Anda di halaman 1dari 16

PEMBARUAN TANI

M I M B A R K O M U N I K A S I P E T A N I
EDISI 29 - JULI 2006
Harga eceran Rp 3.000,-

Petani Mandoge Ditangkap Tanpa Alasan Kuat


Saminem Manik (35) anggota Organisasi Tani Perempuan Lokal (OTPL) Saur Matua Ina Tani, ditangkap aparat kepolisian di Bandar asir Mandoge tanpa adanya alasan yang kuat, Kamis (22/6). Awalnya, Saminem diajak oleh Sekretaris Desa setempat ke Polsek Bandar Pasir Mandoge untuk dimintai keterangan mengenai konflik tanah antara rakyat dengan PT Jaya Baru di Bandar Pasir Mandoge. Namun setelah sampai di kantor Polsek, ternyata Sarminem langsung ditahan. Halaman 10

Tanak Awu Kembali Bergolak


Kembali terjadi bentrokan antara petani dengan polisi menyusul sengketa lahan pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok Baru di Tanak Awu, Lombok Tengah, Nusatenggara Barat, Rabu (21/6). Bentrokan terjadi karena para petani marah terhadap juru ukur tanah di lahan bakal Bandara Internasional Lombok Baru. Halaman 11

Organisasi Rakyat Tolak Perpres 36 dan Revisinya


Sejumlah organisasi rakyat yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Tolak Penggusuran yang terdiri dari LSM, organisasi buruh, organisasi tani, organisasi pemuda dan miskin kota menolak Peraturan Presiden No.36 tahun 2005 yang baru direvisi pemerintah menjadi Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006. Halaman 11

Pembaruan Agraria

Revolusi Lahan di Bloivia


Jose adalah salah satu dari petani kaya yang memiliki beribu-ribu hektar tanah pemerintah. Dengan adanya revolusi lahan, tanah itu harus dibagi-bagi ke petani miskin dan tak bertanah di Bolivia. Halaman 13
Ridho Kardo

Tragedi Cisompet
Komnas HAM Kecam Kekerasan di Cisompet
Halaman 5 Halaman 8

Membangun Solidaritas di Tanah Bencana FSPI Bantu Korban Gempa

Bencana Alam yang Terencana


Halaman 7

Halaman 9

Masyarakat Bantul bergotong-royong membantu memperbaiki rumah rusak karena gempa tektonik yang melanda wilayah mereka, Minggu (4/6).

Solidaritas untuk Korban Gempa Jogja dan Jateng

SALAM
Jangan Usir Rakyat dari Tanah Pertanian
Ketika ada pertemuan petani tingkat desa, percakapan yang kerap muncul adalah bagaimana agar dapat bertani secara aman dan tenang. Dalam forum ini, nama-nama perusahaan berkali-kali meluncur lancar. Walaupun perusahaan itu berbahasa asing namun fasih diucapkan, akrab disebut dan didengar telinga. Betapa tidak, sejak puluhan tahun petani yang berada di daerah pedalaman Sumatra ini bersengketa dengan perusahaan bermodal asing. Pihak perusahaan berkali-kali melakukan kekerasan melalui security-nya, anehnya pihak kepolisian tidak segera menindak. Sebaliknya bila petani masuk perkebunan, dituduh merusak, langsung ditangkap, diadili dan dipenjarakan. Lama juga 11 bulan lebih. Itulah ringkasan kata-kata yang sering didengar oleh pengurus-pengurus dan anggota serikat tani betapa meluasnya dampak konflik pertanahan. Yang paling dirasakan langsung adalah tindak kekerasan atau sebelumnya melalui suatu proses pemaksaan. Bahkan kekerasan itu terjadi tak hanya sekali saja. Bahkan beberapa kali ditempat yang sama, dengan kualitas yang variatif. Peristiwa-pristiwa ini bila ditelusuri lebih jauh ternyata memiliki pola tersendiri. Beberapa yang menonjol adalah dengan cara mengaburkan persoalan utamanya, yaitu konflik pertanahan. Misalnya dengan tuduhan-tuduhan pengrusakan, perbuatan tak menyenangkan, atau tindakan pidana lainnya. Kemudian bila konflik ini berlarut-larut maka pihak perusahaan ataupun pemerintahkarena biasanya dua l e m b a g a i n i l a h ya n g s e r i n g k a l i k o n f l i k menggunakan pendekatan keamanan. Dengan dali berbagai macam untuk mendatangkan aparat kepolisian. Bila sesaat setelah reformasi (tahun 19982003) aparat TNI relatif tak terlibat, sekarang ada indikasi keterlibatan mereka lagi dalam kancah konflik agraria ini. Belajar dari beberapa kejadian misalnya di bulan mei 2006 lalu di Cisompet , Garut pemicunya adalah latihan perang-perangan Kodim diwilayah tersebut, atau seperti pada bulan April 2006, Batalyon Infantri 714 Sintuwu Maroso Poso di Kota Tentena, tepatnya di ibu kota Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso dalam rangka latihan di lahan mega proyek PLTA Sulewana Poso dalam situasi proyek tersebut mendapat perlawanan dari warga. Itulah beberapa pola operasi yang paling sering digunakan dalam penanganan konflik agraria. Modela lainnya adalah penggunaan mekanisme hukum, pendekatan per-undang-undangan. Kita tahu bahwa sejak tahun 2004 telah disahkan UU No. 18/2004 tentang perkebunan. Sejak disahkan tidak sedikit petani yang mendekam dalam dinginnya penjara akibat begitu represifnya pasal-pasal dalam undang-undang tersebut dan dibarengi begitu agresifnya aparat polisi dan pengadilan untuk menegakkan hukum. Hal ini tak terjadi bila yang mengadukan perkaranya adalah dari pihak masyarakat. Bilapun diproses, maka waktunya akan berbeda sekali bila perusahaan yang melapor. Yaitu begitu lama dan administrasi yang sebgaja diperpanjang. Itulah realitasnya. Semua ini telah dipahami oleh rakyat. Atas kesadaran itulah maka apa-apa yang dilontarkan oleh pejabat negara seperti DPR maupun Presiden atau Wakil Presiden sekalipun selalu mengundang skeptis. Contoh konkrit adalah program revitalisasi pertanian, perikanan, dan kelautan. Program itu diluncurkan pada bulan Juni 2005, banyak impian yang akan diwujudkan walau kerangka besarnya tetap kuasa pasar dan modal. Sisi lain presiden justru mengelurkan Perprs 36/2005. penolakanpenolakan bermunculan, hingga mei 2006 muncul revisinya. Semua bertolak belakang. Tanah-tanah pertanian justru dijadikan obyek spekulasi untuk mengundang investasi. Kepastian hukum ada bagi investor, bukan untuk petani-petani. Kekeringan, hama ataupun banjir itu dianggap siklus alam, bencana yang datangnya dari Tuhan. Jadi tak ada tanggung jawab pemerintah didalamnya. Sirkusnya penguasa ditengah 13,6 juta petani bertanah yang hanya 0,5 ha, dan 15% keluarga petani mengalami pengurangan pendapatan. Kesesakan ini disertai dengan berbagai tindak kekerasan yang dialami petani. Padahal bagi negara sekaliber Amerika sekalipun pertanian itu menjadi tulang punggung dan tak akan menyerahkan urusan perut kepada siapapun. Cerminan ini secara jelas dinyatakan seorang senator di Amerika pada tahun 1982,bila kita ingin menghimpun dan memimpin orang, serta membuat mereka tergantung, terus mau bekerja untuk kita, itu adalah dengan cara membuat mereka ketergantungan makan dengan kita. Artinya silakan usir petani dari tanah pertanian, import kacang kedelai, gandum, daging sapi dan segera bangun perkebunan-perkebunan besar untuk eksport, segera bangun infrastruktur untuk memfasilitasi masuknya investasi, lakukan terus tindak kekerasan di tanah-tanah pertanian serta datangkan investasi asing sebanyak-banyaknya. Atau jalankan reforma agraria, sediakan kredit murah bagi petani, proteksi petani dari serbuan hasil produksi pertanian luar negeri, bangun teknologi pertanian yang murah, massal dan mudah. Itu hanya tinggal pilihan, apaka kita sebagai bangsa menikmati keterjajahan atau ingin bangkit melawan. Karena bagi petani, apapun resikonya pilihannya adalah jelas, ingin sejahtera, adil dan merdeka.

Pembaruan Tani - Juli 2006

SERUAN SOLIDARITAS UNTUK KORBAN BENCANA GEMPA DI YOGYAKARTA


Seruan ini di keluarkan oleh Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) berkaitan dengan bencana gempa bumi yang terjadi di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah pada hari Sabtu, 27 Mei 2006, Pukul 05.50 WIB yang menyebabkan lebih dari 3.000 orang tewas, ribuan rumah runtuh, serta ribuan orang luka berat dan ringan dimana sebagian besar korban adalah petani. Untuk itu Badan Pelaksana Federasi (BPF), Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dalam situasi darurat ini menyerukan kepada seluruh anggota FSPI dan masyarakat umum untuk segera mengonsolidasikan dan memobilisasi segala upaya dan bantuan berupa bahan makanan, tenda, obat-obatan serta uang. Konsolidasi dan mobilisasi ini bertujuan untuk memperkuat solidaritas khususnya antar kaum tani dan masyarakat umum terhadap korban bencana gempa bumi. Bantuan dapat disalurkan langsung ke POSKO FSPI di : 1. JAKARTA Jalan SMA 14 No. 15 A, Dewi Sartika Jakarta Timur Tel: 021-7991890, 021-80882492 dan Sekretariat FSPI Jalan Mampang Prapatan XIV No. 5 Jakarta 12790 Tel: 021-799 1890, Fax: 021-799 3426 Email: fspi@fspi.or.id 2. SEMARANG Sekt. Serikat Petani Jawa Tengah (SP-Jateng) - Anggota FSPI Jl. Bitaran Utara Rt. 03/02 Genuk, Semarang Tel: 024- 658 3885 3. BANTUL Posko Desa Imogiri, Bantul Untuk koordinasi dan informasi dapat menghubungi langsung ke : Zainal Arifin (0813 111 55 365) dan Mugi Ramanu (0815 69 56 302)

Pemimpin Redaksi: Achmad Yakub; Redaktur Pelaksana: Cecep Risnandar Redaktur: Muhammad Ikhwan, Tita Riana Zen, Wilda Tarigan, Tejo Pramono Reporter: Umran S (NAD), Edwin Sanusi (Sumatera Utara), Fajar Rilah Vesky (Sumatera Barat), Tyas Budi Utami (Jambi), Agustinus Triana (Lampung), Atep Toni, Usep Saeful, Dimas Barliana, Harry Mubarak (Jawa Barat), Edi Sutrisno, Ngabidin (Jawa Tengah), Muhammad Husin (Sumatera Selatan), Mulyadi (Jawa Timur), Marselinus Moa (NTT). Penerbit: Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) Penanggung Jawab: Henry Saragih Pemimpin Umum: Zaenal Arifin Fuad Sekertaris Redaksi: Tita Riana Zen Keuangan: Sriwahyuni Sirkulasi: Supriyanto, Gunawan Alamat Redaksi: Jl. Mampang Prapatan XIV No.5 Jakarta Selatan 12790. Telp: +62 21 7991890 Fax: +62 21 7993426 Email: pembaruantani@fspi.or.id website: www.fspi.or.id

Redaksi menerima tulisan, artikel, opini yang berhubungan dengan perjuangan agraria dan pertanian dalam arti luas yang sesuai dengan visi misi Pembaruan Tani. Bila tulisan dimuat akan ada pemberitahuan dari redaksi.

