Anda di halaman 1dari 19

SIMPTOMATOLOGI GANGGUAN JIWA

Menurut pandangan patologi, gangguan jiwa atau tingkah laku abnormal adalah akibat dari keadaan sakit atau terganggu yang jelas kelihatan berdasarkan gejala-gejala klinis yang ditampilkan. Gejala-gejala tertentu yang ditampilkan tersebut berbeda dengan yang ditampilkan pada orang-orang yang tidak terganggu jiwanya (normal). Karena itu untuk melihat apakah seseorang itu terganggu jiwanya atau tidak, dapat dipelajari dari gejala-gejala yang ditampilkannya.

Definisi Simptomatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala. Simptomatologi gangguan jiwa berarti ilmu yang mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa. Dalam kerja psikiatri (ilmu tentang cara pengobatan jiwa yang sakit), mempelajari gejala-gejala sangat penting artinya. Tidak saja untuk menentukan atau mengklasifikasikan gangguan yang dialami penderita, tetapi yang lebih penting adalah untuk mengidentifikasi sebab-sebab dari gangguan tersebut (etiologi). Mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit/gangguan jiwa berarti upaya untuk menghilangkan suatu sebab dan bukan sekedar menghilangkan suatu gejala. Suatu gejala hanyalah manifestasi dari adanya gangguan dan bukan sebab, namun untuk menemukan sesuatu yang menyebabkan gangguan tersebut dapat dilakukan dengan mempelajari gejala-gejalanya. Gejala adalah sesuatu yang adanya dipermukaan, sedang sebab adanya dibalik atau di bawah gejala. Sesuatu gangguan dapat dengan mudah dikenali melalui gejala-gejalanya, sedangkan untuk menemukan sebab-sebabnya harus dilakukan melalui studi yang mendalam tentang gejala-gejalanya. Dalam pandangan psikopatologi modern, dikatakan bahwa setiap gejala mempunyai arti yang dapat menjelaskan perkembangan psikodinamik dari penyakit si penderita. Pada hakekatnya, tiap gejala merupakan satu segi dari proses gangguan secara keseluruhan. Misalnya seorang yang mengalami gangguan pikiran, bukan berarti yang terganggu hanya pikirannya saja sementara aspek yang lain tetap sehat,

tetapi sebenarnya gangguan tersebut merupakan gangguan keseluruhan kepribadian. Hanya yang lebih dominan atau lebih menjadi pusat perhatian kita pada aspek pikirannya. Disamping itu, gejala yang dapat dialami atau dilihat dari dalam (misal takut yang irrasional) atau dapat dilihat dari luar (misal berkeringat dingin pada penderita katatonik). Gejala gangguan mental pada umumnya bersifat kompleks dan merupakan hasil interaksi antar unsur somatika, psikogenik, dan sosiobudaya. Karena itu, gejala selalu menunjukkan adanya dekompresi proses adaptasi dan terdapat terutama dalam pemikiran, perasaan, dan perilaku. Secara umum, menurut Maramis (1990), pemeriksaan terhadap penderita gangguan jiwa diperlukan untuk mendapatkan satu atau lebih hal-hal berikut ini: 1. Menemukan dan menilai gangguan jiwa yang ada, yang akan dipakai sebagai dasar pembuatan dignosis serta menentukan tingkat gangguan pengobatannya (indikasi pengobatan psikiatri khusus) dan selanjutnya penafsiran prognosisnya (ramalan hasil atau akibat suatu penyakit yang diderita seseorang). 2. Menggambarkan struktur kepribadian yang mungkin dapat menerangkan riwayat dan perkembangan gangguan jiwa yang dialami. 3. Menilai kemampuan dan kemauan pasien dalam berpartisipasi secara wajar dalam pengobatan yang cocok baginya. Hasil pemeriksaan jiwa pasien yang telah dilakukan, selanjutnya disusun dalam bentuk laporan, diharapkan dapat menggambarkan keadaan jiwa pasien dalam arti luas. Karena itu harus mengandung banyak hal tentang aspek kejiwaan manusia itu sendiri, seperti : afek, emosi, cara berbicara (ucapan), proses berpikir (bentuk, isi, dan jalan pikiran), kesadaran, psikomotor, persepsi, fungsi kognitif, termasuk didalamnya persepsi, dan sebagainya. Karena itu pula studi tentang gangguan kejiwaan juga mencakup tentang gangguan-gangguan dalam aspek tersebut. Untuk memperoleh data tentang gejala-gejala dalam banyak hal tersebut, caranya dapat dilakukan dengan tes maupun non-tes. Dengan tes misalnya melalui tes-tes psikologik (tes intelegensi atau tes kepribadian). Dengan non-tes misalnya melalui wawancara atau observasi terhadap reaksi-reaksi yang ditampilkan (yaitu reaksi umum dan sikap badan, ekspresi muka, mata, reaksi terhadap apa yang

