it is one of the duties of the church. In conducting pastoral
assistance to the elderly who live alone HKBP Balige visits the elderly, during the visit
worship and pastoral assistance with the storytelling method.

Keywords: Elderly living alone, church and pastoral care.


iv

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
ABSTRAK...............................................................................................................ii
ABSTARCT.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................7
1.5 Batasan Masalah.............................................................................................7
1.6 Definisi Operasional.......................................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................9
2.1. Hakikat Lanjut Usia (Lansia)........................................................................9
2.1.1. Ciri-Ciri Perubahan Lanjut Usia.............................................................10
2.1.2. Bentuk Permasalahan pada Lansia..........................................................13
2.1.4 Kesejahteraan Lansia yang Hidup Sendiri...............................................15
2.1.5 Peran Lanjut Usia dalam Gereja, Keluarga dan Masyarakat..................18
2.1.6 Lansia Menurut Pandangan Alkitab.........................................................19
2.2.1 Pengertian dan Tujuan Pendampingan Pastoral......................................21
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................25
3.1. Metode Penelitian........................................................................................25
3.2 Lokasi dan waktu penelitian.........................................................................25
3.2.1 Lokasi penelitian.......................................................................................25
3.2.2 Waktu penelitian........................................................................................25
3.3 Sampel sumber data......................................................................................26
3.4 Teknik pengumpulan data............................................................................26
3.5 Teknik analisis data......................................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................29
4.1. Gambaran Kehidupan Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP Balige...........29
4.1.1 Aktivitas yang Dilakukan Oleh Lansia......................................................30
v

4.1.2 Ciri-ciri Secara Holistik yang Dimiliki Lansia yang Hidup Sendiri.........31
4.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Lansia Menjadi Hidup Sendiri..........32
4.2 Gambaran Umum HKBP Balige..................................................................33
4.2.1 Sejarah HKBP Balige................................................................................33
4.2.2 Kegiatan Pelayanan HKBP Balige...........................................................34
4.2.3 Tujuan kegiatan Pelayanan Pendampingan Pastoral HKBP Balige........36
4.2.4 Metode Pendampingan Pastoral yang Dilakukan Gereja HKBP Balige
Kepada Lansia yang Hidup sendiri....................................................................37
4.2.5 Tantangan gereja HKBP Balige dalam Melaksanakan Pendampingan
Pastoral Kepada Lansia yang Hidup Sendiri.....................................................38
4.2.6. Perasaan Lansia Ketika Menerima Pendampingan Pastoral dari Gereja
HKBP Balige......................................................................................................38
4.2.7 Manfaat Pendampingan Pastoral yang Diberikan Gereja HKBP Balige
kepada Lansia yang Hidup Sendiri....................................................................39
4.3 Refleksi Teologis..........................................................................................40
BAB V PENUTUP.................................................................................................44
5.1 Kesimpulan...................................................................................................44
5.2 Saran.............................................................................................................46
Lampiran............................................................................................................48
Daftar Informan:.................................................................................................49
Daftar Pustaka........................................................................................................50
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia yang terus berkembang ini, kebutuhan akan pendampingan
pastoral semakin terasa karena banyak orang yang merasa terasingkan ditengah-
tengah keramaian dan banyak persoalan lainnya yang membutuhkan pelayanan
pendampingan pastoral. Kebutuhan pendampingan pastoral dikarenakan banyak
persoalan yang ada ditengah-tengah masyarakat seperti kekerasan, bullying,
kecelakaan, demonstrasi dan tindakan-tidakan kriminal lainnya.akan tetapi,
pendampingan pastoral bukan hanya sebagai bentuk bimbingan spiritual, tetapi
juga sebagai pemandu yang membantu individu menavigasi persoalan-persoalan
kompleks dalam kehidupan sehari-hari.
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai
makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Istilah kata
pendampingan, berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan
suatu kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. 1
Istilah pendampingan juga memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu,
menemani, membagi atau berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan
mengutuhkan. Dalam pendampingan memiliki hubungan antara pendamping
dengan orang yang didampingi berada dalam kedudukan yang seimbang dan
timbal-balik namun pendamping yang lebih mempunyai fasilitas dari orang yang
didampingi yakni lebih sehat dan mempunyai keterampilan.
Kata pastoral berasal dari “pastor” dalam Bahasa Latin atau bahasa Yunani
disebut “poimen”, yang artinya “gembala”. Pengistilahan ini dihubungkan dengan
diri Yesus Kristus dan karya-Nya sebagai “Pastor yang sejati” atau “Gembala
yang baik”. Hal ini mengacu pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia
memberikan pertolongan dan pengasuhan kepada orang yang Ia layani.
Pendampingan pastoral adalah proses perjumpaan timbal balik antara kedua belah
pihak, pendamping dan yang didampingi, pendamping dan orang yang sakit. 2
Tugas utama pendamping pastoral tidak hanya memberi nasihat, wejangan dang
dogmatis akan tetapi pendamping menjadi seseorang yang ada di samping orang

1
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015).
2
Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002).
2

yang sakit untuk mendengarkan segala cerita kehidupan yang didampingi secara
utuh. Tugas utama pendamping juga bukan mempercepat ataupun memperlambat
sebuah proses menjalani penderitaan yang dialami oleh dampingan. Dalam
pendampingan pastoral pendamping tidak menghambat orang yang ia damping
dalam mengalami pengalamannya secara utuh dan penuh, melainkan
meneguhkannya, untuk itulah pendamping perlu membuka diri untuk berada di
samping dan memasuki dunia penderitaan yang dialami dampingan. Melakukan
pendampingan tidak hanya dilakukan kepada orang dewasa saja akan tetapi,
semua kelompok umur dapat didampingi baik itu anak, remaja atau pemuda,
orang dewasa dan lansia.
Dalam melakukan pendampingan kepada lansia, pendamping terlebih dahulu
mengerti siapa itu lansia. Setiap manusia akan mengalami perubahan menuju
masa tua. Ketika manusia memasuki masa tua, mereka akan mengalami
perubahan fisik, mental sosial dan kesehatan. Banyak lansia yang merasa
sendirian, stress dan kehilangan kepercayaan diri yang diakibatkan berbagai
perubahan tersebut. Proses penuaan menyebabkan lansia sulit melakukan aktivitas
secara pribadi dan pada masa lansia ini mereka akan tergantung pada orang lain.
Masa lansia ini adalah masa yang tidak dapat dihindari oleh siapapun terkhusus
bagi orang yang dikaruniai umur panjang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia (lansia) adalah
seorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun. Klasifikasi
lansia menurut WHO ada 5 tingkatan yaitu, usia pertengahan (middle age) dari
kelompok usia 45-54 tahun, lanjut usia (elderly) dari kelompok usia 55-65 tahun,
lansia muda (young old) dari kelompok usia 66-74 tahun, Lansia tua (old) dari
kelompok usia 75-90 tahun dan lansia sangat tua (very old) dari kelompok usia
lebih dari 90 tahun. Paparan ini memberikan penjelasan tentang tingkatan masa
penuaan dalam masa lansia yang dipaparkan oleh WHO. Sedangkan menurut
Darmojo, lansia dapat diartikan sebagai masa menurunnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya.3
Secara alamiah, lansia mengalami penurunan fungsi tubuh yang merupakan
akumulasi dari kerusakan pada tingkat seluler dan molekuler yang terjadi dalam
3
Supriani Anik, Kiftiyah, Nur Nanik, Analisis Domain Kualitas Hidup Lansia Dalam Kesehatan Fisik
dan Psikologis, STIKes Dian Husada, 2021.
3

waktu yang lama atau yang disebut juga dengan penuaan. Penuaan ditandai
dengan penurunan kemampuan fisik dan psikis serta peningkatan resiko penyakit
yang berjuang pada kematian. Penuaan tidak hanya berkaitan dengan perubahan
biologis. Fase ini berhubungan dengan perubahan dalam kehidupan seseorang,
seperti masa pensiun, perpindahan menuju hidup yang lebih layak, dan kematian
teman atau pasangan hidup. Kesejahteraan lansia juga dilihat dari hubungan sosial
atau hubungan dirinya kepada orang lain dan perannya sebagai bagian dari
keluarga dan masyarakat.
Lansia juga adalah bagian yang terpenting dalam masyarakat, yang
memerlukan kebutuhan yang khusus terutama yang lansia yang hidup sendirian.
Menurut data Badan Pusat Statistik jumlah lansia meningkat, pada tahun 2016
diperkirakan jumlah lansia di Indonesia sebanyak 22.630.822 jiwa, jumlah ini
meningkat pada tahun 2022 sebanyak 31.320.066 jiwa. Sebagai jaminan kualitas
hidup kelompok lansia, pemerintah telah memberikan layanan kesehatan bagi
lansia melalui puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya. Pemberian layanan
kesehatan bagi lansia merupakan salah satu indikator standard pelayanan minimal
bidang kesehatan yang wajib dipenuhi oleh kabupaten/kota dan provinsi dengan
dibantu oleh bimbingan dan supervise pemerintah pusat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mencetuskan konsep active ageing pada
tahun 2022, yaitu proses penuaan yang tetap sehat secara optimal secara fisik,
sosial dan mental sehingga dapat sejahtera sepanjang hidup dan berpartisipasi
dalam meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Active ageing
dapat diperoleh dengan melibatkan kondisi ekonomi, sosial, fisik, kesehatan,
perilaku dan kondisi internal lansia. Lansia dapat hidup sehat dan berkualitas jika
ia mendapatkan pembinaan kesehatan sejak dari fase janin hingga memasuki
periode lansia. Pembinaan yang didapatkan oleh lansia bertujuan untuk
meminimalisir faktor risiko dan memaksimalkan faktor protektif. Active ageing
juga sejalan dengan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,
yaitu pasal 138 yang menyebutkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi
lansia ditujukan untuk menjaga agar para lansia tetap sehat dan produktif secara
sosial dan ekonomi.
4

Meningkatkan kualitas lansia dalam menjalani kehidupannya, mereka


memerlukan orang lain seperti keluarga dan teman dalam mendukung peningkatan
kualitas lansia.4 Lansia yang hidup sendiri akan cenderung merasakan kesepian.
Kesepian merupakan hal yang bersifat pribadi dan akan ditanggapi berbeda oleh
setiap orang, bagi sebagian orang kesepian merupakan suatu hal yang bisa
diterima secara normal.5 Lake (1986), menganggap bahwa kesepian adalah bentuk
penyakit progresif yang menyerang kepribadian manusia melalui sistem
komunikasi mereka. Sistem komunikasih yang maksud yaitu bahwa ada hubungan
timbal balik yang memungkinkan seseorang untuk mengadakan kontak dengan
orang lain. Dalam hal ini seseorang akan mengalami berkurangnya sistem
komunikasi karena merasa tidak mampu mengambil bagian dalam hubungan
timbal balik kepada orang lain.6
Bagi sebagian orang, kesepian juga bisa menjadi sebuah kesedihan yang
mendalam. Kesepian sering terjadi kepada lansia ketika mereka mengalami
keterpisahan dari orang yang ia kasihi seperti kehilangan pasangan hidup,
ditinggalkan oleh anak-anaknya, kemunduran fisik, dan kurangnya dukungan dari
keluarga terdekat. Kesepian kepada lansia akan menimbulkan perasaan yang tidak
berdaya, kurang percaya diri, ketergantungan dan perasaan diterlantarkan. Rasa
kesepian juga akan dirasakan lansia yang sebelumnya ia adalah seseorang yang
sangat aktif dalam menghadiri berbagai kegiatan yang berhubungan dengan orang
banyak. Akibat rasa kesepian yang dirasakan oleh lansia akan membuat lansia
merasa terasingkan dan merasa berbeda dengan orang lain, karena perasaan
kesepian yang dirasakan oleh lansia cenderung memberikan pengaruh negatif
terhadap kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi. Untuk itu, lansia
membutuhkan hubungan komunikasi yang terjalin dengan baik dengan keluarga
maupun teman sebayanya. Jika komunikasi tersebut tidak berjalan dengan baik
maka lansia akan mengalami kesepian. Menurut Suardiman, kesepian tersebut

4
Nugrahadi Dwi Pasca Budiono dan Adbur Rivai, “Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup lansia,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada 10, no. 2 (31 Desember 2021): 371–79,
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.621.
5
Sarah Hapsari, “Hubungan Antara Psychological Well Being dan Kesepian Pada Lansia,”
Universitas Kristen Satya Wacana, 2022.
6
Siska Yuli Astuti, “Analisis Faktor- Faktor Terjadinya Kesepian pada Lansia di Unit Rehabilitas
Sosial Dewanata Cilacap,” Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2013.
5

diakibatkan oleh berkurangnya kontak sosial, peran sosial dan perhatian serta
dukungan dari lingkungan sosial.7
Pandangan Alkitab terhadap lansia adalah suatu masa yang penuh berkat dan
kemurahan Allah. Dalam pandangan Alkitab juga lansia harus dihormati, dirawat,
dikasihi dan mengambil pelajaran dari pengalaman hidup mereka. Kenyataan
memerlukan orang lain, lansia membutuhkan orang lain dalam menjalani masa
tuanya, karena lansia tidak ingin merasa terasingkan, terbuang dan dijauhi oleh
keluarga maupun orang lain (Mazmur 71:9). Lansia juga harus menerima dirinya
bahwa, kekuatan setiap manusia akan mengalami penurunan dan kualitas fisiknya
juga mengalami penyusutan, untuk itu lansia perlu mamaknai bahwa itulah
kehidupan pemberiaan Allah (Mazmur 90:12). Dalam pandangan Alkitab
Perjanjian Baru, lansia memaknai hidupnya dengan bentuk ketaatan kepada Allah.
Dalam hal ini lansia berperan sebagai penerima kehadiran Yesus Kristus dalam
dirinya (Filipi 4:6-7).
Menurut penjelasan diatas, gereja juga berperan sebagai penyaluran kasih
Yesus Kristus kepada lansia karena lansia adalah bagian dari gereja. Gereja adalah
persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju
terangNya oleh karena perbuatan Tuhan Yesus Kristus. Gereja tidak dapat
menutup diri dalam melayani lansia karena lansia adalah bagian dari gereja.
Lansia adalah bagian penting dalam komunitas gereja untuk itu bertanggungjawab
untuk merawat, mendukung dan mengasihi mereka sepanjang perjalanan hidup
mereka. Gereja juga memberikan perhatian dan pelayanan kepada lansia yang
terlantarkan dan yang hidup sendirian. Gereja juga bertanggungjawab atas iman
lansia dengan membawa lansia menyadari bahwa hidup mereka sangat berharga
bagi Allah.
Dalam melakukan pelayanan kepada lansia, gereja juga melakukan pelayanan
terhadap keluarga lansia agar keluarga tidak lepas tangan akan memberi dukungan
pada lansia, karena perhatian dan dukungan dari keluargalah yang sangat
mempengaruhi kualitas lansia. Gereja juga dapat memberi dukungan kepada
keluarga lansia berupa nasihat dan doa kepada anggota keluarga lansia. Lansia
juga seringkali menghadapi tantangan emosional, seperti kesepian dan kehilangan,
7
Barron Atalarik, “Loneliness pada Lansia yang Tinggal Sendiri,” Universitas Negeri Surabaya,
2021.
6

