April Semangat Yok
April Semangat Yok
HIDUP SENDIRI
DI HKBP BALIGE
PROPOSAL
PASTORAL KONSELING
SEKOLAH TINGGI DIAKONES HKBP
BALIGE 2023/2024
i
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus
sebagai sang Juruselamat yang telah melimpahkan berkat-Nya dan memberi
kehidupan sekaligus memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi dalam penyelesaian tugas matakuliah
penelitian sosial. Adapun judul skripsi penulis yaitu “Pendampingan Pastoral
Kepada Lansia yang Hidup Sendiri Di HKBP Balige”. Sunggu besar anugereh
yang telah Tuhan berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini
sebagai sebuh skripsi. Hal ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan, ketekunan,
kekuatan yang penulis terima dari Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dengan
penuh sukacita penulis menyerahkan skripsi ini sebagai salah satu tugas akhir
untuk pemenuhan syarat dalam melanjutkan matakuliah semester selanjutnya di
Sekolah Tinggi Diakones HKBP.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan
baik itu dalam ketikan maupi esensi dalam isi skripsi. Karena itu penulis
mengharapkan masukan, saran dan kritikan yang dapat membangun kembali dan
memperbaiki tulisan ini. Segala doa, dukungan, bantuan serta dana yang diberikan
kepada penulis oleh berbagai pihak yakni orangtua dan keluarga, dosen
pengampuh dan teman-teman dan izinkan saya mengucapkan terimakasih kepada
pihak-pihak tersebut.
ii
ABSTRAK
Aprilia Rut Margaret Panjaitan, NIM 21010226. Penelitian ini berjudul
“Pendampingan Pastoral Kepada Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP Balige”
pemenuhan tugas matakuliah Penelitian Sosial di Sekolah Tinggi Diakones HKBP
Balige. Untuk menyempurnakan tulisan ini penulis mengajukan dua pertanyaan yaitu
bagaimana keadaan holistik lansia yang hidup sendiri? dan bagaimana gereja melakukan
pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri?
Metode yang digunakan dalam menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu jenis penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis sampel sumber data
dalam penelitian ini yaitu pelayan gereja dan lansia yang hidup sendiri dengan batasan
usia 65-80 tahun sehingga total keseluruhan informan 5 orang. Pengumpulan data yang
digunakan penulis untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini dengan
beberapa teknik seperti pengumpulan data melalui observasi, wawancara terstruktur dan
tidak struktur dan studi kepustakaan.
Hasil-hasil penelitian sesuai dengan rumusan masalah sebagai berikut: Pertama,
lansia dipahami sebagai orang dengan usia 60 tahun keatas. Keadaan lansia yang hidup
sendiri dapat mempengaruhi segala aspek yang ada dalam diri lansia. Banyaknya lansia
yang hidup sendiri di HKBP Balige dikarenakan kehilangan pendamping hidup dan
ditinggal oleh anak-anak mereka karena sudah menikah dan masih sekolah. Lansia yang
hidup sendiri sudah sulit untuk melakukan aktivitas karena faktor daya tahan tubuh yang
sudah menurun. Tidak hanya karena daya tahan tubuh yang sudah menurun karena
penuaan, lansia merasa beda dari komunitas lingkungannya, lansia juga sering
menyendiri. Lansia yang tinggal sendiri lebih rentan merasa sedih karena kondisi yang
menyendiri di rumah. Aspek fisik dan psikis dapat mempengaruhi aspek yang lainnya
sehingga dalam aspek spiritual lansia merasa bahwa tidak ada yang memperdulikan
mereka. Walaupun demikian lansia yang tidak produktif lagi juga memiliki kerinduan
untuk datang ke gereja, namun keadaan fisik mereka membuat lansia tidak dapat pergi ke
gereja, hal ini lah yang harus diperhatikan oleh pelayan gereja dalam memperhatikan
pelayanan kepada lansia yang tidak dapat datang ke gereja. Kedua, pemahaman pelayan
gereja HKBP Balige mengenai pendampingan pastoral yaitu salah satu proses atau cara
untuk menolong seseorang yang mengalami permasalahan dalam hidupnya sehingga
perlu pendampingan kepada seseorang tersebut. Pendampingan dilakukan dengan
sepenuh hati karena hal itu adalah sala satu tugas gereja. Dalam melakukan
pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri HKBP Balige kunjungan kepada
lansia, dalam kunjungan tersebut dilakukan ibadah dan pendampingan pastoral dengan
metode bercerita.
Kata kunci: Lansia yang hidup sendiri, gereja dan pendampingan pastoral.
iii
ABSTARCT
Aprilia Rut Margaret Panjaitan, NIM 21010226. This research is entitled "Pastoral
Assistance to the Elderly Living Alone in HKBP Balige" fulfillment of Social Research
course assignments at Diakones College HKBP Balige. To perfect this paper the author
asks two questions, namely how is the holistic state of the elderly who live alone? and
how does the church provide pastoral assistance to the elderly who live alone?
The method used in answering the formulation of problems in this study is a type
of qualitative research with descriptive research type. The sample types of data sources in
this study are church ministers and elderly people who live alone with an age limit of 65-
80 years so that the total number of informants is 5 people. Data collection used by the
author to answer the formulation of problems in this study with several techniques such
as data collection through observation, structured and unstructured interviews and
literature study.
The research results are in accordance with the problem formulation as follows:
First, the elderly are understood as people aged 60 years and over. The situation of the
elderly who live alone can affect all aspects of the elderly. The number of elderly who
live alone at HKBP Balige is due to the loss of life companions and left by their children
because they are married and still in school. Elderly people who live alone have difficulty
doing activities because of their decreased endurance. Not only because the immune
system has decreased due to aging, the elderly feel different from their environmental
community, the elderly are also often alone. Elderly people who live alone are more
prone to feeling sad because they are alone at home. Physical and psychological aspects
can affect other aspects so that in the spiritual aspect the elderly feel that no one cares
about them. However, the elderly who are no longer productive also have a desire to
come to church, but their physical condition makes them unable to go to church, this is
what must be considered by church ministers in paying attention to services to the elderly
who cannot come to church. Second, the understanding of HKBP Balige church servants
regarding pastoral assistance is one process or way to help someone who is experiencing
problems in his life so that assistance to that person is needed. Assistance is done
wholeheartedly because it is one of the duties of the church. In conducting pastoral
assistance to the elderly who live alone HKBP Balige visits the elderly, during the visit
worship and pastoral assistance with the storytelling method.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
ABSTRAK...............................................................................................................ii
ABSTARCT.............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................7
1.5 Batasan Masalah.............................................................................................7
1.6 Definisi Operasional.......................................................................................8
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................9
2.1. Hakikat Lanjut Usia (Lansia)........................................................................9
2.1.1. Ciri-Ciri Perubahan Lanjut Usia.............................................................10
2.1.2. Bentuk Permasalahan pada Lansia..........................................................13
2.1.4 Kesejahteraan Lansia yang Hidup Sendiri...............................................15
2.1.5 Peran Lanjut Usia dalam Gereja, Keluarga dan Masyarakat..................18
2.1.6 Lansia Menurut Pandangan Alkitab.........................................................19
2.2.1 Pengertian dan Tujuan Pendampingan Pastoral......................................21
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................25
3.1. Metode Penelitian........................................................................................25
3.2 Lokasi dan waktu penelitian.........................................................................25
3.2.1 Lokasi penelitian.......................................................................................25
3.2.2 Waktu penelitian........................................................................................25
3.3 Sampel sumber data......................................................................................26
3.4 Teknik pengumpulan data............................................................................26
3.5 Teknik analisis data......................................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................29
4.1. Gambaran Kehidupan Lansia yang Hidup Sendiri di HKBP Balige...........29
4.1.1 Aktivitas yang Dilakukan Oleh Lansia......................................................30
v
4.1.2 Ciri-ciri Secara Holistik yang Dimiliki Lansia yang Hidup Sendiri.........31
4.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Lansia Menjadi Hidup Sendiri..........32
4.2 Gambaran Umum HKBP Balige..................................................................33
4.2.1 Sejarah HKBP Balige................................................................................33
4.2.2 Kegiatan Pelayanan HKBP Balige...........................................................34
4.2.3 Tujuan kegiatan Pelayanan Pendampingan Pastoral HKBP Balige........36
4.2.4 Metode Pendampingan Pastoral yang Dilakukan Gereja HKBP Balige
Kepada Lansia yang Hidup sendiri....................................................................37
4.2.5 Tantangan gereja HKBP Balige dalam Melaksanakan Pendampingan
Pastoral Kepada Lansia yang Hidup Sendiri.....................................................38
4.2.6. Perasaan Lansia Ketika Menerima Pendampingan Pastoral dari Gereja
HKBP Balige......................................................................................................38
4.2.7 Manfaat Pendampingan Pastoral yang Diberikan Gereja HKBP Balige
kepada Lansia yang Hidup Sendiri....................................................................39
4.3 Refleksi Teologis..........................................................................................40
BAB V PENUTUP.................................................................................................44
5.1 Kesimpulan...................................................................................................44
5.2 Saran.............................................................................................................46
Lampiran............................................................................................................48
Daftar Informan:.................................................................................................49
Daftar Pustaka........................................................................................................50
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia yang terus berkembang ini, kebutuhan akan pendampingan
pastoral semakin terasa karena banyak orang yang merasa terasingkan ditengah-
tengah keramaian dan banyak persoalan lainnya yang membutuhkan pelayanan
pendampingan pastoral. Kebutuhan pendampingan pastoral dikarenakan banyak
persoalan yang ada ditengah-tengah masyarakat seperti kekerasan, bullying,
kecelakaan, demonstrasi dan tindakan-tidakan kriminal lainnya.akan tetapi,
pendampingan pastoral bukan hanya sebagai bentuk bimbingan spiritual, tetapi
juga sebagai pemandu yang membantu individu menavigasi persoalan-persoalan
kompleks dalam kehidupan sehari-hari.
