• Selanjutnya, ‘parade artis migas’ itu meliputi Menko Ekuin Aburizal (“Ical”) Bakrie, Menaker
Fahmi Idris, dan mantan Menteri Urusan BUMN Sugiarto. Di masa kediktatoran Soeharto, adik-
adik Ical ikut membangun perusahaan-perusahaan perdagangan minyak anak-anak dan adik
sepupu Soeharto di Hong Kong dan Singapura, di bawah nama “Mindo”, “Permindo”, dan
“Terrabo”. Setelah Soeharto dilengserkan oleh gabungan kekuatan IMF, tentara, dan gerakan
mahasiswa, Ical dan adik-adiknya melepaskan diri dari kelompok Mindo itu, setelah Pertamina
menutup keran perusahaan-perusahaan tersebut. Belum jelas apakah perkongsian antara
keluarga Bakrie dan keluarga Soeharto di pabrik pipa PT Seamless Pipe Indonesia Jaya, di
perusahaan perkebunan PT Bakrie Sumatra Plantations, dan di Bank Nusa, juga telah berakhir.
• Sebelum berakhirnya era kepresidenan Soeharto,Bakrie Bersaudara sudah berhasil
membangun imperium bisnis migas mereka sendiri. Indra Usmansyah Bakrie, adik Ical, tercatat
sebagai Presiden Komisaris Kondur Petroleum S.A., perusahaan swasta yang berbasis di
Panama. Perusahaan itu dimiliki oleh PT Bakrie Energi, yang 95 % milik Bakrie Bersaudara dan
5% milik Pan Asia, yang pada gilirannya milik Rennier A.R. Latief, CEO dan Presdir Kondur
Petroleum SA. Di Indonesia, perusahaan ini bergerak di bawah nama PT Energi Mega Perkasa
Tbk., yang sejak tahun 2004 terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dan juga dipimpin oleh Renier
Latief. Perusahaan ini sekarang menjadi perusahaan migas swasta nasional kedua terbesar
setelah Medco Group. Di mancanegara, kendaraan bisnis minyak Bakrie bersaudara ini tetap
bergerak dengan nama Kondur Petroleum SA, dan beroperasi di Kroasia, Uzbekistan, Yaman
dan Iran. Tapi sebelumnya, sebagai operator Kawasan Production Sharing Selat Malaka (KPS-
SM), Kondur telah berbisnis dengan Shell, yang menampung minyak mentah itu untuk
dimurnikan di Australia.
• Selain di Kondur Petroleum SA, Bakrie Bersaudara juga memiliki saham dalam PT Bumi
Resources Tbk, yang sedang mengalihkan usahanya dari sektor perhotelan ke pertambangan,
khususnya pertambangan migas dan bahan baku enerji yang lain. Hampir 22% saham
perusahaan itu milik Minarak Labuan, maskapai minyak milik Nirwan Dermawan Bakrie, yang
telah menanamkan 33 juta dollar AS di Yaman. Diversifikasi usaha itu dilakukan dengan
membeli 40% saham Korean National Oil Corporation (KNOC), yang menanam 4,4 juta dollar
AS dalam unit pengolahan minyak TAC Sambidoyong di Cirebon. Selain di Indonesia, KNOC
melakukan eksplorasi migas di sebelas negara lain, termasuk Libya, Afrika Selatan, Yaman,
Vietnam, Venezuela, Peru dan Argentina.
• Dominasi ekonomi politik Aburizal Bakrie, walaupun sudah digeser dari Menko Ekuin ke Menko
Kesra, dapat kita lihat dari alotnya penyelesaian ganti rugi bagi korban-korban lumpur PT
Lapindo Brantas, yang sahamnya sebagian milik PT Energi Mega Persada. Sebagian lagi
sahamnya milik kelompok Medco, yang akan dibahas sebentar lagi.
• Fahmi Idris, yang sekarang Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, adalah anggota
Grup Kodel (“Kelompok Delapan”), yang berkongsi dengan perusahaan migas AS,
Golden Spike Energy. Kodel sendiri juga bergerak dalam bidang pertambangan migas,
melalui anak perusahaannya, PT FMC Santana Petroleum Equipment Indonesia, yang
berkongsi dengan kelompok Nugra Santana milik keluarga Ibnu Sutowo almarhum.