Pembaruan Tani - Juli 2006

KABAR TANI

Sekolah Kaum Tani


pertengahan tahun 2004 sekolah tersebut menerima siswa. Mereka menamakannya SMP Plus Pasawahan, sesuai dengan nama tempat dimana sekolah itu berdiri. Nama Pasawahan juga dipakai karena sekolah itu benar-benar berada ditengah ladang. Guru-gurunya adalah 12 aktivis dari Universitas Galuh, ITB, Unpad dan lainnya. Para guru mengajar tanpa digajih. Murni pengabdian, ujar Agustiana suatu ketika. Maklum, sekolah ini tidak memungut biaya apapu kepada siswanya. Tidak seperti sekolah pada umumnya, siswa di SMP Pasawahan tidak diwajibkan Syahroni/FSPI memakai baju seragam dan BELAJAR. Suasana belajar di SMP Plus Pasawahan bersepatu. Kegiatan belajar mengajar penduduknya memprihatinkan. Cipicung, sebuah daerah terpencil dilakukan secara lesehan sehingga Banyak anak-anak yang tidak di Selatan Banjarsari, jarak terkesan lebih santai. Walaupun bisa melanjutkan sekolah. Di tempuhnya dari Ciamis sekitar 70 begitu, para siswa dirangsang untuk daerah itu ada enam SD. Namun kilometer. Untuk mencapainya berpikir kreatif dann berani harus melewati jalan yang berkelok- sebagian besar tak mampu mengeluarkan pendapat. Mereka melanjutkan, karena ke SMP sangat kelok menaiki gunung, bagi yang bisa dengan bebas mendebat atau jauh dan juga miskin, ujar tidak biasa cukup berat. berdiskusi dengan gurunya. Kita Agustiana, Sekjen Serikat Petani Seperti pedesaan lain di negeri memposisikan derajat dengan ini, sebagian besar warga Cipicung Pasundan (SPP), seperti ditulis mereka sama," kata Saeful, seorang harian Pikiran Rakyat. hidup dari bertani. Sayangnya sarjana pendidikan yang Beranjak dari keadaan seperti itu, potensi kekayaan alam Cipicung mengabdikan ilmunya di sekolah tidak bisa digarap maksimal. Petani para aktivis SPP mencoba itu. mendirikan sekolah alternatif. Pada yang seharusnya bertani, Adapun mengenai embel-embel bulan Juni 2003 atas prakarsa kehilangan tumpuan karena plus, Saeful dalam tulisannya di meskipun tanah subur membentang masyarakat, SPP dan aktivis LSM blog Sekolah petani menerangkan didirikanlah empat ruangan sebagai luas, masyarakat desa tidak bahwa pada dasarnya sekolah ini tempat kegiatan belajar. Setelah memiliki akses terhadapnya. mengembangkan pendidikan yang setahun menyiapkannya, baru pada Alhasil, taraf ekonomi tidak memisahkan diri dari masyarakat. Sekolah hanya berarti dan 'berbatas' ketika anak-anak membutuhkan ruang kelas untuk berdiskusi dan musyawarah atau ketika mereka mempelajari materi pelajaran yang membutuhkan papan tulis dan berteduh, tulisnya. Selebihnya, para siswa bisa belajar ilmu dari kehidupan nyata yang terbentang dihadapan mereka. Transfer ilmu pengetahuan tidak hanya di ruang kelas saja, melainkan juga bisadi ladangladang, sungai dan tempat-tempat lainnya. Selain ilmu formal, para siswa juga diajarkan perencanaan pertanian di lahan kolektif dan individu. Selain itu dilakukan juga pendidikan dengan model diskusi, wawancara, dan konsultasi pertanian dengan para petani secara langsung. Hari Minggu para siswa membantu kegiatan pertanian wali mereka (sekaligus bapak kos), di mana mereka tinggal. Malam hari mereka mengaji di surau-surau. Apabila ada pertemuan Serikat Petani Pasundan, para siswa juga terlibat aktif. Menurut Saiful kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang ditentukan oleh dinas pendidikan. Hanya untuk materi pembiasaannya adalah pertanian dan organisasi, dengan metode partisipatif. Cecep Risnandar
Zaenal Arifin Fuad/FSPI

Semua Siswa MTs Sururon Lulus Ujian Nasional


Sekolah komunitas yang didirikan Serikat Petani Pasundan di Garut, yakni madrasah Tsanawiyah ( M Ts . ) S u r u r o n b e r h a s i l meloloskan semua siswanya yang mengikuti Ujian Nasional (UN). Prestasi sekolah yang terletak di Desa Sarimukti Kecamatan Pasir Wangi ini menjadi terasa istimewa, karena sekolah itu merupakan sekolah komunitas yang memiliki fasilitas serba terbatas. Sekolah tersebut tidak punya perpustakaan dan laboratotium. Bahkan, staf pengajarnya pun mayoritas pengajar hanya lulusan SMP. Termasuk salah satunya Deden, guru bahasa Inggris MTs Sururon. Baru bulan depan Deden mengikuti ujian Paket C agar dapat memiliki ijazah SMA. Namun hebatnya, nilai rata-rata UN bahasa Inggris siswa Sururon mencapai 4,26 jauh diatas standar pemerintah. Bahkan beberapa diantaranya ada yang mampu meraih nilai 9. Dalam prosesnya, MTs Sururon tidak memungut bayaran dari siswanya. Sehingga terbuka kesempatan bagi semua orang termasuk masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan. Padahal selama ini, orang miskin hampir tidak mempunyai akses lagi terhadap pendidikan.

SAMEN. Siswa-siswi Mts Sururon merayakan kelulusan mereka

UTAMA

Pembaruan Tani - Juli 2006

Tragedi Cisompet
elasa 30 Mei 2006, sekelompok massa yang terorganisasi menyerang Desa Sindang Sari, Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut secara brutal. Akibat penyerangan tersebut belasan rumah dan gubuk petani dibakar serta 10 hektar lahan pertanian dibabat habis. Kejadian berlangsung selama dua hari. Para petani penghuni desa pun tunggang langgang ketakutan. Ratusan orang diantaranya mengungsi menjauh keluar desa. Siapapun pelakunya, jelas perbuatan tersebut sangat biadab. Atas dasar itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) segera melakukan investigasi. Dan, hasilnya cukup mencengangkan. Berbagai kejadian yang mirip-mirip sebuah konspirasi mulai terkuak. Setidaknya hal ini tergambar dalam laporan investigasi PBHI yang ditulis Ali Imron Lubis dan Riandi

Tambunan. Beberapa hari sebelum terjadi penyerangan, tepatnya tangal 24 Mei, masyarakat mulai resah dengan adanya kegiatan Kodim 0611 yang menggelar latihan bela negara di atas lahan pertanian warga. Keresahan masyarakat bukannya tanpa alasan mengingat lahan yang mereka tanami masih disengketakan dengan pihak PTPN VIII. Tak heran apabila kegiatan Kodim di tempat itu menuai kecurigaan. Tampaknya prasangka warga tidak meleset. Sehari berikutnya, latihan bela negara yang diikuti 600 personil itu dilanjutkan dengan pembuatan lubang-lubang penetrasan untuk tanaman karet. Saat itu masyarakat tidak boleh memasuki lahan, ujar pengakuan seorang petani yang tidak mau disebut namanya kepada PBHI. Bahkan hari-hari selanjutnya, pohon-pohon yang ditanam warga diatas lahan itu mulai ditebangi. Puncaknya, tanggal 28, dilakukan penanaman pohon karet oleh Dandim

Garut. Masyarakat tak tinggal diam, sambil membawa pohon yang ditebang mereka melaporkan perusakan itu ke Polsek Cisompet. Hanya saja tidak ada tindak lanjut dari aparat kepolisian. Menurut laporan PBHI, pada tanggal 31 Mei, masyarakat Desa Sindang Sari dikejutkan dengan kedatangan serobongan massa, sekitar 600 orang dengan menggunakan 6 truk ke kampung mereka. Massa yang beringas itu membawa samurai, golok, parang dan juga bensin. Dengan serta merta, mereka melakukan pembabatan tanaman pisang, cabe dan tanaman keras dilahan seluas 31 Ha milik penduduk Desa Sindang Sari. Hanya dalam selang waktu 2 jam empat rumah dan 13 Gubuk dibakar, termasuk beberapa domba dan kambing dipotong dan dicacah secara brutal. Didorong oleh rasa ketakutan, seluruh warga berlarian meninggalkan rumah dan lahan mereka, tanpa membawa apapun, bahkan sampai ada

yang menghilang beberapa hari (tidak pulang) karena trauma, dan merasa takut. Melihat keadaan rumah yang kosong, para pelaku menjarah makanan dan menguras kolam ikan milik warga. Di lokasi kejadian tidak terlihat adanya antisipasi dari aparat kepolisian. Padahal, Yushufik Lansari, seorang wartawan independen melihat polisi di sekitar tempat kejadian. Wartawan tersebut sempat merekam beberapa bagian aksi penyerangan dan kehadiran aparat polisi. Bahkan, Yushufik sempat disandera oleh para preman yang melakukan penyerangan. Dari sederet perangkat hukum yang dimiliki negara ini, hanya Komnas HAM yang terhitung cepat melakukan investigasi. Pada hari Jum'at, 16 Juni, enam anggota Komnas yang dipimpin Amidhan dan Hasballah M Saad melawat ke Kampung Benjang, Desa Sindang Sari untuk melakukan investigasi awal. Cecep Risnandar