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai
makna pelayanan, yaitu kata pendampingan dan kata pastoral. Istilah kata
pendampingan, berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan
suatu kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu didampingi. 1
Istilah pendampingan juga memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu-membahu,
menemani, membagi atau berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan
mengutuhkan. Dalam pendampingan memiliki hubungan antara pendamping
dengan orang yang didampingi berada dalam kedudukan yang seimbang dan
timbal-balik namun pendamping yang lebih mempunyai fasilitas dari orang yang
didampingi yakni lebih sehat dan mempunyai keterampilan.
Kata pastoral berasal dari “pastor” dalam Bahasa Latin atau bahasa Yunani
disebut “poimen”, yang artinya “gembala”. Pengistilahan ini dihubungkan dengan
diri Yesus Kristus dan karya-Nya sebagai “Pastor yang sejati” atau “Gembala
yang baik”. Hal ini mengacu pada pelayanan Yesus yang tanpa pamrih, bersedia
memberikan pertolongan dan pengasuhan kepada orang yang Ia layani.
Pendampingan pastoral adalah proses perjumpaan timbal balik antara kedua belah
pihak, pendamping dan yang didampingi, pendamping dan orang yang sakit. 2
Tugas utama pendamping pastoral tidak hanya memberi nasihat, wejangan dang
dogmatis akan tetapi pendamping menjadi seseorang yang ada di samping orang
1
Aart Van Beek, Pendampingan Pastoral (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015).
2
Howard Clinebell, Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2002).
2
yang sakit untuk mendengarkan segala cerita kehidupan yang didampingi secara
utuh. Tugas utama pendamping juga bukan mempercepat ataupun memperlambat
sebuah proses menjalani penderitaan yang dialami oleh dampingan. Dalam
pendampingan pastoral pendamping tidak menghambat orang yang ia damping
dalam mengalami pengalamannya secara utuh dan penuh, melainkan
meneguhkannya, untuk itulah pendamping perlu membuka diri untuk berada di
samping dan memasuki dunia penderitaan yang dialami dampingan. Melakukan
pendampingan tidak hanya dilakukan kepada orang dewasa saja akan tetapi,
semua kelompok umur dapat didampingi baik itu anak, remaja atau pemuda,
orang dewasa dan lansia.
Dalam melakukan pendampingan kepada lansia, pendamping terlebih dahulu
mengerti siapa itu lansia. Setiap manusia akan mengalami perubahan menuju
masa tua. Ketika manusia memasuki masa tua, mereka akan mengalami
perubahan fisik, mental sosial dan kesehatan. Banyak lansia yang merasa
sendirian, stress dan kehilangan kepercayaan diri yang diakibatkan berbagai
perubahan tersebut. Proses penuaan menyebabkan lansia sulit melakukan aktivitas
secara pribadi dan pada masa lansia ini mereka akan tergantung pada orang lain.
Masa lansia ini adalah masa yang tidak dapat dihindari oleh siapapun terkhusus
bagi orang yang dikaruniai umur panjang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lanjut usia (lansia) adalah
seorang yang memiliki usia lebih dari atau sama dengan 55 tahun. Klasifikasi
lansia menurut WHO ada 5 tingkatan yaitu, usia pertengahan (middle age) dari
kelompok usia 45-54 tahun, lanjut usia (elderly) dari kelompok usia 55-65 tahun,
lansia muda (young old) dari kelompok usia 66-74 tahun, Lansia tua (old) dari
kelompok usia 75-90 tahun dan lansia sangat tua (very old) dari kelompok usia
lebih dari 90 tahun. Paparan ini memberikan penjelasan tentang tingkatan masa
penuaan dalam masa lansia yang dipaparkan oleh WHO. Sedangkan menurut
Darmojo, lansia dapat diartikan sebagai masa menurunnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya.3
Secara alamiah, lansia mengalami penurunan fungsi tubuh yang merupakan
akumulasi dari kerusakan pada tingkat seluler dan molekuler yang terjadi dalam
3
Supriani Anik, Kiftiyah, Nur Nanik, Analisis Domain Kualitas Hidup Lansia Dalam Kesehatan Fisik
dan Psikologis, STIKes Dian Husada, 2021.
3
waktu yang lama atau yang disebut juga dengan penuaan. Penuaan ditandai
dengan penurunan kemampuan fisik dan psikis serta peningkatan resiko penyakit
yang berjuang pada kematian. Penuaan tidak hanya berkaitan dengan perubahan
biologis. Fase ini berhubungan dengan perubahan dalam kehidupan seseorang,
seperti masa pensiun, perpindahan menuju hidup yang lebih layak, dan kematian
teman atau pasangan hidup. Kesejahteraan lansia juga dilihat dari hubungan sosial
atau hubungan dirinya kepada orang lain dan perannya sebagai bagian dari
keluarga dan masyarakat.
Lansia juga adalah bagian yang terpenting dalam masyarakat, yang
memerlukan kebutuhan yang khusus terutama yang lansia yang hidup sendirian.
Menurut data Badan Pusat Statistik jumlah lansia meningkat, pada tahun 2016
diperkirakan jumlah lansia di Indonesia sebanyak 22.630.822 jiwa, jumlah ini
meningkat pada tahun 2022 sebanyak 31.320.066 jiwa. Sebagai jaminan kualitas
hidup kelompok lansia, pemerintah telah memberikan layanan kesehatan bagi
lansia melalui puskesmas dan fasilitas pelayanan lainnya. Pemberian layanan
kesehatan bagi lansia merupakan salah satu indikator standard pelayanan minimal
bidang kesehatan yang wajib dipenuhi oleh kabupaten/kota dan provinsi dengan
dibantu oleh bimbingan dan supervise pemerintah pusat.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), mencetuskan konsep active ageing pada
tahun 2022, yaitu proses penuaan yang tetap sehat secara optimal secara fisik,
sosial dan mental sehingga dapat sejahtera sepanjang hidup dan berpartisipasi
dalam meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Active ageing
dapat diperoleh dengan melibatkan kondisi ekonomi, sosial, fisik, kesehatan,
perilaku dan kondisi internal lansia. Lansia dapat hidup sehat dan berkualitas jika
ia mendapatkan pembinaan kesehatan sejak dari fase janin hingga memasuki
periode lansia. Pembinaan yang didapatkan oleh lansia bertujuan untuk
meminimalisir faktor risiko dan memaksimalkan faktor protektif. Active ageing
juga sejalan dengan Undang-Undang nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,
yaitu pasal 138 yang menyebutkan bahwa upaya pemeliharaan kesehatan bagi
lansia ditujukan untuk menjaga agar para lansia tetap sehat dan produktif secara
sosial dan ekonomi.
4
4
Nugrahadi Dwi Pasca Budiono dan Adbur Rivai, “Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas
hidup lansia,” Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada 10, no. 2 (31 Desember 2021): 371–79,
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.621.
5
Sarah Hapsari, “Hubungan Antara Psychological Well Being dan Kesepian Pada Lansia,”
Universitas Kristen Satya Wacana, 2022.
6
Siska Yuli Astuti, “Analisis Faktor- Faktor Terjadinya Kesepian pada Lansia di Unit Rehabilitas
Sosial Dewanata Cilacap,” Universitas Muhammadiyah Purwokerto, 2013.
5
diakibatkan oleh berkurangnya kontak sosial, peran sosial dan perhatian serta
dukungan dari lingkungan sosial.7
Pandangan Alkitab terhadap lansia adalah suatu masa yang penuh berkat dan
kemurahan Allah. Dalam pandangan Alkitab juga lansia harus dihormati, dirawat,
dikasihi dan mengambil pelajaran dari pengalaman hidup mereka. Kenyataan
memerlukan orang lain, lansia membutuhkan orang lain dalam menjalani masa
tuanya, karena lansia tidak ingin merasa terasingkan, terbuang dan dijauhi oleh
keluarga maupun orang lain (Mazmur 71:9). Lansia juga harus menerima dirinya
bahwa, kekuatan setiap manusia akan mengalami penurunan dan kualitas fisiknya
juga mengalami penyusutan, untuk itu lansia perlu mamaknai bahwa itulah
kehidupan pemberiaan Allah (Mazmur 90:12). Dalam pandangan Alkitab
Perjanjian Baru, lansia memaknai hidupnya dengan bentuk ketaatan kepada Allah.
Dalam hal ini lansia berperan sebagai penerima kehadiran Yesus Kristus dalam
dirinya (Filipi 4:6-7).
Menurut penjelasan diatas, gereja juga berperan sebagai penyaluran kasih
Yesus Kristus kepada lansia karena lansia adalah bagian dari gereja. Gereja adalah
persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil keluar dari kegelapan menuju
terangNya oleh karena perbuatan Tuhan Yesus Kristus. Gereja tidak dapat
menutup diri dalam melayani lansia karena lansia adalah bagian dari gereja.
Lansia adalah bagian penting dalam komunitas gereja untuk itu bertanggungjawab
untuk merawat, mendukung dan mengasihi mereka sepanjang perjalanan hidup
mereka. Gereja juga memberikan perhatian dan pelayanan kepada lansia yang
terlantarkan dan yang hidup sendirian. Gereja juga bertanggungjawab atas iman
lansia dengan membawa lansia menyadari bahwa hidup mereka sangat berharga
bagi Allah.
