Anda di halaman 1dari 11

CLEAR CELL ODONTOGENIC CARCINOMA: LAPORAN KASUS DAN

TINJAUAN LITERATUR

ABSTRAK

Clear cell odontogenic carcinoma (CCOC) adalah tumor odontogenik


langka pada rahang dengan histologi tertentu dan gejala yang membingungkan.
Gambaran klinis lesi ini bisa disalahartikan, sehingga diperlukan pemeriksaan
biopsi insisional, biologi molekuler, imunohistokimia, dan sitogenetika sangat
dalam proses diagnostik.

Artikel tinjauan ini bertujuan untuk membahas berbagai aspek,


merangkum penelitian CCOC yang baru-baru ini diterbitkan untuk meningkatkan
diagnosis dan menyajikan laporan kasus seorang pria berusia 41 tahun yang
datang ke Departemen Bedah Maksilofasial di Rumah Sakit Universitas Gemelli
di Roma, Italia.

Kata kunci: clear cell odontogenic carcinoma, tumor odontogenik, neoplasma


kelenjar saliva, tumor odontogenik maligna

PENDAHULUAN

Clear cell odontogenic carcinoma (CCOC) adalah tumor intraoseus


rahang yang langka. Terdapat perubahan sel yang jelas pada berbagai tumor jinak
dan ganas yang berasal dari epitel, melanositik, mesenkim, dan hematopoietik,
tetapi dianggap sebagai kejadian langka pada regio kepala dan leher. Sebelumnya
didefinisikan sebagai clear cell odontogenic tumor (CCOT) atau clear cell
ameloblastoma (CCA).

Hanson dkk. adalah orang pertama yang mendeskripsikan tumor ini pada
tahun 1985 dan mereka mengklasifikasikannya sebagai tumor odontogenik jinak.
Menurut klasifikasi tumor odontogenik Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada
tahun 1992, CCOC diklasifikasikan sebagai neoplasma jinak dengan kapasitas
invasi lokal. Pada tahun 2003, revisi klasifikasi tumor odontogenik dikemukakan
oleh Reichart dan Philipsen, di mana clear cell odontogenic tumor diidentifikasi
sebagai karsinoma. Pada tahun 2005, CCOC direklasifikasi oleh WHO sebagai
tumor keganasan tingkat rendah, ditandai dengan perilaku destruktif dan agresif
lokal dengan rekurensi lokal, metastasis kelenjar getah bening regional, dan
metastasis jauh yang jarang terjadi.

Meski sudah lama berlalu sejak pertama kali dijelaskan, masih banyak
yang perlu diketahui tentang tumor jenis ini. Epidemiologi, aspek diferensiasi,
faktor prediktif, dan hasil pengobatan masih menjadi topik perdebatan. Di sini
kami melaporkan kasus clear cell odontogenic carcinoma rahang atas pada
seorang pria berusia 41 tahun.

LAPORAN KASUS

Seorang pria berusia 41 tahun datang ke Departemen Bedah Mulut dan


Maksilofasial di Rumah Sakit Universitas Gemelli dengan riwayat lensi tanpa rasa
nyeri selama 12 bulan dan tumbuh secara bertahap pada gingiva cekat gigi 15.
Pasien sebelumnya telah diperiksa oleh dokter gigi umum yang merujuk pasien ke
dokter spesialis untuk mendapatkan second opinion. Dilakukan pencatatan
riwayat lengkap pasien dan dilakukan pemeriksaan. Tidak ada riwayat medis,
bedah atau gigi yang signifikan di masa lalu.

Pemeriksaan ekstraoral tidak menunjukkan kelainan. Pemeriksaan


intraoral menunjukkan adanya perubahan pada gingiva cekat pada daerah gigi 15
dan 16 dengan pembengkakan pseudo-nodular. Mukosa alveolar di atasnya
normal. Gigi yang terlibat dalam kondisi sehat, positif pada tes sensitivitas dingin
dan tanpa mobilitas. Tidak ditemukan pembengkakan kelenjar getah bening leher,
dan pemeriksaan fisik dalam batas normal.