Pembaruan Tani - Juli 2006

UTAMA

Komnas HAM Kecam Kekerasan di Cisompet


Banyak pihak mengecam tindakan kekerasan terhadap petani anggota Serikat Petani Pasundan (SPP), salah satu organisasi petani yang menjadi anggota Federasi Serikat Pe t a n i I n d o n e s i a ( F S P I ) d i Kecamatan Cisompet, Kabupaten Garut. Akibat tindak kekerasan tersebut satu orang tertembak, tiga orang ditangkap polisi (kemudian dibebaskan), 7.000 warga mengungsi sementara, 10 hektare lahan penduduk dirusak dan belasan gubuk petani dibakar. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam waktu dekat akan menginvestigasi kasus tindak kekerasan yang dialami petani di Kampung Benjang dan Cinengah Desa Sindang Sari tersebut. Selain itu Komnas juga mengirim surat ke Polres Garut, isinya meminta Polres Garut menghentikan tindak kekerasan di Cisompet. Ketua Sub Bidang Ekonomi Sosial Budaya Komnas HAM, Amidhan, mengatakan bahwa Polres Garut juga harus mengusut kasus itu, dan menyeret para pelaku ke muka hukum. Komnas HAM, menurut Amidhan, juga mengirim surat kepada Bupati Garut agar membantu warga yang menderita akibat kejadian itu. Surat yang ketiga, Komnas HAM layangkan ke PT Perkebunan Nusantara VIII Bunisari Lendra, agar menahan anggotanya untuk tidak menyerang petani. Komnas HAM menerima laporan kekerasan tersebut setelah bertemu Achmad Ya`kub Deputi Kebijakan dan Kampenye Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dan beberapa LSM pro-petani di kantor Komnas HAM, pada hari Jumat (2/6) Dukungan LSM Dukungan terhadap petani mengalir dari berbagai organisasi lainnya. Salah satunya disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpuan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Johnson Panjaitan, Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Usep Setiawan dan Patra M Zen dari YLBHI. Mereka itu menuntut pertanggungjawaban PT Perkebunan Nusantara (PTPN VIII Bunisari Lendra), Polsek Cisompet dan TNI (Kodim 0611 Garut) atas tindak kekerasan terhadap para petani tersebut. Mereka mendesak pemerintah mencabut UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan karena melegitimasi kriminalisasi perjuangan petani penggarap. Para aktivis menyayangkan pihak kepolisian (Polsek Cisompet) dan pihak TNI (Kodim 0611 Garut) yang kurang proaktif mencegah penyerangan sekelompok preman itu dan sudah berlangsung sejak 30 Mei hingga 1 Juni lalu itu. Menurut Johnson, di daerah itu sudah terjadi sengketa agraria selama puluhan tahun antara penduduk dengan PTPN VIII Bunisari Lendra. Bahkan PTPN mengklaim sebagian besar tanah penduduk milik perkebunan. Klaim perusahaan perkebunan itu diperkuat oleh pernyataan Letkol Asep Kurnaedi, bahwa masyarakat tidak boleh menggarap lahan di wilayah perkebunan. Kekecewaan yang dibarengi rasa ketakutan masyarakat semakin memuncak ketika tanggal 25 Mei 2006 pihak perkebunan yang dikawal oknum TNI membuat lobang-lobang guna ditanami pohon karet. Intimidasi Menyikapi situasi yang tidak kondusif itu, masyarakat pun a k h i r n ya m e m b u a t p o s - p o s penjagaan, dan konsentrasi massa di beberapa tempat, serta diikuti intimidasi terhadap warga oleh preman yang berseliweran di kampung-kampung pada tanggal 29 Mei. Di hari yang sama pada pukul 20. 00 WIB - 24.00 WIB, warga melaporkan ke Kapolsek Cisompet. Namun justru pada 30 Mei 2006, pukul 23.00 WIB serangan mulai dilakukan dengan membakar rumah seorang penduduk. Serangan kepada penduduk, berupa pembakaran rumah dan pengrusakan lahan, dimulai lagi pada 31 Mei 2006 sejak pukul 05.30 WIB, dan aksi kekerasan berlanjut hingga 1 Juni 2006. Meski aksi penyerangan berlangsung semenjak 30 Mei, Polres Garut baru mengerahkan pasukannya tiga peleton pada 1 Juni 2006 di kantor Kecamatan Cisompet. Diabaikan Ahmad Yakub dari FSPI menilai aparat kepolisian telah mengabaikan kekerasan yang terjadi di Cisompet. Seharusnya polisi cepat tanggap dan menjadi pengayom warga, bukannya berpangku tangan, tukasnya. Akibat pembiaran tersebut, masyarakat kembali menjadi korban. Kini, masyarakat menjadi takut ketika berhadapan dengan pihak perkebunan untuk menyelesaikan konflik tanah. Padahal, perundingan penyelesaian sengketa agraria tidak bisa dilakukan apabila salah satu pihak dalam keadaan ketakutan. Masyarakat menjadi tidak berani menuntut hakhaknya, ujarnya. Yakub juga menekankan agar setiap konflik agraria diselesaikan dengan berpijak pada Undangundang Pokok Agraria Tahun 1960 yang mengatur tentang keagrarian. Semua pihak hendaknya merujuk pada peraturan itu bukan m e l a k u k a n n ya d e n g a n c a r a masing-masing, tandasnya. Cecep Risnandar

Polisi Jangan Hanya Berpangku Tangan


Petani menganggap kepolisian hanya berpangku tangan terhadap dalam kasus Cisompet. Pernyataan tersebut mencuat ketika para petani Cisompet mendatangi fraksi PDIP dan PKB di gedung DPR RI, Selasa (6/6). Para petani meminta wakil rakyat segera menanggapi tindak kekerasan, penyerbuan dan pembakaran gubuk petani di Cisompet, Garut, oleh sekelompok orang yang mengaku dari Serikat Pekerja Perkebunan (SP BUN) beberapa hari yang lalu. Petani meminta dukungan politik untuk penyelesaian kasus Cisompet, mengingat banyak pihak terlibat dalam aksi perusakan tersebut. Bahkan sebelum terjadi perusakan lahan petani oleh massa SP BUN diadakan dulu pelatihan bela negara terhadap anggota SP BUN oleh aparat TNI. Wakil petani dari Cisompet beserta pengurus Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) dan Serikat Petani Pasundan (SPP) meminta wakil rakyat untuk melakukan tekanan kepada pemerintah agar segera mengusut tuntas pelaku pengrusakan dan penyerangan. "Penyerangan terhadap petani Cisompet merupakan pelanggaran HAM. Pemerintah harus segera m e n g u s u t t u n ta s k a s u s penyerangan ini," tegas Henry Saragih, Sekertari Jendral FSPI. Lebih jauh, Henry mengatakan setiap ada sengketa agraria antara petani dengan perusahaan perkebunan, aparat selalu berpihak pada perusahan perkebunan. Padahal terbukti yang melakukan tindakan provokatif adalah pihak persahaan s e n d i r i y a n g mengatasnamakan SP BUN untuk merusak lahan petani. "Seharusnya sengketa agraria tidak diselesaikan dengan menggunakan cara-cara kekerasan," ujarnya.

PENDAPAT
Oleh Al Imron Lubis dan Riando Tambunan Keduanya bekerja di Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI)

Pembaruan Tani - Juli 2006

PTPN VIII di Balik Serangan Terhadap Petani Cisompet?


Peristiwa yang terjadi di kampung Cisompet, Desa Bejang, Kabupaten Garut, Propensi Jawa Barat, dimana para petani yang mengelola lahan menjadi korban tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang tidak dikenal. Tepatnya pada tanggal 30 Mei - 31 Mei 2006 tindak kekerasan yang dilakukan oleh milisi sipil menimpa mereka. Para petani yang mengalami tindak kekerasan dan penganiayaan tersebut adalah anggota dari Serikat Petani Pasundan, yang tersebar di tiga desa, dimana tiga desa tersebut masuk dalam wilayah kecamatan Cisompet. Peristiwa tersebut bermula dari adanya dua kelompok yaitu antara pihak masyarakat petani dengan pihak perkebunan PT.PN VIII, dimana pihak Perusahaan Nusantara (PT.PN VIII) berkeinginan untuk menguasai lahan yang memang menjadi milik para petani. Dan sebenarnya pihak perusahaan perkebunan masa penggarapannya telah berakhir pada tahun 1997. Namun seringkali masalah yang ada di negeri ini diselesaikan dengan kekerasan, seolaholah hukum tidak berfungsi, sudah banyak para petani yang menjadi korban kekerasan oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasan. Dan cenderung dibalik kekerasan tersebut adalah pihak aparat polisi. Lahan tanah seluas 31 hektar, sebelumnya telah diajukan permohonan ke pihak pemerintah, dan hasilnya bahwa pihak petani dipersilahkan untuk menggarap lahan tersebut, terjadi sengketa agraria selama puluhan tahun antara penduduk dengan pihak perkebunan, karena pihak perkebunan melakukan klaim terhadap tanah penduduk sebagai bagian dari area perkebunan. Pada tanggal 26 s/d 29 Mei 2006 terjadi ketegangan antara pihak perkebunan dan pihak petani, berupa ancaman dan intimidasi dari pihak perkebunan dan beberapa preman. Dan pada 30 dan 31 Mei 2006, terjadi Analisisi yuridis Kekerasan yang dialami para petani Garut, oleh pihak militan sipil yang merupakan sekelompok bayaran dengan jumlah yang begitu banyak kurang lebih sekitar 600 orang (menurut keterangan salah satu korban), sementara pihak-pihak terkait cuek bebek sementara penduduk banyak yang mengalami tindak kekerasan, penganiayaan. Dan bahkan Jajang Hidayat, dari SPP telah adalah memelihara keamananan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kemudian kalau melihat fungsi dan tugas polisi sebagaimana dijelaskan dalam pasal di atas maka sehingga kemudian polisi membiarkan tindakan tersebut otomatis itu sudah melanggar Hak Asasi Manusia, dengan alasan membiarkan masyarakat dianiaya. Tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok sipil militan sudah melanggar ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dalam hal ini pasal 406 ayat (1) yang bunyinya: Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan, merusakkan, membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan jo pasal 410 yang bunyinya: Barang siapa dengan sengaja dan dengan melawan hak membinasakan atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi, sebuah rumah (gedung) atau kapal yang sama sekali atau sebagiannya kepunyaan orang lain dihukum penjara selama-lamanya lima tahun. Dasar hukum ini harus menjadi prioritas pihak polisi dalam mengusut para pelaku tindak pidana atas pengrusakan rumah warga, penghancuran barang-barang milik warga atau pengambilan barang yang seharusnya dilindungi.