dalam hal ini gereja dapat menjadi tempat aman untuk berbicara tentang perasaan
mereka, mendapatkan dukungan dari sesama anggota gereja dan mencari
bimbingan rohani.
HKBP Balige adalah salah satu gereja yang ada dikabupaten Toba, Sumatera
Utara. Gereja HKBP Balige ini termasuk dalam distrik XI Toba Hasundutan.
Gereja ini memiliki 10 lunggu yakni: Sianipar Balige, Haumabange, Onan Raja,
Siopat-opat, Siahaan Balige, Sangkar nihuta I, Sangkar nihuta II, Lumban Gorat,
Pardede Onan, dan Napitupulu. Jemaat HKBP Balige terdiri dari beberapa
kelompok masa yaitu anak-anak, pemuda, yang sudah menikah dan lansia. HKBP
Balige sudah melakukan pelayanan kepada lansia seperti membawa lagu pujian
(koor) tiap hari minggu. Namun, jemaat yang sudah lansia di HKBP Balige
banyak yang sudah hidup sendirian. Lansia tersebut sudah kehilangan pasangan
hidup dan ditinggal oleh anak-anaknya karena sudah berkeluarga dan
bekerja/menempuh pendidikan.
Memberi perhatian dan pelayanan kepada lansia merupakan salah satu uraian
tugas Diakones yang tertulis di Agenda HKBP. Uraian tugas ini dijelaskan pada
nomor dua urutan keenam yang menyatakan: ”pemberitaan pengasihan Allah
dilakukan oleh jemaat dalam bentuk pelayanan diakonia yang beraneka ragam:
melayani orang jompo.8 Artinya orang jompo tersebut ialah lansia adalah bagian
dari tugas pelayan diakones. Diakonia adalah melayani, sebagaimana Yesus
datang kedunia bukan untuk dilayani melainkan melayani dan memberikan diri-
Nya untuk menyelamatkan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.2.1.Bagaimana kesejahteraan lansia yang hidup sendiri?
1.2.2. Bagaimana Gereja melakukan pendampingan pastoral kepada lansia yang
hidup sendiri?

8
Kantor Pusat HKBP, Agenda HKBP, (Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2007), 39.
7

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini, untuk mengetahui pendampingan pastoral
kepada lansia yang hidup sendiri di HKBP Balige.
1.1.1. Agar mengetahui kesejahteraan lansia yang hidup sendiri
1.1.2. Agar mengetahui cara gereja melakukan pendampingan pastoral kepada
lansia yang hidup sendiri
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang berjudul “Pendampingan Pastoral
kepada Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP Balige”. Manfaat dalam
penelitian ini ada dua yaitu secara teoritis dan praktis.
1. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan lebih
dalam tentang Pendampingan Pastoral kepada Lansia yang hidup sendiri
2. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang jelas tentang pemberiaan pendampingan pastoral kepada lansia yang
hidup sendiri
3. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperhatikan
kebutuhan secara holistik lansia yang hidup sendirian
4. Secara praktis hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk menjadikan
pendampingan pastoral dalam melihat kesejahteraan lansia yang hidup
sendiri
5. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk
mengingatkan pelayan gereja bahwa perlunya melakukan pendampingan
kepada lansia yang hidup sendiri
6. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai
persyaratan pemenuhan penyelesaian ujian di Sekolah Tinggi Diakones
HKBP.
1.5 Batasan Masalah
Adapun penetapan batasan masalah yang terkait dalam judul tulisan ini
adalah “Pendampingan Pastoral kepada Lansia yang Hidup Sendiri di
HKBP Balige”, maka cakupan pada tulisan ini adalah:
1. Pendampingan Pastoral kepada Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP
Balige yang hanya menyangkut pada gereja, keluarga lansia, lansia itu
sendiri dan masyarakat yang ada disekitar lansia di HKBP Balige.
8

2. Tulisan ini membatasi pada wilayah atau lokasi tulisan yaitu Distrik XI
Toba Hasundutan, Kecamatan Balige.
3. Tulisan ini membatasi lansia yang ada di Gereja HKBP Balige
4. Tulisan ini membatasi lansia yang berusia 65-80 tahun, lansia tersebut
mencakup lansia yang produktif dan yang tidak produktif.

1.6 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah gambaran konsep, fakta, ataupun relasi
kontekstual terhadap konsep, fakta dan relasi pokok yang berkaitan
dengan penelitian yang dilaksanakan dan dipaparkan dengan kalimat.
Untuk itu, penulis mengupas permasalahan dari judul tulisan ini, dengan
menjelaskan makna dari setiap konsep, frasa bahkan istilah yang
digunakan penulis. Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam
rumusan masalah, bahwa judul yang diajukan dalam tulisan ini yaitu:
“Pendampingan Pastoral Kepada Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP
Balige” maka definisi operasionalnya sebagai berikut.
Pertama, Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang
mempunyai makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral.
Pendampingan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah
proses, cara, perbuatan mendampingi atau mendampingkan. Sedangkan
kata Pastoral menurut KBBI adalah berhubungan dengan pastor;
mengenai pendeta. Pendampingan pastoral yang dibahas yaitu
pendampingan pastoral yang diberikan oleh pelayan gereja kepada lansia
Kedua, kata Lansia dalam KBBI diartikan sebagai lanjut usia (lansia)
adalah tahap masa tua dalam perkembangan individu dengan batasan usia
60 tahun ke atas. Lansia yang dibahas dalam hal ini adalah lansia yang
berumur 65-80 tahun.
Ketiga, “hidup sendirian”. Hidup sendiri adalah hidup seorang diri
tanpa adanya orang lain terpisah dari orang lain. Hal ini, tulisan ini
menjelaskan kehidupan seorang lansia yang hidup sendiri atau tinggal
sendiri tanpa memiliki orang lain.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
9

2.1. Hakikat Lanjut Usia (Lansia)


Lansia atau sering disebut dengan istilah lanjut usia, adalah kelompok usia
yang telah mencapai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia. Meskipun tidak
ada batas pasti untuk definisi ini, umumnya lansia mengacu pada individu yang
berusia 65 tahun ke atas. Proses perkembangan manusia setelah di lahirkan secara
fisiologis semakin lama menjadi menua. Proses menua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. 4 Batasan
usia menurut WHO:
a. Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45 sampai 59 tahun
b. Lanjut usia (elderly), antara 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old), diatas 90 tahun
Pada tahap lanjut usia, banyak orang mengalami perubahan fisik,
mental, dan sosial. Secara fisik, biasanya terjadi penurunan kekuatan otot,
penurunan fungsi penglihatan atau pendengaran, serta berbagai kondisi
kesehatan seperti osteoporosis, arthritis, atau penyakit kronis lainnya yang
lebih umum terjadi pada usia lanjut. Dengan pertambahan usia, maka
jaringan jaringan dan sel-sel menjadi tua juga. Sebagian regenerasi dan
sebagian yang lain akan mati. Usia enam puluh di pandang sebagai garis
pemisah antara usia dewasa madya dan usia lanjut. Pada masa usia lanjut
tidak dapat digambarkan dengan jelas karena setiap individu berbeda-beda.
Manusia usia lanjut atau lansia dalam pemikiran banyak orang adalah
manusia yang sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah
menurun, sehingga dalam kondisi ini berbagai penyakit siap untuk
menyerang mereka. Dengan demikian, di usia lanjut ini terkadang muncul
semacam pemikiran bahwa mereka berada pada sisa-sisa umur menunggu
datangnya kematian. Memasuki masa tua, sebagian besar lanjut usia kurang
siap menghadapi dan menyikapi masa tua tersebut, sehingga menyebabkan
para lanjut usia kurang dapat menyesuaikan diri dan memecahkan masalah
yang dihadapi.
10

Menurut Erickson, kesiapan lansia untuk beradaptasi atau


menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi
oleh proses tumbuh kembang pada tahap sebelumnya. Apabila seseorang
pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari
dengan teratur dan baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-
orang di sekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan
yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti
olahraga, mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain-lain.
2.1.1. Ciri-Ciri Perubahan Lanjut Usia
Seperti pada periode perkembangan manusia sebelumnya, usia lanjut
juga mempunyai ciri-ciri sebagai tanda dari proses menusia. Hal ini dapat
dilihat dari perubahan-perubahan yang menyertai lanjut usia dari segi fisik,
mental dan keberadaannya di tengahtengah lingkungan sosialnya. Dengan
demikian efek-efek perubahan tersebut akan menentukan sejauh mana orang
lanjut usia dapat melakukan penyesuaian dengan dirinya maupun dengan
orang lain. Karena seiring dengan perubahan yang dialami oleh manusia
lanjut usia maka secara tidak langsung golongan lanjut usia telah menjadi
golongan yang dinomorduakan dalam status lingkungan sosial dan dengan
statusnya yang baru itu manusia lanjut usia membutuhkan perubahan peran
pula untuk menyesuaikan dirinya.9 Hal ini sebagaimana dikatakan Hurlock
tentang manusia lanjut usia bahwa “Ciri-ciri dari perubahan lanjut usia
cenderung menuju dan membawa pada penyesuaian yang buruk daripada
yang baik dan menuju kesengsaraan daripada kebahagiaan”. 10 Kemudian
lebih lanjut, Hurlock mengelompokkan ciri-ciri manusia lanjut usia:
1. Adanya perubahan fisik pada usia lanjut
Perubahan fisik pada lanjut usia berbeda pada masing-masing
individu walaupun usianya sama, tetapi pada umumnya perubahan fisik
tersebut dapat digambarkan dengan beberapa perubahan antara lain:
a. Perubahan pada penampilan.

9
Clara Rosa Pudjiyogyanti Ajisuksmo dan Dyah Ayu Permatasari, “PENERIMAAN DIRI WARGA
LANJUT USIA YANG HIDUP SENDIRI,” JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan) 8, no.
02 (31 Oktober 2021): 141–52, https://doi.org/10.21009/JKKP.082.03.
10
Hanna Santoso dan Andar Ismail, Memahami Krisis Lanjut Usia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009).
11

Perubahan penampilan pada manusia lanjut usia tidak muncul secara


serempak, namun tanda-tanda seperti pada daerah kepala, dan tanda-
tanda ketuaan pada wajah, perubahan-perubahan pada daerah tubuh
dan perubahan pada persendian, perubahan-perubahan tersebut
membawa ke arah kemunduran fisik pada lanjut usia.
b. Perubahan pada bagian tubuh.
Perubahan pada bagian ini terlihat dengan adanya perubahan sistem
syaraf yaitu pada bagian otak, sehingga perubahan ini mengakibatkan
menurunnya kecepatan belajar dan menurunnya kemampuan
intelektual.
c. Perubahan pada fungsi fisiologis.
Dengan munculnya perubahan pada fungsi fisiologis ini, pada
umumnya tingkat denyut nadi dan konsumsi oksigen lebih beragam,
meningkatnya tekanan darah, berkurangnya kandungan creatine dan
terjadinya penurunan jumlah waktu tidur. Karena beberapa perubahan
tersebut, maka manusia lanjut usia mengalami kemunduran dari segi
fisiknya.
d. Perubahan pada panca indra.
Pada usia lanjut, fungsi seluruh organ pengindraan kurang mempunyai
sensitivitas dan efisiensi kerja seperti kemunduran kemampuan kerja
pada penglihatan, pendengaran, perasa, penciuman, perabaan dan
sensitivitas pada rasa sakit.
e. Perubahan seksual.
Perubahan lanjut usia terlihat setelah berhentinya reproduksi, pada
umumnya hal ini terjadi bila wanita memasuki usia lanjut dengan
terjadinya monopause, dan klimaterik pada laki-laki.
2. Perubahan kemampuan motorik pada usia lanjut
Orang berusia lanjut pada umumnya menyadari bahwa mereka
berubah lebih lambat dan koordinasinya dalam beraktivitas kurang baik
dibanding pada waktu muda. Perubahan pada kemampuan motorik ini
disebabkan oleh pengaruh fisik dan fisiologis, sehingga mengakibatkan
merosotnya kekuatan dan tenaga dan dari segi psikologis munculnya
12

perasaan rendah diri, kurangnya motivasi dan lainnya. Perubahan


kemampuan motorik ini mempunyai pengaruh besar terhadap penyesuaian
pribadi dan sosial pada manusia usia lanjut (manula).
3. Perubahan kemampuan mental pada usia lanjut.
Apabila ada kecenderungan negatif dari pendapat masyarakat
terhadap perubahan-perubahan manula, maka secara otomatis hal tersebut
akan menimbulkan kemunduran kemampuan mental pada manula tersebut.
Perubahan kemampuan mental pada manula berbeda pada tiap individu,
walaupun berbeda pola pikir dan pengalaman intelektualnya. Secara
umum, mereka yang mempunyai pengalaman intelektual lebih tinggi,
secara relatif penurunan dalam efisiensi mental kurang dibanding mereka
yang pengalaman intelektualnya rendah, hal ini disebabkan adanya tingkat
penurunan mental yang bervariasi. Masalah psikologis mempunyai tiga
kategori yaitu tidak ada masalah, kesedihan dan sulit tidur. Tidak ada
masalah psikologis saat ini yang dirasakan lansia tinggal sendiri
menunjukkan bahwa lansia sudah bisa menikmat keadaan hidup sendiri di
rumah. Kondisi ini dialami oleh lansia yang kebetulan berstatus duda
maupun janda. Hidup sendiri bagi lansia dirasakan sebagai suatu hal yang
bukan masalah dan justru dinikmati sebagai suatu kebebasan. Kesedihan
yang dirasakan lansia saat ini merupakan masalah psikologis yang
disebabkan oleh berbagai macam situasi seperti sedih karena ada
keluarganya yang sedang sakit, sedih karena tidak memiliki uang, sedih
karena merasa kesepian, dan sedih karena anaknya tidak
memperhatikannya. Sulit tidur juga dialami lansia tinggal sendiri di
rumah. Situasi ini dikarenakan lansia mengalami masalah psikologis
berupa kesedihan akibat memikir sesuatu, sehingga lansia mengalami sulit
tidur, sering terbangun di malam hari dan tidak bisa tidur lagi.
4. Perubahan minat pada usia lanjut.
Perubahan minat pada seseorang juga merupakan ciri-ciri
memasuki usia lanjut, karena perubahan minat orang pada seluruh tingkat
usia berhubungan dengan keberhasilan penyesuaian mereka. Demikian
juga penyesuaian pada usia lanjut, sangat dipengaruhi oleh perubahan
13