Pemindaian computed tomography tanpa pemberian kontras menunjukkan:


“adanya area erosif pada tulang kortikal dan tulang trabekuler terletak pada
hemiark kanan atas, di ruang interdental antara gigi 15 dan 16. Area tersebut di
atas, berukuran 14 mm CC X 6,6 RL, X 4 AP, menyebabkan erosi pada profil
kortikal superfisial rahang atas dan hilangnya trabekuler di ruang interdental.
Tidak ada perubahan pada profil kortikal dalam tulang rahang atas.
Tidak ada keterlibatan akar dari elemen gigi yang disebutkan di atas,
namun tetap berhubungan dengan area erosive. (Gambar. 1).

Berdasarkan temuan klinis dan radiografi, diagnosis histologis preventif


dipertimbangkan untuk perencanaan pengobatan. Biopsi insisional dilakukan
dengan anestesi lokal dan menunjukkan adanya CCOC. Direncanakan reseksi
bedah yang diikuti rekonstruksi dengan flap lokal. Pasien dirawat di rumah sakit
untuk eksisi tumor intra-oral dengan anestesi umum. Digunakan oscillating saw
untuk melakukan maksilektomi parsial yang melibatkan dasar antrum, tulang
alveolar, dan gigi 14 hingga 16, sehingga memungkinkan reseksi tumor secara
menyeluruh. Bukal fat diambil dan dipindahkan untuk memperbaiki oroantral
communication. Tumor yang di eksisi dikirim untuk pemeriksaan histopatologi.
Pada pemeriksaan makroskopis, massa tumor berdiameter maksimum 1,6 cm
dengan infiltrasi tulang rahang atas.

Gambar 1. CT kepala tanpa kontras yang dilakukan sebelum pembedahan


menunjukkan adanya area erosif pada tulang kortikal dan trabekuler yang terletak
pada hemiark kanan atas, pada ruang interdental antara 13 dan 14.

Neoplasma tersusun dalam sarang kecil, trabekula, dan untaian yang


terhubung ke epitel mukosa superfisial dan terdiri dari sel epitel dengan
eosinofilik pucat hingga sitoplasma bening, membran sel berbatas tegas, dan inti
gelap oval hingga bulat, dengan pleomorfisme inti sel ringan dan angka mitosis
yang langka. Sitoplasma sel bening mengandung bahan PAS-positif sensitif
diastase yang mengindikasikan glikogen. Sel-sel perifer kadang-kadang
menunjukkan palisade parsial dengan polaritas inti sel terbalik, sehingga
memberikan pola bifasik pada neoplasma (Gambar. 2).

Analisis imunohistokimia menunjukkan pewarnaan positif untuk CK 5/6,


p63, CK14 dan negatif untuk BER-EP4, SMA, calretinin dan S100. Indeks
proliferasi (ki67) adalah sekitar 10–12%. Berdasarkan temuan ini, lesi tersebut
didiagnosis sebagai CCOC (Gambar 3). Penyembuhan berjalan lancar tanpa
komplikasi dan tindak lanjut dilakukan pada 3, 6, dan 12 bulan. Dua belas bulan
setelah operasi, pemeriksaan klinis dan radiografi menunjukkan penyembuhan
yang baik pada tulang dan jaringan lunak tanpa adanya rekurensi lokal (Gambar.
4).

DISKUSI

Sejauh pengetahuan kami, 107 kasus CCOC telah dilaporkan (tidak


termasuk yang sekarang) dalam literatur bahasa Inggris hingga saat ini. CCOC
paling sering terjadi pada dekade kelima kehidupan dengan rentang usia 14 hingga
89 tahun. Perempuan paruh baya lebih sering terkena dibandingkan laki-laki.
Tampaknya tidak ada kecenderungan etnis. Dalam literatur saat ini, tidak ada
kasus pasien Italia yang terkena CCOC. Mandibula posterior adalah area yang
paling sering terlibat, diikuti oleh mandibula anterior, rahang atas dan palatum.