Seringkali masalah yang ada di negeri ini diselesaikan dengan kekerasan, seolaholah hukum tidak berfungsi, sudah banyak para petani yang menjadi korban kekerasan oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasan
serangan berupa pembakaran rumah penduduk dan penganiayaan. Ada beberapa fakta-fakta yang menunjukan bahwa serangan dilakukan secara brutal dan terencana oleh 600 orang yang tidak dikenal. Para perlaku datang dengan menggunakan kendaraan truk bersenjata samurai, golok/parang dan juga bensin. Mereka melakukan pembabatan tanaman pisang, cabe yang merupakan tanaman para petani dilahan seluas 31 hektar milik penduduk desa Sindang Sari.

melakukan pelaporan ke pihak polisi namun pelaporan sudah dua minggu tidak ada tindakan dari pihak polisi. Hal ini membuktikan bahwa pihak aparat kepolisian masih lemah, masih loyo, penegak hukum kita masih kendor. Hati nurani pihak aparat kita masih condong kepada pemegang kekuasaan. Padahal kalau kita mengacu pada Undang-undang No. 2 tahun 2002, tentang kepolisian Republik Indonesia, secara tegas dalam pasal (13) bab III tugas dan wewenangnya

Pembaruan Tani - Juli 2006

NASIONAL

Bencana Alam yang Terencana


MIGAS tidak oleh pemerintah yang memberikan teguran atau dibantu sejumlah tindakan tegas terhadap ilmuwan, dalam dan luar PT Lapindo Brantas dan negeri. Namun, secara anak perusahaan milik hukum kelalaian Menkokesra. pengoperasian Lapindo Selain itu, Lapindo dan hingga menyebabkan pemerintah justru musibah ini masih melakukan kebohongan menjadi tuntutan warga publik dengan yang belum ditanggapi mengaitkan musibah ini secara serius oleh dengan gempa yang pemerintah. terjadi di Yogyakarta dan JawaTengah berdekatan Terencana dengan kebocoran Hampir semua pertama pipa gas. Dengan kerusakan alam disusul dalih tidak memiliki pelanggaran dan kewenangan pemerintah kerusakan lingkungan daerah Jawa timurpun yang terjadi di Indonesia tidak dapat berbuat apa- didalangi oleh korporasi LUMPUR. Genangan lumpur yang semakin hari semakin dalam. apa, mengingat ijin yang sekaligus menjadi operasi Lapindo aktornya. Pemerintah dan dikeluarkan oleh hukum menjadi tidak Departemen Energi berdaya ketika dihadapi Sumber Daya Mineral. oleh kilauan uang yang Lumpur panas yang ditawarkanmeski harus keluar tersebut juga mengorbankan merendam pipa gas masyarakatnya sendiri. tegangan tinggi milik Kasus lumpur panas di Pertamina. Akibatnya, kecamatan Porong Sahat Tarida nasional. Beberapa pabrik menyusul desa temperatur di sekitar pipa kabupaten Sidoarjo dengan omzet besar Kedungbendo kecamatan Lumpur panas baja menjadi naik hingga merupakan bencana lumpuh dan terpaksa Porong kabupaten menyembur dari dalam dua kali lipat yang dapat ekologi terencana yang merumahkan Sidoarjo. Akibat lainnya tanah sejak tanggal 29 merusak pipa. Bahkan dibuat oleh sekelompok karyawannya. Ratusan tanah menjadi amblas, Mei lalu akibat kebocoran kemungkinan atau orang yang hanya hektar lahan pertanian sehingga kerugian materi pipa gas PT Lapindo meledaknya pipa bisa saja mementingkan usahanya terendam dan rusak total. akan semakin bertambah. Brantas. Semburannya terjadi jika blow out tanpa Masyarakat mau tidak membuat kerusakan lumpur dan gas panas mempertimbangkan mau harus mengungsi, Respon lamban besar, sekitar tiga ribu tidak segera dihentikan. aspek sosial, ekonomi dan sawah terpaksa Walau pun kerusakan lebih warga masyarakat Meskipun penanganan ekologis. ditinggalkan, sekolahamat dahsyatnya, harus mengungsi dari lumpur telah diupayakan sekolah diliburkan pemerintah merespon www.gulf-times.com desanya. Lumpur panas bahkan jalan penghubung secara lamban. Tidak ada berwarna hitam tersebut antar daerah pun ketegasan dari mengeluarkan bau yang lumpuh. Sampai saat ini pemerintah untuk tidak sedap dan kerugian baik materi penanganan bencana mengandung gas hydrogen maupun imateri masih ekologis terencana. Fakta sulfide yang berbahaya. ditanggung sendiri oleh bahwa BP-MIGAS selaku Pada awalnya, lumpur warga masyarakat yang pemilih dan pemberi ijin polusi lumpur panas itu daerahnya terkena kontraktor pengeboran mengganggu kesehatan lumpur panas. melalui keputusan penduduk. Namun Dampak kerusakan presiden, lalai dalam semakin hari dampak langsung lumpur itu menjalankan kerusakannya semakin meliputi Desa tanggungjawabnya. sehingga meluas ke Renokenongo, desa Siring Sebagai pemantau operasi GOTONG-ROYONG. Warga bergotong royong stabilitas perekonomian dan desa Jatirejoakan dan lingkungan, BPmenyelamatkan harta dai rumah-rumah yang terendam
www.theage.com

3.155 warga terpaksa mengungsi. Pasalnya-belum ada penanganan secara serius terhadap lumpur panas yang menjadi sumber masalah baru di Porong-Sidoarjo

NASIONAL

Pembaruan Tani - Juli 2006

Membangun Solidaritas di Tanah Bencana


masyarakat Indonesia maupun internasional mengalir ke Jogja. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri langsung terbang pada sore harinya dan menginap malam itu juga di Yogyakarta. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan beberapa negara sudah menyatakan komitmen bantuan antara lain Jepang, Inggris, abtu, 27 Mei 2006, gempa Malaysia, Singapura, Prancis serta berkekuatan 5,9 skala richter UNICEF. Begitu juga dengan menggoyang wilayah berapa lembaga swadaya Yogyakarta dan sebagian Jawa masyarakat seperti, Palang Merah Tengah. Menurut data BMG, gempa Internasional, Bulan Sabit Merah, terpusat di kedalaman 33 Km arah dan badan-badan dunia lainnya. Selatan Pantai Parangkusumo Dari sekian bantuan yang berada pada koordinat 8.2 Lintang mengalir, perlu dicatat yang paling Selatan, dan 110.3 Bujur Timur. penting adalah solidaristas Gempa yang terjadi sekitar pukul masyarakat Jogja dan Jawa Tengah 05.45 WIB, ketika sebagian warga itu sendiri. Sesaat setelah gempa masih terlelap dalam tidurnya terjadi, mereka saling bahu mengakibatkan kerusakan sangat membahu membantu korban. parah. Setidaknya 5.913 jiwa Bahkan, di desa-desa yang belum meninggal dan 29.167 lainnya tersentuh bantuan, masyarakat mengalami luka berat, tidak terhitung korban luka-luka lainnya. secara aktif menghidupkan kembali gotong royong untuk Kerusakan terparah terkonsentrasi membersihkan kampung halaman di wilayah Bantul dan sebagian mereka dari reruntuhan. Klaten.

perkotaan. Banyak sekali desa dan wilayah pertanian yang mengalami hal serupa. Sebagai organisasi tani, kami merasa terpanggil untuk memberikan solidaritas terhadap korban gempa, tutur Somairy, dari Serikat Petani Jawa Tengah (SP Jateng). Oleh karena itu pihaknya segera menghubungi Federasi serikat Petani Indonesia (FSPI) untuk mengumumkan dan memobilisasi bantuan dari anggotanya yang tersebar di 12 propinsi di Indonesia. Untuk mengkoordinasikan bantuan, para pengurus Serikat Petani Jawa Tengah membentuk posko dan panitia pelaksana teknis di Kampung Tanubayan, Kabupaten Bantul. Dari posko tersebut, bantuan disistribusikan ke berbagai tempat yang belum tersentuh bantuan terutama di wilayah-wilayah pedesaan. Sekjen FSPI, Henry Saragih, mengatakan solidaritas bantuan yang diberikan kepada masyarakat korban gempa jangan sampai menyebabkan ketergantunan masyarakat terhadap bantuan. Ia meyakini masyarakat sendiri

sesungguhnya mampu bangkit dari keterpurukan akbiat bencana mengingat nilai-nilai kekeluargaan dan gotong-royong warga sangat kuat. Untuk menghindari ketergantungan terhadap bantuan, dalam jangka panjang ia mengharapkan agar setiap bantuan harus menghidupkan kembali roda perekonomian di daerah bencana. Bagi kaum tani, misalnya, bantuan harus mendorong agar mereka cepat kembali ke ladang-ladang pertanian dan berproduksi kembali. Dengan begitu, masyarakat lokal mampu membangun kembali kadaulatan pangannya secara mandiri sehingga dalam jangka panjang tidak terus tergantung pada bantuan dari luar. Dalam hal ini, setiap bantuan yang diberikan FSPI ditujukan untuk menguatkan peran masyarakat sendiri untuk bangkit dari keterpurukan. Ia juga menambahkan, dengan adanya bencana bukan berarti harus menerima utang baru yang akan menyengsarakan rakyat lebih luas lagi. Cecep Risnandar

Sejumlah bantuan dari

Kerusakan tidak hanya terjadi pada bangunan-bangunan di

Pembaruan Tani - Juli 2006

NASIONAL

FSPI Bantu Korban Gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah


Sejak hari Minggu tanggal 28 Mei, tim Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI) menyalurkan bantuan tanggap darurat kepada korban gempa di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Tim relawan FSPI mulai membuka posko di K a m p u n g Ta n u b a ya n , D e s a Trirenggo, Kecamatan Bantul, K a b u p a t e n . Po s k o t e r s e b u t melayani bantuan untuk 249 korban gempa di Tanubayan dan 261 di Imogiri. Sampai saat ini bantuan yang disalurkan baru berupa pangan dan obat-obatan serta tenda. Posko dipilih didirikan di dua tempat yaitu Imogiri (korban meninggal lebih dari 1000 jiwa) dan daerah pertanian di Tanubayan. Penyaluran bantuan dilakukan dengan cara mengumpulkan stok pangan di posko, kemudian disalurkan ke tenda-tenda pengungsi yang tersebar di sekitar Posko. Lebih jauh lagi Tim FSPI sudah melakukan koordinasi dengan masyarakat setempat untuk menyusun rencana penanggulangan bencana. Rois, dari Serikat Petani Jawa Tengah (SP Jateng) memperkirakan bantuan pangan dan susu bagi bayi akan diperlukan sampai 2-3 bulan kedepan. Sedangkan untuk mobilisasi bantuan hingga saat ini, didapatkan dari Petani anggota Serikat Petani Jateng (SP Jateng). Petani memetik kubis, sawi,

POSKO. Posko solidaritas FSPI di Dusun Tanubayan, Bantul. Di tempat ini bantuan dari anggota FSPI dikumpulkan untuk didistribusikan kepada korban bencana.
kentang, caisim, kol dan seledri dari ladang-ladangnya. Bantuan berdatangan juga dari berbagai wilayah anggota FSPI lainnya. Bantuan juga datang dari petani anggota FSPI dari Wonosobo yang memberikan sayuran segar kepada korban gempa di dusun Tanubaya, Bantul. Bantuan di sa l u r k a n m e l a l u i Posk o Solidaritas FSPI di dusun itu. Sayuran tersebut dipanen langsung dari lahan para petani. Agus Rully, Deputi Ekonomi FSPI mengatakan bahwa dengan luasnya bencana ini, FSPI akan berusaha untuk memperluas jangkauan pelayanan bantuan. Saat ini, tim sedang mengkaji untuk menambah jumlah posko bantuan, juga akan dilakukan survei ke wilayah lainnya seperti Kabupaten Klaten dan Daerah Wonosari, Gunung Kidul. Tim juga akan mengkaji rencana penanggulangan bencana pasca tanggap darurat. Sekjen FSPI Henry Saragih, menyerukan kepada seluruh anggota FSPI dari berbagai wilayah untuk segera memberikan respon kepada korban gempa. Bantuan bisa disalurkan lengsung ke SP Jateng yang menjadi koordinator bantuan FSPI di Jogja dan Jawa Tengah, tutur Henry. Lebih jauh, Henry mengatakan banyak petani yang menjadi korban bencana dan irigasi yang rusak. Petani di seluruh Indonesia harus peduli dengan penderitaan kawan-kawannya di Jogja. Oleh karena itu FSPI sebagai induk organisasi serikat petani akan memfasilitasi dan menyalurkan berbagai bantuan tersebut. Pasca tanggap darurat, hal yang penting dilaksanakan di wilayah gempa adalah memperkuat basis produksi pertanian untuk menghindari rawan pangan. Perbaikan sarana pertanian mendesak dilakukan agar masyarakat yang terkena bencana tidak tergantung terus menerus dengan bantuan pangan dari luar. Petani harus sesegera mungkin menjalankan produksinya lagi, tambah Henry. Ia juga mengecam bantuan pangan yang didatangkan secara impor. Menurutnya, bantuan pangan impor tidak mendidik dan dapat menyebabkan ketergantungan petani yang berkepanjangan. Kedaulatan pangan sangat penting diterapkan di wilayah bencana, tandasnya. Henry melanjutkan, roda perekonomian di wilayah bencana lumpuh total. Oleh karena itu perlu ada stimulan agar petani kembali mengerjakan ladangnya. Di daerah Bantul, pertanian masih menjadi tumpuan mata pencaharian masyarakatnya. Cecep Risnandar

MUSYAWARAH. Warga Tanubayan sedang bermusyawarah membuat perencanaan kerja dalam rangka pendistribusian bantuan darurat dari FSPI.