Dalam melakukan pelayanan kepada lansia, gereja juga melakukan pelayanan
terhadap keluarga lansia agar keluarga tidak lepas tangan akan memberi dukungan
pada lansia, karena perhatian dan dukungan dari keluargalah yang sangat
mempengaruhi kualitas lansia. Gereja juga dapat memberi dukungan kepada
keluarga lansia berupa nasihat dan doa kepada anggota keluarga lansia. Lansia
juga seringkali menghadapi tantangan emosional, seperti kesepian dan kehilangan,
7
Barron Atalarik, “Loneliness pada Lansia yang Tinggal Sendiri,” Universitas Negeri Surabaya,
2021.
6
dalam hal ini gereja dapat menjadi tempat aman untuk berbicara tentang perasaan
mereka, mendapatkan dukungan dari sesama anggota gereja dan mencari
bimbingan rohani.
HKBP Balige adalah salah satu gereja yang ada dikabupaten Toba, Sumatera
Utara. Gereja HKBP Balige ini termasuk dalam distrik XI Toba Hasundutan.
Gereja ini memiliki 10 lunggu yakni: Sianipar Balige, Haumabange, Onan Raja,
Siopat-opat, Siahaan Balige, Sangkar nihuta I, Sangkar nihuta II, Lumban Gorat,
Pardede Onan, dan Napitupulu. Jemaat HKBP Balige terdiri dari beberapa
kelompok masa yaitu anak-anak, pemuda, yang sudah menikah dan lansia. HKBP
Balige sudah melakukan pelayanan kepada lansia seperti membawa lagu pujian
(koor) tiap hari minggu. Namun, jemaat yang sudah lansia di HKBP Balige
banyak yang sudah hidup sendirian. Lansia tersebut sudah kehilangan pasangan
hidup dan ditinggal oleh anak-anaknya karena sudah berkeluarga dan
bekerja/menempuh pendidikan.
Memberi perhatian dan pelayanan kepada lansia merupakan salah satu uraian
tugas Diakones yang tertulis di Agenda HKBP. Uraian tugas ini dijelaskan pada
nomor dua urutan keenam yang menyatakan: ”pemberitaan pengasihan Allah
dilakukan oleh jemaat dalam bentuk pelayanan diakonia yang beraneka ragam:
melayani orang jompo.8 Artinya orang jompo tersebut ialah lansia adalah bagian
dari tugas pelayan diakones. Diakonia adalah melayani, sebagaimana Yesus
datang kedunia bukan untuk dilayani melainkan melayani dan memberikan diri-
Nya untuk menyelamatkan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.2.1.Bagaimana kesejahteraan lansia yang hidup sendiri?
1.2.2. Bagaimana Gereja melakukan pendampingan pastoral kepada lansia yang
hidup sendiri?
8
Kantor Pusat HKBP, Agenda HKBP, (Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 2007), 39.
7
2. Tulisan ini membatasi pada wilayah atau lokasi tulisan yaitu Distrik XI
Toba Hasundutan, Kecamatan Balige.
3. Tulisan ini membatasi lansia yang ada di Gereja HKBP Balige
4. Tulisan ini membatasi lansia yang berusia 65-80 tahun, lansia tersebut
mencakup lansia yang produktif dan yang tidak produktif.
9
Clara Rosa Pudjiyogyanti Ajisuksmo dan Dyah Ayu Permatasari, “PENERIMAAN DIRI WARGA
LANJUT USIA YANG HIDUP SENDIRI,” JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan) 8, no.
02 (31 Oktober 2021): 141–52, https://doi.org/10.21009/JKKP.082.03.
10
Hanna Santoso dan Andar Ismail, Memahami Krisis Lanjut Usia (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009).
11
minat dan keinginan yang dilakukan secara sukarela atau terpaksa. Bila
manula mengadakan perubahan minat dan keinginannya yang dilakukan
secara sukarela dengan harapan ia akan mendapat kebahagiaan tersendiri
dari perubahan itu. Seperti minat dan keinginan seseorang dari semua
tingkat usia, hal ini juga sangat berbeda pada mereka yang sangat tua,
bagaimanapun juga keinginan tertentu mungkin dianggap sebagai tipe
keinginan orang berusia lanjut pada umumnya antara lain: perubahan dan
minat pribadi, yang cenderung bersikap berorientasi pada diri sendiri dan
egois tanpa memperdulikan orang lain, minat berekreasi yang tetap ada
pada usia lanjut, keinginan sosial, keinginan yang bersifat keagamaan dan
minat terhadap kematian.11
2.1.2. Bentuk Permasalahan pada Lansia
Banyak orang merasa khawatir dan takut menghadapi kehidupan di
masa tua. Kekhawatiran tersebut menjadi suatu permasalahan bagi manula
yang kadangkala muncul karena ketegangan emosional yang meningkat di
usia lanjut seiring dengan perubahanperubahan yang terjadi pada usia
sebagai ciri-ciri seseorang telah memasuki usia lanjut sebagaimana yang
telah dijelaskan terdahulu.12 Permasalahan-permasalahan pada manula
dipandang sebagai akibat dari perubahan-perubahan yang dialaminya yang
menyertai proses penuaan dan reaksi terhadap perubahan tersebut juga
beragam-ragam tergantung kepada kepribadian individu yang bersangkutan.
Kadangkala sebagian manula dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
tersebut dan mencoba untuk bersosialisasi tetapi di lain pihak banyak
manula yang mengatasi masalahnya dengan sangat buruk karena mereka
merasa tidak mampu dan belum siap menghadapi datangnya masa lansia.13
Kecenderungan emosional yang meningkat pada manula menjadikan
perubahan tersebut sebagai suatu permasalahan, sehingga mengakibatkan
munculnya gangguan kesehatan jiwa yang meliputi rasa kecemasan, rasa
takut dalam menghadapinya. Secara umum, ada beberapa bentuk
11
Esri Rusminingsih, Rodhiyah Siti, dan Sawitri Endang, “PERBEDAAN KUALITAS HIDUP LANSIA
YANG TINGGAL BERSAMA KELUARGA DENGAN LANSIA YANG TINGGAL SENDIRI DI DESA SUKORINI
MANISRENGGO,” MOTORIK Jurnal Ilmu Kesehatan 17, no. 2 (1 Oktober 2022).
12
Atik Lestari dan Niken Hartati, “HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN SUBJECTIVE WELL BEING
PADA LANSIA YANG TINGGAL DI RUMAHNYA SENDIRI,” t.t.
13
14
permasalahan yang ada pada masa lanjut usia, yang dapat penulis sarikan
sebagai berikut:
1. Permasalahan pekerjaan
Sesuai dengan tugas perkembangan dari generasi ke generasi,
sehingga pekerjaan yang menuntut aktivitas fisik dan mental banyak
didominasi oleh kaum muda karena orang lanjut usia cenderung lebih
lamban dalam melakukan tugas-tugas yang menuntut mempelajari hal-hal
baru, akibatnya manula merasa kurang dihargai dan tidak dibutuhkan
dalam pekerjaan.
2. Permasalahan minat
Perubahan minat pada lanjut usia jelas mempengaruhi penyesuaian
di lingkungan sosial karena dengan menurunnya kemampuan fisik, mental
dan sosial menjadikan manula lebih cepat merasa apatis dan bosan dalam
mencoba hal-hal yang baru.
3. Isolasi dan kesepian
Perubahan pada lanjut usia membuat mereka merasa terisolasi dari
lingkungan sosial. Makin menurunnya kualitas intelektual menjadikan
manula sulit menyesuaikan diri dengan cara-cara berpikir dan gaya-gaya
baru dari generasi yang lebih muda, begitu juga sebaliknya. Renggangnya
ikatan kekeluargaan dan ketidakacuhan keluarga terhadap manula,
membuat mereka terpaksa hidup menyepi di lembaga-lembaga
penampungan kaum lansia.
4. Disinhibisi
Makin lanjut usia seseorang makin kurang pula kemampuan
mereka dalam mengendalikan perasaan dan kurang dapat mengekang diri
dalam berbuat, sehingga hal-hal kecil yang seharusnya tidak perlu
dipermasalahkan, tetapi bagi manula dapat membangkitkan luapan emosi
dan mungkin mereka bereaksi dengan ledakan kemarahan.14
5. Perubahan suasana hati
14
Yohan Brek dan Christine Lois Hadi Waluyo, “KONSELING PASTORAL SEBAGAI KEBUTUHAN
PENDAMPINGAN BAGI ORANG TUA USIA LANJUT,” POIMEN Jurnal Pastoral Konseling 3, no. 1 (30
Juni 2022): 16–36.
15
kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/ posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan semua fasilitas), kehilangan relasi, kehilangan kegiatan, akibatnya timbul
kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial serta perubahan cara hidup.
Kebanyakan di jaman sekarang ini banyak keluarga yang
menganggap repot mengasuh atau merawat orang yang sudah lanjut usia,
sehingga tidak jarang ada yang menitipkan orang tuanya di panti maupun
ditinggal sendiri di rumah. Pilihan tinggal sendiridi rumah memiliki
kelebihan dan kekurangan.Menurut Stanley, masalah psikososial seperti ini
dapat diturunkan atau dikurangi dengan cara meningkatkan spiritual
individu tersebut.15 Spiritual dapat diartikan sebagai keutamaan mendasar
individu yang dialami dari semua keyakinan ataupun tidak mempunyai
keyakinan tanpa membeda-bedakan. Kebutuhan spiritual merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia untuk mencari tujuan dan harapan hidup,
yang di dalamnya ada kedamaian, ketenangan, cinta, kasih sayang,
bersyukur dan keyakinan.16
Pendekatan spiritual lansia mempunyai pencapaian untuk menaikkan rasa
tenang dan puas dalam menjalankan ibadah dengan Tuhan yang diyakini. Setiap
lansia tentunya memiliki pendekatan spiritual yang berbeda-beda atau cara
meyakini keyakinannya berbeda-beda hal ini tergantung bagaimana lansia
menyikapi kejadian yang lansia alami. Perubahan-perubahan spiritualitas pada
lansia tentunya akan membawa dampak pada kualitas hidup lansia tersebut.