minat dan keinginan yang dilakukan secara sukarela atau terpaksa. Bila
manula mengadakan perubahan minat dan keinginannya yang dilakukan
secara sukarela dengan harapan ia akan mendapat kebahagiaan tersendiri
dari perubahan itu. Seperti minat dan keinginan seseorang dari semua
tingkat usia, hal ini juga sangat berbeda pada mereka yang sangat tua,
bagaimanapun juga keinginan tertentu mungkin dianggap sebagai tipe
keinginan orang berusia lanjut pada umumnya antara lain: perubahan dan
minat pribadi, yang cenderung bersikap berorientasi pada diri sendiri dan
egois tanpa memperdulikan orang lain, minat berekreasi yang tetap ada
pada usia lanjut, keinginan sosial, keinginan yang bersifat keagamaan dan
minat terhadap kematian.11
2.1.2. Bentuk Permasalahan pada Lansia
Banyak orang merasa khawatir dan takut menghadapi kehidupan di
masa tua. Kekhawatiran tersebut menjadi suatu permasalahan bagi manula
yang kadangkala muncul karena ketegangan emosional yang meningkat di
usia lanjut seiring dengan perubahanperubahan yang terjadi pada usia
sebagai ciri-ciri seseorang telah memasuki usia lanjut sebagaimana yang
telah dijelaskan terdahulu.12 Permasalahan-permasalahan pada manula
dipandang sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang dialaminya yang
menyertai proses penuaan dan reaksi terhadap perubahan tersebut juga
beragam-ragam tergantung kepada kepribadian individu yang bersangkutan.
Kadangkala sebagian manula dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut dan mencoba untuk bersosialisasi tetapi di lain pihak banyak
manula yang mengatasi masalahnya dengan sangat buruk karena mereka
merasa tidak mampu dan belum siap menghadapi datangnya masa lansia.13
Kecenderungan emosional yang meningkat pada manula menjadikan
perubahan tersebut sebagai suatu permasalahan, sehingga mengakibatkan
munculnya gangguan kesehatan jiwa yang meliputi rasa kecemasan, rasa
takut dalam menghadapinya. Secara umum, ada beberapa bentuk
11
Esri Rusminingsih, Rodhiyah Siti, dan Sawitri Endang, “PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LANSIA
YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DENGAN LANSIA YANG TINGGAL SENDIRI DI DESA SUKORINI
MANISRENGGO,” MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan 17, no. 2 (1 Oktober 2022).
12
Atik Lestari dan Niken Hartati, “HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL BEING
PADA LANSIA YANG TINGGAL DI RUMAHNYA SENDIRI,” t.t.
13
14

permasalahan yang ada pada masa lanjut usia, yang dapat penulis sarikan
sebagai berikut:
1. Permasalahan pekerjaan
Sesuai dengan tugas perkembangan dari generasi ke generasi,
sehingga pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik dan mental banyak
didominasi oleh kaum muda karena orang lanjut usia cenderung lebih
lamban dalam melakukan tugas-tugas yang menuntut mempelajari hal-hal
baru, akibatnya manula merasa kurang dihargai dan tidak dibutuhkan
dalam pekerjaan.
2. Permasalahan minat
Perubahan minat pada lanjut usia jelas mempengaruhi penyesuaian
di lingkungan sosial karena dengan menurunnya kemampuan fisik, mental
dan sosial menjadikan manula lebih cepat merasa apatis dan bosan dalam
mencoba hal-hal yang baru.
3. Isolasi dan kesepian
Perubahan pada lanjut usia membuat mereka merasa terisolasi dari
lingkungan sosial. Makin menurunnya kualitas intelektual menjadikan
manula sulit menyesuaikan diri dengan cara-cara berpikir dan gaya-gaya
baru dari generasi yang lebih muda, begitu juga sebaliknya. Renggangnya
ikatan kekeluargaan dan ketidakacuhan keluarga terhadap manula,
membuat mereka terpaksa hidup menyepi di lembaga-lembaga
penampungan kaum lansia.
4. Disinhibisi
Makin lanjut usia seseorang makin kurang pula kemampuan
mereka dalam mengendalikan perasaan dan kurang dapat mengekang diri
dalam berbuat, sehingga hal-hal kecil yang seharusnya tidak perlu
dipermasalahkan, tetapi bagi manula dapat membangkitkan luapan emosi
dan mungkin mereka bereaksi dengan ledakan kemarahan.14
5. Perubahan suasana hati

14
Yohan Brek dan Christine Lois Hadi Waluyo, “KONSELING PASTORAL SEBAGAI KEBUTUHAN
PENDAMPINGAN BAGI ORANG TUA USIA LANJUT,” POIMEN Jurnal Pastoral Konseling 3, no. 1 (30
Juni 2022): 16–36.
15

Perubahan-perubahan fisiologis dalam otak dan sistem syaraf yang


terjadi pada manula adalah salah satu penyebab timbulnya perubahan
suasana hati dan perubahan pada beberapa aspek perilaku manula. Hal ini
terlihat pada perilaku yang bereaksi secara tiba-tiba dan tampak tidak
beralasan, seperti ingin marah-marah, ingin menyendiri, dan lainnya.
Keadaan seperti itu mungkin merupakan bagian yang sudah sewajarya
dalam proses manula, tetapi kebanyakan penyebab dari semua itu adalah
kurangnya perhatian orang-orang terhadap manula.
6. Peranan iman
Menurunnya kemampuan fisik dan mental pada manula
memungkinkan mereka untuk tidak membenci dan merasa takut
memandang hari akhir, karena usia lanjut memang merupakan masa
dimana kesadaran beragama harus ditingkatkan. Tetapi tidak semua
manula merasa tentram dalam menghadapi dan menyongsong akhir
kehidupan mereka di dunia, karena permasalahan ini muncul apabila
lemahnya keimanan seseorang dalam menghadapinya sehingga
menimbulkan rasa takut dan cemas dalam menghadapi kematian yang
akan lebih meningkat pada usia lanjut.
2.1.4 Kesejahteraan Lansia yang Hidup Sendiri
Tinggal dirumah sendiri berarti memiliki kebebasan, kenyamanan batin
dan memiliki harga diri. Tinggal bersama anaknya berarti tergantung pada
dukungan keluarga dan berkurangnya kebebasan. Sedangkan tinggal di rumah
sendiri terpisah dengan anak seringkali menimbulkan masalah pada usia lanjut,
yaitu kesepian dan kurangnya dukungan dari keluarga. Lansia yang hidup sendiri
mengalami kemunduran dari segala aspek kehidupan. Kemunduran fisik yang
dialami oleh lansia menyebabkan mudah terkena suatu penyakit salah satunya
yaitu penyakit kronis. Selain itu, lansia juga rentan mengalami masalah
psikososial seperti stress, depresi bahkan ada lansia yang ingin bunuh diri hal ini
terjadi dapat dipengaruhi dari orang sekitar lansia baik keluarga, masyarakat, dan
teman seusianya. Menurut Nugroho (2008) perubahan psikososial pada lansia
yang dapat terjadi berupa ketika seseorang lansia mengalami pension (purna
tugas), maka yang dirasakan adalah pendapatan berkurang (kehilangan finansial),
16

kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/ posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan semua fasilitas), kehilangan relasi, kehilangan kegiatan, akibatnya timbul
kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan cara hidup.
Kebanyakan di jaman sekarang ini banyak keluarga yang
menganggap repot mengasuh atau merawat orang yang sudah lanjut usia,
sehingga tidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya di panti maupun
ditinggal sendiri di rumah. Pilihan tinggal sendiridi rumah memiliki
kelebihan dan kekurangan.Menurut Stanley, masalah psikososial seperti ini
dapat diturunkan atau dikurangi dengan cara meningkatkan spiritual
individu tersebut.15 Spiritual dapat diartikan sebagai keutamaan mendasar
individu yang dialami dari semua keyakinan ataupun tidak mempunyai
keyakinan tanpa membeda-bedakan. Kebutuhan spiritual merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia untuk mencari tujuan dan harapan hidup,
yang di dalamnya ada kedamaian, ketenangan, cinta, kasih sayang,
bersyukur dan keyakinan.16
Pendekatan spiritual lansia mempunyai pencapaian untuk menaikkan rasa
tenang dan puas dalam menjalankan ibadah dengan Tuhan yang diyakini. Setiap
lansia tentunya memiliki pendekatan spiritual yang berbeda-beda atau cara
meyakini keyakinannya berbeda-beda hal ini tergantung bagaimana lansia
menyikapi kejadian yang lansia alami. Perubahan-perubahan spiritualitas pada
lansia tentunya akan membawa dampak pada kualitas hidup lansia tersebut.
Spiritual lansia yang hidup sendiri pastinya berbeda dengan lansia yang hidup
bersama keluarganya. Lansia yang hidup sendiri pastinya akan merasakan
kesepian, sehingga lansia melakukan kesibukan untuk menutupi kesepian
tersebut.17
Sebagian besar lanjut usia mengisi hari-hari hidupnya dengan
kegiatan keagamaan dan ibadah persekutuan. Dengan meleburkan dirinya
dalam kegiatan keagamaan mereka mendapatkan kedamaian jiwa,

15
Imam Subekti, “PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH” 3, no. 1
(t.t.).
16
Imam Subekti, “Perubahan Psikososial Lanjut Usia Tinggal Sendiri di Rumah,” Jurnal Informasi
Kesehatan Indonesia 3 (2017).
17
Lucky Ade Sessiani, “Studi Fenomenologis tentang Pengalaman Kesepian dan Kesejahteraan
Subjektif pada Janda Lanjut Usia,” Sawwa: Jurnal Studi Gender 13, no. 2 (20 Desember 2018).
17

ketenangan dan relasi dengan Tuhan. Para lanjut usia menghabiskan hari-
hari hidupnya dengan ambil bagian di dalam persekutuan dan pelayanan di
gereja. Di dalam persekutuan lansia di gereja, mereka dapat mencurahkan
isi hatinya, perasaannya tentang pengalaman hidup, kesedihan, kesepian dan
keluarga. Ibadah persekutuan telah menciptakan hubungan yang akrab dan
erat di antara sesama lanjut usia untuk saling mengasihi dan berbagi, serta
ikuit ambil bagian dan peran dalam pelayanan gereja.
Ada juga lansia yang hidup sendiri yang memiliki spiritual lemah karena
tidak adanya motivasi dari orang terdekat terkhusus keluarga lansia. Motivasi
merupakan suatu dorongan yang membuat orang bertindak atau berperilaku
dengan cara-cara motivasi yang mengacu pada sebab munculnya sebuah perilaku,
seperti faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Motivasi dapat diartikan sebagai kehendak untuk mencapai
status, kekuasaan dan pengakuan yang lebih tinggi bagi setiap individu. Motivasi
justru dapat dilihat sebagai basis untuk mencapasi sukses pada berbagai segi
kehidupan melalui peningkatan kemampuan dan kemauan.
Menurut Abraham Maslow, manusia berusaha memenuhi kebutuhan
mulai dari kebutuhan tingkat rendah hingga kebutuhan yang lebih tinggi. Ia
mengemukakan bahwa ada lima kebutuhan manusia menurut
kepentingannya dimulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan sosial dan aktualisasi diri. Menurut
pendapat Maslow dapat dilihat bahwa lansia juga memerlukan lima
kebutuhan ini dalam menjalani kehidupannya dan menciptakan hidup yang
berkualitas. Kualitas hidup adalah memberikan kesempatan untuk hidup
nyaman, mempertahankan keadaan fisiologis yang harus seimbang dengan
keadaan psikologis di dalam kehidupan sehari- hari. Kualitas hidup erat
kaitannya dengan kesejahteraan lanjut usia. Kesejahteraan lanjut usia adalah
suatu tata kehidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh
rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin berada
dilingkungan tempat tinggalnya.
Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 yaitu suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial, baik material maupun spiritual yang
18

diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang
memungkinkan setiap lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan jasmani,
rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban manusia. Jadi dalam hal ini
kesehjateraan lanjut usia dapat dikaitkan dengan peningkatan kualitas
hidup, dimana indikator kesejahteraan lanjut usia dan kualitas hidup secara
bersama-sama dapat dilihat dari kondisi fisik, kondisi psikologis, serta
hubungan sosial seseorang.
2.1.5 Peran Lanjut Usia dalam Gereja, Keluarga dan Masyarakat
a. Di dalam Gereja:
 Lanjut usia sebagai panutan, teladan dan penasehat (Ayub 15: 10; 1 Raja-
raja 12: 6,8). Peranan lanjut usia dalam hal ini adalah memberikan teladan
sebagai orang tua yang memiliki pengalaman, terlebih pengalaman iman
maupun pengalaman membina keluarga.
 Lanjut usia sebagai partisipator di dalam gereja. Untuk meningkatkan
pertumbuhan gereja, maka partisipasi dari lanjut usia menjadi penyokong
dalam membina hubungan kerjasama di dalam gereja.
 Lanjut usia sebagai pengikat kesatuan. Secara tidak sadar, keberadaan
mereka sebagai pengikat kesatuan antara warga jemaat, di dalam gereja.
Pengikat kesatuan berarti pengikat hubungan kerjasama kepada sesama
lanjut usia; saling berbagi info seputar pengalaman hidup dan saling
memberikan dukungan dalam penataan masa depan, khususnya di dalam
pembinaan spiritual dan ekonomi.
 Lanjut usia sebagai manusia yang potensial. Mereka memberi kemampuan
dan pengalaman profesional yang langka untuk didayagunakan di dalam
gereja. Hal inilah yang perlu diperhatikan di dalam gereja dengan tidak
mengabaikan peran lanjut usia untuk terus berkreatifitas dan
mengembangkan potensi yang ada.
b. Di dalam Keluarga.
Keberaadaan lanjut usia di dalam keluarga berfungsi sebagai motivator
dan penasihat; sebagai motivator, mereka dapat belajar dari pengalaman
mereka sendiri tentang sistem kehidupan rumah tangga yang sesuai
19