NASIONAL

Pembaruan Tani - Juli 2006

Petani Mandoge Ditangkap Tanpa Alasan Kuat


Saminem Manik (35) anggota Organisasi Tani Perempuan Lokal (OTPL) Saur Matua Ina Tani, ditangkap aparat kepolisian di Bandar Pasir Mandoge tanpa adanya alasan yang kuat, Kamis (22/6). Awalnya, Saminem diajak oleh Sekertaris Desa setempat ke Polsek Bandar Pasir Mandoge untuk dimintai keterangan mengenai konflik tanah antara rakyat dengan PT Jaya Baru di Bandar Pasir Mandoge. Namun setelah sampai di kantor Polsek, ternyata Saminem langsung ditahan. Tindakan penahanan tersebut dianggap telalu mengada-ada, mengingat tidak ada surat penangkapan. Saminem ditahan berhubungan dengan konflik agraria antara Organisasi Petani Perempuan OTL Saur Matua Ina Tani Pardembanan Unit II SPSU Asahan, Bandar Pasir Mandoge dengan PT Jaya Baru. Menurut pengurus Serikat Petani Sumatera Utara, Chaspul, PT Jaya baru mengklaim lahan yang digarap para petani, namun diketahui perusahaan tersebut mengada-ada karena tidak memiliki HGU. Dibebaskan Jum'at (23/6), pagi hari sekitar 50 orang anggota SPSU dari Unit II S P S U A s a h a n , B a n d a r Pa s i r Mandoge, mendatangi Kantor DPRD Asahan untuk melakukan aksi tentang kasus penangkapan Saminem. Aksi ini dipimpin oleh Sekjen SPSU, Wiwik M. Kristina. Mereka datang dengan menumpang sebuah truk ke kantor DPRD Asahan. Selain melaporkan penangkapan ini, mereka juga menuntut pengembalian tanah yang dikuasai oleh PT Jaya Baru kepada para petani. Pada awalnya anggota DPRD tidak mau menerima mereka, tapi akhirnya mereka diterima oleh Wakil Ketua DPRD H. Samsul Bahri Batubara. Kesimpulan dari pertemuan ini adalah anggota DPRD Asahan tidak dapat membantu penyelesaian masalah ini. K e m u d i a n , S e r i k a t Pe t a n i Sumatera Utara, menekan Polres untuk segera membebaskan Saminem. Setelah melakukan berbagai upaya, akhirnya pada hari itu juga Saminem dibebaskan dengan jaminan oleh Serikat Petani Sumatera Utara (SPSU). Seminggu sebelum penahanan Saminem, pada tanggal 13 Juni, OTL Maju Bersama telah mengadakan pertemuan dengan Komisi A DPRD Sumatera Utara di Desa Sei Kopas. Pertemuan tersebut membicarakan konflik tanah antara OTL Maju Bersatu dengan PT Bakrie Plantatios di wilayah Bandar Pasir Mandoge. Konflik antara rakyat dengan perkebunan di Kecamatan Bandar Pasir Mandoge, Kabupaten Asahan, tidak pernah diselesaikan dengan baik. Bahkan, pemerintah seringkali berpihak kepada perusahaan perkebunan. Terbukti dengan penangkapanpenangkapan yang dilakukan kepolisian terhadap petani setiap kali terjadi konflik. Sedangkan pihak perkebunan seakan-akan terlepas dari jeratan hukum. Cecep Risnandar

Diskusi Hasil ICAARD

Petani harus merebut hak-haknya


Petani sendiri harus berani berjuang untuk merebut hakhaknya atas tanah, karena saluran politik untuk melakukan pembaruan agraria menemui jalan buntu. Selama ini tidak ada saluran politik di eksekutif maupun legislaif yang aspiratif terhadap keinginan petani. Hal tersebut diungkapkan Sekjen FSPI, Henry Saragih, dalam acara Diskusi Fokus Grup membahas hasil ICAARD yang diselenggarakan Konsorsium Pembaruan Agraria di Jakarta, Kamis (22/6). Pembaruan agraria hanya menjadi sekedar komoditas politik bagi pihak-pihak tertentu tanpa ada keinginan untuk mewujudkan dengan sebenar-benarnya. Contohnya, selama kampanye Susilo Bambang Yudhoyono berjanji akan melakukan pembaruan agraria dalam programprogramnya. Namun setelah berkuasa tidak pernah diwujudkan. Henry mengatakan, saat ini rakyat sendiri yang harus bangkit untuk memperjuangkan hak-hak agraria sesuai dengan amanat yang termaktub dalam Undang-undang Pokok Agraria No.5 tahun 1960. Karena mustahil menunggu pemerintah atau politisi berinisiatif mewujudkannya. Rakyat harus merapatkan berisan dan mengorganisasikan diri agar kekuatannya menjadi besar. Dengan organisasi yang kuat, maka suara rakyat akan lebih berpengaruh.
Achmad Yakub/Pembaruan Tani

Berbagai Organisasi Kecam Kasus Lumpur PT Lapindo Brantas


Semburan lumpur panas di wilayah Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur bukan merupakan bencana alam. Sejumlah analisa menunjukkan bahwa tersebut merupakan hasil perbuatan manusia. Pengeboran eksplorasi (exploration drilling) di sumur Banjar Panji I tidak memenuhi prosedur standar, yaitu tidak memasang casing sumur seperti ketentuanketentuan pengeboran dalam industri minyak bumi dan gas. Hal tersebut ditegaskan berbagai LSM dan organisasi rakyat yang mengadakan konferensi pers di Jakarta, Kamis (13/7). Menurut mereka, fakta yang ada menunjukan bahwa peran pengawasan dan pemantauan pemerintah melalui Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP MIGAS), tidak dilakukan dengan baik dan benar dalam kasus ini. Dalam jumpa persnya, organisasi tersebut menengarai ada kesan saling melindungi diantara pemerintah, BP Migas dan PT Lapindo, Bahkan dapat disebut telah terjadi konspirasi yang ujungnya menjadikan rakyat sebagai korban, tutur M Erwin Usman dari Walhi. Mereka terdiri dari, WALHI Eknas, JATAM, LSADI, FPPI, LMND, WALHI DKI Jakarta, Sahabat WALHI, KAU, FMN.

Henry Saragih (kiri), dalam diskusi Focus Group Discusion Pasca ICAARD, di Jakarta, Kamis (22/6).

10

Pembaruan Tani - Juli 2006

NASIONAL
Puluhan Aktivis Protes Mabes Pori
Sekitar 30 oarang aktivis dari berbagai organisasi mendatangi Mabes Polri untuk memprotes kekerasan aparat kepolisian terhadap para petani di Tanak Awu, Jumat (23/6). Mereka menganggap bentrokan yang terjadi di Tanak Awu antara aparat dan petani hari Rabu lalu, dipicu oleh tindakan provokatif aparat Pemda NTB yang melakukan pengukuran tanah diatas tanah sengketa antara petani dengan PT Angkasa Pura. Demonstran menuntut agar Mabes Polri menindak aparatnya yang melakukan tindak kekerasan. Karena selama ini, dalam konflik agraria di Tanak Awu rakyat selalu menjadi korban. Sedangkan aparat malah melindungi dan memfasilitasi pihak pemodal. Organisasi yang mengikuti aksi tersebut antara lain FSPI, FMN, FPPI, FAM UI dan PBHI. Ikhsan, yang juga mantan Kapolri pagi ini di Hotel Jayakarta Senggigi, Mataram.Kepada para petani Kusparmono mengatakan Komnas HAM akan segera menindaklanjutinya. "Saya sudah menelepon Polda untuk menarik pasukannya", ujarnya. Menurut Wahidjan, bentrokan disebabkan oleh kegiatan pengukuran tanah oleh pihak PT Angkasa Pura yang akan membangun Bandara diatas lahan yang digarap para petani Tanak Awu. Petani merasa terganggu dengan kegiatan tersebut, karena selama ini tanah tersebut masih disengketakan warga dengan PT Angkasa Pura. Kegiatan pengukuran yang dilakukan aparat Pemda dikawal oleh kurang lebih 10 truk pasukan Brimob dan ratusan pasukan perintis kepolisian. Menurut penuturan warga setempat, dalam barisan pengawal Pemda terdapat 50 orang preman Pamswakarsa. Pengawalan besar-besaran tersebut memprovokasi petani. Para petani takut lahan mereka akan digusur. Petani Tanak Awu menghadang petugas pengukur tanah karena mereka sedang menunggu panen semangka di atas lahan tersebut. "Selesai panen dua bulan lagi," ujar Wahidjan. Bentrokan dipicu ketika salah seorang warga diwawancarai wartawan. Kemudian aparat menangkap warga tersebut sehingga menimbulkan prasangka buruk warga yang menghadang pengukuran. Akhirnya terjadi keributan yang menyebabkan seorang warga terkena tembakan. Sekretaris Jenderal FSPI, Henry Saragih mengutuk bentrokan tersebut. Menurutnya, polisi seharusnya menjadi pelindung dan pengayom masyarakat bukan malah melakukan tindakan represif demi membela kepentingan pemodal. "Tindakan semacam itu sangat melukai hati rakyat dan melanggar HAM. Petani sudah dikebiri kebebasan politiknya dan hak-hak ekonomi, sosial dan budaya petani pun dipinggirkan," tandas Henry. Cecep Risnandar