dikatakan dan diperbuat, reaksi otot, reaksi emosi yang tampak, reaksi bicara, wujud tulisan, dan sebagainya). Pada pasien yang dalam pemeriksaan menunjukkan perilaku tidak kooperatif atau tidak mau bicara (diam), bukan berarti gejalanya tidak ada, sebab tidak kooperatif atau tidak mau bicara itu sendirinsudah merupakan gejala yang penting dalam pemeriksaan. Dengan demikian, salah satu tujuan pemeriksaan penderita gangguan jiwa adalah untuk menemukan gejala-gejala yang ada pada penderita tersebut, pembuatan diagnosis, pembuatan jenis dan tingkat gangguan yang dialami, pilihan pengobatan dan sebagainya.

Gejala-gejala gangguan jiwa pada umumnya dapat dipahami dari dua segi, yaitu: 1. Deskriptif, hanya melukiskan bagaimana gejala itu terjadi tanpa menerangkan makna dan dinamikanya. Misal: terjadi halusinasi berulang-ulang atau pada saatsaat tertentu (pagi hari) tanpa menerangkan halusinasi apa dan sebagainya. 2. Psikodinamik, tidak hanya menerangkan tentang bagaimana gejala itu terjadi tetapi juga dinamikanya. Misal : kapankah terjadinya, tentang apa gangguannya, bagaimana prosesnya, reaksi psikologis yang ditampilkan kemudian, dan sebagainya.

Dalam mempelajari gejala-gejala gangguan jiwa, perlu dipahami istilah penting sebagai berikut: a. Sindrom Sindrom/sindroma adalah kumpulan gejala yang membedakan antara penyakita atau gangguan yang satu dengan yang lain. Misalnya ada sejumlah gejala (a,b,c). Ketiga gejala tersebut dapat dipahami tentang adanya penyakit tertentu. Jadi sifatnya khas dan menunjukkan suatu penyjakit tertentu. b. Sign Sign adalah gejala-gejala yang dapat diobservasi (observable) dan pada umumnya bersifat objektif (mengenai fisik).

c. Simptom Simptom adalah gejala-gejala yang tidak dapat diobservasi (unobservable) oleh orang lain, tetapi mungkin merupakan gejala bagi orang yang bersangkutan. Jadi sifatnya subjektif, karena itu harus ditanyakan kepada yang bersangkutan. d. Gejala primer primer & sekunder Gejala primer dan sekunder dibedakan atas urutan munculnya gejala. Gejala primer adalah gejala pertama yang dialami oleh seseorang, sedangkan gejala sekunder gejala yang muncul kemudian. Misalnya seorang penderita insomnia (sulit tidur) kemudian diikuti munculnya halusinasi. Ini berarti insomnia adalah gejala primer dan halusinasi adalah gejala sekunder. e. Gejala dasar dan gejala tambahan Gejala dasar adalah gejala-gejala yang ada dalam tiap gangguan tertentu, terutama setelah gangguan tersebut mencapai intensitas tertentu, atau gejala utama dari suatu gangguan tertentu. Gejala ini penting untuk kepentingan diagnosis. Sedangkan gejala tambahan adalah gejala-gejala yang belum tentu ada pada setiap gangguan. Misalnya pada penderita skizophrenia, maka gejala dasarnya adalah kerancuan pikiran, sedang gejala tambahannya dapat berupa halusinasi, ilusi, dan sebagainya yang mungkin berbeda untuk setiap penderitanya. f. Gejala organogenik dan gejala psikogenik Pembedaan gejala ini berdasarkan pada asal atau sebabnya. Gejala organogenik adalah gejala-gejala yang muncul sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi organik. Sedangkan gejala psikogenik adalah gejala-gejala yang muncul dan berasal dari adanya gangguan-gangguan dalam fungsi psikologis, yang terutama berakar pada alam kesadarannya. Misalnya seseorang yang pusing karena banyak pikiran, merupakan gejala psikogenik. Sedangkan orang yang pusing karena keracunan makanan adalah gejala organogenik, sekalipun gejala yang ditampakkan bersifat kejiwaan. g. Gejala prodomal dan residual