Spiritual lansia yang hidup sendiri pastinya berbeda dengan lansia yang hidup
bersama keluarganya. Lansia yang hidup sendiri pastinya akan merasakan
kesepian, sehingga lansia melakukan kesibukan untuk menutupi kesepian
tersebut.17
Sebagian besar lanjut usia mengisi hari-hari hidupnya dengan
kegiatan keagamaan dan ibadah persekutuan. Dengan meleburkan dirinya
dalam kegiatan keagamaan mereka mendapatkan kedamaian jiwa,
15
Imam Subekti, “PERUBAHAN PSIKOSOSIAL LANJUT USIA TINGGAL SENDIRI DI RUMAH” 3, no. 1
(t.t.).
16
Imam Subekti, “Perubahan Psikososial Lanjut Usia Tinggal Sendiri di Rumah,” Jurnal Informasi
Kesehatan Indonesia 3 (2017).
17
Lucky Ade Sessiani, “Studi Fenomenologis tentang Pengalaman Kesepian dan Kesejahteraan
Subjektif pada Janda Lanjut Usia,” Sawwa: Jurnal Studi Gender 13, no. 2 (20 Desember 2018).
17
ketenangan dan relasi dengan Tuhan. Para lanjut usia menghabiskan hari-
hari hidupnya dengan ambil bagian di dalam persekutuan dan pelayanan di
gereja. Di dalam persekutuan lansia di gereja, mereka dapat mencurahkan
isi hatinya, perasaannya tentang pengalaman hidup, kesedihan, kesepian dan
keluarga. Ibadah persekutuan telah menciptakan hubungan yang akrab dan
erat di antara sesama lanjut usia untuk saling mengasihi dan berbagi, serta
ikuit ambil bagian dan peran dalam pelayanan gereja.
Ada juga lansia yang hidup sendiri yang memiliki spiritual lemah karena
tidak adanya motivasi dari orang terdekat terkhusus keluarga lansia. Motivasi
merupakan suatu dorongan yang membuat orang bertindak atau berperilaku
dengan cara-cara motivasi yang mengacu pada sebab munculnya sebuah perilaku,
seperti faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Motivasi dapat diartikan sebagai kehendak untuk mencapai
status, kekuasaan dan pengakuan yang lebih tinggi bagi setiap individu. Motivasi
justru dapat dilihat sebagai basis untuk mencapasi sukses pada berbagai segi
kehidupan melalui peningkatan kemampuan dan kemauan.
Menurut Abraham Maslow, manusia berusaha memenuhi kebutuhan
mulai dari kebutuhan tingkat rendah hingga kebutuhan yang lebih tinggi. Ia
mengemukakan bahwa ada lima kebutuhan manusia menurut
kepentingannya dimulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan sosial dan aktualisasi diri. Menurut
pendapat Maslow dapat dilihat bahwa lansia juga memerlukan lima
kebutuhan ini dalam menjalani kehidupannya dan menciptakan hidup yang
berkualitas. Kualitas hidup adalah memberikan kesempatan untuk hidup
nyaman, mempertahankan keadaan fisiologis yang harus seimbang dengan
keadaan psikologis di dalam kehidupan sehari- hari. Kualitas hidup erat
kaitannya dengan kesejahteraan lanjut usia. Kesejahteraan lanjut usia adalah
suatu tata kehidupan sosial baik material maupun spiritual yang diliputi oleh
rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin berada
dilingkungan tempat tinggalnya.
Menurut undang-undang nomor 13 tahun 1998 yaitu suatu tata
kehidupan dan penghidupan sosial, baik material maupun spiritual yang
18
diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang
memungkinkan setiap lanjut usia untuk mengadakan pemenuhan jasmani,
rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat
dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban manusia. Jadi dalam hal ini
kesehjateraan lanjut usia dapat dikaitkan dengan peningkatan kualitas
hidup, dimana indikator kesejahteraan lanjut usia dan kualitas hidup secara
bersama-sama dapat dilihat dari kondisi fisik, kondisi psikologis, serta
hubungan sosial seseorang.
2.1.5 Peran Lanjut Usia dalam Gereja, Keluarga dan Masyarakat
a. Di dalam Gereja:
Lanjut usia sebagai panutan, teladan dan penasehat (Ayub 15: 10; 1 Raja-
raja 12: 6,8). Peranan lanjut usia dalam hal ini adalah memberikan teladan
sebagai orang tua yang memiliki pengalaman, terlebih pengalaman iman
maupun pengalaman membina keluarga.
Lanjut usia sebagai partisipator di dalam gereja. Untuk meningkatkan
pertumbuhan gereja, maka partisipasi dari lanjut usia menjadi penyokong
dalam membina hubungan kerjasama di dalam gereja.
Lanjut usia sebagai pengikat kesatuan. Secara tidak sadar, keberadaan
mereka sebagai pengikat kesatuan antara warga jemaat, di dalam gereja.
Pengikat kesatuan berarti pengikat hubungan kerjasama kepada sesama
lanjut usia; saling berbagi info seputar pengalaman hidup dan saling
memberikan dukungan dalam penataan masa depan, khususnya di dalam
pembinaan spiritual dan ekonomi.
Lanjut usia sebagai manusia yang potensial. Mereka memberi kemampuan
dan pengalaman profesional yang langka untuk didayagunakan di dalam
gereja. Hal inilah yang perlu diperhatikan di dalam gereja dengan tidak
mengabaikan peran lanjut usia untuk terus berkreatifitas dan
mengembangkan potensi yang ada.
b. Di dalam Keluarga.
Keberaadaan lanjut usia di dalam keluarga berfungsi sebagai motivator
dan penasihat; sebagai motivator, mereka dapat belajar dari pengalaman
mereka sendiri tentang sistem kehidupan rumah tangga yang sesuai
19
dengan kehendak Tuhan; dan sebagai penasihat, mereka telah lebih dulu
"tahu" akan pengalaman hidup mereka, maka mereka mengajarkan
pengalaman mereka melalui pengalaman mereka sendiri. Lanjut usia dapat
memanfaatkan masa tua mereka dengan membangun kemitraan keluarga,
yang membantu mereka menjadi pemimpin.
c. Di dalam Masyarakat.
Kedudukan orang lanjut usia di masyarakat biasanya bergantung pada
budaya yang ada di sana. Misalnya, orang Batak menghormati dan
menghormati orang lanjut usia. Kehadiran mereka dianggap sebagai berkat,
nasihat, dan peran pengambilan keputusan.
2.1.6 Lansia Menurut Pandangan Alkitab
1. Lanjut Usia dalam Perjanjian Lama.
Alkitab memandang usia tua sebagai periode kehidupan di mana
seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau yang penuh dengan. Mencapai usia lanjut sangat
diinginkan dan dipandang sebagai hadiah untuk kesalehan dan tanda
karunia dari Tuhan (Kejadian 15: 15; Keluaran 20: 12). Bahkan masyarakat
digambarkan sebagai masyarakat yang penuh berkat bila dalam masyarakat
tersebut banyak orang yang lanjut usia (Yesaya 65: 20; Zakaria 8; 4).
Menghormati lanjut usia sebagai orang tua merupakan kewajiban. Setiap
orang harus memberikan tempat kepada orang tua, baik dari kaum keluarga
maupun dari luar, jika dia mau duduk atau berbaring. Setiap orang harus
menghormati, memperhatikan dan mengasihi orang lanjut usia. Bahkan
gereja mesti berperan pula melayani satu sama lain sebagai satu keluarga
tanpa membedakan usia. Keluarga bukan sebagai koleksi individu-individu,
tetapi suatu organisme, satu tubuh, sehingga Allah dimuliakan dalam segala
hal melalui Yesus Kristus. Semua ini menegaskan betapa Alkitab
memandang positif lanjut usia. Lanjut usia adalah berkat dan kemurahan
Allah. Banyak ayat dalam Perjanjian Lama yang bersangkut-paut dengan
lanjut usia, misalnya: “Dalam usia tinggi engkau akan turun ke dalam
kubur...” (Ayub 5: 26), “janganlah membuang aku pada masa tuaku,
janganlah, meninggalkan aku apabila kekuatanku habis” (Mazmur 71: 9).
20
“Masa hidup kami tujuh puluh tahun, dan jika kami kuat, delapan puluh
tahun...” (Mazmur 90: 10), “pada masa tuapun mereka masih berbuah...”
(Mazmur 92: 15). ”Karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan
ditambahkannya kepadamu” (Amsal 3: 2). “Sampai masa tuamu Aku tetap
Dia dan sampai masa putih rambutmu aku menggendong kamu...” (Yesaya
46: 4). Ayat–ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan memberkati manusia
dengan panjang umur dan memberi hikmat kepada orang-orang yang lanjut
usia.
2. Lanjut Usia dalam Perjanjian Baru
Dalam Perjanjian Baru, lanjut usia digambarkan sebagai orang-orang
yang harus dihormati dan mereka juga harus memberi teladan kepada
orang-orang muda (1 Timotius 5 : 1, 4; Efesus 3 : 20; Titus 2 : 1 – 3).