• Sebelum perombakan kabinet SBY-JK yang terakhir, Sugiarto, yang waktu itu menjabat
sebagai Menteri Urusan BUMN, adalah mantan Direktur Keuangan PT Medco Energi
Internasional Tbk, perusahaan swasta Indonesia terbesar di bidang migas, milik Arifin
Panigoro dan keluarganya. Kelompok Medco itu pada awalnya ikut berkembang karena
perkongsiannya dengan besan Soeharto, Eddy Kowara Adiwinata (mertua Siti Hardiyanti
Rukmana) dan salah seorang Menteri, yakni Siswono Judohusodo. Ekspansinya ke
negara-negara Asia Tengah eks-Uni Soviet dilakukan dengan membonceng ekspansi
pengusaha muda yang waktu itu masih termasuk keluarga Cendana, yakni Hashim
Djojohadikusumo. Sesudah berakhirnya masa kepresidenan Soeharto, manuver-
manuver politik Arifin Panigoro, yang spontan mendukung gerakan reformasi,
menyelamatkan kelompok bisnis ini, yang muncul sebagai penyandang dana PDI-P dan
berhasil mengorbitkan Megawati Soekarnoputri ke kursi RI-1.
• Setelah pudarnya bintang Megawati Soekarnoputri, Arifin Panigoro keluar dari PDI-P dan
mendirikan partai baru, Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) bersama Laksamana
Sukardi. Sementara itu, Medco semakin berkembang, dan berusaha melakukan
diversifikasi ke sektor pembangkitan tenaga listrik geothermal maupun tenaga nuklir,
setelah berkongsi dengan Pertamina menyadap sumber-sumber migas di Sulawesi
Tengah dan sedang mengambil ancang-ancang menjadi produsen migas No. 2 terbesar
di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
• Dengan demikian, kelompok Medco dan unit-unit migas dari kelompok Bakrie, dapat
digolongkan sebagai maskapai transnasional (TNC) juga.
• Mantan Menteri Perhubungan & Telekomunikasi yang kini
menjabat sebagai Sekretaris Negara, M. Hatta Rajasa,
pernah menjadi eksekutif Medco (1980-3), sebelum
mendirikan perusahaan konsultan manajemen, PT
InterMatrix Bina Indonesia, yang bekerja sama dengan
Pertamina dan perusahaan-perusahaan perminyakan
asing. Sebagai anak Palembang, Insinyur Pertambangan
lulusan ITB itu tidak asing dengan dunia perminyakan.
Mertuanya salah seorang staf Stanvac, ketika Hatta jatuh
cinta kepada Okke, dokter gigi yang kini sebagai isterinya.
• Trio itu punya pertalian bisnis yang berputar di seputar keluarga Hendropriyono. Di masa
jayanya sebagai Kepala BIN, Hendropriyono juga masuk dalam kelompok Artha Graha,
karena menjadi Presiden Komisaris PT Kia Motors Indonesia (KMI), yang termasuk
kelompok Artha Graha. Tomy Winata pribadi, menjadi salah seorang pemegang saham PT
KMI. Sedangkan seorang putera Hendro, Ronny Narpatisuta Hendropriyono, menjadi salah
seorang direktur PT KMI, bersama Fayakun Muladi, putera mantan Menteri Kehakiman
Muladi. Ronny, pada gilirannya, juga komisaris PT Hartadi Inti Plantations, penguasa areal
konsesi kelapa sawit seluas 52 ribu hektar di Kabupaten-kabupaten Buol dan Toli-Toli di
Sulawesi Tengah. Berarti, keluarga Hendropriyono punya hubungan bisnis yang cukup erat
dengan Tomy Winata maupun dengan Hartati Murdaya. Melihat kenyataan itu, boleh jadi trio
Hendropriyono-Tomy Winata-Hartati Mudaya akan bekerjasama untuk mendapatkan bagian
dari mega proyek blok Cepu itu.
• Dengan mengungkap semua kaitan bisnis migas keluarga dan konco-konco Presiden, Wakil
Presiden dan para Menteri, baik yang sudah terwujud maupun yang sedang dijajagi, kita
dapat memahami kepentingan mereka untuk menaikkan harga BBM, yang naik sangat tidak
proporsional dengan kemampuan kocek rakyat. Bayangkan saja, harga bahan bakar minyak
(BBM), yang rata-rata naik 125%, mulai 1 Oktober lalu, jelas-jelas menunjukkan bias ke
arah kepentingan kelas menengah dan atas. Bensin premium ‘hanya’ naik 87,5% dari Rp
2400 menjadi Rp 4500 per liter. Solar naik 105% dari Rp. 2.100 menjadi Rp 4.300 per liter.
Sedangkan minyak tanah naik 186% dari Rp 700 menjadi Rp 2000 per liter!