Gejala prodomal adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sebelum sakit, pada awal sakit, atau selama fase sakit. Sedangkan gejala residual adalah gejala-gejala yang ditunjukkan sesudah fase sakit. h. Perilaku sakit, peran sakit, dan peran pasien (illness behavior, sick role, and patient role) Perilaku sakit (illness behavior) yaitu reaksi penderita terhadap pengalamannya sebagai orang sakit yang merupakan respon unik individu tentang kesadarannya bahwa ia sakit (orang yang sakit gigi responnya berbeda dengan yang sakit kepala). Perilaku sakit ini misalnya; meraung-raung, teriak-teriak, dan sebagainya. Peran sakit (sick role) merupakan aspek lain dari perilaku sakit, yaitu peran penderita yang diberikan masyarakat dalam kaitannya dengan kesadaran sekeliling. Seperti dilayani, disuruh tidur, disuruh berobat, disuruh periksa, dan perilaku mencari kesehatan (heakth seeking behavior). Bagamana peran seseorang yang sakit sangat ditentukan oleh masyarakatnya. Peran pasien (patient role) pengertiannya lebih sempit dibanding peran sakit, karena merupakan salah satu akibat dari peran sakit dan hanya dijumpai pada penderita yang sudah berstatus sebagai pasien. Peran sakit ini seperti ; patuh pada otoritas dokter, minum obat teratur, dan banyak istirahat. Peran pasien sangat ditentukan oleh pihak medis.

Beberapa contoh simptomatologi pada beberapa gangguan jiwa: 1) Gangguan Kesadaran/conciousness Jenis-jenis gangguan kesadaran: a. gangguan kesadaran kuantitatif Suf, kesadarannya seperti orang yang mengantuk. Somnolen, kesadarannya seperti orang tidur, tidak acuh terhadap sekelilingnya, apatis, tetapi masih dapat memberikan jawaban dan reaksi. Sopor, kesadarannya seperti orang yang tidur lelap, dimana ingatan, orientasi, dan pertimbangannya sudah hilang. Kalau dirangsang hanya