Petunjuk paling kuat terhadap lanjut usia terdapat dalam Injil Lukas yang
memberikan gambaran mengenai martabat dan peran krusial pada lanjut
usia dalam mengantisipasi serta membantu kehadiran Mesias yang telah
dijanjikan. Pada masa tuanya, Zakaria dan istrinya Elisabeth, keduanya
“adalah benar di hadapan Allah”, artinya mereka hidup dan berkelakuan
sesuai dengan kehendak Allah, dengan jalan menaati perintah dan
ketetaapan Tuhan secara sempurna. Zakaria sebagai seorang imam setia
melakukan tugasnya sampai lanjut usia. Lanjut usia tidak menjadi
penghalang dalam pelayanan sebagai imam. Namun demikian dalam hidup
mereka sampai masa tuanya ada sesuatu yang menyedihkan, mereka belum
mendapatkan anak. Seperti yang dikatakan malaikat Tuhan kepadanya,
Zakaria dan istrinya Elisabeth mendapatkan seorang anak yang ditentukan
menjadi “suara yang berseruseru di padang gurun” (Lukas 1 : 13: 3 : 4).
Ayat-ayat Alkitab dalam Perjanjian Baru mengajarkan supaya menghormati
ayah dan ibu serta orang yang lanjut usia. Yesus menegur orang-orang
Farisi dan Ahli Taurat untuk menjalankan perintah Allah dengan
menghormati ayah dan ibu (Matius 15: 1 – 5; Makus 7 : 1 – 8). Di dalam
menggembalakan jemaat, Paulus menasihati Timotius untuk menghargai,
dan memperlakukan penuh hormat serta menegur orang yang tua sebagai
bapa atau ibu ( 1 Timotius 5 : 1 – 2). Karena di dalam Kristus semua warga
21
jemaat adalah satu keluarga. Dalam hubungan antara orang tua dan anak-
anak Rasul Paulus menasihati jemaat orang-orang muda di Efesus supaya
taat dan menghormati orang tua di dalam Tuhan. (Efesus 6: 1 – 4; Kolose 3:
20 – 21). Menurut Paulus, taat dan menghormati orang tua adalah
keharusan, sesuatu yang benar dan adil bagi Allah. Sebab di dalam Kristus,
Allah menyatakan kasih-Nya kepada orang tua, dan di dalam Dia, Ia
memberikan kepada mereka suatu tempat terhormat. Rasul Petrus
menasihati orang-orang muda dan bawahan untuk tunduk kepada orang-
orang yang tua (1 Petrus 5 : 5).
2.2.1 Pengertian dan Tujuan Pendampingan Pastoral
Kata pendampingan pastoral adalah gabungan dua kata yang mempunyai
makna pelayanan, yaitu kata “pendampingan” dan kata “pastoral”. Kata
pendampingan berasal dari kata kerja “mendampingi”. Mendampingi merupakan
suatu kegiatan menolong orang lain yang karena suatu sebab perlu di dampingi.
Istilah pendampingan memiliki arti kegiatan kemitraan, bahu membahu,
menemani, membagi/berbagi dengan tujuan saling menumbuhkan dan
mengutuhkan.dalam arti yang luas mencakup pemberian nasihat dan bimbingan.
Menurut Engel, pendampingan pastoral adalah suatu upaya yang disengaja untuk
memberi pertolongan kepada seseorang atau kelompok yang sedang mengalami
masalah, agar masalah tersebut tidak menjadi penghalang dalam pertumbuhan di
berbagai segi kehidupan.18
Istilah “pastoral’ berasal dari “pastor” dalam bahasa Latin, yang artinya
gembala. Pengistilahan ini dihubungkan dengan diri Yesus Kristus dan karya-Nya
sebagai “Pastor Sejati” atau “Gembala Yang Baik’ (Yohanes 10). Menurut
Abineno, kosakata pastoral dipakai dalam dua pengertian. Pertama, pastoral
sebagai kata sifat dari pastor. Istilah pastoral dalam konteks ini berarti
pengembalaan sesuai dengan tugas pastor.19 Tujuan pendampingan pastoral yaitu
mendampingi pasien dari segi spiritual dalam proses penyembuhan secara utuh
(holistik). Kebutuhan holistik orang yang sedang sakit, ialah: fisik (membutuhkan
istirahat, obat, diet tertentu), mental (membutuhkan kekuatan mental dalam
18
Jacob Daan Engel, “Pendampingan Pastoral Keindonesiaan,” Kurios 6, no. 1 (29 April 2020): 47..
19
Ditarya Siahaan, “Pelayanan Pastoral Bagi Lansia Di GKPI Pagar Sinondi Dan HKBP Pardomuan
Silangkitang,” Jurnal Teologi Cultivation 3, no. 2 (18 Desember 2019): 18–32,
https://doi.org/10.46965/jtc.v3i2.265.
22
20
Brek Dan Waluyo, “Konseling Pastoral Sebagai Kebutuhan Pendampingan Bagi Orang Tua Usia
Lanjut.”
23
21
Maria Wea dan Lina Sri Wahyuni, “Spiritualitas Pelayanan Pastoral Terhadap Para Lansia,” In
Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi 2, no. 7 (28 Juli 2022): 209–14,
https://doi.org/10.56393/intheos.v2i7.1243.
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Metode penelitian berisikan uraian tentang bahan atau materi penelitian,
alat penelitian, variabel dan data yang dikumpulkan. Adapun metode penelitian
yang dipilih peneliti ialah metode kualitatif. Menurut John W. Creswell dalam
“Research Design” menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah suatu
jenis metode yang mendeskripsikan, mengeksplorasi, dan memahami makna-
makna yang dimiliki oleh individu atau kelompok tertentu yang dikaitkan dengan
aktivitas sosial isu-isu atau kemanusiaan. Melalui metode ini Peneliti akan
mengumpulkan data secara spesifik dari partisipan melalui pengajuan pertanyaan-
pertanyaan yang menyangkut pembahasan yang diajukan peneliti. Kemudian
melakukan analisis data secara induktif mulai dari topik pembahasan secara
umum hingga pada topik utama. Laporan akhir penelitian ini, memiliki struktur
atau kerangka yang fleksibel.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi deskriptif.
Tipe deskriptif bertujuan untuk mendalami tentang masalah, kondisi
sebagaimana adanya sehingga bersifat faktual. Oleh sebab itu, penulis
mendeskripsikan dalam bentuk kata-kata dan bahasa yang
menggambarkan keadaan dan peristiwa serta pengalaman informan yang
merupakan hasil dari penelitian yang dilaksanakan.
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dan pembahasan ini, menjelaskan hasil temuan peneliti berasal dari
wawancara dan observasi yang telah dilakukan. Adapun judul dari penelitian yang
dikasi oleh peneliti yaitu “Pendampingan Pastoral Kepada Lansia yang Hidup
Sendiri di HKBP Balige” yang dirumuskan dalam 2 pokok pertanyaan yang
menjawab masalah yang diteliti oleh peneliti. Pertama, bagaimana kesejah teraan
lansia yang hidup sendiri? Kedua, Bagaimana gereja melakukan pendampingan
pastoral kepada lansia yang hidup sendiri? Untuk menjawab kedua rumusan
masalah ini yaitu menggunakan metode penelitian kualitatif. Pada bab ini, penulis
menyajikan hasil dari penelitian melalui observasi dan wawancara yang dilakukan
peneliti. Data yang diperoleh dari penelitian diuraikan untuk menjawab
permasalahan dan menyesuaikan dengan teori-teori yang telah dilampirkan pada
bab sebelumnya untuk menjawab rumusan masalah.
30
orang lansia yang hidup sendiri. Dari hasil data lapangan yang diperoleh penulis
untuk menjawab pertanyaan rumusan masalah pertama mengenai kesejahteraan
lansia yang hidup sendiri melalui 5 informan. Untuk mengetahui hal tersebut perlu
diketahui terlebih dahulu mengenai aktivitas yang dilakukan oleh lansia yang
hidup sendiri.
Data lapangan yang penulis peroleh bahwa informan 1 yaitu H. Tampubolon
mengatakan bahwa beliau tidak lagi dapat melakukan banyak aktivitas karena
keadaan fisik yang mulai menurun dan karena tidak ada yang dapat membantu
beliau dalam melakukan aktivitas seperti biasanya karena suaminya sudah
meninggal dan anak-anaknya sudah pergi merantau. Aktivitas yang sering
dilakukan beliau ketika bersama suaminya yaitu bertani dan memeihara ternak.
Hal ini sama seperti yang dialami informan 2,3, dan 4.
Analisa: berdasarkan hasil data lapangan, dapat dianalisa bahwa lansia yang
hidup sendiri sudah tidak banyak melakukan aktivitas dikarenakan faktor fisik
yang semakin menurun dan dikarenakan anak-anak lansia tersebut merantau.
Berdasarkan kajian pustaka dalam meningkatkan kualitas lansia dalam menjalani
kehidupannya, mereka memerlukan orang lain seperti keluarga dan teman dalam
mendukung mereka agar tidak mengalami kesepian. Seperti yang dikatakan oleh
teori Maslow bahwa manusia akan menghadapi lima hirarki kebutuhan yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang, kebutuhan
harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. Dalam hal ini lansia membutuhkan kasih
sayang dari lingkungan sekitarnya sehingga lansia memerlukan peranan orang lain
dalam dirinya.