CCOC sering kali muncul sebagai lesi tanpa gejala, tidak menimbulkan
rasa sakit, dan tumbuh lambat, menurut Loyola dkk dan dimensi rata-rata saat
diagnosis adalah diameter 4 cm. Onset nyeri dan mobilitas gigi sering terjadi dan
terjadi sekitar sepertiga pasien, sedangkan perdarahan, paresthesia, dan ulserasi
yang tidak kunjung sembuh lebih jarang dilaporkan. Lesi ini seringkali terlambat
didiagnosis karena tanda-tanda yang tidak jelas dan membingungkan ini, durasi
gejala sebelum di diagnosis dilaporkan antara 47,62–91,9 bulan dengan rentang
1–504 bulan, yang merupakan jangka waktu yang sangat lama untuk suatu
keganasan. Pada kasus kami, pasien adalah laki-laki berusia 41 tahun dengan
riwayat 12 bulan tanpa rasa sakit dan lesi yang semakin meningkat pada gingiva
cekat di regio ke-15.
Gambaran radiologi tidak spesifik dan tidak terdefinisi dengan baik.
Secara radiografis, CCOC mirip dengan lesi rahang osteolitik lainnya dan tidak
ada gambaran radiografi yang khas, gambar sinar-X hampir selalu radiolusen
dengan tepi tidak beraturan, gambaran umum lainnya adalah perforasi kortikal
multipel, resorpsi akar dan dalam beberapa kasus, invasi jaringan lunak juga
ditemukan. Sebagian kecil kasus menunjukkan adanya campuran lesi radiolusen-
radiopak.

Diagnosis banding CCOC merupakan suatu tantangan, terdiri dari tumor


odontogenik dan non-odontogenik dengan perubahan sel jernih, seperti karsinoma
sel asinik, karsinoma mioepitel, varian calcifying epithelial odontogenic tumor
(CCCEOT), karsinoma ameloblastik, varian intraosseous dari clear cell
mucoepidermoid carcinoma (CCMEC), hialinisasi clear cell carcinoma (CCC),
varian melanoma intraoseus dan melanoma amelanosis, tumor metastasis dari
ginjal, tiroid, dan prostat. (Tabel 1). Oleh karena itu, ketika melakukan diagnosis
pasien CCOC, penting dilakukan penyelidikan secara menyeluruh untuk
memahami apakah kita menghadapi lesi primer atau sekunder. Sel bening
merupakan ciri khasnya, namun tidak dianggap patognomonik untuk CCOC.

Sel bening adalah sel yang bercirikan sitoplasma jernih jika diwarnai
dengan HaematoXylin dan Eosin. Biasanya, sel bening adalah sel sekretorik di
epitel, dan merupakan salah satu komponen kelenjar keringat ekrin. Membran
plasma sel bening terlipat, terutama pada permukaan apikal dan lateral.
Sitoplasma sel bening mengandung sejumlah besar glikogen dan banyak
mitokondria. Sel bening pada lesi juga dapat dihasilkan dari artefak fiksasi,
akumulasi air, glikogen, lipid, musin di sitoplasma, degenerasi hidropik organel,
dan lain-lain. CCOC diidentifikasi oleh proliferasi sel epitel neoplastik dengan
sitoplasma bening yang tersusun dalam pulau dan untaian. Tiga jenis sel dapat
ditemukan di CCOC: sel bening basaloid hingga poligonal, sel eosinofilik pucat
basaloid hingga poligonal, dan sel kolumnar dengan diferensiasi mirip ameloblas.

Bergantung pada proporsi sel-sel ini dalam tumor, tiga subtipe berbeda
dapat dibedakan: (1) monofasik: hampir seluruhnya terbentuk dari sel bening
dengan batas jelas dan inti terletak di tengah; (2) bifasik: ditandai dengan sarang
sel-sel besar berbentuk oval dan linier yang bercampur dengan pulau-pulau kecil
sel poligonal yang lebih kecil dengan sitoplasma eosinofilik; (3) ameloblastik:
ditandai dengan sel kolumnar dengan diferensiasi ameloblastik di perifer pulau.

Mayoritas tumor yang dilaporkan mempunyai pola bifasik, sedangkan pola


ameloblastik adalah jenis yang paling jarang ditemukan. Saat ini, pola bifasik
dengan sel mirip ameloblastoma perifer membantu mengenali neoplasma
odontogenik dan bukan karsinoma sel bening pada kelenjar saliva, sehingga
sangat mempersempit diagnosis banding. Sebaliknya, varian monofasik lebih sulit
dibedakan dari karsinoma mukoepidermoid sentral, karsinoma sel ginjal
metastatik, atau karsinoma sel bening kelenjar saliva.

