Anda di halaman 1dari 3

Delegasi Perempuan Desa Pasar Seluma Penolak Tambang Pasir Besi – Bengkulu

Nama : Nevi Anggraeni


Alamat : Desa Pasar Seluma Kec. Seluma Selatan, Kab. Seluma, Provinsi Bengkulu

Perempuan, Kebijakan Negara dan Ruang Hidupnya

Dewasa ini, kita dipaksa untuk menerima begitu saja bencana ekologis dampak dari
krisis iklim yang begitu nyata. Keseriusan Pemerintah sebagai instrumen negara yang
dimandatkan untuk menanggulangi krisis iklim patut dipertanyakan, meskipun dalam dunia
internasional, Indonesia telah mengikuti banyak forum penanggulan krisis iklim dan juga
menyepakati banyak perjanjian untuk menanggulangi krisis iklim hingga merativikasinya
kedalam Undang-undang dan menghasilkan begitu banyak dukungan dunia, namun pada level
pelaksanaannya, masih terasa minim jika tidak boleh disebut tidak berdampak sama sekali.
Presidensi Indonesia dalam KTT G20 diharapkan dapat berdampak pada kebijakan nasional
bahkan internasional dalam upaya penanggulangan Krisis Iklim dengan serius, karena yang
dipertaruhkan adalah kehidupan bangsa dan negara kedepannya.
Ketidakseriusan ini terlihat dengan jelas, alih alih berfokus pada solusi, pemerintah
selalu menawarkan penyelesaian semu atas akar masalah krisis iklim di Indonesia. Hal ini
terlihat dari upaya pemerintah yang tidak serius dalam merumuskan kebijakan itu sendiri,
kontraproduktif ini juga tergambarkan dari kelindan kebijakan di sektor pertanian, agraria,
minerba, hukum dan kebijakan lainnya yang tidak menempatkan masayarakat sebagai subjek,
kondisi ini berakibat jelas pada kondisi dilapangan, beragam upaya kebijakan iklim pemerintah
saling bertolak belakang satu sama lain, dan pemangku kebijakan terkait selalu saling
melemparkan bola panas tersebut, tanpa adanya komitmen serius untuk menanggulangi krisis
iklim ini. Tentu saja, yang terdampak paling parah atas kelindan kepentingan-kepentingan
kebijakan yang disahkan demi melindungi kepentingan ekonomi segelintir orang adalah rakyat
tanpa menghadirkan solusi konkrit atas dampak krisis iklim itu sendiri. Point-point yang
menyebutkan perlindungan rakyat atas dampak krisis iklim yang tengah terjadi, sangat kabur.
Pun jika dilaksanakan, terasa betul kegiatan ataupun program yang dilaksanakan hanya
semusim dan seremonial saja, tanpa ada evaluasi yang mendalam serta rencana tindak lanjut
yang matang. Hal ini terus menerus berulang dilakukan oleh pemerintah tanpa ujung yang jelas
dan konkrit, seakan dampak krisis iklim hanya guyonan yang dapat dengan mudahnya
disepelekan begitu saja.
Krisis Iklim yang disepelekan ini berdampak sangat menyakitkan untuk rakyat dimana
pengabaian, penyepelean krisis iklim ini menghancurkan ruang-ruang hidup dan penghidupan
rakyat secara massif, seperti jatuh ditimpa rumah, rakyat juga dihadapkan dengan kebijakan
negara yang semakin opresif melindungi kepentingan ekonomi ekstraktif segelintir “oknum”