dengan kehendak Tuhan; dan sebagai penasihat, mereka telah lebih dulu
"tahu" akan pengalaman hidup mereka, maka mereka mengajarkan
pengalaman mereka melalui pengalaman mereka sendiri. Lanjut usia dapat
memanfaatkan masa tua mereka dengan membangun kemitraan keluarga,
yang membantu mereka menjadi pemimpin.
c. Di dalam Masyarakat.
Kedudukan orang lanjut usia di masyarakat biasanya bergantung pada
budaya yang ada di sana. Misalnya, orang Batak menghormati dan
menghormati orang lanjut usia. Kehadiran mereka dianggap sebagai berkat,
nasihat, dan peran pengambilan keputusan.
2.1.6 Lansia Menurut Pandangan Alkitab
1. Lanjut Usia dalam Perjanjian Lama.
Alkitab memandang usia tua sebagai periode kehidupan di mana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau yang penuh dengan. Mencapai usia lanjut sangat
diinginkan dan dipandang sebagai hadiah untuk kesalehan dan tanda
karunia dari Tuhan (Kejadian 15: 15; Keluaran 20: 12). Bahkan masyarakat
digambarkan sebagai masyarakat yang penuh berkat bila dalam masyarakat
tersebut banyak orang yang lanjut usia (Yesaya 65: 20; Zakaria 8; 4).
Menghormati lanjut usia sebagai orang tua merupakan kewajiban. Setiap
orang harus memberikan tempat kepada orang tua, baik dari kaum keluarga
maupun dari luar, jika dia mau duduk atau berbaring. Setiap orang harus
menghormati, memperhatikan dan mengasihi orang lanjut usia. Bahkan
gereja mesti berperan pula melayani satu sama lain sebagai satu keluarga
tanpa membedakan usia. Keluarga bukan sebagai koleksi individu-individu,
tetapi suatu organisme, satu tubuh, sehingga Allah dimuliakan dalam segala
hal melalui Yesus Kristus. Semua ini menegaskan betapa Alkitab
memandang positif lanjut usia. Lanjut usia adalah berkat dan kemurahan
Allah. Banyak ayat dalam Perjanjian Lama yang bersangkut-paut dengan
lanjut usia, misalnya: “Dalam usia tinggi engkau akan turun ke dalam
kubur...” (Ayub 5: 26), “janganlah membuang aku pada masa tuaku,
janganlah, meninggalkan aku apabila kekuatanku habis” (Mazmur 71: 9).
20

“Masa hidup kami tujuh puluh tahun, dan jika kami kuat, delapan puluh
tahun...” (Mazmur 90: 10), “pada masa tuapun mereka masih berbuah...”
(Mazmur 92: 15). ”Karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan
ditambahkannya kepadamu” (Amsal 3: 2). “Sampai masa tuamu Aku tetap
Dia dan sampai masa putih rambutmu aku menggendong kamu...” (Yesaya
46: 4). Ayat–ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan memberkati manusia
dengan panjang umur dan memberi hikmat kepada orang-orang yang lanjut
usia.
2. Lanjut Usia dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, lanjut usia digambarkan sebagai orang-orang
yang harus dihormati dan mereka juga harus memberi teladan kepada
orang-orang muda (1 Timotius 5 : 1, 4; Efesus 3 : 20; Titus 2 : 1 – 3).
Petunjuk paling kuat terhadap lanjut usia terdapat dalam Injil Lukas yang
memberikan gambaran mengenai martabat dan peran krusial pada lanjut
usia dalam mengantisipasi serta membantu kehadiran Mesias yang telah
dijanjikan. Pada masa tuanya, Zakaria dan istrinya Elisabeth, keduanya
“adalah benar di hadapan Allah”, artinya mereka hidup dan berkelakuan
sesuai dengan kehendak Allah, dengan jalan menaati perintah dan
ketetaapan Tuhan secara sempurna. Zakaria sebagai seorang imam setia
melakukan tugasnya sampai lanjut usia. Lanjut usia tidak menjadi
penghalang dalam pelayanan sebagai imam. Namun demikian dalam hidup
mereka sampai masa tuanya ada sesuatu yang menyedihkan, mereka belum
mendapatkan anak. Seperti yang dikatakan malaikat Tuhan kepadanya,
Zakaria dan istrinya Elisabeth mendapatkan seorang anak yang ditentukan
menjadi “suara yang berseruseru di padang gurun” (Lukas 1 : 13: 3 : 4).
Ayat-ayat Alkitab dalam Perjanjian Baru mengajarkan supaya menghormati
ayah dan ibu serta orang yang lanjut usia. Yesus menegur orang-orang
Farisi dan Ahli Taurat untuk menjalankan perintah Allah dengan
menghormati ayah dan ibu (Matius 15: 1 – 5; Makus 7 : 1 – 8). Di dalam
menggembalakan jemaat, Paulus menasihati Timotius untuk menghargai,
dan memperlakukan penuh hormat serta menegur orang yang tua sebagai
bapa atau ibu ( 1 Timotius 5 : 1 – 2). Karena di dalam Kristus semua warga
21

jemaat adalah satu keluarga. Dalam hubungan antara orang tua dan anak-
anak Rasul Paulus menasihati jemaat orang-orang muda di Efesus supaya
taat dan menghormati orang tua di dalam Tuhan. (Efesus 6: 1 – 4; Kolose 3:
20 – 21). Menurut Paulus, taat dan menghormati orang tua adalah
keharusan, sesuatu yang benar dan adil bagi Allah. Sebab di dalam Kristus,
Allah menyatakan kasih-Nya kepada orang tua, dan di dalam Dia, Ia
memberikan kepada mereka suatu tempat terhormat. Rasul Petrus
menasihati orang-orang muda dan bawahan untuk tunduk kepada orang-
orang yang tua (1 Petrus 5 : 5).
2.2.1 Pengertian dan Tujuan Pendampingan Pastoral
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai
makna pelayanan, yaitu kata “pendampingan” dan kata “pastoral”. Kata
pendampingan berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan
suatu kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu di dampingi.
Istilah pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu membahu,
menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan
mengutuhkan.dalam arti yang luas mencakup pemberian nasihat dan bimbingan.
Menurut Engel, pendampingan pastoral adalah suatu upaya yang disengaja untuk
memberi pertolongan kepada seseorang atau kelompok yang sedang mengalami
masalah, agar masalah tersebut tidak menjadi penghalang dalam pertumbuhan di
berbagai segi kehidupan.18
Istilah “pastoral’ berasal dari “pastor” dalam bahasa Latin, yang artinya
gembala. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karya-Nya
sebagai “Pastor Sejati” atau “Gembala Yang Baik’ (Yohanes 10). Menurut
Abineno, kosakata pastoral dipakai dalam dua pengertian. Pertama, pastoral
sebagai kata sifat dari pastor. Istilah pastoral dalam konteks ini berarti
pengembalaan sesuai dengan tugas pastor.19 Tujuan pendampingan pastoral yaitu
mendampingi pasien dari segi spiritual dalam proses penyembuhan secara utuh
(holistik). Kebutuhan holistik orang yang sedang sakit, ialah: fisik (membutuhkan
istirahat, obat, diet tertentu), mental (membutuhkan kekuatan mental dalam
18
Jacob Daan Engel, “Pendampingan Pastoral Keindonesiaan,” Kurios 6, no. 1 (29 April 2020): 47..
19
Ditarya Siahaan, “Pelayanan Pastoral Bagi Lansia Di GKPI Pagar Sinondi Dan HKBP Pardomuan
Silangkitang,” Jurnal Teologi Cultivation 3, no. 2 (18 Desember 2019): 18–32,
https://doi.org/10.46965/jtc.v3i2.265.
22

mengatasi penderitaan), sosial (membutuhkan kehadiran orang lain sebagai teman


yang dapat diajak berbagi rasa), rohani (membutuhkan peneguhan keyakinan akan
kasih setia Tuhan atas dirinya). Tulus Tu’u mengatakan bahwa pelayanan pastoral
bertujuan untuk menolong jemaat dalam setiap permasalahan yang terjadi dalam
kehidupannya.20
2.2.2 Pendampingan Pastoral kepada Lansia yang Hidup Sendiri
Kesepian adalah perasaan tertekan karena sendirian atau terpisah, terlepas dari
banyaknya kontak sosial. Ketika orang yang lebih tua merasa kesepian atau
tertekan karena sendirian atau terpisah, meskipun mereka memiliki banyak kontak
sosial, hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mereka secara fisik dan
emosional. Kesepian pada orang tua dapat memiliki efek yang sangat buruk dan
dapat menyebabkan masalah kesehatan psikologis dan risiko kesehatan seperti
depresi, kecemasan, penyakit jantung, dan bahkan kematian. Dalam melakukan
pelayanan kepada orang tua, gereja juga melakukan pelayanan kepada keluarga
lansia agar keluarga tidak lepas tangan dalam membantu orang tua, karena
kualitas hidup orang tua sangat dipengaruhi oleh perhatian dan dukungan dari
keluarga. Gereja juga dapat membantu keluarga lansia dengan memberi mereka
saran dan mendoakan mereka. Gereja juga seringkali menjadi tempat untuk lansia
berbicara tentang perasaan mereka, mendapatkan dukungan dari sesama anggota
gereja, dan mencari bimbingan rohani. Mereka memerlukan orang lain, seperti
teman dan keluarga, untuk membantu mereka menjadi lebih baik. Orang tua yang
hidup sendiri cenderung kesepian. Kesepian adalah hal yang pribadi dan
ditanggapi dengan cara yang berbeda oleh setiap orang. Bagi sebagian orang,
kesepian adalah hal yang normal, sementara bagi sebagian lain, itu bisa menjadi
kesedihan yang mendalam. Bagi sebagian orang, kesepian juga dapat berarti
kesedihan yang sangat mendalam. Ketika orang tua kehilangan orang yang
mereka sayangi, mereka sering merasa kesepian. Faktor-faktor yang menyebabkan
kesepian ini termasuk kehilangan pasangan, ditinggalkan oleh anak-anaknya,
kemunduran fisik, dan kurangnya dukungan dari keluarga terdekat. Ketika orang

20
Brek Dan Waluyo, “Konseling Pastoral Sebagai Kebutuhan Pendampingan Bagi Orang Tua Usia
Lanjut.”
23

lebih tua, kesepian akan menyebabkan perasaan yang diterlantarkan, kurang


percaya diri, ketergantungan, dan perasaan yang tidak berdaya.21
Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil dari kegelapan
menuju terangNya oleh perbuatan Tuhan Yesus Kristus. Dalam menanggapi
kesepian pada lansia gereja harus gereja tidak dapat menutup diri untuk melayani
orang tua. Pembinaan rohani oleh gereja adalah pembinaan warga jemaat yang
berpusat Kristus. Hal tersebut didasarkan pada pengajaran Alkitab, dan
merupakan proses untuk menghubungkan kehidupan jemaat yang lanjut usia
dengan Firman Tuhan, membimbing dan mendewasakan dalam Kristus
melalui kuasa Roh Kudus (11 Ptr. 3 :18). Dengan demikian, jemaat lanjut
usia juga memerlukan pembinaan rohani tersebut para lanjut usia dapat
dituntun kepada keyakinan akan keselamatan yang kokoh sehingga mereka
hidup dalam penyerahan diri. Dalam pembinaan rohani terhadap jemaat lanjut
usia ada beberapa metode selayaknya dikembangkan oleh gereja yaitu:
Perkunjungan.
Istilah perkunjungan dalam bahasa Inggris yaitu “visitation” dari kata kerja
“to visit” yang artinya kunjungan/mengunjungi, datang untuk bertemu,
berkunjung. Dengan demikian perkunjungan berarti datang untuk bertemu
seseorang dengan maksud tertentu, atau juga perkunjungan karena tugas dan
tanggung jawab. Dalam kegiatan pelayanan gerejawi, istilah yangdipakai yaitu
“perkunjungan rumah tangga”. Bons Storm mengistilahkannya sebagai
“perkunjugan pastoral” yaitu meliputi perkunjungan orang sakit, orang dalam
penjara atau siapa saja yang hidup di luar suatu rumah tangga seperti
orang-orang terlantar atau tuna wisma. Hal ini berarti kegiatan perkunjugan
sudah tidak asing dalam pelayanan gerejawi, bahkan merupakan suatu
kewajiban hamba Tuhan termasuk para gembala jemaat. Dwi Endang bahwa yang
dilakukan di dalam gereja dan keluarga lansia yaitu menjadi fasilitator bagi
berbagai kegiatan yang bermuara pada peningkatan spiriualitas Kristiani lansia,
menjadi fasilitator untuk menjalin komunikasi antar lansia dan melaksanakan pola
hidup yang baik.