sedikit memberikan respon, dengan tidak acuh atau dengan membuka mata sebentar kemudian tidur lagi. Apati, kesadarannyabaik, bisa berkomunikasi dengan baik tetapi memerlukan intensitas yang tinggi. Koma, keadaan pingsan, tidak memberikan respon sedikitpun terhadap rangsang dari luar. Refleksi pupil sudah tidak ada. Kesadaran yang meninggi, kesadaran dengan respon yang meninggi terhadap rangsang, suara-suara terdengar lebih keras, warna-warna kelihatan lebih jelas atau terang. b. gangguan kesadaran kualitatif Stupor, kesadaran yang menyempit. Keadaan dini, kesadarannya mengabur, sering disertai dengan halusinasi lihat dan dengar. Bingung/confusion, keadaan yang disifatkan dengan adanya gangguangangguan asosiasi, disorientasi, kesulitan mengerti, dan ketidaktahuan apa yang harus diperbuat, tercengang dan penuh pertanyaan. Disorientasi, kesadaran pemehaman diri dalam lingkungan seperti disorientasi diri, tempat, waktu, dan situasi. Delirium, pengaburan kesadaran, ribut-gelisah, inkoheren, ilusi dan halusinasi, sering disertai dengan cemas dan takut. Disosiasi, pemisahan diri secara psikologik dari kesadarannya, diikuti dengan amnesia sebagian. Kesadaran berubah, kesadarannya tidak normal, tidak menurun, tidak meninggi, tetapi kemampuan mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap dunia luardan dirinya sendiri sudah terganggu dalam taraf tidak sesuai dengan kenyataan. 2) Gangguan Perhatian Jenis-jenis gangguan perhatian: a. Distractbility, yaitu ketidakmampuan mengarahkan perhatian dirinya, perhatian mudah teralihkan pada rangsang atau stimuli yang tidak berarti. Biasanya ditemukan pada pasien ADHD.

b. Aprosexia, yaitu ketidaksanggupan untuk memperhatikan secara tekun dalam waktu yang singkat terhadap suatu situasi, dengan tidak memandang pentingnya situasi itu. c. Selective, yaitu perhatian yang kurang selektif sehingga mudah lupa dan sulit mengenali. d. Hipervigilance/hiperprosexia, yaitu konsentrasi yang berlebih-lebihan,

sehingga lapangan persepsi menjadi sangat sempit. Terjadi pada pasien paranoid dan cemas. 3) Gangguan Emosi Jenis-jenis gangguan emosi: a. Afek Inappropiate, yaitu gangguan emosi ditandai dengan jelas adanya perbedaan antara sifat emosi yang ditunjukkan dengan situasi yang minumbulkannya. Blunted, yaitu kemiskinan afek dan emosi secara umum, afek/emosinya datar, tumpul, atau dingin. Flat, yaitu datar, tidak ada perubahan roman muka. Labil, yaitu mudah berubah terbawa faktor eksternal. Restricted, yaitu terbatas/menyempit. Depresi, yaitu perasaan sedih tertekan.

b. Mood Expansive, yaitu perasaan menguasai lingkungan. Irritable, yaitu perasaan mudah tersinggung. Elevated Euphoria, yaitu emosi yang menyenangkan dalam tingkatan sedang, mudah melambung. Exaltasi, yaitu elasi yang berlebih-lebihan, sering disertai dengan waham kebesaran. Euthymia, yaitu perasaan wajar. Dysphoric, yaitu perasaan sedih, bersalah.

Ectasy, yaitu emosi senang disertai dengan rasa hati yanhg aneh, penuh kegairahan, perasaan aman, damai, dan tenang. Merasa hidup baru kembali.

Anhedonia, yaitu ketidakmampuan merasakan kesenangan,tidak timbul senang dengan aktivitas yang biasanya menyenangkan.

4) Gangguan Psikomotor Jenis-jenis gangguan psikomotor: a. Katatonia Katalepsi, yaitu mempertahankan secara kaku posisi badan tertentu, sekalipun hendak diubah orang lain. Stupor, yaitu reaksi terhadap lingkungan sangat berkurang, gerakan dan aktivitas menjadi sangat lambat. Rigiditas, yaitu pengkakuan pada bagian tubuh tertentu. Posturing Fleksibilitas cerea, yaitu kelenturan dalam menggerakkan anggota badan tetapi masih ada hambatan. Kataplexia, yaitu kehilangan tonus otot secara mendadak. Stereotipi, yaitu gerakan yang berulang-ulang. Echopraxia, yaitu menirukan gerakan orang lain pada saat dilihatnya. Echolalia, yaitu menirukan apa yang diucapkan orang lain.

b. Hiperaktif TIC, yaitu gerakan-gerakan muncul ketika cemas. Grimace Akatisia, yaitu gerakan bibir yang muncul ketika cemas. Raptus, yaitu mengamuk yang mendadak Mannerism, yaitu tangan seperti menghitung uang (jari bergerak-gerak). Kompulsi, terdiri dari kleptomania, satriasis, remphormia, trikotilomania (suka mencabuti rambut sendiri). c. Negativisme Aktif, respon berlebihan. Pasif, diam saja.