Tanak Awu Kembali Bergolak


Kembali terjadi bentrokan antara petani dengan polisi menyusul sengketa lahan pembangunan Bandar Udara Internasional Lombok Baru di Tanak Awu, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Rabu (21/6). Bentrokan pecah karena para petani marah terhadap juru ukur tanah di lahan bakal Bandara Internasional Lombok Baru. Para petani sengaja datang ke lahan begitu mengetahui akan ada pengukuran tanah oleh PT Angkasa Pura dan Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah. Sejak awal para petani tak setuju dengan pembebasan dan ganti rugi tanah yang telah berlangsung sejak 12 tahun silam. Kasus ini semakin mencuat setelah beberapa kali terjadi bentrokan yang memakan banyak korban. Sekretaris Jenderal Serikat Petani NTB, Wahidjan melaporkan bentrokan antara petani dan aparat ke Komnas HAM, Kamis (22/6). Mereka bertemu dengan anggota Komnas HAM, Kusparmono

Organisasi Rakyat Tolak Perpres 36 dan Revisinya


Sejumlah organisasi rakyat yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Tolak Penggusuran yang terdiri dari LSM, organisasi buruh, organisasi tani, organisasi pemuda dan miskin kota menolak Peraturan Presiden No.36 tahun 2005 yang baru direvisi pemerintah menjadi Peraturan Presiden No.65 Tahun 2006. Mereka bukan saja menolak revisi Perpres melainkan juga mendesak pemerintah untuk segera mencabut peraturan tersebut. Organisasi-organisasi itu menilai materi Perpres 36 dan revisinya sudah melenceng jauh dari amanat Undang-undang Pokok Agraria no.5 tahun 1960 tentang agraria. "Perpres 36 hanya menjadi karpet merah bagi investor di bidang infrastruktur," ujar Henry Saragih, Sekjen FSPI. Koalisi Rakyat Tolak Penggusuran terdiri dari 11 organisasi anggotanya antara lain FSPI, YLBHI, LBH, PBHI, KPA, SBD, UPC, Walhi, Sahabat Walhi, Pokja PA-PSDA, dan FPPI.

Petani Sikka Terancam Kelaparan


Kelaparan di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur semakin mengarah pada keadaan membahayakan. Kini masyarakat Sikka yang sebagian besar petani terancam tidak bisa memenuhi kebutuhan pangan keluarganya. Kelaparan dipicu oleh serangan hama terhadap tanaman perdagangan di Sikka. Hama merusak tanaman monokultur petani sehingga para petani kehilangan pendapatannya. "Mereka perlu mendapatkan pertolongan segera, sebab sampai saat ini belum ada tindakan apapun dari pemerintah," ujar Fabianus Toa, Ketua Serikat Petani Kabupaten Sikka. SPKS yang merupakan anggota FSPI ini telah melakukan pendataan terhadap seluruh anggotanya, terutama petani Kakao. Hasilnya mengejutkan, 52 KK diantaranya terancam kekurangan pangan akibat gagalnya panen. Gagal panen terjadi karena sistem pertanian yang dikembangkan di Sikka merupakan sistem pertanian tanaman perkebunan dengan cara monokultur. Jadi ketika hama menyerang, semua tanaman mati sehingga petani kehilangan pendapatan. Sedangkan tanaman pangan yang dikonsumsi petani tidak dibudidayakan. Akhirnya, rakyat mencari umbiumbian ke hutan-hutan. Tanaman pangan yang ada dihutan terbatas sehingga rawan pangan pun terjadi. Di sisi lain, pemerintah
Ali Fahmi/FSPI

SIKKA. Lahan kritis di kabupaten Sikka


Sikka akan mengadakan padat karya terhadap masyarakat yang mengalami gagal panen agar memperoleh pendapatan. Namun hal tersebut diyakini, Ali Fahmi dari FSPI bukan solusi yang tepat. Seharusnya pemerintah memberikan subsidi kepada para petani agar mereka kembali berproduksi bukan mempekerjakannya di sektor lain. "Pemerintah harus memberikan bantuan pangan untuk jaminan hidup dan memberikan sarana pertanian, lalu petani disuruh menggarap lahanlahan yang terbengkalai," ujarnya.

11

INTERNASIONAL

Pembaruan Tani - Juli 2006

WTO Sekarat
Mari Elka Pangestu mungkin salah satu dari menteri yang kini mulai sadar, bahwa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO): negara tidak bisa hanya bermimpi. Menteri Perdagangan RI itu kini tak pelak harus merenungi nasib Indonesia. Sementara mimpi mendapat untung tak terwujud, perdagangan bebas malah semakin merugi terutama bagi negara macam Indonesia. Negara berkembang adalah negara yang paling merugi selama 11 tahun sudah WTO berdiri. Sudah lelah dikadali, belakangan negara-negara ini mulai bersuara. Sejak 2003 (terutama pertemuan WTO di Cancun), peran negara-negara ini makin menanjak. Dan tak lain dan tak bukan, hampir seluruhnya adalah negara yang mengandalkan pertanian sebagai jalan hidup rakyatnya. Indonesia contoh kasusnya: jika tak kudu melindungi pertaniannya terutama beras maka sektor ini dapat diramalkan akan tumbang perlahan. Impor beras mulai tahun 1988 adalah hal menyedihkan yang harus diterima rakyat, padahal negara kita punya semuanya: tanah, manusia, hingga sumberdaya agraria yang kaya. Di era 1990-an, WTOlah yang memaksakan pembukaan pasar hingga Indonesia terus mengimpor beras hingga sekarang. Akibatnya jelas, petani yang selalu merugi; pasar dan harga domestik tidak terlindungi, pendapatan turun, kehidupan petani terancam. Jurang lebar Era tahun 2000-an, negara berkembang mengusulkan perlindungan produk pertanian dalam WTO. Usulan ini disebut produk khusus (special product), yang kini menebar badai di WTO. Inilah jurang lebar antara negara maju dan berkembang; antara rakyat biasa dan pedagang; antara kehidupan dan laba. Usulan perlindungan produk pertanian ditahan oleh pihak negara maju dan korporasi pertanian. Alih-alih, mereka malah mengusulkan pembukaan pasar lagi dan lagi. Yang miskin tambah miskin, yang kaya tambah kaya? Sudah berbusa ludah para perunding. Sudah hampir lima tahun pula perundingan stagnan. Mulai dari Doha hingga Cancun, Jenewa ke Hong Kong, balik ke Jenewa lagi, dan kini perundingan sekarat. Akhirnya, perundingan mini di Jenewa di akhir Juni lalu kolaps. Jurang terlalu lebar antara keserakahan negara maju (diwakili AS, Uni Eropa, Jepang, Australia, Brazil dan India) untuk mencaplok negara lainnya. Ketidakadilan dan kebusukan yang disembunyikan akhirnya disadari juga oleh anggota WTO, walau sepertinya terlambat 11 tahun. Jurang lebar ini mencerahkan posisi perjuangan rakyat, terutama organisasi tani. Petani yang telah lama berjuang akhirnya mendapat legitimasi akan tuntutan hak-haknya. Pertanian bukan hanya komoditas dagang, dan perlu aturan global yang adil untuk perdagangan. Perdagangan bebas hanya mengancam kehidupan petani kecil, buruh, dan rakyat miskin pada umumnya. Yang diuntungkan hanyalah pedagang dan produsen besar, diwakili oleh perusahaan transnasional raksasa yang kian mendominasi kehidupan. Kehidupan yang terancam selama berdirinya WTO sekarang tentunya harus lebih disadari banyak orang. Dan bahanyanya tidak hanya di bidang pertanian dan bahwa perdagangan bebas mengincar juga sektor jasa dan industri. Muhammad Ikhwan

Kilas Internasional
Harapan Bagi Kedaulatan Pangan
Kegagalan perundingan WTO, terutama di sektor pertanian membuat perjuangan petani semakin gegap gempita. Dampak aturan paksaan WTO menurut laporan La Via Campesina, sangat pahit: Perdagangan bebas yang dipromosikan ternyata membuat angka kemiskinan meningkat dan nafkah petani terancam bahaya. Agenda Doha, yang disebut Agenda Pembangunan oleh WTO malah membuat petani kehilangan pekerjaannya. Hal ini juga didukung oleh kebijakan neoliberalisme yang kini mengancam dunia. Hampir seluruh perjanjian perdagangan baik banyak negara (multilateral) maupun antarnegara (bilateral) dipaksakan dengan cara perdagangan bebas. Hal ini tentunya juga mengancam kedaulatan pangan rakyat. Menurut siaran pers La Via Campesina di Jenewa, yang dibutuhkan adalah aturan alternatif yang tidak melegalkan dumping (politik jual murah). Harga susu hasil dumping Uni Eropa akan menghancurkan peternakan Indonesia, beras dumping dari AS sudah menghancurkan pertanian beras Indonesia, dan sebagainya. Petani di seluruh dunia menuntut pemerintah untuk mempertahankan hak rakyat atas kedaulatan pangan daripada kebijakan neoliberal. Sekaratnya perundingan WTO membawa harapan bagi kedaulatan pangandan kesempatan untuk mereformasi kebijakan pertanian dan jalan menuju perdagangan yang adil.

Dari Ladang ke Jenewa


Sudah banyak kisah petani yang memperjuangkan haknya bahkan hingga menyeberangi samudera. Di tengah forum WTO di Jenewa, Swisssekelompok petani dari La Via Campesina menyuarakan pendapat mereka mengenai ketidakadilan dalan sistem perdagangan global WTO di sektor pertanian. Petani ini datang dari Korea, Norwegia, Swiss, dan Uni Eropa, negara-negara anggota Gerakan Petani Internasional, La Via Campesina. Sayang perwakilan dari Indonesia tidak bisa hadir di sana. Agenda La Via Campesina adalah untuk menuntut pemerintah untuk berpihak pada rakyatnya dan menolak perdagangan bebas di sektor pertanian. Petani dari seluruh dunia juga mengusulkan kedaulatan pangan sebagai alternatif daripada kebijakan neoliberal. Selain itu, La Via Campesina juga melakukan kampanye media dan aksi di depan kantor WTO bersama organisasi lain.