21
Maria Wea dan Lina Sri Wahyuni, “Spiritualitas Pelayanan Pastoral Terhadap Para Lansia,” In
Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi 2, no. 7 (28 Juli 2022): 209–14,
https://doi.org/10.56393/intheos.v2i7.1243.
24

Melibatkan Lanjut Usia Dalam Pelayanan


Bagaimanapun juga sebagai orang percaya, para jemaat lanjut usia
harus hidup di dalam persekutuan. Oleh karena itu para lanjut usia juga
harus kesempatan untuk melibatkan diri dalam pelayanan. Hamba
Tuhan dan Gembala Jemaat pada sisi ini mempunyai tugas untuk
melatih serta mengembangkan bakat dan karunia yang diberikan Tuhan
kepada setiap jemaat termasuk para jemaat lanjut usia. Keterlibatan
mereka dalam pelayanan dapat dimulai dalam persekutuan/ibadah lanjut
usia sendiri, misalnya mereka diberi kesempatan menjadi liturgos,
pemimpin doa, ketua kelompok diskusi, kolekoten atau juga pemain musik.
Melalui keterlibatan dalam pelayanan seperti itu, mereka akan menyadari
bahwa mereka masih diperlukan dalam pekerjaan Tuhan.
25

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian berisikan uraian tentang bahan atau materi penelitian,
alat penelitian, variabel dan data yang dikumpulkan. Adapun metode penelitian
yang dipilih peneliti ialah metode kualitatif. Menurut John W. Creswell dalam
“Research Design” menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah suatu
jenis metode yang mendeskripsikan, mengeksplorasi, dan memahami makna-
makna yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu yang dikaitkan dengan
aktivitas sosial isu-isu atau kemanusiaan. Melalui metode ini Peneliti akan
mengumpulkan data secara spesifik dari partisipan melalui pengajuan pertanyaan-
pertanyaan yang menyangkut pembahasan yang diajukan peneliti. Kemudian
melakukan analisis data secara induktif mulai dari topik pembahasan secara
umum hingga pada topik utama. Laporan akhir penelitian ini, memiliki struktur
atau kerangka yang fleksibel.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif.
Tipe deskriptif bertujuan untuk mendalami tentang masalah, kondisi
sebagaimana adanya sehingga bersifat faktual. Oleh sebab itu, penulis
mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang
menggambarkan keadaan dan peristiwa serta pengalaman informan yang
merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan.
26

3.2 Lokasi dan waktu penelitian


3.2.1 Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini adalah tempat atau objek untuk mengadakan
suatu penelitian. Lokasi penelitian ada di HKBP Balige, Ressort Balige,
Distrik XI Humbang Hasundutan. Peneliti mengambil lokasi penelitian
tersebut karena pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri
sangat perlu. Perlunya pendampingan ini karena lansia yang hidup sendiri
yang peneliti lihat sementara kurang sejahtera. Oleh sebab itu peneliti
ingin meneliti sejauhmana pendampingan pastoral yang diberikan pelayan
gereja kepada lansia yang hidup sendiri.
3.2.2 Waktu penelitian
Penentuan waktu penelitian bertujuan untuk mengatur keefektifan
waktu penelitian, supaya peneliti dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu.
Sehubungan dengan itu, maka peneliti menggunakan waktu penelitian
mulai dari Januari-Maret 2024.
3.3 Sampel sumber data
Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian
kualitatif, yang menggunakan tiga elemen situasi sosial yaitu tempat,
pelaku dan aktivitas sebagai suatu objek penelitian. Sehubungan dengan
itu, maka pelaku atau orang diteliti adalah pelayan gereja dalam
memberikan pendampingan. Sampel sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah non- probability sampling dengan teknik purposive
sampling. Sample non-probability adalah pengambilan sampel sebanyak
jumlah tertentu yang dianggap dapat merefleksikan ciri populasi.
Purposive sampling adalah teknik yang digunakan untuk mengambil
sampel sumber data dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.51
Mengacu pada pemahaman diatas, maka memperoleh data penelitian
penulis memilih informan sebanyak 7 orang yaitu 2 pelayan HKBP Balige
yaitu, 2 orang penatua lingkungan dari lokasi masing-masing lansia dan 5
orang lansia yang hidup sendiri.
3.4 Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan untuk menjawab permasalahan yang
diajukan dalam penelitian ini dengan menggunakan beberapa teknik yaitu
27

observasi partisipasi, wawancara dan studi kepustakaan.


1. Observasi (pengamatan).
Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki.
Proses observasi dimulai dengan mengidentifikasi tempat yang hendak
diteliti. Tujuan observasi untuk tercapainya penelitian dan kevalidan data
dalam mengamati Pendampingan Pastoral Kepada Lansia yang Hidup
Sendiri di HKBP Balige. Dalam penelitian ini, jenis observasi yang
digunakan adalah observasi partisipant dengan turut serta dalam
melakukan pendampingan pastoral kepada satu lansia yang hidup sendiri
di HKBP Balige. Melalui observasi yang dilakukan, peneliti dapat
mengamati, mempelajari dan menemukan makna dari situasi yang terjadi
dalam kehidupan lansia yang hidup sendiri.
2. Wawancara.
Selain observasi partisipatif, peneliti juga melakukan teknik
pengumpulan data dengan metode wawancara. Wawancara dilakukan
untuk mengetahui hal-hal yang tidak ditemukan melalui observasi
partisipatif yang hanya melibatkan diri sendiri, ketika menafsirkan
fenomena yang terjadi. Jenis wawancara yang dipakai dalam penelitian ini
yaitu wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah metode yang
memungkinkan pewawancara untuk bertanya kepada informan untuk
mendapatkan informasi mengenai fenomena yang diteliti. Wawancara
yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.
Wawancara terstruktur adalah suatu prosedur sistematis untuk menggali
informasi mengenai peristiwa yang terjadi. Dalam proses wawancara yang
dilakukan sudah terdapat serangkaian pertanyaan yang disusun untuk
ditanyakan secara berurutan oleh peneliti. Sedangkan wawancara tidak
struktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang sudah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman yang digunakan
hanya berupa garis-garis besar permasalahan.
3. Studi kepustakaan.
28

Dilakukan dengan menelaah berbagai jenis pustaka yaitu buku


mengenai pendampingan pastoral, buku psikologi, buku mengenai lansia,
buku kesejahteraan sosial, laporan penelitian terbitan pemerintah, arsip,
dokumen dan sumber tertulis lainnya selagi masih berkaitan dengan
masalah yang diajukan dalam tulisan. Hasil-hasil penelitian yang
diperoleh melalui studi kepustakaan menjadi data yang dipergunakan
untuk menjawab masalah yang diteliti.
3.5 Teknik analisis data
Pada hakikatnya analisis data merupakan sebuah kegiatan untuk
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda dan
mengkategorikan dari hasil pengumpulan data penelitian. Data yang
terkumpul dari lapangan melalui observasi, wawancara terstruktur,
wawancara tidak terstruktur dan studi kepustakaan dianalisis dengan
mempergunakan teknik analisis data deskriptif melalui tiga tahap yaitu:
reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan
kesimpulan (conclusion drawing).52
Dalam reduksi data, peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting dan mencari tema dan polanya.
Reduksi data dilakukan secara terus-menerus selama proses penelitian
berjalan. Pada proses ini, peneliti mulai meringkas, menelusuri tema dan
menulis catatan data-data yang berkaitan dengan pendampingan pastoral
kepada lansia yang hidup sendiri. Bagaimana pendampingan pastoral
kepada lansia yang hidup sendiri. Selanjutnya melihat cara pendampingan
pastoral yang diberikan pelayan gereja kepada lansia yang hidup sendiri.
Selanjutnya peneliti harus jelas menajamkan, menggolongkan,
memisahkan dan memilah mana yang perlu untuk dimasukkan dalam
laporan penelitian, sehingga dapat menarik kesimpulan akhir secara tepat
sesuai permasalah fokus utama.
Penyajian data adalah sejumlah data atau informasi tersusun yang
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan secara lebih
lanjut. Penyajian data ini berupa naratif. Oleh sebab itu, penelitian ini
menyajikan data mengenai partisipasi pelayan gereja dalam memberikan
29

pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri. Dengan penyajian


data, maka akan diketahui faktor dan bentuk partisipasi pelayan gereja
tersebut. Selanjutnya, penarikan kesimpulan merupakan kegiatan
selanjutnya dalam teknik analisis data. Kesimpulan akan diperoleh dari
berbagai data yang telah direduksi dan disajikan dalam bentuk uraian.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ini, menjelaskan hasil temuan peneliti berasal dari
wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Adapun judul dari penelitian yang
dikasi oleh peneliti yaitu “Pendampingan Pastoral Kepada Lansia yang Hidup
Sendiri di HKBP Balige” yang dirumuskan dalam 2 pokok pertanyaan yang
menjawab masalah yang diteliti oleh peneliti. Pertama, bagaimana kesejah teraan
lansia yang hidup sendiri? Kedua, Bagaimana gereja melakukan pendampingan
pastoral kepada lansia yang hidup sendiri? Untuk menjawab kedua rumusan
masalah ini yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif. Pada bab ini, penulis
menyajikan hasil dari penelitian melalui observasi dan wawancara yang dilakukan
peneliti. Data yang diperoleh dari penelitian diuraikan untuk menjawab
permasalahan dan menyesuaikan dengan teori-teori yang telah dilampirkan pada
bab sebelumnya untuk menjawab rumusan masalah.
30

4.1. Gambaran Kehidupan Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP Balige


HKBP Balige adalah salah satu gereja yang ada di Kabupaten Toba,
Sumatera Utara. HKBP Balige adalah bagian dari gereja Distrik X Toba
Hasundutan, yang memiliki 12 lingkungan diantaranya Sianipar Balige, Onan
Raja, Siopat-opat, Siahaan Balige, Haumabange, Sangkar ni Huta I, Sangkar ni
Huta II, Lumban Gorat, Lumban Dolok, Pardede Onan dan Napitupulu. Dalam
gereja HKBP Balige memuat berbagai pelayanan yakni kepada anak-anak sekolah
minggu, kaum pemuda-pemudi, kaum bapak, kaum ibu dan kepada lansia. Lansia
adalah bagian dari sebuah pelayanan di gereja, HKBP Balige melakukan beberapa
kegiatan untuk mengisi hari-hari lansia seperti senam lansia, paduan suara dan
persekutuan lansia. Namun, kini banyak lansia yang hidup sendiri dirumahnya dan
hal ini membuat lansia sering merasakan kesepian dan marasa berpisah dari
kontak sosial. Lansia dalam hidupnya memerlukan perhatian dan dukungan dari
orang yang ada disekitarnya baik keluarga, masyarakat maupun gereja.
Lansia di HKBP Balige memiliki banyak permasalahan mulai dari kehilangan
pasngan hidup, membiayai sekolah anak-anaknya, hidup jauh dari anak-anaknya
karena sudah menikah ataupun melanjut pendidikan dan bahkan hubungan yang
tidak baik dengan menantunya. Hal ini mempengaruhi aspek holistik lansia dan
akan dapat mengurangi kualitas lansia dalam menjalani hidupnya, sehingga lansia
memerlukan pelayanan pendampingan yang diberikan pelayan gereja. Namun
banyak lansia yang sudah tidak produktif lagi atau yang sudah tidak dapat
beraktivitas seperti biasanya sehingga, hal in perlu diperhatikan oleh gereja karena
mereka juga memiliki kerinduan untuk bergabung dengan persekutuan yang
biasanya ia ikuti. Untuk mencapainya pelayanan pendampingan pastoral kepada
lansia yang sudah tidak produktif lagi maka gereja dapat melakukan kunjungan
rohani kepada lansia yang hidup sendiri agar mereka tidak merasakan bahwa tidak
ada yang peduli kepada mereka. Karena, ketika lansia merasa bahwa ia tidak
dipedulikan lagi maka ia akan mudah putus asa dan hal ini akan mengakibatkan
lansia lebih baik mati daripada merasakan penderitaan dimasa hidupnya.
4.1.1 Aktivitas yang Dilakukan Oleh Lansia
Pada rumusan masalah pertama penulis mencaritahu mengenai aktivitas yang
dilakukan oleh lanjut usia yang hidup sendiri di gereja HKBP Balige, penulis
mengajukan pertanyaan kepada 6 orang informan yaitu 1 orang penatua dan 4
31

orang lansia yang hidup sendiri. Dari hasil data lapangan yang diperoleh penulis
untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah pertama mengenai kesejahteraan
lansia yang hidup sendiri melalui 5 informan. Untuk mengetahui hal tersebut perlu
diketahui terlebih dahulu mengenai aktivitas yang dilakukan oleh lansia yang
hidup sendiri.
Data lapangan yang penulis peroleh bahwa informan 1 yaitu H. Tampubolon
mengatakan bahwa beliau tidak lagi dapat melakukan banyak aktivitas karena
keadaan fisik yang mulai menurun dan karena tidak ada yang dapat membantu
beliau dalam melakukan aktivitas seperti biasanya karena suaminya sudah
meninggal dan anak-anaknya sudah pergi merantau. Aktivitas yang sering
dilakukan beliau ketika bersama suaminya yaitu bertani dan memeihara ternak.
Hal ini sama seperti yang dialami informan 2,3, dan 4.
Analisa: berdasarkan hasil data lapangan, dapat dianalisa bahwa lansia yang
hidup sendiri sudah tidak banyak melakukan aktivitas dikarenakan faktor fisik
yang semakin menurun dan dikarenakan anak-anak lansia tersebut merantau.
Berdasarkan kajian pustaka dalam meningkatkan kualitas lansia dalam menjalani
kehidupannya, mereka memerlukan orang lain seperti keluarga dan teman dalam
mendukung mereka agar tidak mengalami kesepian. Seperti yang dikatakan oleh
teori Maslow bahwa manusia akan menghadapi lima hirarki kebutuhan yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Dalam hal ini lansia membutuhkan kasih
sayang dari lingkungan sekitarnya sehingga lansia memerlukan peranan orang lain
dalam dirinya.
4.1.2 Ciri-ciri Secara Holistik yang Dimiliki Lansia yang Hidup Sendiri
Berdasarkan data yang telah disampaikan kepada informan memiliki
penjelasan yang berbeda namun ada juga yang sama. H. Tampubolon mengatakan
bahwa beliau selaku lansia yang hidup sendiri karena suaminya yang sudah
meninggal dan anak-anaknya sudah menikah dan kuliah. Namun walaupun
keadaanya yang seperti itu, beliau dapat melakukan aktivitasnnya dengan baik,
beliau masih dapat pergi ke sawah dan ke ladang dan beliau juga dapat mengurus
dirinya dengan baik. Beliau mengatakan bahwa masih ada anaknya yang harus ia
biayai sekolah. Namun dalam keadaan sosialnya, beliau mengatakan bahwa ia
32

tidak suka berbaur dengan teman sebayanya atau lingkungannya karena ia ingin
giat bekerja sampai anaknya lulus kuliah. Menurut analisa penulis dari hasil
percakapan dengan H. Tampubolon, semenjak suaminya meninggal ia mudah
tersinggung, nafsu makan berkurang dan beliau masih belum terima akan
kepergian suaminya yang baru meninggal 3 bulan yang lalu. Penjelasan yang
sama dengan J. Panjaitan dimana beliau masih dapat melakukan aktivitas dengan
baik, namun
Penjelasan yang berbeda J. Panjaitan masih dapat melakukan segala
aktivitasnya dengan baik dan keadaan sosialnya juga dengan orang lain juga baik
bahkan ia mengikuti segala aktivitas yang ada dalam lingkungannya baik itu
aktivitas yang disediakan oleh gereja maupun desa tempat ia tinggal, akan tetapi
hubungannya dengan keluarganya tidak baik, suaminya sudah meninggal dan
anak-anaknya sudah merantau namun anak-anaknya tidak pernah menanyakan
kabar kepada beliau. Hal tersebut terkadang membuat beliau sedih, ia melihat
temannya yang tinggal bersama anak dan cucunya merasa senang dan melihat
bahwa temannya dirawat baik oleh keluarganya.
Begitu pula penjelasan yang berbeda dari J. Sianipar dan M. Siahaan
bahwasanya mereka sudah sulit melakukan aktivitas karena menurunnya daya
tahan tubuh. Namun M. Sianipar memiliki hubungan yang baik dengan
lingkungan sosialnya dan begitu juga dengan keluarganya, hal yang berbeda
bahwa J. Sianipar tidak memiliki hubungan baik dengan lingkungannya dan juga
dengan keluarganya. J. Sianipar menjelaskan bahwa ia mengalami sulit tidur,
mudah tersinggung, pendengaran dan daya ingat yang menurun, menyebabkan ia
menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Analisa: berdasarkan data lapangan bahwa kehidupan lansia yang hidup
sendiri dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu fisik, psikis dan sosial. Aspek fisik yang
dialami oleh lansia yaitu mengalami kemunduran organ tubuh atu kondisi fisik
yang lemah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan oleh
lansia. Jika lansia mengalami penurunan fisik maka lansia sulit bahkan tidak dapat
melakukan apa-apa. Dalam memenuhi aspek fisik maka lansia membutuhkan
tempat tinggal yang nyaman, sandang, pangan dan fasilitas kesehatan yang baik.
Dapat dilihat aspek mental yang dialami oleh lansia yang hidup sendiri sangat
33