4.1.2 Ciri-ciri Secara Holistik yang Dimiliki Lansia yang Hidup Sendiri
Berdasarkan data yang telah disampaikan kepada informan memiliki
penjelasan yang berbeda namun ada juga yang sama. H. Tampubolon mengatakan
bahwa beliau selaku lansia yang hidup sendiri karena suaminya yang sudah
meninggal dan anak-anaknya sudah menikah dan kuliah. Namun walaupun
keadaanya yang seperti itu, beliau dapat melakukan aktivitasnnya dengan baik,
beliau masih dapat pergi ke sawah dan ke ladang dan beliau juga dapat mengurus
dirinya dengan baik. Beliau mengatakan bahwa masih ada anaknya yang harus ia
biayai sekolah. Namun dalam keadaan sosialnya, beliau mengatakan bahwa ia
32
tidak suka berbaur dengan teman sebayanya atau lingkungannya karena ia ingin
giat bekerja sampai anaknya lulus kuliah. Menurut analisa penulis dari hasil
percakapan dengan H. Tampubolon, semenjak suaminya meninggal ia mudah
tersinggung, nafsu makan berkurang dan beliau masih belum terima akan
kepergian suaminya yang baru meninggal 3 bulan yang lalu. Penjelasan yang
sama dengan J. Panjaitan dimana beliau masih dapat melakukan aktivitas dengan
baik, namun
Penjelasan yang berbeda J. Panjaitan masih dapat melakukan segala
aktivitasnya dengan baik dan keadaan sosialnya juga dengan orang lain juga baik
bahkan ia mengikuti segala aktivitas yang ada dalam lingkungannya baik itu
aktivitas yang disediakan oleh gereja maupun desa tempat ia tinggal, akan tetapi
hubungannya dengan keluarganya tidak baik, suaminya sudah meninggal dan
anak-anaknya sudah merantau namun anak-anaknya tidak pernah menanyakan
kabar kepada beliau. Hal tersebut terkadang membuat beliau sedih, ia melihat
temannya yang tinggal bersama anak dan cucunya merasa senang dan melihat
bahwa temannya dirawat baik oleh keluarganya.
Begitu pula penjelasan yang berbeda dari J. Sianipar dan M. Siahaan
bahwasanya mereka sudah sulit melakukan aktivitas karena menurunnya daya
tahan tubuh. Namun M. Sianipar memiliki hubungan yang baik dengan
lingkungan sosialnya dan begitu juga dengan keluarganya, hal yang berbeda
bahwa J. Sianipar tidak memiliki hubungan baik dengan lingkungannya dan juga
dengan keluarganya. J. Sianipar menjelaskan bahwa ia mengalami sulit tidur,
mudah tersinggung, pendengaran dan daya ingat yang menurun, menyebabkan ia
menarik diri dari lingkungan sosialnya.
Analisa: berdasarkan data lapangan bahwa kehidupan lansia yang hidup
sendiri dipengaruhi oleh tiga aspek yaitu fisik, psikis dan sosial. Aspek fisik yang
dialami oleh lansia yaitu mengalami kemunduran organ tubuh atu kondisi fisik
yang lemah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas yang akan dilakukan oleh
lansia. Jika lansia mengalami penurunan fisik maka lansia sulit bahkan tidak dapat
melakukan apa-apa. Dalam memenuhi aspek fisik maka lansia membutuhkan
tempat tinggal yang nyaman, sandang, pangan dan fasilitas kesehatan yang baik.
Dapat dilihat aspek mental yang dialami oleh lansia yang hidup sendiri sangat
33
tidak baik sehingga dapat mempengaruhi aspek lainnya. Dalam hal ini mental
lansia harus diperhatikan agar lansia dapat melakukan aktivitasnya dengan baik
dan agar mereka dapat sejahtera. Lansia sangat rentan terjadi mengalami
gangguan kesehatan seperti sering lupa, suka menyendiri, mudah marah, mudah
tersinggung, kepercayaan diri yang berkurang dan sering halusinasi. Sedangkan
dalam aspek sosial, ada beberapa yang memiliki hubungan yang baik dengan
lingkungan sosialnya karena meraka merasa bahwa ketika mereka berbaur dengan
lingkungan sekitarnya maka mereka tidak mengalami kesepian. Adapula yang
tidak berhubungan baik dengan lingkungan sosialnya karena merasa tidak punya
teman lagi dan merasa berbeda dari masyarakat yang disebabkan keadaan fisik
dan keadaan keluarga. Sehingga lansia dalam aspek sosial yang tidak baik lebih
suka menyendiri dalam rumah hal ini juga dapat dilihat karena lansia tidak
menerima keadaannya yang telah memasuki usia tua.
4.1.3 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Lansia Menjadi Hidup Sendiri
Data yang diperoleh dari informan menjawab faktor yang menyebabkan
mereka hidup sendiri. Informan 1,2,3 dan 4 mengatakan hal yang sama mengenai
faktor-faktor yang menyebabkan mereka hidup sendiri. Hal ini disebabkan karena
suami mereka sudah meninggal dan anak-anak mereka yang sudah menikah dan
merantau sehingga inilah yang menyebabkan mereka hidup sendiri. Akan tetapi, J.
Panjaitan dan J. Sianipar diasingkan oleh keluarganya, beliau tidak mendapat
dukungan dari keluarganya dalam proses transisi atau masa penuannya.
Sedangkan M. Siahaan dan H. Tampubolon diajak oleh anaknya untuk tinggal
bersama keluarganya namun mereka tidak ingin karena beliau lebih nyaman
tinggal di rumahnya sendiri.
Analisa: berdasarkan data lapangan yang diperoleh penulis bahwa faktor-
faktor yang menyebabkan lansia menjadi hidup sendiri karena kurangnya
dukungan yang mereka dapatkan dari keluarganya dan lingkungannya kemudian
karena ditinggalkan orang yang mereka kasihi, sehingga lansia mengalami
kesepian pada masa tuanya. Berdasarkan teori Stanley, masalah psikososial seperti
ini dapat diturunkan atau dikurangi dengan cara meningkatkan spiritual individu
tersebut. Spiritual dapat diartikan sebagai keutamaan mendasar individu yang
dialami dari semua keyakinan ataupun tidak mempunyai keyakinan tanpa
34
22
Jubil Raplan Hutauruk, Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus (Tarutung: Kantor Pusat
HKBP, 2011).
35
merasakan bahwa masih ada yang memberikan perhatian dan kasih sayang kepada
mereka dari orang-orang sekitarnya. Bukan hanya merasa senang dan bahagia
akan tetapi spiritual lansia juga dapat meningkat karena adanya pendampingan
sehingga lansia tidak merasakan kesepian dan memiliki teman berbagi cerita,
dapat saling mengenal dan menemukan makna hidupnya dimasa tua.
Berdasarkan kajian teori Dwi Endang juga mengatakan bahwa apabila
pendampingan pastoral diberikan kepada lansia, maka mereka memiliki teman
cerita, lansia dihargai dan mereka menemukan makna hidupnya pada masa tua.
Adanya pendampingan pastoral yang dilakukan gereja kepada lansia, maka
pendampingan dapat menolong diri lansia yang hidup sendiri dan melalui
pelayanan yang mereka terima dan merasakan kebahagiaan serta kenyamanan.
4.2.7 Manfaat Pendampingan Pastoral yang Diberikan Gereja HKBP Balige
kepada Lansia yang Hidup Sendiri
Hasil data lapangan dalam menjawab pertanyaan mengenai apa manfaat
pendampingan yang dilakukan oleh gereja didapatkan melalui percakapan dengan
lansia. H. Tampubolon mengatakan bahwa ia merasakan manfaat akan
pendampingan yang dilakukan oleh gereja, beliau merasakan bahwa ia tidak
sendiri menghadapi masalahnya, jika ia menyerahkan masalahnya kepada Tuhan
maka ia percaya bahwa Tuhan akan membantunya. Hal ini dapat dilihat bahwa
tingkat spiritual lansia semakin meningkat ketika pendampingan pastoral ia
dapatkan. Hal yang sama dialami oleh J. Panjaitan bahwa beliau percaya bahwa
Tuhan memberikan jawaban atas permasalahannya.
Analisa: berdasarkan data lapangan bahwa pendampingan pastoral yang
diberikan pihak gereja bermanfaat membantu lansia dalam menjalani
kehidupannya dimasa tua. Apabila lansia yang hidup sendiri diberikan
pendampingan pastoral maka lansia akan memiliki midat untuk melakukan ibadah
dalam dirinya, merasa terhibur, memiliki teman cerita dan imannya semakin
teguh. Menurut Serepina Sitanggang bahwa manfaat pendampingan pastoral bagi
lansia yaitu mendapat teman cerita, lebih memaknai hidup dan tidak lagi merasa
kesepian.
4.3 Refleksi Teologis
Lansia atau sering disebut dengan istilah lanjut usia, adalah kelompok usia yang
telah mencapai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia. Proses perkembangan
41
manusia setelah di lahirkan secara fisiologis semakin lama menjadi menua. Proses
menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Lansia juga adalah bagian yang terpenting dalam
masyarakat, yang memerlukan kebutuhan yang khusus terutama yang lansia yang
hidup sendirian. Pada tahap lanjut usia banyak mengalami perubadah baik secara
fisik, mental, sosial dan spiritual, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi
dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Usia lanjut usia merupakan berkat dan
anugerah pemberian Allah. Allah masih tetap memberi tanggungjawab kepada
lansia sampai lansia dapat menemukan makna hidupnya.
Seorang yang tua memanglah harus menghadapi kesulitan dan memerlukan
bantuan dari orang sekitarnya dan juga dari Allah sehingga dapat keluar dari
masalah hidupnya. Dalam gereja lanjut usia sebagai panutan, teladan dan
penasehat. Peranan lanjut usia dalam hal ini adalah memberikan teladan sebagai
orang tua yang memiliki pengalaman, terlebih pengalaman iman maupun
pengalaman membina keluarga. Lanjut usia telah berjalan di jalan Allah melai
dari kecil dan telah mengalai banyaknya tantangan yang sulit dalam beranjak
sampai pada masa tua terkhusus lansia yang hidup sendiri. Namun walaupun
lansia hidup sendiri, ia harus tetap memelihara iman dan keyakinannya kepada
Allah.
