Desa Papagaran yang masuk daerah Hulu Sungai Tengah, mempertahankan wilayah demi menyelamatkan meratus, menjaga bumi, Masyarakat Adat Dayak Marjun desak pemerintah menuntaskan masalah dugaan penyerobotan tanah di Berau, Kalimantan Timur, oleh perusahaan sawit, PT Tanjung Buyuh Perkasa Plantation air dan identitas budaya sama sifatnya (TBPP). Tim peninjauan yang dibentuk menjaga warisan leluhur peninggalan datu Pemerintah Kabupaten Berau berhasil moyang mereka. Apabila terjadi membuktikan dugaan penyerobotan lahan permasalahan, maka akan diselesaikan seluas 1.800 Hektar namun tak ada tindak secara adat untuk mempertahankan hak lanjut atas hal itu. masyarakat adat itu sendiri. Namun, Desakan akan akan dilakukan melalui penyelesaian melalui sistem unjuk besar-besaran Masyarakat Adat pemerintahan yang berlaku juga Dayak, Desa Marjun, Talisayan, terkadang dilakukan walaupun masih Kabupaten Berau pada Jumat sering terdapat ketidakadilan dalam (18/3/2022) hingga tuntutan dipenuhi. proses penyelesaian yang melibatkan keikutsertaan pemerintah. “Masyarakat Adat Dayak Marjun sekaligus ingin mengingatkan Presiden Joko Widodo yang telah dengan serius merencanakan Masyarakat adat juga diberi kewajiban pemindahan Ibu Kota Negara Republik untuk bertanggung jawab atas nasib Indonesia dan membangun IKN di generasi masa depan. Pendekatan yang Kalimantan Timur agar juga serius digunakan adalah sosiologis, yaitu berupa menangani dan menyelesaikan sengketa studi-studi empiris dan undang-undang penyerobotan tanah dan konflik-konflik untuk menemukan teori-teori mengenai Agraria yang terjadi di masyarakat dengan proses terjadinya dan berlakunya ataupun perusahaan-perusahaan perkebunan efektivitas berlakunya hukum di dalam sawit penggarap tanah HGU,” ucap masyarakat. Masih banyak tugas baik dari Manajer Kampanye Pangan, Air, dan masyarakat adat maupun pemerintah Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan daerah untuk dapat bersama-sama duduk Hidup Indonesia (Walhi) pada jumpa pers dan menata kembali aturan hukum tanah virtual pada Kamis (17/3/2022) adat di daerah setempat sebagai bentuk evaluasi serta kepedulian dalam menjaga komitmen dari masyarakat adat. Walhi bersama Pengurus Pusat Kongres perusahaan, untuk mendengarkan Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), keterangan. Masyarakat adat sendiri YLBHI, Konsorsium Pembaruan Agraria menyampaikan pengaduan secara lisan (KPA), Greenpeace, dan Trend Asia dan tertulis. menjadi pendamping atas desakan ini.
Hasil pertemuan itu memunculkan sebuah
Pembukaan lahan untuk perkebunan rekomendasi pembentukan tim kelapa sawit. Foto: Greenpeace peninjauan atas dugaan penyerobotan tanah adat. Tim tersebut melakukan Kasus dugaan pencaplokan tanah ulayat peninjauan ke lokasi lahan masyarakat ini sendiri terjadi sejak tahun 2006 hingga adat yang diduga diserobot oleh 2008 lalu. PT TBPP menanam sawit diluar Perusahaan PT. TBPP. batas tanah HGU, yakni di atas Tanah Ulayat Masyarakat Adat Dayak Marjun, di Kecamatan Talisayan seluas sekitar 1800 Laporan hasil peninjauan lapangan yang Hektar. dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Perilaku perusahaan juga telah merusak Berau pada tanggal 13 Oktober 2021 ekosistem karena memindahkan jalur membuktikan bahwa PT.Tanjung Buyuh sungai dan menanam sawit yang Perkasa Plantation telah menggarap dilakukan di pinggir pantai. Selain itu Tanah Adat/Ulayat Marjun sekitar 1800 penanaman sawit juga merusak Hektar yang diklaim sebagai tanah HGU pemakaman leluhur masyarakat Adat garapan. Namun tindak lanjut hasil itu Dayak Marjun. Bahkan penebangan mampet. ngawur pohon langka khas Kalimantan yang dilindungi yaitu Pohon Mangris. Pada 25 November 2021 lalu, masyarakat Adat Dayak Marjun menyambangi KSP, Perwakilan Masyarakat Adat Marjun dan ditemui oleh Deputi 2, 4 dan 5. berupaya menanyakan kepada PT. TBPP Mereka mengadukan nasibnya kepada tentang izin yang digunakan untuk Presiden Joko Widodo selaku Kepala penanaman sawit. Namun sejak awal Negara Republik Indonesia. Perwakilan masalah ini muncul mereka tidak dapat masyarakat Adat Dayak Marjun menagih memberikan penjelasan tentang batas- peran Negara dalam melindungi batas tanah HGU. Sementara masyarakat Adat di seluruh Indonesia. penggarapan lahan dan penanaman sawit terus dilakukan. “Namun lagi-lagi tak ada tindak lanjut atas Pada Juni 2021, Pemerintah Daerah aduan ini, makanya masyarakat adat Kabupaten Berau melakukan pemanggilan melakukan desakan,” imbuh Wahyu. kepada seluruh pihak, termasuk