pengusaha yang kerja sampingannya menjadi pejabat publik. Cerita petani yang diusir dari
tanahnya, karena tanaman petani tersebut menghalangi proyek strategis nasional, cerita
nelayan yang terpaksa gigit jaring karena wilayah lautnya dicemari pembangkit listrik yang
menggunakan energi kotor, atau cerita rakyat yang harus sabar dengan banjir, karena setiap
hujan datang wilayah mereka sudah pasti kebanjiran karena ribuan hektar hutan di hulu
sungainya telah menjadi perkebunan monokultur. Keadaan yang menimpa rakyat dinegara ini,
cukup rumit. Sementara rakyat untuk mendapatkan haknya agar dapat hidup dengan baik dan
sehat sebagaimana yang diamanatkan oleh undang-undang dasar, masih perlu diperjuangkan
dengan darah dan air mata bahkan nyawa untuk mendapatkan haknya.
Perampasan tanah oleh negara maupun perusahaan jelas merugikan laki-laki dan
perempuan. Namun dalam situasi dimana perempuan lebih berperan dalam kegiatan pertanian
dan pengembalaan ternak di ladang tersebut, maka perampasan tanah akan lebih dirasakan
dampaknya secara langsung oleh kaum perempuan. Itulah sebabnya tidak mengherankan kalau
justru perempuanlah dalam kasus ini yang lebih gigih, militan, dan konsisten dalam
mempertahankan hak-haknya atas tanah. Peran perempuan dalam gerakan perlawanan, itu
sebabnya, seringkali justru kunci dari keberhasilan perlawanan rakyat itu sendiri. Potret
ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan. Padahal ketika berbicara soal gerakan lingkungan, baik laki-laki maupun
perempuan merupakan pihak yang sama-sama terdampak akibat dari pengelolaan sumber daya
alam yang tidak berkeadilan dan tidak memerhatikan keberlanjutan pengelolaan tersebut untuk
hajat orang banyak.
Perempuan merupakan salah satu kelompok yang mengalami langsung dampak buruk
dan berlapis dari kebijakan dan proyek-proyek atas nama pembangunan yang dilakukan negara.
Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup mengakibatkan menurunnya fungsi lingkungan
hidup sebagai sistem pendukung kehidupan, sehingga secara ekonomi dan sosial berpengaruh
pada upaya pemenuhan kesejahteraan. Dampak buruk yang dialami perempuan diperparah
karena peran berganda yang terpaksa dilakoninya dalam kehidupan sehari-hari.
Mengarusutamakan keadilan gender dalam perjuangan penyelamatan alam tentunya bukan
pekerjaan yang mudah. Ketidakadilan gender harus disikapi secara politis dan ideologis,
berbasis pada hak asasi manusia, dan disemangati oleh kebutuhan menumbuhkan fitrah
manusia secara keseluruhan.
Dari banyak hal yang telah dijabarkan diatas, sudah terjabarkan dengan tuntas
pentingnya perempuan menyuarakan kebutuhan dan keinginan perempuan dalam menghidupi
hidup mereka. Karena hanya dengan melantangkan suara perempuanlah selemahnya iman yang
harus kita aminkan, agar dunia memahami dan menyadari kondisi sebenarnya.