JENEWA. Pintu gerbang markas besar WTO di Jenewa diprotes aktivis anti neoliberalisme. Di tempat ini setiap keputusan WTO dirundingkan untuk dibawa ke sidang tingkat menteri. Beberapa kali pertemuan tingkat menteri WTO mengalami kegagalan, seperti di Seattle dan Cancun

12

Pembaruan Tani - Juli 2006

INTERNASIONAL

Pembaruan Agraria

Revolusi Lahan di Bolivia


www-personal.umich.edu

Jose Cespedes tertunduk lesu. Semenjak Juni 2006 kemarin, pemerintah Bolivia, sebuah negara di Amerika Latin menjalankan program negara yang ditunggutunggu petani: Revolusi Lahan.
Muhammad Ikhwan
Jose adalah salah satu dari petani kaya yang memiliki beribu-ribu hektar tanah pemerintah. Dengan adanya revolusi lahan, tanah itu harus dibagi-bagi ke petani miskin dan tak bertanah di Bolivia. Jose, salah satu orang terkaya di Bolivia kini memprotes kebijakan bagi-bagi lahan tersebut. Bersama kelompok petani kaya, ia menggalang kekuatan untuk menentang redistribusi lahan Bolivia. Pemerintah tak peduli, karena dampak pembagian lahan ini bagi kehidupan rakyat Bolivia dipercaya nyata. Tanggal 3 Juni lalu, dieksekusilah tindakan pemerintah untuk membagikan 3,1 juta hektar lahan untuk 60 kelompok masyarakat petani Indian. Pembaruan Agraria Tindakan pemerintah Bolivia ini adalah salah satu pelaksanaan pembaruan agraria, yang diharapkan bisa menyejahterakan kehidupan petani. Lebih dari setengah penduduk Bolivia adalah petani yang umumnya secara tradisional menanam koka, termasuk Presiden Evo Morales yang asli Indian. Menurut Evo, redistribusi lahan ini tidak melanggar hukum, dan malah menegakkan hukum. Lagipula yang dibagikan adalah tanah milik pemerintah, jadi tentunya tidak ada masalah. Berbeda dengan di Indonesia, keinginan politik serta tindakan langsung semacam ini tidak pernah kita rasakan. Disini yang merana bukan petani kaya yang dibagi lahannya, melainkan tetap si

LAND REFORM. Tanah-tanah kosong dan perkebunan telantar menjadi objek land reform di Bolivia
miskin yang tanahnya kecil atau malah buruh tani yang tak bertanah. UU Pokok Agraria 1960 padahal menjadi landasan hukum pokok untuk meredistribusi lahan untuk dibagikan dengan tujuan kesejahteraan rakyat, terutama petani. Pembagian 3,1 juta hektar lahan tadi merupakan rencana besar Presiden Evo Morales yang juga petani. Ia mendambakan kesempatan yang sama, otonomi, dan terutama akses kepada lahan pada seluruh campesinos (petani) yang ada di negara tercintanya. Hal ini sudah menjadi pandangannya sejak bergabung dalam Partai MAS (Movimiento Al Socialismo), dan kampanye-kampanyenya menuju kursi kepresidenan. Kini tak hanya di mulut dan janji belaka, ia pun melaksanakannya sepenuh hati. Di masa depan, ia mengatakan bahwa seperlima dari seluruh lahan pemerintah di Bolivia akan dimiliki oleh petani. Kebijakan ini menyusul kebaikan-kebaikan Evo Morales lainnya, seperti memotong separuh gajinya untuk pembukaan lapangan kerja, dan nasionalisasi aset hidrokarbon (minyak dan bahan tambang lain) untuk dimiliki hanya untuk dalam negeri. bahwa sesungguhnya sektor pertanian di Bolivia keadaannya memang mengenaskan. Bayangkan saja, 90% lahan pertanian ternyata dimiliki oleh beberapa keluarga. Sementara, sisa 10% lahan pertanian dibagi oleh 3 juta petani miskin. Sudah bertahun-tahun lamanya penindasan ini berlangsung, dan saat pembaruan agraria sejati dilaksanakan rakyat tertindaslah yang akan bersorak. Tidaklah mudah melaksanakan pembaruan agraria sejati, tentunya. Pemerintah Bolivia juga menyadari hal tersebut, namun pemerintah menjamin adanya pengelolaan lahan yang berkelanjutan serta distribusi lahan yang adil. Kebutuhan terbesar saat ini adalah penentuan kembali wilayah lahan mereka, dan pembagian yang adil. Demikian cetus Wilson Chacaray, pemimpin suku Indian Guarani. Hal ini terjadi karena para pemilik tanah, perusahaan-perusahaan asing, dan partai-partai politik yang selama ini mendominasi negara ini telah mengambil tanahtanah kita dan oleh karena itu semua hidup dalam kemelaratan.Tujuan akhirnya adalah untuk memperkecil jurang kemiskinan di tengah masyarakat.

Dicinta rakyat, dibenci pengusaha Ribuan petani suku Indian langsung menyambut pidato presiden untuk melaksanakan revolusi lahan ini di Santa Cruz, Bolivia. Sudah puluhan tahun rakyat tani dipinggirkan di Bolivia, dengan pertanian dikuasai hanya oleh segelintir keluarga kaya. Keluarga kaya yang bergerak di bidang agrobisnis inilah yang diwakili oleh Jose Cespedes, yang kini menentang keras program revolusi lahan. Pihak penguasa menuding Evo terlalu berpihak kepada Venezuela dan Kuba, dan intervensi asing ini mengakibatkan Bolivia terancam oleh tindakan-tindakan yang didasarkan ideologi, politik, dan pengaruh luar negeri. Akan tetapi, Pemerintah Bolivia, Sabtu, membalasnya dengan mengatakan para pemimpin bisnis itu sebagai "pengkhianat". Agaknya ini merupakan wanti-wanti pemerintah Bolivia agar para pengusaha juga harus berpihak kepada rakyat kecil dan tidak tamak melindungi asetnya yang sudah menggunung. Kecintaan petani dan kebencian pengusaha sebenarnya bisa dijelaskan dengan fakta kecil,

13

INFO PRAKTIS

Pembaruan Tani - Juli 2006

Kecap Keong Sawah


Ditengah membanjirnya bahan pangan impor, kita semakin dihadapkan pada keterbatasan pilihan. Seperti kedelai, banyak bahan makanan yang diolah dengan bahan dasar kedelai. Namun, saat ini kedelai didapatkan dengan mengimpor. Bahkan, kedelai impor tersebuit ditengarai sebagai produk pangan rekayasa genetik (GMO) yang belum tentu baik untuk dikonsumsi. Lebih jauh lagi, secara ekonomi pangan impor tersebut dapat mematikan petani dalam negeri. Sebenarnya bila kita berpikir lebih kratif, banyak bahan pangan di sekitar kita yang bisa diolah menjadi makanan bergizi. Salah satunya adalah Keong Sawah. Keong sawah yang cukup enak dimakan ternyata mengandung protein yang tinggi (2 sampai 6 %). Keong sawah dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kecap. Pemanfaatan keong sawah menjadi bahan pangan akan menambah penganekaragaman jenis bahan pangan bergizi. Proses pembuatan kecap keong sawah lebih cepat dari pembuatan kecap kedelai. Hal ini disebabkan adanya proses enzimatis (bromelin) yang hanya memerlukan waktu 7 sampai 10 hari. BAHAN 1) Keong sawah 650 gram 2) Gula merah 8 ons 3) Keluwak (penambah warna hitam) 40 gram 4) Garam 225 gram 5) Bawang putih 120 gram 6) Lengkuas (laos) 140 gram 7) Salam dan serai 130 gram 8) Ketumbar 50 gram 9) Kunyit 80 gram 10) Vetsin 50 gram 11) Pekak (adas bintang) untuk bau dan rasa 5 gram 12) Gelatin 5-10 gram 13) Parutan bonggol atau daging Cara Pembuatan 1) Cuci keong sawah, kemudian rebus. Buang kulitnya, timbang dagingnya sebanyak 300 gram; 2) Parut bonggol atau daging buah nenas sebanyak 100 gram, 6) Setelah itu, saring dan ampasnya dipisahkan dari filtrat yang berupa cairan kental; 7) Sangrai pekak dan ketumbar untuk menimbulkan aroma; 8) Kupas bawang putih dan hancurkan, kemudian goreng bersama-sama keluwak yang telah dihancurkan; 9) Keluwak dikupas dan dipilih yang berwarna hitam mengkilat, tanpa bau yang menyimpang. 10) Hancurkan lengkuas dan kunyit kemudian campur ke dalam masakan kecap; 11) Hancurkan gula merah kemudian tambahkan ke dalam kecap; 12) Masak kecap selama 15 menit pada suhu 700~800 C (ditandai dengan gelembung-gelembung kecil); 13) Setelah itu saring dengan kain saring. Pisahkan ampasnya. Tampung filtrat yang berupa cairan kental; 14) Masukkan filtrat ke dalam botol kemudian tutup; 15) Lakukan proses pasteurisasi untuk botol-botol yang sudah diisi kecap. Catatan: Limbah proses pengolahan kecap dari keong sawah yang berupa cangkang atau kulit keong dan ampas, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan ternak. Sumber: Indrawati, Tanty et al. Pembuatan kecap keong sawah dengan menggunakan enzim bromelin. Jakarta : Balai Pustaka, 1983.

buah nenas 100 gram Alat 1) Alat penggorengan (wajan atau sodet) 2) Pisau 3) Panci dan alat pengaduk 4) Alat penghancur bumbu (cobek dan ulekan) 5) Parutan 6) Penyaring dan kain saring 7) Botol dan tutup yang sudah disterilkan

kemudian campurkan ke dalam daging keong sawah tadi; 3) Bubuhi campuran tersebut dengan garam halus 60 gram dan gelatin; 4) Setelah itu disimpan selama 3 hari sambil dipanaskan pada suhu kira-kira 500 C (di atas api kecil dengan tanda air mulai keluar asap); 5) Tambah air sebanyak 1,2 liter, kemudian masak pada suhu 700~800 C (ditandai dengan adanya gelembung-gelembung kecil);

AGRARIANA
Presiden: Gempa Jogja bukan bencana nasional Bencana nasional atau bukan yang penting penanganan cepat tanggap Polisi hanya berpangku tangan dalam kasus Cisompet Bukan berpangku tangan tapi tidak ada petunjuk dari atas Serikat Petani Pasundan bangun sekolah gratis bagi anak-anak petani Pemerintah menaikan anggaran pendidikan dan juga menaikan bayaran sekolah?! Rakyat Bolivia senang, pemerintahnya menjalankan program revolusi lahan Rakyat Indonesia hanya mendengar janji yang tinggal ajnji saja

Lumpur panas PT Lapindo mungkin saja gejala alam Gejala alam yang disebabkan ulah manusia serakah!