tidak baik sehingga dapat mempengaruhi aspek lainnya. Dalam hal ini mental
lansia harus diperhatikan agar lansia dapat melakukan aktivitasnya dengan baik
dan agar mereka dapat sejahtera. Lansia sangat rentan terjadi mengalami
gangguan kesehatan seperti sering lupa, suka menyendiri, mudah marah, mudah
tersinggung, kepercayaan diri yang berkurang dan sering halusinasi. Sedangkan
dalam aspek sosial, ada beberapa yang memiliki hubungan yang baik dengan
lingkungan sosialnya karena meraka merasa bahwa ketika mereka berbaur dengan
lingkungan sekitarnya maka mereka tidak mengalami kesepian. Adapula yang
tidak berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya karena merasa tidak punya
teman lagi dan merasa berbeda dari masyarakat yang disebabkan keadaan fisik
dan keadaan keluarga. Sehingga lansia dalam aspek sosial yang tidak baik lebih
suka menyendiri dalam rumah hal ini juga dapat dilihat karena lansia tidak
menerima keadaannya yang telah memasuki usia tua.
4.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Lansia Menjadi Hidup Sendiri
Data yang diperoleh dari informan menjawab faktor yang menyebabkan
mereka hidup sendiri. Informan 1,2,3 dan 4 mengatakan hal yang sama mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan mereka hidup sendiri. Hal ini disebabkan karena
suami mereka sudah meninggal dan anak-anak mereka yang sudah menikah dan
merantau sehingga inilah yang menyebabkan mereka hidup sendiri. Akan tetapi, J.
Panjaitan dan J. Sianipar diasingkan oleh keluarganya, beliau tidak mendapat
dukungan dari keluarganya dalam proses transisi atau masa penuannya.
Sedangkan M. Siahaan dan H. Tampubolon diajak oleh anaknya untuk tinggal
bersama keluarganya namun mereka tidak ingin karena beliau lebih nyaman
tinggal di rumahnya sendiri.
Analisa: berdasarkan data lapangan yang diperoleh penulis bahwa faktor-
faktor yang menyebabkan lansia menjadi hidup sendiri karena kurangnya
dukungan yang mereka dapatkan dari keluarganya dan lingkungannya kemudian
karena ditinggalkan orang yang mereka kasihi, sehingga lansia mengalami
kesepian pada masa tuanya. Berdasarkan teori Stanley, masalah psikososial seperti
ini dapat diturunkan atau dikurangi dengan cara meningkatkan spiritual individu
tersebut. Spiritual dapat diartikan sebagai keutamaan mendasar individu yang
dialami dari semua keyakinan ataupun tidak mempunyai keyakinan tanpa
34

membeda-bedakan. Ternyata hubungan yang diterima lansia dari orang sekitarnya


akan mempengaruhi spiritualnya.
4.2 Gambaran Umum HKBP Balige
4.2.1 Sejarah HKBP Balige
Gereja HKBP diawali dengan masuknya para misionaris yang melakukan
pekabaran Injil ke Tanah Batak yang bertujuan untuk melakukan Kerkristenan
dengan memberikan pengajaran menganai Tuhan. Misionaris pertama dari Gereja
Baptis di Inggris datang namun diusir oleh orang Batak karena menyalahartikan
arti khotbah dari Yohanes 1:18-29 dalam bahasa Batak, sehingga membuat orang
Batak tidak suka akan kehadiran mereka. Pada tahun 1834, dua orang misionaris
dari gereja Amerika yaitu Munson dan Lyman, datang berlayar ke Sibolga dan
melanjutkan perjalanannya menuju Lobu Pining, Silindung. Mereka melakukan
pekabaran Injil tanpa menguasai bahasa batak sehingga mereka salah mengartikan
maksud kedatangan mereka dalam bahasa Batak sehingga masyarakat Batak juga
menyalahartikan maksud kedatangan mereka dan berpikiran bahwa Munson dan
Lyman datang untuk bermaksud jahat ditengah-tengah masyarakat Batak,
sehingga pemimpin Masyarakat tersebut memerintahkan rakyatnya untuk
membunuh mereka. Selanjutnya pada tahun 1861, misi dilanjutkan oleh Ludwig
Ingwer Nomensen sangat berkembang dan banyak melakukan perubahan.
Keberhasilan misi yang dilakukan oleh Nomensen karena ia sangat baik dalam
melakukan komunikasi dalam bahasa Batak dan pendekatan yang ia lakukan
sangat baik sehingga masyarakat Batak menerima kedatangannya, ia mengerti
akan kebutuhan orang Batak dan membantu untuk memenuhi.22
Gereja HKBP Balige berdiri pada tahun 1881 pada waktu penginjilan yang
dilakukan olen Gustav Pilgram. Pilgram melakukan penginjilan mengenai agama
Kristen dengan tujuan memperkenalkan Allah Sang pemberi keselamatan dan
kehidupan. Ia mampu melayani segala kaum seperti kaum anak-anak, kaum
ibu/perempuan, kaum bapak dan kaum lansia tentang Injil dan hal ini dapat
diterima oleh jemaat dengan baik. Pada tanggal 16 April 1882, Pilgram
membaptis 32 orang muda sehingga pelayanannya semakin hari semakin
berkembang sehingga membutuhkan rumah ibadah yang cukup besar dalam

22
Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus (Tarutung: Kantor Pusat
HKBP, 2011).
35

melakukan penginjilan dengan efektif. Kemudian pada tanggal 14 Mei 1881


pilgram mengadakan rapat mengenai perencanaan mendirikan gereja dan hal ini
dilakukan dan selesai tepatnya pada tanggal 26 April 1883 dan disebut gereja
HKBP Balige dalam perayaannya gereja tersebut dimasuki oleh Ompu Ephorus
Pdt.Dr.I.L.Nomensen. Perkembangan ini perlahan semakin maju dan dapat
dirasakan oleh masyarakat Balige dan pengunjung Balige. Tidak hanya itu, jemaat
yang beribadah di Balige juga merasakan besarnya peranan Gereja dalam
membangun spiritual masyarakat termasuk pelayanan yang dilakukan oleh
pendeta yang tak henti-hentinya mengajak masyarakat agar dapat beribadah di
gereja tersebut. Hal inilah yang menciptakan suatu perkembangan di Gereja
HKBP Balige.
4.2.2 Kegiatan Pelayanan HKBP Balige
Pelayanan gereja HKBP dilayani oleh pelayan fulltimer dan partimer. Gereja
HKBP Balige dipimpin oleh Pdt. Antoni Manurung. STh dan dibantu oleh dua
pendeta fungsional yaitu Pdt. Horas Sihite, STh dan Pdt. Porman Gultom, STh,
seorang guru huria yaitu Gr. Karmel Sitompul, seorang bibelvrow yaitu Marince
Siagian dan seorang diakones yaitu Diak. Lusianti Tampubolon dan beberapa
penatua atau sintua dan calan penatua. Adapun pelayanan yang dilakukan oleh
HKBP Balige mengacu kepada visi dan misi HKBP sesuai yang tertulis dalam
buku aturan dan peraturan HKBP. Segala pelayanan yang dilakukan oleh HKBP
Balige adalah pelayanan yang mampu melakukan Amanat agung Yesus didalam
kehidupan setiap insan, kehidupan keluarga maupun kehidupan bersama. Gereja
HKBP Balige membuat strategi dalam melakukan pelayanan umum dan
pelayanan khusus
Adapun pelayanan umum terdiri dari kebaktian sekolah minggu yang
dilakukan setiap hari minggu pada pukul 07.45 WIB sampai dengan selesai.
Kebaktian minggu pagi pada pukul 08.30 WIB yang dilakukan di Gereja HKBP
Balige pargodungan, kebaktian minggu di Rutan Balige pukul 08.30 WIB,
kebaktian minggu para kaum ibu yang memiliki anak kecil pukul 09.00 WIB
dilakukan di gereja ina, kebaktian minggu siang pukul 10.30 WIB, dilakukan di
Gereja HKBP Balige pargodungan, kebaktian minggu sore pukul 16.00 WIB,
diikuti khusus oleh para remaja /pemuda/i yang bergabung dalam belajar sidi yang
36

dilakukan di Gereja HKBP Balige pargodungan dan yang terakhir kebaktian


minggu sore pukul 17.30 WIB yang dilakukan di Gereja HKBP Balige
pargodungan.
Pelayanan khusus yaitu sebagai berikut kebaktian keluarga, kebaktian ini
dilakukan pada hari rabu dimulai pukul 19.30 WIB ditempat salah satu warga
jemaat HKBP Balige secara bergantian. Kebaktian remaja/pemuda/i, dilakukan
setiap hari kamis pukul 19.30 WIB di gereja dan di rumah remaja secara
bergantian. HKBP Balige juga melakukan pelayanan kepada anggota jemaat yang
sedang sakit baik di rumah maupun di rumah sakit, melakukan pelayanan atau
memberikan hiburan kepada anggota jemaat yang berdukacita. Dalam pelayanan
ini juga ada latihan koor pada kaum bapak, ibu, lansia dan pemuda. Pelayanan
kepada anggota gereja yang belajar sidi dan melakukan pelayanan kepada anggota
HKBP yang akan menikah. Gereja juga melakukan pelayanan kepada para lansia
dengan melakukan perkunjungan rohani, latihan paduan suara dan senam. Masih
banyak pelayanan yang dilakukan HKBP Balige, hingga saat ini pelayanan yang
dilakukan berjalan dengan baik. Namun, dalam tulisan ini, penulis memfokuskan
kepada pelayanan yang diberikan kepada lansia terkhusus pelayanan yang
diberikan kepada lansia yang hidup sendiri. Penulis melihat bahwa banyak
anggota HKBP Balige kaum lansia yang tinggal sendiri dengan melakukan
kegiatan secara mendiri. Hal ini menjadi ketertarikan penulis, sehingga penulis
mengangkat masalah ini sebagai penelitian.
4.2.3 Tujuan kegiatan Pelayanan Pendampingan Pastoral HKBP Balige
Pendampingan pastoral yang dilakukan gereja dapat menolong jemaat dalam
membangun hubungan-hubungan yang baik antara Allah dengan dirinya. Melalui
proses pelayanan pendampingan pastoral yang dilakukan oleh gereja, mampu
meningkatkan spiritualitas dan pengenalan akan karya Allah dalam kehidupan
mereka. Pelayanan pendampingan pastoral yang diberikan kepada lansia yang
hidup sendiri akan membawa lansia memahami makna kehidupannya dan
memahami hubungannya dengan Allah. Pendammpingan pastoral yang dilakukan
kepada lansia membantunya untuk mengungkapkan apa yang menjadi keluhannya
melakukan aktivitas sendiri.
37

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada lansia yang hidup


sendiri. J. Panjaitan, merasakan pendampingan pastoral yang dilakukan oleh
pelayan gereja yakni dengan perkujungan ke rumah. Ia merasa bahwa masih ada
yang peduli dengannya sehingga ia dapat bercerita yang menjadi kesulitannya
dalam melakukan aktivitas. Hubungan baik yang ia rasakan dari pelayanan. Tidak
hanya itu beliau juga sering mengikuti kegiatan gereja seperti kebaktian keluarga,
latihan koor dan senam lansia yang diselenggarakan oleh gereja.
Namun ada perbedaan yang dirasakan oleh J. Sianipar yaitu dimana beliau
tidak mendapatkan pelayanan pastoral yang dilakukan pihak gereja, hal ini
dikarenakan beliau mengalami sakit yang membuatnya tidak dapat melakukan
aktivitas apapun, beliau dalam keadaan terbaring ditempat tidur. Keluarganya
mengurung beliau di rumah sehingga tidak ada yang datang menjenguk beliau
terkhusus pelayan gereja, namun dalam keadaan seperti itu keluarga beliau
sesekali mengunjunginya untuk memandikan dan memberi makan. Dalam
keadaan yang seperti itu beliau merasa kesepian dan bahkan merasa bahwa ia
tidak diperhatikan sehingga ia meminta kepada Tuhan dalam doa nya agar Tuhan
memanggilnya (ingin mati) daripada ia hidup tetapi menjalaninya dengan
kesakitan.
Analisa: berdasarkan hasil lapangan yang dilakukan dapat disimpulkan, bahwa
lansia yang hidup sendiri sangat memerlukan pendampingan pastoral dalam
meningkatkan kesejahteraan kehidupannya. Lansia yang hidup sendiri
memerlukan dukungan dan tempat untuk berbicara mengenai perasaan mereka.
Jika dihubungkan dalam kajian pustaka, Tulus Tu’u mengatakan bahwa
pendampingan pastoral sangat penting guna untuk menolong jemaat dalam setiap
permasalahan yang terjadi dalam kehidupannya. Hal serupa yang dikatakan oleh
Engel bahwa pendampingan pastoral adalah upaya yang disengaja dalam memberi
pertolongan kepada seorang atau sekelompok yang mengalami masalah, agar
masalah tersebut tidak menjadi penghalang dalam pertumbuhan diberbagai aspek
kehidupannya.
4.2.4 Metode Pendampingan Pastoral yang Dilakukan Gereja HKBP Balige
Kepada Lansia yang Hidup sendiri
Data lapangan yang diperoleh penulis menjawab pertanyaan mengenai metode
pelayanan yang dilakukan HKBP Balige kepada lansia yang hidup sendiri.
38