Sepenggal Kisah Perlawanan Perempuan Pasar Seluma

Siang 23 Desember 2021, Perempuan Pasar seluma yang sejak awal menolak adanya
tambang pasir besi di wilayah penghidupan mereka, menduduki serta bermalam di lokasi
pertambangan PT. Faminglevto Baktiabadi, pendudukan lokasi dilakukan dengan tuntutan
meminta Bupati seluma datang ke lokasi dan melihat langsung seperti apa aktivitas
pertambangan yang dilakukan oleh PT. Faminglevto Baktiabadi juga meminta Bupati Seluma
mengeluarkan seluruh peralatan pertambangan dari lokasi base camp pertambangan PT.
Faminglevto Baktiabadi, setelah 3 hari 4 malam perempuan desa pasar seluma menduduki
lokasi tambang, Wakil Bupati Seluma menemui perempuan desa pasar seluma, namun bukan
dalam rangka memenuhi tuntutan mereka, kedatangan beliau untuk mengingatkan perempuan
pasar seluma agar membubarkan diri dan tidak mengganggu aktivitas pertambangan. Pada hari
ke empat pendudukan, di pagi harinya perempuan yang tengah berdiskusi dikagetkan dengan
kedatangan puluhan aparat penegak hukum, aparat penegak hukum membubarkan paksa aksi
protes perempuan desa pasar seluma, Bukan hanya ibu-ibu yang menjadi korban pembubaran
paksa oleh Aparat Kepolisian, tetapi juga anak-anak yang pada saat itu juga sedang dilokasi
mengantarkan nasi bersama ayahnya untuk ibu yang sudah bermalam selama 4 hari 5 malam.
Aparat Kepolisian pada hal ini, Polres Seluma membubarkan paksa aksi protes perempuan desa
pasar seluma dengan alasan mengahalang-halangi aktivitas pertambangan (Pasal 162 UU No. 3
Tahun 2020 tantang Minerba), ada 10 orang yang terdiri dari masyarakat Desa Pasar Seluma,
Mahasiswa dan Aktivis Lingkungan di “amankan” oleh Polres Seluma pada saat pembubaran.
5 Januari 2022 Perempuan Desa Pasar Seluma melaporkan kepada Komnas Perempuan
terkait pembubaran paksa oleh pihak Aparat Kepolisian dimana banyak masyarakat yang
mengalami kekerasan, masyarakat Desa Pasar Seluma meminta kepada Komnas Perempuan
untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat yang saat ini sedang memperjuangkan
Hak serta memastikan tidak adanya upaya kriminalisasi dari pihak manapun, Perempuan Desa
Pasar Seluma juga meminta kepada Komnas Perempuan untuk langsung turun melihat kondisi
masyarakat Desa Pasar Seluma, Dengan adanya laporan oleh Perempuan Desa Pasar Seluma,
pihak Komnas Perempuan akan mengadakan rapat iternal untuk menindaklanjuti laporan yang
disampaikan oleh masyarakat Desa Pasar Seluma Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu.
11 Agustus 2022 Komnas Perempuan melakukan Cek Fakta Lapangan ke Desa Pasar
Seluma berkaitan dengan tindak lanjut laporan represifitas Aarat Penegak Hukum terhadap Ibu-
ibu dan anak pada saat pembubaran aksi protes di Lokasi PT. Faminglevto Baktiabadi pada
tanggal 27 Desember 2021.
3 Oktober 2022 Perempuan desa pasar seluma mendatangi jejaring Walhi untuk
mengawal proses perjuangan mereka dan audiensi kepada beberapa kementerian terkait serta
instansi lain yang dapat membantu perjuangan perempuan pasar seluma untuk mendapatkan
haknya.
Perempuan Desa Pasar Seluma mayoritas memiliki suami yang berprofesi sebagi
Nelayan yang mencari ikan di pesisir pantai seluma terancam akan kehilangan mata
pencaharian akibat dari aktivitas tambang yang akan menambang di pesisir pantai seluma.
Sedangkan mayoritas perempuan sendiri merupaka Pencari Remis, Aktifitas operasi tambang
pasir besi akan menghilangkan mata pencaharian mereka.
Dari kisah diatas, sangat jelas bagaimana beban perjuangan perempuan sangat
meletihkan. Secara sosial, mereka diwajibkan memenuhi pekerjaan domestik, seperti
menyiapkan makanan untuk keluarganya, membersihkan rumah dan membesarkan anak,
mereka juga harus membagi waktu untuk memperjuangkan haknya untuk mendapatkan hidup
yang sehat dan layak. Ruang penghidupan mereka sebagai pencari remis untuk membantu
perekonomian keluarga juga terancam oleh tambang pasir besi, bahkan dalam perjuangan
tersebut mereka juga harus kuat melihat bagaimana anaknya trauma menerima kekerasan oleh
aparat penegak hukum, diatas penguatan diri mereka sendiri yang juga tidak lepas dari
brutalitas aparat.
Pemerintah provinsi bengkulu, yang inkosisten menghasilkan kebijakan untuk
menghadapi krisis iklim menjadi faktor besar atas terjadinya aksi protes oleh perempuan desa
pasar seluma, inkosistensi ini, selayaknya pemerintah pada umumnya menggambarkan jelas
bagaimana krisis iklim disepelekan oleh negara. Izin PT. Faminglevto Baktiabadi, ada diatas
kawasan Cagar Alam, perusahaan tambang pasir besi tersebut juga belum melengkapi perizinan
bahkan telah mendapatkan teguran oleh kementerian terkait.

Lebih dari itu, tambang pasir besi akan menghilangkan mata pencaharian Perempuan
desa pasar seluma yang sebagian besar adalah pencari remis (Kerang)

Anda mungkin juga menyukai