d. Otomatisme, yaitu menuruti apa yang disuruh tetapi tanpa dikoreksi. 5) Gangguan Proses pikir Jenis-jenis gangguan proses pikir: a. Bentuk pikir: Autistik, yaitu adanya kegagalan untuk membedakan batas antara kenyataan dengan fantasi. Dereistik, yaitu ketidaksesuaian antara proses mental individu dengan pengalamannya yang sedang berjalan. Ide-ide yang seakan-akan cemerlang tetapi tidak mungkin realistis. Non-realistik, yaitu bentuk pikiran yang sama sekali tidak sesuai dengan kenyataan. b. Isi pikir: Waham, yaitu kesalahan dalam menilai diri sendiri, atau keyakinan tentang isi pikirannya padahal tidak sesuai dengan kenyataan. Macamnya ada waham sistematis (cemburu, kejar, curiga), bizarre, nihilistik, kebesaran, magic-mystic, dosa, pengaruh, somatik, hubungan. Obsesi, yaitu isi pikiran yang kukuh/persisten dan datang berulang-ulang, biarpun tak dikehendaki dan diketahui tidak wajar atau tidak mungkin terjadi. Fobia, yaitu rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak dapat dihilangkan atau ditekan walaupun ia sendiri menyadari bahwa itu tidak rasional adanya. Fantasi, yaitu isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diharapkan atau diinginkan, tetapi sebenarnya tidak nyata. c. Progesi/jalan pikir: Flight of ideas, yaitu pikiran yang melayang atau melompat-lompat. Assosiasi longgar, yaitu mengatakan sesuatu ide yang tidak ada hubungannya antara ide satu dengan yang lain. Clang association, yaitu berbicara seperti berpantun. Circumstantiality, yaitu pikiran yang berbelit-belit, ngomong berputarputar tidak sampai isi.

Tongentiality, yaitu pembicaraan semakin jauh dari pokok permasalahan. Inkoherensi, yaitu keadaan jalan pikiran yang kacau, sehingga satu ide bercampur dengan ide yang lain.

Verbigerasi, yaitu kata-kata yang diulang-ulang. Neologisme, yaitu membuat kata-kata baru yang tidak dipahami oleh umum.

Word salad, yaitu potongan-potongan kata yang tidak ada makna. Blocking, yaitu jalan pikirannya tiba-tiba terhenti, tidak tahu kenapa berhenti.

6) Gangguan Pembicaraan Jenis-jenis gangguan pembicaraan: a. Logorhoe, yaitu berbicara terus. b. Stuttering, yaitu susah berbicara, tetapi sekali berbicara tidak berhentiberhenti. c. Miskin isi pembicaraan. d. Mutisme, yaitu sejak awal tidak mau berbicara, e. Remming, yaitu berbicara sangat pelan. f. Blocking, yaitu tiba-tiba berhenti bicara tanpa sebab. g. Irrelevan, yaitu jawaban-jawaban yang dikeluarkan tidak sesuai dengan pertanyaan pemeriksa. 7) Gangguan Persepsi Jenis-jenis gangguan persepsi: a. Halusinasi: Auditorik Olfaktori Gustatorik Taktil Hipnagogik Hipnopompik Visual

b. Ilusi, yaitu persepsi yang salah.