Sebgagian informan mengatakan bahwa metode pendampingan pastoral yang


dilakukan gereja HKBP Balige adalah melakukan perjamuan kudus kepada lansia
yang sakit dan perkunjungan ke rumah. Dalam melakukan perkunjungan ke
rumah, pelayan melakukan ibadah bersama, pendampingan pastoral dengan
bercerita masalah yang dihadapi lansia tidak hanya melakukan pendampingan
pastoral meraka juga mendapatkan pelayanan yang baik dari gereja dengan
adanya senam yang dilakukan untuk lansia. Informan lainnya mengatakan bahwa
mereka tidak mendapatkan pelayanan pastoral dari pihak gereja. Sehingga mereka
merasa bahwa tidak ada yang peduli kepada mereka tidak hanya gereja yang tidak
mengunjungi mereka melainkan juga orang disekitar lingkungannya juga tidak
mengunjungi mereka.
Analisa: berdasarkan hasil dari data lapangan bahwa pendampingan pastoral
yang dilakukan HKBP Balige kepada lanjut usia yang hidup sendiri sudah
dilakukan melalui pendampingan pastoral dengan melakukan ibadah bersama dan
bercerita untuk mengeluarkan kesresahan hati lansia sehingga pelayan dapat
mengetahui permasalahan yang dialami lansia yang hidup sendiri. Namun
pelayanan pendampingan yang dilakukan gereja tidak merata sehingga ada
beberapa lansia yang tidak merasakan pendampingan yang dilakukan gereja.
Dalam metode pendampingan pastoral pelayan gereja harus dilaksanakan sepenuh
hati agar pendampingan dapat berjalan dengan baik.
Berdasarkan kajian teori metode yang selayaknya dikembangkan oleh gereja
yaitu perkunjungan rohani dan melibatkan lansia dalam pelayanan. Dengan ini
penulis menyimpulkan dengan melakukan perkunjungan ke rumah lansia, maka
mereka merasa senang dan marasa bahwa ada yang masih memperhatikan mereka.
Pelayanan pastoral yang dilakukan secara terus menerus, maka lansia tidak
mengalami kesepian dalam kehidupan sehari-harinya dan akan merasa senang
bahwa ada teman mereka untuk bercerita.

4.2.5 Tantangan gereja HKBP Balige dalam Melaksanakan Pendampingan


Pastoral Kepada Lansia yang Hidup Sendiri
Berdasarkan hasil lapangan dalam menjawab pertanyaan tentang tantangan gereja
HKBP Balige. Penatua gereja mengatakan bahwa ada tantangan yang mereka
dapatkan dalam melakukan pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup
39

sendiri yaitu kurangnya komunikasi antar pelayan gereja sehingga pendampingan


pastoral berjalan tidak efektif. Tidak hanya itu para pelayan juga tidak
menjalankan tugasnya sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan karena kurang
menyadari tugas mereka dalam melayani sehingga pelayanan pendampingan
terkadang tidak berjalan dengan baik.
Analisa: berdasarkan data lapangan yang diperoleh penulis bahwa
tantangan gereja dalam melakukan pelayanan pendampingan kepada lansia yang
hidup sendiri sumbernya hanya dari sesama pelayan gereja. Pelayan gereja yang
kurang baik dalam bekerjasama maka pendampingan tidak akan terlaksana atau
tidak berjalan dengan baik. Sedangkan menurut teori dari Dwi Endang bahwa
yang dilakukan di dalam gereja dan keluarga lansia yaitu menjadi fasilitator bagi
berbagai kegiatan yang bermuara pada peningkatan spiriualitas Kristiani lansia,
menjadi fasilitator untuk menjalin komunikasi antar lansia dan melaksanakan pola
hidup yang baik.

4.2.6. Perasaan Lansia Ketika Menerima Pendampingan Pastoral dari Gereja


HKBP Balige
Hasil dari data lapangan menjawab pertanyaan mengenai perasaan lansia
ketika menerima pelayanan dari gereja, menurut J. Panjaitan, beliau merasa
senang jika ia dikunjungi oleh pelayan gereja, ia merasa membaik ketika ia
menceritakan permasalahan yang ia alami kepada pelayan gereja dan beliau
mendapat respon yang baik dari gereja ketika ia menceritakan kepada pelayan
gereja. Walaupun pendampingan yang dilakukan gereja tidak secara
berkelanjutan. Tidak hanya itu beliau juga merasa senang melakukan yang telah
dilakukan gereja seperti kebaktian keluarga, latihan koor dan senam lansia.
Sehingga ia semakin dapat meningkatkan spiritualnya. Hal yang sama yang
dirasakan oleh informan lainnya bahwa mereka merasa senang jika pelayan gereja
mengunjungi mereka. Walaupun ada lansia yang tidak mendapatkan
pendampingan pastoral dari pihak gereja akan tetapi mereka mengatakan jika
seorang pelayan gereja menghampiri mereka maka mereka sangat merasa senang.
Analisa: berdasarkan data lapangan bahwa jika gereja melakukan
pendampingan pastoral kepada lansia terkhusus kepada lansia yang hidup sendiri
maka lansia merasa senang dan bahagia karena lansia masih mendapatkan dan
40

merasakan bahwa masih ada yang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada
mereka dari orang-orang sekitarnya. Bukan hanya merasa senang dan bahagia
akan tetapi spiritual lansia juga dapat meningkat karena adanya pendampingan
sehingga lansia tidak merasakan kesepian dan memiliki teman berbagi cerita,
dapat saling mengenal dan menemukan makna hidupnya dimasa tua.
Berdasarkan kajian teori Dwi Endang juga mengatakan bahwa apabila
pendampingan pastoral diberikan kepada lansia, maka mereka memiliki teman
cerita, lansia dihargai dan mereka menemukan makna hidupnya pada masa tua.
Adanya pendampingan pastoral yang dilakukan gereja kepada lansia, maka
pendampingan dapat menolong diri lansia yang hidup sendiri dan melalui
pelayanan yang mereka terima dan merasakan kebahagiaan serta kenyamanan.
4.2.7 Manfaat Pendampingan Pastoral yang Diberikan Gereja HKBP Balige
kepada Lansia yang Hidup Sendiri
Hasil data lapangan dalam menjawab pertanyaan mengenai apa manfaat
pendampingan yang dilakukan oleh gereja didapatkan melalui percakapan dengan
lansia. H. Tampubolon mengatakan bahwa ia merasakan manfaat akan
pendampingan yang dilakukan oleh gereja, beliau merasakan bahwa ia tidak
sendiri menghadapi masalahnya, jika ia menyerahkan masalahnya kepada Tuhan
maka ia percaya bahwa Tuhan akan membantunya. Hal ini dapat dilihat bahwa
tingkat spiritual lansia semakin meningkat ketika pendampingan pastoral ia
dapatkan. Hal yang sama dialami oleh J. Panjaitan bahwa beliau percaya bahwa
Tuhan memberikan jawaban atas permasalahannya.
Analisa: berdasarkan data lapangan bahwa pendampingan pastoral yang
diberikan pihak gereja bermanfaat membantu lansia dalam menjalani
kehidupannya dimasa tua. Apabila lansia yang hidup sendiri diberikan
pendampingan pastoral maka lansia akan memiliki midat untuk melakukan ibadah
dalam dirinya, merasa terhibur, memiliki teman cerita dan imannya semakin
teguh. Menurut Serepina Sitanggang bahwa manfaat pendampingan pastoral bagi
lansia yaitu mendapat teman cerita, lebih memaknai hidup dan tidak lagi merasa
kesepian.
4.3 Refleksi Teologis
Lansia atau sering disebut dengan istilah lanjut usia, adalah kelompok usia yang
telah mencapai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia. Proses perkembangan
41

manusia setelah di lahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi menua. Proses
menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Lansia juga adalah bagian yang terpenting dalam
masyarakat, yang memerlukan kebutuhan yang khusus terutama yang lansia yang
hidup sendirian. Pada tahap lanjut usia banyak mengalami perubadah baik secara
fisik, mental, sosial dan spiritual, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Usia lanjut usia merupakan berkat dan
anugerah pemberian Allah. Allah masih tetap memberi tanggungjawab kepada
lansia sampai lansia dapat menemukan makna hidupnya.
Seorang yang tua memanglah harus menghadapi kesulitan dan memerlukan
bantuan dari orang sekitarnya dan juga dari Allah sehingga dapat keluar dari
masalah hidupnya. Dalam gereja lanjut usia sebagai panutan, teladan dan
penasehat. Peranan lanjut usia dalam hal ini adalah memberikan teladan sebagai
orang tua yang memiliki pengalaman, terlebih pengalaman iman maupun
pengalaman membina keluarga. Lanjut usia telah berjalan di jalan Allah melai
dari kecil dan telah mengalai banyaknya tantangan yang sulit dalam beranjak
sampai pada masa tua terkhusus lansia yang hidup sendiri. Namun walaupun
lansia hidup sendiri, ia harus tetap memelihara iman dan keyakinannya kepada
Allah.
Mazmur 71:9 yang mengatakan bahwa “ janganlah membuang aku pada
masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis”. Artinya
adalah lansia tersebut tidak ingin jika Allah mengabaikan hidup dan masa tuanya.
Oleh karena itu, lansia yang hidup sendiri memerlukan bantuan dan dampingan
dari orang lain yang ada disekitarannya, agar mereka tetap menyakini bahwa
Allah selalu bekerja dalam hidup mereka, meskipun lansia hanya hidup sendiri.
Allah akan menunjukkan kuasa dan kebaikan-Nya didalam kehidupannya, karena
Allah sebagai pelindung, penolong dan penopang untuk hari-hari dimasa tuanya.
Begitu juga untuk orang-orang yang dekat dengan lansia yang hidup sendiri.
Apabila lansia tidak mampu melakukan pekerjaan diusianya yang sudah tua dan
lansia tersebut tidak memiliki kekuatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
42

hendaklah memberikan bantuan kepada lansia tersebut. Seperti Allah yang selalu
memperhatikan orang yang lemah dan orang yang terasingkan, seperti itu jugalah
Allah kepada lansia yang hidup sendiri yang kurang dapat perhatian dari orang-
orang disekitarnya.
Sedangkan pandangan Kitab Yesaya 46: 3-4 dikatakan “Dengarkanlah Aku, hai
kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan
Israel, hai orang-orang yang aku junjung sejak dari Rahim. Sampai masa tuamu,
Aku tetap Dia dan sampai pada masa putih rambutmu Aku menggendon kamu.
Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; aku mau memikul
kamu dan menyelamatkan kamu”. Dalam ayat ini Allah tetap setia dan penuh
karunia terhadap lansia begitu juga kepada lansia yang hidup sendiri. Allah
memakai orang yang telah lanjut usia dan bahkan Allah tetap memperhatikan,
memberkati dan memberikan umur yang panjang kepada orang yang telah
memasuki masa lanjut usia serta menyelamatkan orang yang sudah lansia
meskipun dia hanya hidup sendri dan memberi tanggungjawab dan menyatakan
kehendak-Nya dalam hidupnya.
Dalam perspektif Kitab Perjanjian Lama pada dasarnya memahami
realita proses menua dan lanjut usia adalah suatu keajaiban (Kejadian 47:28,
25:8). Pandangan ini diartikan dengan mengacu pada Amsal 10:27
dikatakan “Takut akan Tuhan memperpanjang umur, tetapi tahun-tahun
orang fasik diperpendek” disebutkan sebagai keajaiban karena Tuhan
memberikan umur kepada setiap orang dan umur panjang merupakan
anugerah kemurahan Tuhan kepada manusia. Setiap usia seseorang bukan
terletak pada kehendaknya sendiri melainkan bergantung akan kemurahan
dan keselamatan Tuhan dalam kehidupan seseorang tersebut. Menurut
Collins bahwa pandangan Alkitab juga terhadap manusia lanjut usia
memiliki pandangan yang positif bahwa jika seseorang telah memasuki
masa tua makan lansia harus tetap dihormati, diperhatikan dan dikasihi
sebagai sesama manusia. Keberadaan lanjut usia di dalam keluarga, gereja
dan lingkungan masyarakat berfungsi sebagai motivator dan penasihat;
sebagai motivator, mereka dapat belajar dari pengalaman mereka sendiri
tentang sistem kehidupan rumah tangga yang sesuai dengan kehendak
43

Tuhan; dan sebagai penasihat, mereka telah lebih dulu "tahu" akan
pengalaman hidup mereka, maka mereka mengajarkan pengalaman mereka
melalui pengalaman mereka sendiri. Lanjut usia dapat memanfaatkan masa
tua mereka dengan membangun kemitraan keluarga, yang membantu
mereka menjadi pemimpin.
Gereja adalah tempat untuk beribadah dan tempat persekutuan orang
Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus. Maka dari hal itu, gereja adalah
rumah Kristus dan dikepalai oleh Yesus. Dengan demikian, gereja harus
melakukan apa yang dilakukan kepala gereja yaitu melakukan pelayanan-
pelayanan seperti yang dilakukan Yesus terkhusus pendampingan pastoral.
Pendampingan pastoral adalah kegiatan untuk menolong orang lain yang
membutuhkan bantuan, maka perlu mendampingi dengan tulus, tanpa
pamrih dengan bersedia memberi pertolongan, perawatan dan pemeliharaan
yang penuh kasih seperti yang dilakukan Yesus Kristus. Selain itu, gereja
berperan aktif untuk memperhatikan dan memberikan pendampingan
kepada lansia yang hidup sendiri agar mereka tidak mengalami kesulitan
dan kebutuhan dalam hidupnya terpenuhi.
Dengan hal ini, lansia harus menerima setiap kebutuhannya dalam
masa tuanya, sehingga apa yang telah dilakukan Allah kepada lansia, maka
gereja juga harus dapat melakukan dan memberikan pendampingan itu
kepada setiap lansia terkhusus kepada lansia yang hanya hidup sendiri. Oleh
karena itu, sangat penting pendampingan pastoral dilakukan gereja kepada
setiap lansia terutama kepada yang hidup sendiri dan merasa kesepian
dalam menjalani kehidupannya dimasa tuanya
Oleh karena itu, gereja harus melakukan pekerjaan Allah ditengah-
tengah dunia ini termasuk dalam pendampingan pastoral kepada lansia
seperti firman Tuhan mengatakan: “Segala sesuatu yang kamu lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini kamu telah
melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40). Artinya dengan melakukan
pendampingan kepada lansia, maka gereja juga telah melaksanakan tugas
dan tanggungjawab kepada Allah.
44