Komnas HAM langsung menginvestigasi dan mengusut kasus kekerasan terhadap petani di Cisompet Usut terus sampai kusut, namun tak pernah ada hasil

14

Pembaruan Tani - Juli 2006

REFLEKSI

Melaksanakan Kedaulatan Pangan di Daerah Bencana


Henry Saragih
Musibah bencana gempa yang menimpa wilayah Jogjakarta dan sebagian Jawa Tengah Sabtu pagi hari (27/5) lalu telah mengakibatkan ribuan orang meninggal dan luka, disamping juga ribuan rumah dan harta benda yang musnah dan rusak. Kepada para korban kita semua berdoa semoga diberikan ketabahan dan kesabaran menghadapi musibah yang besar ini. Karena ditengah situasi ekonomi yang sulit, rakyat di Jogjakarta mesti harus menghadapi sebuah bencana lagi. Tetapi memperpanjang duka, airmata dan penyesalan justru akan menambah luka makin dalam. Karena itu semangat untuk kembali bangkit yang seharusnya menjadi fokus perhatian kita. Dalam hal ini seluruh bantuan yang diberikan kepada para korban seyogyanya berada dalam kerangka agar para korban dapat kembali bangkit. Bangkit dari musibah bencana gempa dan bangkit untuk tidak berada dalam kesulitan kehidupan sebelum gempa terjadi. Dua kebangkitan tersebut menurut hemat penulis penting untuk dapat dipahami dan dilaksanakan baik oleh rakyat korban bencana, pemerintah, sukarelawan, termasuk juga organisasi pemberi bantuan dari lokal, nasional dan internasional. Bagi rakyat korban bencana, beberapa diantara sanaksaudaranya mungkin ada yang meninggal ataupun mengalami cedera. Tetapi ada juga yang selamat ataupun mengalami luka ringan. Bagi mereka akan sulit memahami arti kebangkitan, karena perasaan tidak memiliki apa-apa lagi atau siapa-siapa lagi adalah hal yang umum terjadi. Mereka menjadi shock, panik, kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Bagi para korban ini yang harus dilakukan adalah menggalang kembali semangat kebersamaan. Mereka tidak akan bisa menyelesaikan persoalan yang demikian berat ini sendirian atau hanya satu keluarga saja. Batas antara keluarga yang selama ini pangan (food sovereignty). Pertama, terwujud dalam bentuk bangunan bantuan pangan adalah pangan rumah kini sudah roboh. Sehingga yang bergizi, bukan sekedar yang ada seharusnya adalah satu pangan untuk mengisi perut. Hal keluarga besar korban bencana ini penting, karena para korban gempa. Karenanya semangat tengah mengalami shock dan letih. gotong royong sesama korban Karena itu pangan yang diberikan yang seharusnya ada. Mereka harus harus yang bergizi. Kita sangat bersama-sama untuk dari mencari menyayangkan banyaknya bantuan korban yang mungkin masih belum pangan yang diberikan justru ditemukan, membangun tempat dalam bentuk mie instan. berteduh sementara, membangun Kedua, pangan yang diberikan dapur umum, mengamankan harta seharusnya adalah yang aman, benda yang tersisa ataupun tidak beracun. Kita sangat mencari upaya untuk pengobatan. menyayangkan terjadinya peristiwa Dengan keracunan kebersamaan yang di antara para menimpa 200 Bagi tim penolong (baik korban, segala korban dari pemerintah, hal yang bencana organisasi massa, LSM, rasanya sulit gempa di lembaga internasional) bisa menjadi Klaten, Jawa diharapkan bahwa mereka lebih mudah. Tengah benar-benar menyadari Dan setelah kebangkitan memakan bahwa tujuan mereka kembali nasi bantuan. adalah untuk bukanlah hal Berkaitan mempercepat tercapainya yang tidak dengan kondisi dimana korban mungkin keamanan dapat kembali bangkit. untuk bisa pangan Bantuan pangan dan terjadi. pemerintah Bagi tim juga harus kesehatan karenanya penolong hati-hati dan merupakan prioritas yang (baik dari tegas harus segera sampai pemerintah, menolak kepada para korban. organisasi bantuan massa, LSM, pangan asing lembaga internasional) diharapkan dalam bentuk pangan transgenik bahwa mereka benar-benar (GMO, genetic modified organism). menyadari bahwa tujuan mereka Ketiga, pangan yang diberikan adalah untuk mempercepat juga harus disesuaikan dengan tercapainya kondisi dimana korban kebiasaan makan para korban. dapat kembali bangkit. Bantuan Jangan memberikan bantuan pangan dan kesehatan karenanya pangan yang tidak bisa diterima merupakan prioritas yang harus berdasarkan kebiasaan masyarakat segera sampai kepada para korban. tersebut. Memberikan bantuan roti Kondisi kelaparan dan lambatnya tentu saja kurang tepat bagi penanganan kesehatan justru akan masyarakat yang terbiasa makan menghadirkan lebih banyak nasi. persoalan, karena akan Keempat, bantuan pangan harus memunculkan berbagai penyakit bisa menjadi bagian dalam dan memperburuk kondisi korban peningkatkan kehidupan ekonomi dan tentu saja penanganannya juga rakyat korban bencana. Wilayah akan lebih mahal dan makin sulit. pedesaan di lokasi bencana gempa Dalam bantuan pangan untuk Bantul, Wonosari, dan Klaten para korban bencana alam adalah salah satu wilayah produsen setidaknya harus memenuhi beras yang utama. Dan gempa beberapa prinsip kedaulatan bumi tidak mengakibatkan kerusakan pada tanaman padi yang ada di wilayah tersebut. Karena itu bantuan pangan harus diperoleh dengan membeli beras dari para petani di wilayah bencana itu sendiri atau wilayah di sekitar bencana, sehingga ekonomi masyarakat pun bisa tetap hidup. Pengadaan bantuan pangan yang diperoleh secara lokal ini untuk menghindari adanya pemanfaatan bantuan bencana sebagai dalih untuk mengimpor pangan, bahkan memasukan pangan yang mengandung GMO yang bisa berdampak negatif secara nasional. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh, ada kemungkinan bantuan pangan dari Thailand termasuk komitmen bantuan pangan dari United Nation World Food Program (UN-WFP) untuk korban bencana di Jogja. Baiknya kita tidak menolak bantuan yang mereka berikan, tetapi kita menginginkan agar bantuan pangan tersebut diwujudkan dengan membeli pangan dari para petani Indonesia, utamanya di sekitar lokasi bencana. Pengalaman penanganan bencana, baik itu akibat dari bencana alam (natutal calamity), perang, ataupun konflik di banyak daerah dan negara di dunia telah memberikan banyak pelajaran. Sering kali program pemulihan bencana adalah sarana untuk mendapatkan proyek (baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, ataupun perusahaan), menyalurkan hutang pada pemerintah, ataupun mengambilalih kegiatan ekonomi dari para korban. Pada penanganan korban gempa di Jogja semoga semangat untuk membangkitkan kembali para korban dari musibah dan membangkitkan kembali kehidupan yang lebih baik yang terjadi. Penulis adalah Sekertaris Jendral FSPI, merangkap Koordinator Umum La Via Campesina, sebuah gerakan petani internasional

15

SERIKAT TANI

Pembaruan Tani - Juli 2006

SPKS Gelar Kongres Ke-2


Dalam pidatonya, Fabianus Toa, sebagai ketua panitia penyelenggara Kongres menyampaikan bahwa banyak tantangan yang dihadapi dalam menjalankan tugas tugas organisasi, namun langkah demi langkah harus terus diperjuangkan. Selanjutnya, meminta Pemerintah Daerah memperhatikan kondisi kehidupan petani yang semakin terhimpit oleh kebijakan revolusi hijau yang memiskinkan para petani. Pada kesempatan yang sama, Ketua DPRD Sikka mengatakan, dana APBD harus lebih diarahkan untuk pertanian. Ia beralasan sebagian besar penduduk Kabupaten Sikka atau lebih dari 80 persen adalah petani. Acara hari kedua diisi dengan seminar sehari yang dibuka oleh Bupati Sikka, Drs. Alexander Longginus. Dalam sambutannya ia mengatakan, kebijakan publik yang tidak berpihak kepada para petani sangat merugikan para petani untuk berkembang. Oleh karena itu terbentuknya SPKS sebagai kepedulian akan nasib petani diharapkan bisa memperbaiki kehidupan petani. Ia juga mengatakan selama ini ada banyak program program kemiskinan namun tidak diakses oleh sasaran program. Selanjutnya, kongres lebih banyak membahas masalah agraria dan pangan. Ali Fahmi yang hadir mewakili Sekjen FSPI mengungkapkan bahwa kebijakan pemerintah dalam menghadapi masalah pangan sama sekali tidak berpihak pada kaum tani. Pemerintah melakukan impor beras yang mengakibatkan harga beras petani menurun karena tidak mampu bersaing dengan harga beras impor yang lebih murah.pemerintah seolah olah lepas tangan terhadap kebijakan yang telah berdampak negatif bagi kaum kecil ini. Lebih jauh Ali menandaskan bahwa semakin banyak impor beras semakin miskin rakyatnya. Setelah 4 tahun berdiri tepatnya tanggal 2 Februari 2002 silam, kini SPKS telah memiliki 36 organisasi tani lokal (OTL) yang tresebar di 9 Kecamatan dengan jumlah jiwa sekitar 4.500 orang.

KONGRES. Kongres SPKS di Pang Bliran Cottages, Sekitar 10 km arah barat kota Maumere, NTT. Jumat (28/7).
Petani harus bersatu melawan kekuatan neoliberalisme. Hal tersebut menjadi tema utama Kongres Ke-2 Serikat Petani Kabupaten Sikka (SPKS), Nusa Tenggara Timur yang digelar dari tanggal 24 hingga 27 Mei lalu. Kongres memilih kembali Fabianus Toa sebagai ketua SPKS periode 2006/2010. Kongres yang diadakan di Pang Bliran Cottages, sekitar 10 km arah Barat kota Maumere itu diramaikan dengan rangkaian aksi massa dan seminar. Kongres dibuka dengan pawai massa keliling kota Maumere. Sekitar 1000 petani anggota SPKS meramaikan aksi massa ini. Mereka menuntut keadilan hukum bagi kaum tani dan peningkatan kesejahteraan keluarga tani. Aksi dimulai depan kantor SPKS di Jl. Gajah Mada kemudian bergerak melewati jalan-jalan utama di kota Maumere. Aksi berakhir di Lapangan Umum Kota Baru yang diisi dengan orasi politik.

Marselinus Moa

SPP Kirim Relawan Ke Jogja


Solidaritasnya terhadap korban gempa berkekuatan 5,9 skala Richter yang melanda Jogja dan Jawa Tengah berdatangan dari berbagai pihak. Salah satu anggota Federasi Serikat Petani Indonesia (FSPI), yaitu Serikat Petani Pasundan (SPP) turut mengirimkan bantuan logistik dan tim relawan kemanusiaan sebanyak 42 orang. Tim relawan SPP tinggal selama 2 minggu dilokasi gempa, di daerah Bambang Lipuro, Kabupaten Bantul. Mereka terbagi dalam 4 tim yang terdiri dari tim logistik, psikologis, penyusunan data pasca gempa dan tim untuk rekonstruksi bangunan. Kami sangat berterima kasih kepada tim relawan dari SPP yang telah banyak membantu daerah kami untuk pemulihan kondisi pasca gempa, ujar Ani Widayani, Kepala Desa Sumbermulyo ketika meneroma rombongan tim relawan SPP. Tim relawan SPP langsung bekerja menyalurkan distribusi logistik dan pembuatan data di Balai Desa Sumbermulyo. Selanjutnya tim bekerja sesuai dengan bagiannya masing-masing. Tim relawan SPP berhasil membuat bangunan desa sementara untuk aktifnya pemerintahan desa. Selain itu mendirikan juga tenda besar untuk Ujian Akhir Nasional (UAN) bagi anak-anak yang sekolahnya roboh. Fokus kerja relawan SPP semuanya bertujuan untuk membantu memulihkan kondisi psikologis dan materiil warga pasca gempa. Semoga mereka bisa segera bangkit kembali dan bersemangat untuk meniti kehidupannya kembali, ujar Arif Budiman, koordinator tim SPP kepada Pembaruan Tani. Harry Mubarak
Cecep Risnandar/PEMBARUAN TANI

ROBOH. Pedusunan yang rusak akibat gempa

816 10 10

Anda mungkin juga menyukai