• Dari data di atas terlihat bahwa ada Menteri yang bisnis keluarganya punya
kaitan dengan Shell, yakni Aburizal (“Ical”) Bakrie. ‘Kebetulan’, Ical juga
penyandang dana Freedom Institute, yang ‘kebetulan’ memasang iklan
kontroversial di harian Kompas, tanggal 26 Februari tahun lalu. ‘Kebetulan’,
Freedom Institute dipimpin oleh Rizal Mallarangeng, yang abangnya, Alfian
Mallarangeng, ‘kebetulan’ salah seorang jurubicara Presiden SBY. Lalu,
betulkah semua ‘kebetulan’ itu memang ‘kebetulan’? Ataukah tangan-tangan
Shell memang begitu kuat mencengkeram ke dalam berbagai celah
pemerintah dan masyarakat sipil di Indonesia?
• Siapa pelobi masuknya Shell ke pemasaran BBM? Ini dapat ditelisik dari
lokasi pendirian pompa bensinnya yang pertama, yakni di depan Hypermart
Lippo Karawaci di Tangerang. Tanah di mana SPBU Shell itu berdiri, adalah
bagian dari kota satelit Lippo Karawaci seluas 500 hektar, milik PT Lippo
Karawaci Tbk. James T. Riyadi (lahir di Jakarta, 7 Januari 1957), adalah
pemegang saham utama perusahaan itu. Ia memimpin kelompok Lippo di
Indonesia dan di AS. Sedangkan ayahnya, Mochtar Riady, memimpin usaha
kelompok Lippo di Tiongkok. Kerjasama ayah dan anak ini pernah
menimbulkan kontroversi di AS, ketika kelompok Lippo menyumbang satu juta
dollar AS untuk dua kali pemilihan Presiden William (Bill) Clinton. Kedekatan
mereka dengan Bill Clinton membuahkan hasil yang lumayan
menguntungkan: sebuah pembangkit listrik raksasa yang dibangun kelompok
Lippo di Tiongkok, mendapat pinjaman dari Bank Exim AS, yang sejatinya
hanya meminjamkan dana kepada perusahaan-perusahaan AS.
• Tidak banyak orang yang masih ingat peranan kelompok Lippo dalam skandal
korupsi Bill Clinton itu, berkat kelihaian strategi human relations kelompok itu,
yang menyasar kelas menengah-atas keturunan Tionghoa yang beragama
Kristen. James Riady telah menyumbang pembangunan banyak gereja di
berbagai kawasan pemukiman mewah di Indonesia. Kapela (gereja kecil) di
kampus UKSW, Salatiga, juga merupakan sumbangan Lippo. Ayah James,
Mochtar Riady, bahkan duduk dalam kepengurusan yayasan pengelola perguruan
tinggi Kristen itu, yang telah memecat Arief Budiman, cendekiawan keturunan
Tionghoa, yang sangat kritis terhadap perkembangan konglomerat di Indonesia.
Selain itu, kelompok Lippo dikenal sebagai salah satu donor PDI-P.
• PDI-P sendiri tidak dapat diharapkan mewakili aspirasi rakyat yang tidak setuju
dengan kenaikan harga BBM, maupun penunjukan ExxonMobil sebagai pengelola
Blok Cepu. Ini tidak terlepas dari dominannya peranan Megawati Soekarnoputri
dan suaminya, Taufik Kiemas, di fraksi terbesar di DPR-RI itu. Padahal keluarga
ini merupakan pedagang BBM yang semakin berjaya di wilayah DKI.
• -------------- (2005). Disandera kabinet pedagang migas: Membongkar kepentingan-kepentingan domestik dan internasional di balik
kenaikan harga BBM di Indonesia. Makalah untuk Diskusi Publik “Refleksi Sosial Agamawan terhadap Kenaikan Harga BBM di
Indonesia”, yang diselenggarakan Centre for the Study of Religious and Socio-Cultural Studies (CRSD) Universitas Islam Negeri (UIN)
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Rabu, 23 November.
• -------------- (2006). Penggadaian Aset Migas Rakyat, dari Hilir Balik ke Hulu: Dari Pompa Bensin Shell sampai ke penguasaan Blok Cepu
oleh Exxon Mobil. Makalah pengantar diskusi untuk Seminar Nasional “Nasionalisasi Aset Untuk Kesejahteraan Rakyat”, yang
diselenggarakan BEM Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), hari Kamis, 11 Mei.
• Biersteker, Thomas J. (1981). Distortion of Development? Contending Perspectives on the Multinational Corporation. Cambridge: The
MIT Press.
• Frank, Andre Gunder (1974). Lumpenbourgeoisie: Lumpendevelopment: Dependence, class and politics in Latin America. New York:
Monthly Review Press.
• Fuentes, Marta & Andre Gunder Frank (1989). “Ten theses on social movement,” World Development, 17 (2), hal. 179-191.
• JPIC-OFM (2007). Membaca Penolakan Warga atas Rencana Pertambangan Emas di Kabupaten Lembata – NTT. Kertas Posisi JPIC-
OFM. Jakarta: Sekretariat JPIC-OFM.