Profil imunohistokimia CCOC adalah alat yang berguna untuk diagnosis


banding dari tumor rahang lainnya yang menunjukkan komponen sel bening yang
menonjol. Banyak marker imunohistokimia yang berguna dalam diagnosis
banding:, marker yang umum diekspresikan adalah CK14 dan CK19; marker yang
tidak ada atau sedikit adalah: CK7, CK8, CK18, vimentin, desmin, enolase, aktin
otot polos, calponin, protein S-100, a (1)-chymotrypsin, CD10, CD31 CCD45,
protein asam glial fibrillary, dan kromogranin.

Namun, analisis imunohistokimia mungkin tidak menentukan. Temuan


menunjukkan bahwa CCOC dan Hyalinizing clear cell carcinoma (HCCC) pada
kelenjar saliva menunjukkan tingkat tumpang tindih morfologi dan
immunophenotypic yang tinggi, sehingga membuatnya tidak praktis dan sulit
untuk membedakannya. Dalam menghadapi hal ini, lokasi tumor (di rahang
dibandingkan di mukosa mulut/kelenjar saliva) menjadi kriteria pembeda yang
penting. Aspek lain yang menunjukkan CCOC adalah adanya pola pertumbuhan
yang lebih berlobus, stroma myXoid hingga fibroseluler, identifikasi palisade
perifer, dan deposisi osteodentin.

Selain itu, positifnya antigen membran epitel p63 dan hubungan dengan
lapisan epitel pada CCOC dapat membenarkan asal mukosa daripada kelenjar.
Gambar 2. Karsinoma odontogenik sel bening (HaematoXilin dan eosin,
perbesaran asli 200×).

Gambar 3. Karsinoma odontogenik sel bening (HaematoXylin dan eosin; A.


pembesaran asli 20×, B. pembesaran asli 100×). C. Sitoplasma sel neoplastik
positif PAS. (Pas pewarnaan, perbesaran asli 100×). Sel neoplastik menunjukkan
imunoreaktivitas untuk CK5/6 (D), untuk CK14 (E) dan untuk p63 (F).
(Counterstaining HaematoXylin, pembesaran asli 100×).
Gambar 4. Aspek klinis sebelum (a) reseksi bedah dan sesudah (b).

CCOC, seperti karsinoma sel bening yang menghialin pada kelenjar saliva,
adalah salah satu neoplasma epitel yang diketahui mengandung fusi EWSR1-
ATF1. Oleh karena itu, hubungan antara tumor ini nampaknya bisa terjadi.

Masalah lain adalah diagnosis banding CCOC dari ameloblastoma dengan


sel jernih dan karsinoma ameloblastik. Menurut beberapa penulis, karsinoma
ameloblastik dan CCOC mungkin mewakili manifestasi klinis yang berbeda dari
neoplasia ameloblastik ganas yang berhubungan dengan metaplasia sel jernih.
Karsinoma ameloblastik pada pemeriksaan histologis menunjukkan epitel
ameloblastik dengan epitel stroma myxoid di sekitarnya yang menunjukkan
banyak lapisan di beberapa area. Sel-selnya mengalami peningkatan rasio
nukleositoplasma, inti hiperkromatik dan terdapat dalam bentuk lembaran. Area
fokus keratinisasi juga terlihat jelas, serta sedikit gambaran mitosis.

Sementara EWSR1 teridentifikasi pada karsinoma odontogenik sel jernih,


mutasi titik BRAF V600E justru teridentifikasi pada karsinoma ameloblastik.
Karena kelangkaan tumor ini, pendekatan pengobatan yang ideal belum
ditentukan secara pasti. Secara umum, protokol yang digunakan sebanding dengan
yang digunakan untuk karsinoma sel skuamosa mulut. Karena tingginya tingkat
rekurensi, literatur sepakat dalam menyarankan pengobatan bedah dini dan agresif
dengan batasan yang jelas. Rekuresni sering terjadi ketika enukleasi dan eksisi
lokal dilakukan, sehingga tidak boleh dilakukan lagi.