c. Derealisasi, yaitu perasaan aneh tentang lingkungannya dan tidak menurut kenyataan. d. Depersonalisasi, yaitu perasaan aneh tentang dirinya atau perasaan bahwa dirinya sudah tidak seperti dulu lagi. 8) Gangguan Memori Jenis-jenis gangguan memori: a. Amnesia, yaitu keadaan seseorang kehilangan ingatan, mungkin sebagian atau seluruhnya. Ada dua macam amnesia, yaitu antegrade dan retrograde. b. Paramnesia, yaitu ingatan yang keliru (ilusi ingatan) karena distorsi pemanggilan kembali (recall), meliputi: konfabulasi, deja vu, jamais vu, fausse reconnaissance. c. Level of memory, terdiri dari intermediate, recent,recent past, remote. d. Dementia, yaitu lupa dengan pengalaman-pengalaman baru e. Hypermnesia, yaitu ingatan yang berlebih-lebihan, sehingga seseorang dapat menggambarkan kejadian-kejadian secara mendetail. 9) Gangguan Insight/tilikan diri Kemampuan memahami situasi/sakit yang dialami.

KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA

Manfaat adanya klasifikasi gangguan jiwa antara lain (1) untuk mempermudah komunikasi antar ahli sehingga pelayanan kesehatan dapat meningkat; (2) mempermudah dalam bidang pendidikan; (3) memungkinkan penelitian multicenter. Sejarah klasifikasi gangguan jiwa, seperti digambarkan dibawah ini: Nosologia Methodica: 1706

Synopsis Nosologiae Methodicae

International Classification of Causes of Death

International Classification of Deseasses

Daftar Penyebab Penyakit

International Classification of Diseasses & Causes of Death (ICD): V/F

Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder (DSM)

Diagnostic Statistical Manual of Mental Disorder (DSM IV)

Pedoman Penggolongan & Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III) (mengacu pada DSM IV dan ICD 10)

Perkembangan PPDGJ PPDGJ I (1973), yang mengacu pada ICD 8 dan DSM II, berisi: - Numerik: 290 315 316: gangguan penyesuaian 317: culture bound phenomen (exotic syndrome) - Tanpa kriteria diagnostik - Monoaxial diagnose

PPDGJ II (1983), mengacu pada ICD 9 dan DSM III, berisi: - Numerik: 290 319 - Kriteria diagnostik + - Multiaxial diagnose - Kode V: pusat perhatian (aksis I) - Culture bound: symptom

PPDGJ III, mengacu pada ICD 10 dan DSM IV, berisi: - Alfa numerik F... - Pedoman diagnostik + - Multiaxial evaluation - Culture bound dihapus

Penggolongan gangguan jiwa pada PPDGJ-III menggunakan pendekatan teoretik dan deskriptif. Urutan hierarki blok diagnosis (berdasarkan luasnya tanda dan gejala, dimana urutan hierarki lebih tinggi memiliki tanda dan gejala yang semakin luas): 1. F00-09 dan F10-19 2. F20-29 3. F30-39 4. F40-49 5. F50-59 6. F60-69

7. F70-79 8. F80-89 9. F90-98 10. Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis (kode Z)

Klasifikasi Gangguan Jiwa

F0 Gangguan Mental Organik, termasuk Gangguan Mental Simtomatik Gangguan mental organik = gangguan mental yang berkaitan dengan

penyakit/gangguan sistemik atau otak. Gangguan mental simtomatik = pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder penyakit/gangguuan sistemik di luar otak. Gambaran utama:
y y y

Gangguan fungsi kongnitif. Gangguan sensorium kesadaran, perhatian. Sindrom dengan manifestasi yang menonjol dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikir (waham), mood dan emosi.

Fl Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Alkohol dan Zat Psikoaktif Lainnya

F2 Skizofrenia, Gangguan Skizotipal dan Gangguan Waham Skizofrenia ditandai dengan penyimpangan fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran jernih dan kemampuan intelektual tetap, walaupun kemunduran kognitif dapat berkembang kemudian.

F3 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Kelainan fundamental perubahan suasana perasaan (mood) atau afek, biasanya kearah depresi (dengan atau tanpa anxietas), atau kearah elasi (suasana perasaan yang meningkat). Perubahan afek biasanya disertai perubahan keseluruhan tingkat aktivitas dan kebanyakan gejala lain adalah sekunder terhadap perubahan itu.

