Anda di halaman 1dari 2

DAYAK MARJUN DESAK PENGEMBALIAN TANAH ULAYAT

Oleh:
Nadya Qamara (2101110116)

B agi masyarakat Dayak Meratus di


Desa Papagaran yang masuk
daerah Hulu Sungai Tengah,
mempertahankan wilayah demi
menyelamatkan meratus, menjaga bumi,
Masyarakat Adat Dayak Marjun desak
pemerintah menuntaskan masalah
dugaan penyerobotan tanah di Berau,
Kalimantan Timur, oleh perusahaan sawit,
PT Tanjung Buyuh Perkasa Plantation
air dan identitas budaya sama sifatnya (TBPP). Tim peninjauan yang dibentuk
menjaga warisan leluhur peninggalan datu Pemerintah Kabupaten Berau berhasil
moyang mereka. Apabila terjadi membuktikan dugaan penyerobotan lahan
permasalahan, maka akan diselesaikan seluas 1.800 Hektar namun tak ada tindak
secara adat untuk mempertahankan hak lanjut atas hal itu.
masyarakat adat itu sendiri. Namun,
Desakan akan akan dilakukan melalui
penyelesaian melalui sistem
unjuk besar-besaran Masyarakat Adat
pemerintahan yang berlaku juga
Dayak, Desa Marjun, Talisayan,
terkadang dilakukan walaupun masih
Kabupaten Berau pada Jumat
sering terdapat ketidakadilan dalam
(18/3/2022) hingga tuntutan dipenuhi.
proses penyelesaian yang melibatkan
keikutsertaan pemerintah. “Masyarakat Adat Dayak Marjun sekaligus
ingin mengingatkan Presiden Joko Widodo
yang telah dengan serius merencanakan
Masyarakat adat juga diberi kewajiban pemindahan Ibu Kota Negara Republik
untuk bertanggung jawab atas nasib Indonesia dan membangun IKN di
generasi masa depan. Pendekatan yang Kalimantan Timur agar juga serius
digunakan adalah sosiologis, yaitu berupa menangani dan menyelesaikan sengketa
studi-studi empiris dan undang-undang penyerobotan tanah dan konflik-konflik
untuk menemukan teori-teori mengenai Agraria yang terjadi di masyarakat dengan
proses terjadinya dan berlakunya ataupun perusahaan-perusahaan perkebunan
efektivitas berlakunya hukum di dalam sawit penggarap tanah HGU,” ucap
masyarakat. Masih banyak tugas baik dari Manajer Kampanye Pangan, Air, dan
masyarakat adat maupun pemerintah Ekosistem Esensial Wahana Lingkungan
daerah untuk dapat bersama-sama duduk Hidup Indonesia (Walhi) pada jumpa pers
dan menata kembali aturan hukum tanah virtual pada Kamis (17/3/2022)
adat di daerah setempat sebagai bentuk
evaluasi serta kepedulian dalam menjaga
komitmen dari masyarakat adat.
Walhi bersama Pengurus Pusat Kongres perusahaan, untuk mendengarkan
Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), keterangan. Masyarakat adat sendiri
YLBHI, Konsorsium Pembaruan Agraria menyampaikan pengaduan secara lisan
(KPA), Greenpeace, dan Trend Asia dan tertulis.
menjadi pendamping atas desakan ini.

Hasil pertemuan itu memunculkan sebuah


Pembukaan lahan untuk perkebunan rekomendasi pembentukan tim
kelapa sawit. Foto: Greenpeace peninjauan atas dugaan penyerobotan
tanah adat. Tim tersebut melakukan
Kasus dugaan pencaplokan tanah ulayat
peninjauan ke lokasi lahan masyarakat
ini sendiri terjadi sejak tahun 2006 hingga
adat yang diduga diserobot oleh
2008 lalu. PT TBPP menanam sawit diluar
Perusahaan PT. TBPP.
batas tanah HGU, yakni di atas Tanah
Ulayat Masyarakat Adat Dayak Marjun, di
Kecamatan Talisayan seluas sekitar 1800
Laporan hasil peninjauan lapangan yang
Hektar.
dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten
Perilaku perusahaan juga telah merusak Berau pada tanggal 13 Oktober 2021
ekosistem karena memindahkan jalur membuktikan bahwa PT.Tanjung Buyuh
sungai dan menanam sawit yang Perkasa Plantation telah menggarap
dilakukan di pinggir pantai. Selain itu Tanah Adat/Ulayat Marjun sekitar 1800
penanaman sawit juga merusak Hektar yang diklaim sebagai tanah HGU
pemakaman leluhur masyarakat Adat garapan. Namun tindak lanjut hasil itu
Dayak Marjun. Bahkan penebangan mampet.
ngawur pohon langka khas Kalimantan
yang dilindungi yaitu Pohon Mangris.
Pada 25 November 2021 lalu, masyarakat
Adat Dayak Marjun menyambangi KSP,
Perwakilan Masyarakat Adat Marjun dan ditemui oleh Deputi 2, 4 dan 5.
berupaya menanyakan kepada PT. TBPP Mereka mengadukan nasibnya kepada
tentang izin yang digunakan untuk Presiden Joko Widodo selaku Kepala
penanaman sawit. Namun sejak awal Negara Republik Indonesia. Perwakilan
masalah ini muncul mereka tidak dapat masyarakat Adat Dayak Marjun menagih
memberikan penjelasan tentang batas- peran Negara dalam melindungi
batas tanah HGU. Sementara masyarakat Adat di seluruh Indonesia.
penggarapan lahan dan penanaman sawit
terus dilakukan.
“Namun lagi-lagi tak ada tindak lanjut atas
Pada Juni 2021, Pemerintah Daerah
aduan ini, makanya masyarakat adat
Kabupaten Berau melakukan pemanggilan
melakukan desakan,” imbuh Wahyu.
kepada seluruh pihak, termasuk

Anda mungkin juga menyukai