Mazmur 71:9 yang mengatakan bahwa “ janganlah membuang aku pada
masa tuaku, janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku habis”. Artinya
adalah lansia tersebut tidak ingin jika Allah mengabaikan hidup dan masa tuanya.
Oleh karena itu, lansia yang hidup sendiri memerlukan bantuan dan dampingan
dari orang lain yang ada disekitarannya, agar mereka tetap menyakini bahwa
Allah selalu bekerja dalam hidup mereka, meskipun lansia hanya hidup sendiri.
Allah akan menunjukkan kuasa dan kebaikan-Nya didalam kehidupannya, karena
Allah sebagai pelindung, penolong dan penopang untuk hari-hari dimasa tuanya.
Begitu juga untuk orang-orang yang dekat dengan lansia yang hidup sendiri.
Apabila lansia tidak mampu melakukan pekerjaan diusianya yang sudah tua dan
lansia tersebut tidak memiliki kekuatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari,
42
hendaklah memberikan bantuan kepada lansia tersebut. Seperti Allah yang selalu
memperhatikan orang yang lemah dan orang yang terasingkan, seperti itu jugalah
Allah kepada lansia yang hidup sendiri yang kurang dapat perhatian dari orang-
orang disekitarnya.
Sedangkan pandangan Kitab Yesaya 46: 3-4 dikatakan “Dengarkanlah Aku, hai
kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan
Israel, hai orang-orang yang aku junjung sejak dari Rahim. Sampai masa tuamu,
Aku tetap Dia dan sampai pada masa putih rambutmu Aku menggendon kamu.
Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; aku mau memikul
kamu dan menyelamatkan kamu”. Dalam ayat ini Allah tetap setia dan penuh
karunia terhadap lansia begitu juga kepada lansia yang hidup sendiri. Allah
memakai orang yang telah lanjut usia dan bahkan Allah tetap memperhatikan,
memberkati dan memberikan umur yang panjang kepada orang yang telah
memasuki masa lanjut usia serta menyelamatkan orang yang sudah lansia
meskipun dia hanya hidup sendri dan memberi tanggungjawab dan menyatakan
kehendak-Nya dalam hidupnya.
Dalam perspektif Kitab Perjanjian Lama pada dasarnya memahami
realita proses menua dan lanjut usia adalah suatu keajaiban (Kejadian 47:28,
25:8). Pandangan ini diartikan dengan mengacu pada Amsal 10:27
dikatakan “Takut akan Tuhan memperpanjang umur, tetapi tahun-tahun
orang fasik diperpendek” disebutkan sebagai keajaiban karena Tuhan
memberikan umur kepada setiap orang dan umur panjang merupakan
anugerah kemurahan Tuhan kepada manusia. Setiap usia seseorang bukan
terletak pada kehendaknya sendiri melainkan bergantung akan kemurahan
dan keselamatan Tuhan dalam kehidupan seseorang tersebut. Menurut
Collins bahwa pandangan Alkitab juga terhadap manusia lanjut usia
memiliki pandangan yang positif bahwa jika seseorang telah memasuki
masa tua makan lansia harus tetap dihormati, diperhatikan dan dikasihi
sebagai sesama manusia. Keberadaan lanjut usia di dalam keluarga, gereja
dan lingkungan masyarakat berfungsi sebagai motivator dan penasihat;
sebagai motivator, mereka dapat belajar dari pengalaman mereka sendiri
tentang sistem kehidupan rumah tangga yang sesuai dengan kehendak
43
Tuhan; dan sebagai penasihat, mereka telah lebih dulu "tahu" akan
pengalaman hidup mereka, maka mereka mengajarkan pengalaman mereka
melalui pengalaman mereka sendiri. Lanjut usia dapat memanfaatkan masa
tua mereka dengan membangun kemitraan keluarga, yang membantu
mereka menjadi pemimpin.
Gereja adalah tempat untuk beribadah dan tempat persekutuan orang
Kristen yang percaya kepada Yesus Kristus. Maka dari hal itu, gereja adalah
rumah Kristus dan dikepalai oleh Yesus. Dengan demikian, gereja harus
melakukan apa yang dilakukan kepala gereja yaitu melakukan pelayanan-
pelayanan seperti yang dilakukan Yesus terkhusus pendampingan pastoral.
Pendampingan pastoral adalah kegiatan untuk menolong orang lain yang
membutuhkan bantuan, maka perlu mendampingi dengan tulus, tanpa
pamrih dengan bersedia memberi pertolongan, perawatan dan pemeliharaan
yang penuh kasih seperti yang dilakukan Yesus Kristus. Selain itu, gereja
berperan aktif untuk memperhatikan dan memberikan pendampingan
kepada lansia yang hidup sendiri agar mereka tidak mengalami kesulitan
dan kebutuhan dalam hidupnya terpenuhi.
Dengan hal ini, lansia harus menerima setiap kebutuhannya dalam
masa tuanya, sehingga apa yang telah dilakukan Allah kepada lansia, maka
gereja juga harus dapat melakukan dan memberikan pendampingan itu
kepada setiap lansia terkhusus kepada lansia yang hanya hidup sendiri. Oleh
karena itu, sangat penting pendampingan pastoral dilakukan gereja kepada
setiap lansia terutama kepada yang hidup sendiri dan merasa kesepian
dalam menjalani kehidupannya dimasa tuanya
Oleh karena itu, gereja harus melakukan pekerjaan Allah ditengah-
tengah dunia ini termasuk dalam pendampingan pastoral kepada lansia
seperti firman Tuhan mengatakan: “Segala sesuatu yang kamu lakukan
untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini kamu telah
melakukannya untuk Aku” (Matius 25:40). Artinya dengan melakukan
pendampingan kepada lansia, maka gereja juga telah melaksanakan tugas
dan tanggungjawab kepada Allah.
44
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk menemukan
Pendampingan Pastoral Kepada Orang Lanjut Usia yang Hidup Sendiri di HKBP
Balige. penulis menggunakan metode penelitian kualitatif atau qualitative
research method dengan tipe penelitian deskriptif. Jenis informan sampel sumber
45
data dalam penelitian ini yaitu pelayan gereja dan lansia yang hidup sendiri
dengan usia yang dibatasi yaitu 65-80 tahun keatas dengan total 5 informan. Cara
yang digunakan peneliti guna untuk mendapatkan data-data yang dapat
mendukung dan menjawab masalah yang diajukan dalam penelitian ini dengan
menggunakan beberapa teknik yaitu: melalui observasi, wawancara terstruktur
dan tidak terstruktur dan studi kepustakaan.
Lansia merupakan tahap akhir dalam perkembangan manusia yang
dikategorikan dari usia 60 tahun keatas yang telah mengalami kemunduran atau
perubahan dari aspek secara holistik. Begitu juga, lansia yang hidup sendiri di
HKBP Balige yang mengalami perubahan secara holistik. Lansia di HKBP Balige
memiliki banyak permasalahan mulai dari kehilangan pasngan hidup, membiayai
sekolah anak-anaknya, hidup jauh dari anak-anaknya karena sudah menikah
ataupun melanjut pendidikan dan bahkan hubungan yang tidak baik dengan
menantunya. Hal ini mempengaruhi aspek holistik lansia dan akan dapat
mengurangi kualitas lansia dalam menjalani hidupnya, sehingga lansia
memerlukan pelayanan pendampingan yang diberikan pelayan gereja. Namun
banyak lansia yang sudah tidak produktif lagi atau yang sudah tidak dapat
beraktivitas seperti biasanya sehingga, hal in perlu diperhatikan oleh gereja karena
mereka juga memiliki kerinduan untuk bergabung dengan persekutuan yang
biasanya ia ikuti.
Aspek fisik yang dialami oleh lansia yaitu mengalami kemunduran organ
tubuh atu kondisi fisik yang lemah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas yang
akan dilakukan oleh lansia. Jika lansia mengalami penurunan fisik maka lansia
sulit bahkan tidak dapat melakukan apa-apa. Dalam hal ini mental lansia harus
diperhatikan agar lansia dapat melakukan aktivitasnya dengan baik dan agar
mereka dapat sejahtera. lansia tinggal sendiri adalah ketidakmampuan dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sedangkan ancaman yang tidak nyata seperti
perasaan kekhawatiran bila terjadi sesuatu pada dirinya tidak ada orang yang akan
membantunya. Kecemasan juga bisa berkembang menjadi suatu gangguan jika
menimbulkan ketakutan yang hebat dan menetap pada individu tersebut. Lansia
sangat rentan terjadi mengalami gangguan kesehatan seperti sering lupa, suka
menyendiri, mudah marah, mudah tersinggung, kepercayaan diri yang berkurang
46
dan sering halusinasi. Salah satu aspek penting untuk menjaga kesehatan mental
para lansia adalah berorientasi keluar diri dan terbuka terhadap kehadiran orang
lain, yang diujudkan dalam bentuk menjalin hubungan yang baik dengan orang-
orang di sekitar.
Lingkungan tempat tinggal yang baik yang mendukung kehadiran para lansia
dengan memperlakukan mereka dengan baik akan sangat mendukung
terbentuknya kesejahteraan mental para lansia.Sedangkan dalam aspek sosial, ada
beberapa yang memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sosialnya karena
meraka merasa bahwa ketika mereka berbaur dengan lingkungan sekitarnya maka
mereka tidak mengalami kesepian. Adapula yang tidak berhubungan baik dengan
lingkungan sosialnya karena merasa tidak punya teman lagi dan merasa berbeda
dari masyarakat yang disebabkan keadaan fisik dan keadaan keluarga. Sehingga
lansia dalam aspek sosial yang tidak baik lebih suka menyendiri dalam rumah hal
ini juga dapat dilihat karena lansia tidak menerima keadaannya yang telah
memasuki usia tua bahkan karena ada perbedaan yang didapatkan contohnya
merasa berkecil hati kerena temannya tinggal bersama keluarga. Perbedaan antara
lansia yang satu dengan yang lain harus dipandang sebagai hal yang wajar dan
tidak boleh menjadikan pemicu untuk memandang diri sendiri secara negatif.