Pada kasus kami, kami melakukan reseksi bedah dengan margin jaringan
tulang yang sehat. Tidak ada bukti klinis atau radiografi penyebaran metastasis ke
leher sehingga pengangkatan ganglion tidak dilakukan. Sampai saat ini, satu tahun
setelah operasi, pemeriksaan klinis dan radiologi pasien kami tidak menunjukkan
bukti adanya rekurensi lokal. Karena terbatasnya jumlah data yang tersedia, sulit
untuk menguraikan faktor risiko rekurensi dan metastasis tumor. Tingkat nuclear
pleomorfisme dan hiperkromatisme bervariasi dan tampaknya berhubungan
dengan potensi metastasis tumor yang berbeda. Pengangkatan ganglion masih
diperdebatkan, beberapa indikasinya merupakan bukti adanya invasi jaringan
lunak yang luas, invasi perineural, atau kasus dimana reseksi tumor dengan
margin yang memadai tidak dapat dijamin.

Tabel 1. Diagnosis banding karsinoma odontogenik sel jernih.

Tipe Tumor Predileksi Gambaran histologi Imunoprofil sel


bening
Odontogenik CCOC Mandibula > Jenis pola monofasik, bifasik EMA+
primer maksila dan ameloblastomatosa dengan CK14 +
elemen epitel odontogenik, CK19+
stroma fibrosa, PAS positif, Calretin ±
musin negatif EWSR1-ATF1
Fusi
p63+
Calcifying Mandibula > Stroma amiloid dan hialinisasi, CK 5/6 +
epithelial maksila sel epitel poligonal, kalsifikasi CK 19 +
odontogenic P63 +
tumor (CEOT)
Ameloblastoma Mandibula Epitel ameloblastik dengan BRAF V600E
dengan stroma miksoid
perubahan sel
bening
Saliva primer Hyalinizing Palatum dan Stroma hialinisasi dan EWSR1-ATF1
clear cell dasar lidah fibroseluler, sel bening fusion
carcinoma monomorfik 34βE12 + p63 +
EMA +/-
Mucoepidermoi Parotis dan Tidak ada atau jarang p63+
d carcinoma palatum menghialinisasi stroma, sel HMWK+
goblet, musin positif Penataan ulang
MAML2
Salivary clear Kelenjar saliva Sel poligonal dengan Fusi EWSR1-
cell carcinoma minor sitoplasma bening, PAS positif, ATF1
musin negatif
Epithelial Paling umum Sel poligonal dengan Caponin
myoepithelial pada parotis, sitoplasma jernih, garis luar CK
carcinoma jarang di rahang berbeda, inti terletak di tengah EMA
S100
Acinic cell Paling umum Inti terletak di perifer, butiran Pan CK
carcinoma pada parotis, basofilik jarang di beberapa Vimentin
jarang di rahang daerah Transferin
CEA
GFAP
CD10
S100
Lainnya Metastatic renal Mungkin terjadi Sel epitel dengan inti CD10
cell carcinoma Metastasis hiperkromatik bulat kecil, PAX 8+
tulang yang sitoplasma bening, PAS positif,
terisolasi musin negatif
Amelanotic Palatum dorum, Sitoplasma jernih hingga S100
melanoma palatum molle bervakuola halus Melan A
dan gingiva HMB45
Kesimpulan yang sama ditemukan dalam literatur mengenai indikasi
radioterapi. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk lebih menentukan indikasi
radioterapi dan/atau kemoterapi pada pasien ini. Tindak lanjut jangka panjang
(termasuk pemeriksaan pencitraan kepala, leher, dan dada) wajib dilakukan karena
evolusi tumor ini. Ulasan Loyola dkk. melaporkan tingkat rekurensi lokal sebesar
41,0% dan metastasis jauh pada 31,0% kasus.

KESIMPULAN

CCOC adalah neoplasma ganas langka dengan histologi tertentu dan


gambaran yang membingungkan. Gambaran klinis tidak jelas sehingga diperlukan
biopsi insisional. Kontribusi biologi molekuler, imunohistokimia dan sitogenetik
sangat signifikan dalam proses diagnostik. Reseksi bedah dengan margin lebar
merupakan pengobatan gold standard dan limfadenektomi servikal harus
dipertimbangkan pada kasus tertentu. Tingginya potensi rekurensi CCOC
membuat tindak lanjut wajib dilakukan selama bertahun-tahun setelah operasi.

Anda mungkin juga menyukai