Selain dari itu, dalam titah kelima juga dikatakan bahwa


“Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut umurmu, di bumi yang
diberikan Allah kepadamu”. Artinya dalam isi titah ini, bahwasanya dalam
kehidupan ini setiap orang haruslah menghormati orangtua terutama lansia.
Apabila lansia dihormati orang-orang yang berada disekitarnya maka lansia
akan merasa bahagia dan merasa bahwa meraka masih dipedulikan dan
dibutuhkan dalam masyarakat, keluarga dan gereja. Allah juga
memperhatikan, memelihara, merawat, menolong dan bahkan menghargai
setiap umat-Nya terutama bagi lansia.
Oleh karena itu, lansia sangat penting menerima pertolongan atau
kasih sayang dari keluarga, masyarakat dan gereja. Ketiga elemen ini adalah
tangan kanan Allah yang dapat memberikan setiap kebutuhan lansia pada
masa penuaannya, maka haruslah dilakukan dengan baik agar lansia yang
hidup sendiri dapat merasakan kebahagian, kesejahteraan dan rasa aman
dari lingkungannya.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan
Pendampingan Pastoral Kepada Orang Lanjut Usia yang Hidup Sendiri di HKBP
Balige. penulis menggunakan metode penelitian kualitatif atau qualitative
research method dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis informan sampel sumber
45

data dalam penelitian ini yaitu pelayan gereja dan lansia yang hidup sendiri
dengan usia yang dibatasi yaitu 65-80 tahun keatas dengan total 5 informan. Cara
yang digunakan peneliti guna untuk mendapatkan data-data yang dapat
mendukung dan menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian ini dengan
menggunakan beberapa teknik yaitu: melalui observasi, wawancara terstruktur
dan tidak terstruktur dan studi kepustakaan.
Lansia merupakan tahap akhir dalam perkembangan manusia yang
dikategorikan dari usia 60 tahun keatas yang telah mengalami kemunduran atau
perubahan dari aspek secara holistik. Begitu juga, lansia yang hidup sendiri di
HKBP Balige yang mengalami perubahan secara holistik. Lansia di HKBP Balige
memiliki banyak permasalahan mulai dari kehilangan pasngan hidup, membiayai
sekolah anak-anaknya, hidup jauh dari anak-anaknya karena sudah menikah
ataupun melanjut pendidikan dan bahkan hubungan yang tidak baik dengan
menantunya. Hal ini mempengaruhi aspek holistik lansia dan akan dapat
mengurangi kualitas lansia dalam menjalani hidupnya, sehingga lansia
memerlukan pelayanan pendampingan yang diberikan pelayan gereja. Namun
banyak lansia yang sudah tidak produktif lagi atau yang sudah tidak dapat
beraktivitas seperti biasanya sehingga, hal in perlu diperhatikan oleh gereja karena
mereka juga memiliki kerinduan untuk bergabung dengan persekutuan yang
biasanya ia ikuti.
Aspek fisik yang dialami oleh lansia yaitu mengalami kemunduran organ
tubuh atu kondisi fisik yang lemah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas yang
akan dilakukan oleh lansia. Jika lansia mengalami penurunan fisik maka lansia
sulit bahkan tidak dapat melakukan apa-apa. Dalam hal ini mental lansia harus
diperhatikan agar lansia dapat melakukan aktivitasnya dengan baik dan agar
mereka dapat sejahtera. lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan ancaman yang tidak nyata seperti
perasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu pada dirinya tidak ada orang yang akan
membantunya. Kecemasan juga bisa berkembang menjadi suatu gangguan jika
menimbulkan ketakutan yang hebat dan menetap pada individu tersebut. Lansia
sangat rentan terjadi mengalami gangguan kesehatan seperti sering lupa, suka
menyendiri, mudah marah, mudah tersinggung, kepercayaan diri yang berkurang
46

dan sering halusinasi. Salah satu aspek penting untuk menjaga kesehatan mental
para lansia adalah berorientasi keluar diri dan terbuka terhadap kehadiran orang
lain, yang diujudkan dalam bentuk menjalin hubungan yang baik dengan orang-
orang di sekitar.
Lingkungan tempat tinggal yang baik yang mendukung kehadiran para lansia
dengan memperlakukan mereka dengan baik akan sangat mendukung
terbentuknya kesejahteraan mental para lansia.Sedangkan dalam aspek sosial, ada
beberapa yang memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya karena
meraka merasa bahwa ketika mereka berbaur dengan lingkungan sekitarnya maka
mereka tidak mengalami kesepian. Adapula yang tidak berhubungan baik dengan
lingkungan sosialnya karena merasa tidak punya teman lagi dan merasa berbeda
dari masyarakat yang disebabkan keadaan fisik dan keadaan keluarga. Sehingga
lansia dalam aspek sosial yang tidak baik lebih suka menyendiri dalam rumah hal
ini juga dapat dilihat karena lansia tidak menerima keadaannya yang telah
memasuki usia tua bahkan karena ada perbedaan yang didapatkan contohnya
merasa berkecil hati kerena temannya tinggal bersama keluarga. Perbedaan antara
lansia yang satu dengan yang lain harus dipandang sebagai hal yang wajar dan
tidak boleh menjadikan pemicu untuk memandang diri sendiri secara negatif.
Termasuk di dalamnya adalah ada lansia yang tinggal bersama anak, ada lansia
yang mampu berlari sementara ada lansia yang tidak mampu berdiri tegak dan
harus memakai kursi roda untuk bergerak. Rasa syukur atas anugerah yang
diberikan oleh Sang Pencipta menjadi sumber penting untuk menghilangkan rasa
kecewa dan ketidakpuasan.
Lansia yang hidup sendiri akan merasa senang dan bahagia jika pelayan gereja
datang mengunyungi dan melakukan pelayanan pendampingan pastoral karena
lansia merasa masih mendapatkan dan merasakan bahwa masih ada yang
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada mereka dari orang-orang
sekitarnya. Bukan hanya merasa senang dan bahagia akan tetapi spiritual lansia
juga dapat meningkat karena adanya pendampingan sehingga lansia tidak
merasakan kesepian dan memiliki teman berbagi cerita, dapat saling mengenal
dan menemukan makna hidupnya dimasa tua.
47

Lansia yang hidup sendiri memerlukan dukungan dan tempat untuk berbicara
mengenai perasaan mereka. Dalam meningkatkan kualitas lansia dalam menjalani
kehidupannya, mereka memerlukan orang lain seperti keluarga dan teman dalam
mendukung mereka agar tidak mengalami kesepian. Manusia akan menghadapi
lima hirarki kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Dalam hal ini lansia membutuhkan kasih sayang dari lingkungan sekitarnya
sehingga lansia memerlukan peranan orang lain dalam dirinya. pendampingan
pastoral yang diberikan pihak gereja bermanfaat membantu lansia dalam
menjalani kehidupannya dimasa tua. Apabila lansia yang hidup sendiri diberikan
pendampingan pastoral maka lansia akan memiliki midat untuk melakukan ibadah
dalam dirinya, merasa terhibur, memiliki teman cerita dan imannya semakin
teguh.
5.2 Saran
Setelah memperoleh kesimpulan melalui tulisan ini maka penulis
memberikan beberapa saran dalam kerangka tulisan ini untuk dapat dijadikan
bahan pertimbangan yang mungkin dapat dikembangan:
1. Lansia yang hidup sendiri yaitu seseorang yang mengalami penurunan dan
perubahan dalam dirinya memerlukan perhatian dari orang-orang yang berada
disekitarnya. Maka dari itu penulis menyarankan kepada lansia yang hidup
sendiri, agar tidak menutup diri dalam lingkungan, lebih menerima dirinya bahwa
mereka telah memasuki usia lanjut, lansia juga dapat meminta bantuan kepada
keluarga, lingkungan sekitar dan juga kepada gereja. Selain itu juga lansia yang
hidup sendiri lebih menggunakan waktu dengan lebih baik dan efektif seperti,
menjaga kesehatan, mengikuti aktivitas dalam gereja, mencari teman untuk
bercerita dan mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat agar lansia tidak
merasakan kesepian atau merasa ditinggalkan oleh lingkungannya.
2. Keluarga adalah salah satu elemen yang terpenting dan yang paling
mengerti atau mengenal lansia. Keluarga juga adalah salah satu tempat untuk
memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada lansia yang hidup sendiri
melalui tingkah laku yang dimiliki keluarga. Perankeluarga menggambarkan sifat
dan perilaku dalam keluarga tersebut. Selain itu juga, peranan keluarga sangat
48

penting dalan pemenuhan kebutuhan lanjut usia yang hidup sendiri dalam hidup
sehari-harinya. Peran keluarga sebagai motivator, fasilitator dan edukaor.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis menyarankan pada keluarga harus
berperan sebagai pendukung bagi lansia yang hidup sendiri sehingga lansia dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan dalam kehidupannya.
3. Pelayan gereja harus mampu memberikan kebutuhan lansia yang hidup
sendiri sesuai dengan aspek holistik dalam diri lansia yaitu aspek fisik, aspek
psikis, aspek sosial dan aspek spiritual. Pada penjelasan tersebut maka penulis
menyarankan agar gereja HKBP Balige tetap melakukan pelayanan
pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri dan juga lebih
memperhatikan yang menjadi tugas dan tanggungjawab sebagai pelayan gereja
dalam pemenuhan kebutuhan jemaat terkhusus lansia yang hidup sendiri. Dalam
melakukan pendampingan pastoral gereja harus memperhatikan dan mengenal
yang menjadi permasalahan dan kebutuhan dalam diri lansia yang hidup sendiri.
Lansia yang hidup seniri rentan merasakan kesepian karena tidak memiliki teman
dalam melakukan aktivitas. Jika lansia mendapatkan pelayana pendampingan
pastoral maka lansia akan merasa senang karena ia mendapatkan teman untuk
berbagi cerita.
4. Tulisan ini diharapkan menjadi referensi dalam melangkah selanjutnya
dalam menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Diakones HKBP Balige dan
dalam pemenuhan tugas matakuliah yang diampuh pada semester enam ini.
Demikianlah penulis menyarankan kepada pembaca agar melalui tulisan ini dapat
menjadi sebuah referensi pada proses pembelajaran maupun pedidikan yang
mempelajari tentang pendampingan pastoral terhadap lansia yang hidup sendiri.
49

Lampiran

Gambar 4.1.2 Foto bersama dengan M. Siahaan

Gambar 4.1.1 Foto bersama H. Tampubolon


50

Daftar Informan:
1. J. Sianipar, 86 tahun, Perempuan, Petani, Sianipar Balige
2. H. Tampubolon, 68 tahun, Perempuan, Petani, Sibuntuon
3. M. Siahaan, 84 tahun, Perempuan, Petani, Sibuntuon
4. J. Panjaitan, 78 tahun, Perempuan, Petani, Haumabange
5. L. Simanullang, 44 tahun, Laki-laki, Pelayan Gereja, Sianipar Balige
51

Daftar Pustaka
 Ajisuksmo, Clara Rosa Pudjiyogyanti, dan Dyah Ayu Permatasari.
“Penerimaan Diri Warga Lanjut Usia Yang Hidup Sendiri.” Jkkp (Jurnal
Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan) 8, no. 02 (31 Oktober 2021):
141–52. https://doi.org/10.21009/JKKP.082.03.
 Astuti, Siska Yuli. “Analisis Faktor- Faktor Terjadinya Kesepian pada
Lansia di Unit Rehabilitas Sosial Dewanata Cilacap.” Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 2013.
 Atalarik, Barron. “Loneliness pada Lansia yang Tinggal Sendiri.”
Universitas Negeri Surabaya, 2021.
 Beek, Aart Van. Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015.
 Brek, Yohan, dan Christine Lois Hadi Waluyo. “Konseling Pastoral
Sebagai Kebutuhan Pendampingan Bagi Orang Tua Usia Lanjut.” Poimen
Jurnal Pastoral Konseling 3, no. 1 (30 Juni 2022): 16–36.
https://doi.org/10.51667/pjpk.v3i1.938.
 Budiono, Nugrahadi Dwi Pasca, dan Adbur Rivai. “Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup lansia.” Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada 10, no. 2 (31 Desember 2021): 371–79.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.621.
 Clinebell, Howard. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling
Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
 Engel, Jacob Daan. “Pendampingan Pastoral Keindonesiaan.” Kurios 6,
no. 1 (29 April 2020): 47. https://doi.org/10.30995/kur.v6i1.153.
 Esri Rusminingsih, Rodhiyah Siti, dan Sawitri Endang. “Perbedaan
Kualitas Hidup Lansia Yang Tinggal Bersama Keluarga Dengan Lansia
Yang Tinggal Sendiri Di Desa Sukorini Manisrenggo.” Motorik Jurnal
Ilmu Kesehatan 17, no. 2 (1 Oktober 2022).
 Hapsari, Sarah. “Hubungan Antara Psychological Well Being dan
Kesepian Pada Lansia.” Universitas Kristen Satya Wacana, 2022.
 Hutauruk, Jubil Raplan. Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus.
Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011.
 Lestari, Atik, dan Niken Hartati. “Hubungan Self Efficacy Dengan
Subjective Well Being Pada Lansia Yang Tinggal Di Rumahnya Sendiri,”
t.t.
 Santoso, Hanna, dan Andar Ismail. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009.
 Sessiani, Lucky Ade. “Studi Fenomenologis tentang Pengalaman Kesepian
dan Kesejahteraan Subjektif pada Janda Lanjut Usia.” Sawwa: Jurnal
Studi Gender 13, no. 2 (20 Desember 2018).
 Siahaan, Ditarya. “Pelayanan Pastoral Bagi Lansia Di GKPI Pagar Sinondi
Dan HKBP Pardomuan Silangkitang.” Jurnal Teologi Cultivation 3, no. 2
(18 Desember 2019): 18–32. https://doi.org/10.46965/jtc.v3i2.265.
 Subekti, Imam. “Perubahan Psikososial Lanjut Usia Tinggal Sendiri di
Rumah.” Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia 3 (2017).
 ———. “Perubahan Psikososial Lanjut Usia Tinggal Sendiri Di Rumah”
3, no. 1 (t.t.).
52

 Wea, Maria, dan Lina Sri Wahyuni. “Spiritualitas Pelayanan Pastoral


Terhadap Para Lansia.” In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi 2, no.
7 (28 Juli 2022): 209–14. shttps://doi.org/10.56393/intheos.v2i7.1243.

Anda mungkin juga menyukai