Termasuk di dalamnya adalah ada lansia yang tinggal bersama anak, ada lansia
yang mampu berlari sementara ada lansia yang tidak mampu berdiri tegak dan
harus memakai kursi roda untuk bergerak. Rasa syukur atas anugerah yang
diberikan oleh Sang Pencipta menjadi sumber penting untuk menghilangkan rasa
kecewa dan ketidakpuasan.
Lansia yang hidup sendiri akan merasa senang dan bahagia jika pelayan gereja
datang mengunyungi dan melakukan pelayanan pendampingan pastoral karena
lansia merasa masih mendapatkan dan merasakan bahwa masih ada yang
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada mereka dari orang-orang
sekitarnya. Bukan hanya merasa senang dan bahagia akan tetapi spiritual lansia
juga dapat meningkat karena adanya pendampingan sehingga lansia tidak
merasakan kesepian dan memiliki teman berbagi cerita, dapat saling mengenal
dan menemukan makna hidupnya dimasa tua.
47
Lansia yang hidup sendiri memerlukan dukungan dan tempat untuk berbicara
mengenai perasaan mereka. Dalam meningkatkan kualitas lansia dalam menjalani
kehidupannya, mereka memerlukan orang lain seperti keluarga dan teman dalam
mendukung mereka agar tidak mengalami kesepian. Manusia akan menghadapi
lima hirarki kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman,
kebutuhan kasih sayang, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri.
Dalam hal ini lansia membutuhkan kasih sayang dari lingkungan sekitarnya
sehingga lansia memerlukan peranan orang lain dalam dirinya. pendampingan
pastoral yang diberikan pihak gereja bermanfaat membantu lansia dalam
menjalani kehidupannya dimasa tua. Apabila lansia yang hidup sendiri diberikan
pendampingan pastoral maka lansia akan memiliki midat untuk melakukan ibadah
dalam dirinya, merasa terhibur, memiliki teman cerita dan imannya semakin
teguh.
5.2 Saran
Setelah memperoleh kesimpulan melalui tulisan ini maka penulis
memberikan beberapa saran dalam kerangka tulisan ini untuk dapat dijadikan
bahan pertimbangan yang mungkin dapat dikembangan:
1. Lansia yang hidup sendiri yaitu seseorang yang mengalami penurunan dan
perubahan dalam dirinya memerlukan perhatian dari orang-orang yang berada
disekitarnya. Maka dari itu penulis menyarankan kepada lansia yang hidup
sendiri, agar tidak menutup diri dalam lingkungan, lebih menerima dirinya bahwa
mereka telah memasuki usia lanjut, lansia juga dapat meminta bantuan kepada
keluarga, lingkungan sekitar dan juga kepada gereja. Selain itu juga lansia yang
hidup sendiri lebih menggunakan waktu dengan lebih baik dan efektif seperti,
menjaga kesehatan, mengikuti aktivitas dalam gereja, mencari teman untuk
bercerita dan mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat agar lansia tidak
merasakan kesepian atau merasa ditinggalkan oleh lingkungannya.
2. Keluarga adalah salah satu elemen yang terpenting dan yang paling
mengerti atau mengenal lansia. Keluarga juga adalah salah satu tempat untuk
memperhatikan dan memberikan kasih sayang kepada lansia yang hidup sendiri
melalui tingkah laku yang dimiliki keluarga. Perankeluarga menggambarkan sifat
dan perilaku dalam keluarga tersebut. Selain itu juga, peranan keluarga sangat
48
penting dalan pemenuhan kebutuhan lanjut usia yang hidup sendiri dalam hidup
sehari-harinya. Peran keluarga sebagai motivator, fasilitator dan edukaor.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis menyarankan pada keluarga harus
berperan sebagai pendukung bagi lansia yang hidup sendiri sehingga lansia dapat
mengetahui apa yang harus dilakukan dan tidak dilakukan dalam kehidupannya.
3. Pelayan gereja harus mampu memberikan kebutuhan lansia yang hidup
sendiri sesuai dengan aspek holistik dalam diri lansia yaitu aspek fisik, aspek
psikis, aspek sosial dan aspek spiritual. Pada penjelasan tersebut maka penulis
menyarankan agar gereja HKBP Balige tetap melakukan pelayanan
pendampingan pastoral kepada lansia yang hidup sendiri dan juga lebih
memperhatikan yang menjadi tugas dan tanggungjawab sebagai pelayan gereja
dalam pemenuhan kebutuhan jemaat terkhusus lansia yang hidup sendiri. Dalam
melakukan pendampingan pastoral gereja harus memperhatikan dan mengenal
yang menjadi permasalahan dan kebutuhan dalam diri lansia yang hidup sendiri.
Lansia yang hidup seniri rentan merasakan kesepian karena tidak memiliki teman
dalam melakukan aktivitas. Jika lansia mendapatkan pelayana pendampingan
pastoral maka lansia akan merasa senang karena ia mendapatkan teman untuk
berbagi cerita.
4. Tulisan ini diharapkan menjadi referensi dalam melangkah selanjutnya
dalam menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Diakones HKBP Balige dan
dalam pemenuhan tugas matakuliah yang diampuh pada semester enam ini.
Demikianlah penulis menyarankan kepada pembaca agar melalui tulisan ini dapat
menjadi sebuah referensi pada proses pembelajaran maupun pedidikan yang
mempelajari tentang pendampingan pastoral terhadap lansia yang hidup sendiri.
49
Lampiran
Daftar Informan:
1. J. Sianipar, 86 tahun, Perempuan, Petani, Sianipar Balige
2. H. Tampubolon, 68 tahun, Perempuan, Petani, Sibuntuon
3. M. Siahaan, 84 tahun, Perempuan, Petani, Sibuntuon
4. J. Panjaitan, 78 tahun, Perempuan, Petani, Haumabange
5. L. Simanullang, 44 tahun, Laki-laki, Pelayan Gereja, Sianipar Balige
51
Daftar Pustaka
Ajisuksmo, Clara Rosa Pudjiyogyanti, dan Dyah Ayu Permatasari.
“Penerimaan Diri Warga Lanjut Usia Yang Hidup Sendiri.” Jkkp (Jurnal
Kesejahteraan Keluarga dan Pendidikan) 8, no. 02 (31 Oktober 2021):
141–52. https://doi.org/10.21009/JKKP.082.03.
Astuti, Siska Yuli. “Analisis Faktor- Faktor Terjadinya Kesepian pada
Lansia di Unit Rehabilitas Sosial Dewanata Cilacap.” Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 2013.
Atalarik, Barron. “Loneliness pada Lansia yang Tinggal Sendiri.”
Universitas Negeri Surabaya, 2021.
Beek, Aart Van. Pendampingan Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015.
Brek, Yohan, dan Christine Lois Hadi Waluyo. “Konseling Pastoral
Sebagai Kebutuhan Pendampingan Bagi Orang Tua Usia Lanjut.” Poimen
Jurnal Pastoral Konseling 3, no. 1 (30 Juni 2022): 16–36.
https://doi.org/10.51667/pjpk.v3i1.938.
Budiono, Nugrahadi Dwi Pasca, dan Adbur Rivai. “Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup lansia.” Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada 10, no. 2 (31 Desember 2021): 371–79.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.621.
Clinebell, Howard. Tipe-Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling
Pastoral. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Engel, Jacob Daan. “Pendampingan Pastoral Keindonesiaan.” Kurios 6,
no. 1 (29 April 2020): 47. https://doi.org/10.30995/kur.v6i1.153.
Esri Rusminingsih, Rodhiyah Siti, dan Sawitri Endang. “Perbedaan
Kualitas Hidup Lansia Yang Tinggal Bersama Keluarga Dengan Lansia
Yang Tinggal Sendiri Di Desa Sukorini Manisrenggo.” Motorik Jurnal
Ilmu Kesehatan 17, no. 2 (1 Oktober 2022).
Hapsari, Sarah. “Hubungan Antara Psychological Well Being dan
Kesepian Pada Lansia.” Universitas Kristen Satya Wacana, 2022.
Hutauruk, Jubil Raplan. Lahir, Berakar dan Bertumbuh di Dalam Kristus.
Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2011.
Lestari, Atik, dan Niken Hartati. “Hubungan Self Efficacy Dengan
Subjective Well Being Pada Lansia Yang Tinggal Di Rumahnya Sendiri,”
t.t.
Santoso, Hanna, dan Andar Ismail. Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009.
Sessiani, Lucky Ade. “Studi Fenomenologis tentang Pengalaman Kesepian
dan Kesejahteraan Subjektif pada Janda Lanjut Usia.” Sawwa: Jurnal
Studi Gender 13, no. 2 (20 Desember 2018).
Siahaan, Ditarya. “Pelayanan Pastoral Bagi Lansia Di GKPI Pagar Sinondi
Dan HKBP Pardomuan Silangkitang.” Jurnal Teologi Cultivation 3, no. 2
(18 Desember 2019): 18–32. https://doi.org/10.46965/jtc.v3i2.265.
Subekti, Imam. “Perubahan Psikososial Lanjut Usia Tinggal Sendiri di
Rumah.” Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia 3 (2017).
———. “Perubahan Psikososial Lanjut Usia Tinggal Sendiri Di Rumah”
3, no. 1 (t.t.).
52