Anda di halaman 1dari 6

PEMETAAN WILAYAH ADAT BAYAN,

KABUPATEN LOMBOK UTARA – NTB


Posted on March 24, 2020 by Wawan -

Santiri, 24 Maret 2020. Masyarakat wet adat Bayan merupakan bagian dari masyarakat Sasak yang
mendiami Gumi Paer (Pulau Lombok) utamanya bagian utara. Tatakelola pemerintahan sangat unik.
Kepemimpinan kolektif-kolegial dengan system pengambilan keputusan dan pendelegasian melalui
musyawarah (gundem) yang kurang lebih seperti Sila ke 4.
Masyarakat Wet adat Bayan memiliki 44 perangkat adat yang mana masing masing memiliki peran dan fungsi,
misalnya Amaq Lokaq Walin Gumi berurusan dengan kebumian, Amaq Lokak Walin Pande urusan dengan
peralatan atau perlengkapan dari logam dan seterusnya. Secara umum, peran dibagi menjadi dua, yakni urusan
Keduniawian (dunia nyata/fisik) yang di serahkan pada pemekelan Karang Bajo dan dipimpin oleh Pemekalan
Bat Orong, sementara untuk urusan dunia atas (akherat) diserahkan ke Pemekelan Loloan dipimpin Lauk
Orong.
Selain terdapat lahan ulayat, seperti hutan dan sebagainya yang dimanfaatkan bersama, untuk kepentingan adat
maupun keseharian. Untuk menyokong peran dan fungsi ini, setiap amak lokak (pemimpin adat) memiliki
pecatu dan rumah adat (perumbaq) yang berbeda dengan arsitektur rumah adat secara umum sesuai dengan
karakteristik. Akibat sistem modern, saat ini pecatu yang masih ada tidak lebih dari 50 %, akibat dari ini
kelengkapan institusi adat juga berkurang, dan akibat dari itu ritual daur hidup 8 tahunan (gawe alif) terputus
selama lebih 80 tahun.

Identitas dan entitas budaya


Masyarakat Adat Wet Bayan yang menjalankan Filosofi hidup Wet Telu dalam menjaga pelestarian alam.
Sampai saat ini masyarakat dat Wet Bayan masih memiliki nilai keraifan local yang dijalankan dengan baik,
dan memiliki beberapa keunikan dibandingkan daerah (wet) lain. Perbedaan atau keunikan yang dimiliki
adalah memilki tata ruang yang sangat detail, terdapat beberapa wilayah adat yang merupakan sumber
kehidupan dan penghidupan orang banyak (hutan adat/hutan tutupan) menjadi tanggung jawab Bersama. Selain
itu juga terdapat hutan bambu untuk kebutuhan arsitektur dan juga ritual. Kemudian terdapat tanah pecatu
sebagai sumber penghidupan pejabat adat dan untuk memenuhi kebutuhan ritual. Identitas iconic masayrakat
adat wet bayan adalah beberapa situs dan cagar budaya (Masjid Kuno dan Makam leluhur), permainan local,
Seni tradisi leluhur/seni local, tenun khas masyarakat adat, awik-awik atau aturan adat masih dijalankan
dengan baik, kampung adat dan rumah dinas pejabat adat (Bale Lokaq).
Kelembagaan Sosial
Setiap ruang hidup dan ruang kelola memiliki pejabat adat yang menjaga dan juga memanfaatkannya, tentunya
ada hak –hak yang diatur sedemikian rupa, dimana wilayah yang bisa dimanfaatkan secara pribadi oleh pejabat
adat dan dimana yang bisa dimanfaatkan secara bersama, termasuk diatur dalam waktu-waktu tertentu.
Beberapa struktur adat utama yang berada di Wet Bayan, seperti Perumbaq Daya yang menjaga Hutan
Adat, Perumbaq Lauq yang menjaga Laut, Amaq Lokaq Gantungan Rombong yang memimpin setiap ritual
besar, Amaq Lokaq Senaru yang menjaga pintu masuk Gunung Rinjani dari wilayah barat, Amaq Lokaq
Torean yang menjaga pintu Masuk Gunung Rinjani dari wilayah tengah, dan Amaq Lokaq Sajang yang
menjaga pintu masuk Gunung Rinjani dari Wilayah timur, dan masih ada banyak lagi prusa/pejabat adat untuk
urusan dan hal-hal yang lebih kecil.
Sejarah ringkas masyarakat adat
Masyarakat Adat Bayan atau secara kewilayahan disebut dengan Wet Bayan secara administrative terbagi
menjadi 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Bayan dan Kecamatan Kayangan. Kelompok Masyarakat yang dikenal
dengan filosofi hidup Wetu Telu untuk menjaga kelestarian alam sampai saat masih menjalankan tradisi-tradisi
leluhur baik itu Adat Gama maupun Adat Luir Gama. Ritual Adat Gama merupakan ritual keagamaan yang
dilaksanakan sedikit berbeda dibandingkan dengan umumnya, perbedaan pada tata cara dan waktu pelaksanaan
seperti, Maulid, Lebaran Tinggi (Idul Fitri), Lebaran Pendeq (Idul Adha), dan lain-lain. Sementra Ritual Adat
Luir Gama yang dilaksanakan yaitu Taek Lauk Taek Daya (Ritual Hutan dan Laut untuk menjaga kelestarian),
Menjojo, Membangar (Ritual Gumi) dan masih banyak lagi ritual kecil lainnya. Dari beberapa ritual yang
dilaksanakan, terdapat satu ritual besar yang disebut dengan Gawe Alif, yang dilaksanakan sekali dalam 8
tahun (Tahun Alip). Tetapi, sejak Indonesia Merdeka, Gawe Alif hanya bisa dilaksanakan sekali saja yaitu
dimasa Orde Lama (tahun 1957-1958).
Mata Pencaharian