F4 Gangguan Neurotik, Gangguan Somatoform dan Gangguan Terkait Stres

F5 Sindrom Perilaku yang Berhubungan dengan Gangguan Fisiologis dan Faktor Fisik

F6 Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa dewasa Kondisi klinis bermakna dan pola perilaku cenderung menetap, dan merupakan ekspresi pola hidup yang khas dari seseorang dan cara berhubungan dengan diri sendiri maupun orang lain. Beberapa kondisi dan pola perilaku tersebut berkembang sejak dini dari masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai hasil interaksi faktor-faktor konstitusi dan pengalaman hidup, sedangkan lainnya didapat pada masa kehidupan selanjutnya.

F7 Retardasi Mental Keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh. Dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lain. Hendaya perilaku adaptif selalu ada.

F8 Gangguan Perkembangan Psikologis Gambaran umum


y y

Onset bervariasi selama masa bayi atau kanak-kanak. Adanya hendaya atau keterlambatan perkembangan fungsi-fungsi yang berhubungan erat dengan kematangan biologis susunan saraf pusat.

Berlangsung terus-menerus tanpa remisi dan kekambuhan yang khas bagi banyak gangguan jiwa.

Pada sebagian besar kasus, fungsi yang dipengaruji termasuk bahasa, ketrampilan visuo-spasial, koordinasi motorik. Yang khas adalah hendayanya berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia.

F9 Gangguan Perilaku dan Emosional dengan Onset Biasanya Pada Masa Kanak dan Remaja

Diagnosis Multiaksial a) Aksis I: Gangguan Klinis (F00-09, F10-29, F20-29, F30-39, F40-48, F50-59, F62-68, F80-89, F90-98, F99). Kondisi Lain yang Menjadi Focus Perhatian Klinis

b) Aksis II: Gangguan Kepribadian (F60-61, gambaran kepribadian maladaptif,

mekanisme defensi maladaptif) Retardasi Mental (F70-79)

c) Aksis III Kondisi Medik Umum

d) Aksis IV Masalah Psikososial dan Lingkungan (keluarga, lingkungan sosial,

pendidikan, pekerjaan, perumahan, ekonomi, akses pelayanan kesehatan, hukum, psikososial) e) Aksis V Penilaian Fungsi Secara Global (Global Assesment of Functioning = GAF Scale) 100-91 gejala tidak ada, fungsi max, tidak ada masalah yang tidak

tertanggulangi. 90-81 biasa. 80-71 70-61 gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam social. beberapa gejala ringan dan menetap, disabilitas ringan dalam fungsi, gejala min, fungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari masalh harian

secara umum baik. 60-51 50-41 gejala dan disabilitas sedang. gejala dan disabilitas berat.

40-31

beberapa disabilitas dalam hubungan dengan realita dan komunikasi,

disabilitas berat dalam beberapa fungsi. 30-21 disabilitas berat dalam komunikasi dan daya nilai, tidak mampu

berfungsi dalam hampir semua bidang. 20-11 bahaya mencederai diri/orang lain, disabilitas sangat berat dalam

komunikasi dan mengurus diri. 10-01 0 persisten dan lebih serius. informasi tidak adekuat

Tujuan diagnosis multiaksial


y

Informasi komprehensif sehingga membantu perencanaan terapi dan meramalkan outcome.

Format

mudah

dan

sistematik

sehingga

membantu

menata

dan

mengkomunikasikan informasi klinis, menangkap kompleksitas situasi klinis, dan menggambarkan heterogenitas individu dengan diagnosis yang sama.
y

Penggunaan model bio-psiko-sosial.

DAFTAR PUSTAKA

Maslim R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya. MIF Baihaqi, Sunardi, Riksma N. Ridalti Akhlan, dan Euis Heryati. 2005. Psikiatri: Konsep Dasar dan Gangguan-Gangguan. Bandung: PT Refika Aditama.

MAKALAH PSIKIATRI SIMPTOMATOLOGI GANGGUAN JIWA DAN KLASIFIKASI GANGGUAN JIWA (Dosen Pengampu:

Anda mungkin juga menyukai