Masyarakat Adat memiliki hubungan yang sangat dekat dengan alam, termasuk untuk mata pencaharian. Hal
ini bisa dilihat dalam ritual yang dilaksanakan dimana pada tatanan local yang ada terdapat ruang kelola untuk
lahan pertanian (Ladang dan Sawah), lahan sebagai sumber mata air (Hutan Adat/Hutan Tutupan), lahan
sebagai sumber untuk bangunan rumah dan juga bangunan sakral lainnya (Hutan Adat dan Hutan Bambu).

Kondisi ini didukung dengan data statistic sementara BPS kabpuaten Lombok utara yang menyatakan sebagian
besar masyarakat yang berada di kawasan wet bayan memiliki mata pencaharian di bidang pertanian,
peternakan dan perkebunan.
Wilayah dan Kondisi Sumberdaya Alam

Wet Bayan merupakan salah satu wilayah baru terbentuk secara alamiah, dimana daratannya menjadi tempat
tinggal saat ini adalah hasil dari letusan Gunung Samalas ditahun 1257 M (Gunung Rinjani, Gunung Stampol,
dan Sangkareang merupakan sisa dari Gunung Samalas). Jarak dari Gunung Rinjani sampai dengan pesisir
pantai hanya 10 s/d 15 Km. Terdapat banyak hutan di unung Rinjani dan lerengnya sebagai sumber air untuk
kehidupan Masyarakat, serta memiliki lahan kering (lading) untuk jenis tanaman musiman, dan juga lahan
pertanian (sawah) untuk lahan irigasi. Karena daratan yang ditempati merupakan lahan dari letusan gunung,
maka hampir seluruh lahan yang ada dikategorikan lahan yang sangat subur.

Secara umum, berdasarkan data statistic sementara BPS Kabupaten Lombok Utara tahun 2018, mayoritas
lahan di wilayah wet bayan (Kecamatan Bayan dan Kayangan) adalah tanah kering yang digunakan untuk
lahan pertanian non padi. Sementara sisanya digunakan untuk tanah sawah dan pekarangan. Jumlah
penggunaan lahan ini belum digabungkan dengan penggunaan lahan di kawasan hutan adat atau peruntukan
lainnya.

Selain lahan pertanian dan perkebunan, hutan adat juga merupakan sumberdaya alam penting bagi
kelangsungan hidup masyarakat adat wet bayan. Salah satunya adanya Hutan Adat Bangket Bayan Hutan adat
ini memiliki sembilan sumber mata air dan terletak pada ketinggian sekitar 550 meter dari permukaan laut
dengan debit air 120 liter/detik. Dalam praktek pengelolaannya, hutan adat Bangket Bayan mengatur pola
hubungan antar masyarakat adat dengan hutan adat Bangket Bayan, dan pola hubungan pejabat/prusa dengan
para petani, serta pola hubungan antara manusia dengan hal gaib yang berada didalam hutan adat itu sendiri.

Untuk menjaga keberlanjutan jasa alam, masyarakat adat bayan menerapkan awiq-awiq (kearifan local). Awiq-
awiq yang mengatur tentang hutan Bangket Bayan berisi pelarangan mengambil/memetik, mencabut,
menebang, menangkap satwa-satwa dan membakar pohon/kayu mati yang terdapat didalam kawasan hutan;
Dilarang menggembala ternak di sekitar pinggir dan di dalam kawasan hutan adat yang dapat menyebabkan
rusaknya flora dan fauna hutan; Dilarang mencemari/ mengotori sumber-sumber mata air di dalam kawasan
hutan adat; Dilarang melakukan meracuni Daerah Aliran Sungai (DAS) menggunakan fottas, decis, setrum dan
lain-lain yang dalam menyebabkan musnahnya biotik-biotik hidup di sungai; dan bagi setiap pemakai/
pengguna air baik perorangan maupun kelompok diwajibkan membayar iuran/sawinih kepada pengelola hutan
adat dan sumber mata air.
Sebagai daerah atau wilayah yang memiliki laut dan gunung, saat ini menjadi daerah tujuan wisata dunia,
bahkan Taman Nasional Gunung Rinjani menjadi Geopark dunia, sekitar 3.000 lebih kunjungan wisatawan
yang mengunjungi Taman Nasional Gunung Rinjani setiap tahunnya. Keberadaan beberapa Air terjun juga
menjadi obyek wisata yang banyak diminati. Menjadi wilayah wisata tentu berpengaruh besar terhadap
kehidupan Masyarakat Adat yang ada di Wet Bayan, baik itu dalam pelestarian alam, maupun dalam menjaga
tradisi dan budaya yang ada. Dengan adanya batas wilayah yang jelas mekanisme penyelesaian perselisihan
(jika terjadi) akan bisa diselesaikan secara sistematik melalui kelembagaan masayrakat adat wet bayan.
Pembagian ruang kelola yang harus dipetakan tentu hal terpenting, sehingga hak dan batasan antara
Masyarakat Adat (Masyarakat Lokal) dengan pemerintah adan pihak lain bisa menjadi lebih jelas.

Luas Kawasan yang dipetakan atau penyempurnaan peta berkisar: 366,10 km 2 (Bayan) dan 3.850
km2 (Kayangan). Secara umum kedua kecamatan ini berdekatan dengan gunung Rinjani dan berhadapan
langsung dengan Lautan Jawa, sehingga rentan terhadap letusan gunung api, tsunami dan gempa, serta
perubahan iklim. Karena sebagian besar daratannya merupakan limpahan debu gunung berapi (letusan gunung
Samalas (1257) sebagian besar, rentan terhadp longsor. Dalam keterbataan yang ada, karena memiliki nilai dan
sumberdaya alam yang kaya dan unik, rentan terhadap alih fungsi, termasuk wilayah kelola dan ruang hidup
masyarakat adat di wet ini.

Sementara luasan desa yang akan diintervensi untuk peningkatan produktivitas ekonominya, antara lain Desa
Bayan (2.600 Ha), Karang Bajo (1.168 Ha), Loloan (3.350 Ha), Santong (1.109,80 Ha), Sesait (1.200 Ha),
Gumantar 3.860 Ha

Tingkat Kerentanan (akibat alam, sosial, politik dan yang berkaitan dengan kebutuhan Kepastian hak
ulayat)

Terdapat wilayah yang yang tata kelolanya masih tumpang tindih dengan pihak pemerintah dan pihak liannya
saat ini terdapat dibeberapa titik seperti Gunung Rinjani yang dijaga oleh Amaq Lokaq Senaru, Amaq Lokaq
Torean dan Amaq Lokaq Sajang saat ini menjadi Taman Nasional yang penguasaan seenuhnya ada
dipemerintah. Hal ini menyebabkan setiap pendaki tidak lagi diatur oleh Masyarakat Adat, tetapi berdasarkan
Undang-Undang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah. Akibatnya, banyak nilai-nilai yang seharusnya
dijalankan oleh setiap pendaki tidak diatur dalam undang-undang dan peraturan tersebut.
Beberapa pejabat adat yang berperan untuk mengurus kepemerintahan adat seperti Pembekel dijadikan sebagai
Kepala Dusun yang lebih banyak mengurus kepemerintahan administrative (Orde Baru), hal ini menyebabkan
pencatu yang dimiliki pembekel menjadi aset kepala dusun juga, sehingga saat ini dengan adanya undang-
undang desa, maka semua pecatu kepala dusun ditarik menjadi aset pemerintah (Pemda Kabupaten Lombok
Utara).

Perkembangan keperintahan yang terjadi sejak kemerdekaan Indonesia menyebabkan banyak wilayah kelola
Masyarakat Adat Wet Bayan dikuasai oleh pihak lain, hal ini disebabkan karena tidak adanya peta wilayah
yang dimiliki oleh Masyarakat Adat. Masjid Kuno (Masjid Beleq) Bayan yang dijadikan sebagai pusat ritual
tertentu oleh Masyarakat dijadikan sebagai aset pemerintah dengan memasukannya sebagai cagar budaya. Hal
ini menyebabkan sistem aturan local tidak berfungsi lagi. Kejadian bisa dilihat dalam perbaikan (renovasi),
dimana dalam renovasi Masjid yang dilakukan oleh pemerintah itu berdsarkan tahun anggaran, sedangkan
dalam aturan local itu hanya bisa dilaksanakan sekali dalam 8 tahun, yaitu di tahun Alip (Kalender Khusus
Masyarakat Adat Wet Bayan). Dalam melakukan perbaikan terdapat pejabat dan prusa khusus (keturunan adat)
yang memimpin, sementara dalam pemerintah itu berdasarkan kemampuan, yang belum tentu sesuai dengan
garis keturunan.

Beberapa wilayah dan ruang yang tumpang tindih sangat berpengaruh besar terhadap ruang gerak dan kelola di
Masyarakat, termasuk juga dikepemerintahan. Akibat dari ketidak jelasan tersebut menyebabkan banyak
terjadi masalah social dalam setiap kegiatan dan program. (Wa2n)

Anda mungkin juga menyukai