Anda di halaman 1dari 9

ANPOTWIL (ANALISIS POTENSI

WILAYAH)
KELOMPOK 5
I DEWA GEDE ARY SUJANA
DWI SATRIO UTOMO
FIRDAUSI DARYA PERKASA

MENGENAL KAWASAN BUDIDAYA DAN LINDUNG

LATAR BELAKANG

Analisis potensi wilayah telah menjadi hal yang tidak asing dalam pembangunan di
Indonesia. Hal ini telah diamanatkan dalam konstitusi Negara yaitu UU no 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang secara
tersirat memberikan makna bahwa peningkatan daya saing daerah dilakukan
melalui suatu proses perencanaan yang matang. Proses perencanaan tersebut
harus melalui suatu analisis yang dapat menguraikan potensi-potensi daerah
menjadi penunjang daya saing daerah dalam pelaksanaan pembangunan.

Pada kenyataannya, walaupun anpotwil telah menjadi hal yang harus


diilaksanakan dalam perencanaan pembangunan, namun masih banyak daerah
yang belum mampu menggunakan anpowil sebagai upaya menggali seluruh
potensi yang dimiliki, baik dari segi sumber daya manusianya yang kurang
kompetensinya serta masih banyak sektor sumber daya alam yang belum
dimobilisir sehingga belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini tidak
akan terjadi apabila pemerintahan daerah benar-benar memahami arti penting dan
manfaat dari analisis potensi wilayah itu sendiri.

Untuk itu pada persentase kali ini kami akan membahasa tentang mengenal
kawas budidaya dan kawasan lindung

PENGERTIAN ANPOTWIL

Pengertian Analisis Potensi Wilayah

Adalah mengkaji secara ilmiah rincian semua kekayaan atau sember daya fisik
maupun non fisik pada area atau wilayah tertentu sehingga dapat dikembangkan lebih
lanjut menjadi kekuatan tertentu.

Analisis Potensi Wilayah mencakup rona fisik dan dan rona sosial ekonomi. Rona Fisik
wilayah mencakup lokasi wilayah baik relatif maupun absolute, luasan wilayah,
bentuk lahan, kondisi topografi, kondisi lereng,kondisi tanah,kondisi iklim, kondisi
hidrologi, kondisi geologi, penggunaan lahan, dan kondisi fisik lainnya.

Selain rona fisik wilayah, dalam anpotwil juga harus melakukan analisis tentang
kondisi sosial ekonomi wilayah. Hal ini karena potensi wilayah secara utuh
merupakan perpaduan antara rona fisik dan rona sosial ekonomi dari suatu wilayah.
Data sosial ekonomi yang perlu dianalisis adalah:

1)
Data penduduk (jumlah, kepadatan penduduk, rasio ketergantungan, tingkat
pertumbuhan, mata pencaharian penduduk, dll.);

2)
Data distribusi fasilitas umum/utilitas (seperti fasilitas pendidikan :jumlah dan
persebaran sekolah, jumlah dan persebaran fasilitas kesehatan: Polides, Puskesmas,
Rumah sakit; Pasar/pertokoan, terminal, dsb).

3)
Data Aksesibilitas, seperti kondis jaringan jalan atau kondisi transportasi, dan
fasilitas yang lainnya.

MENGENAL KAWASAN

DALAM ANPOTWIL PERENCANAAN TATA RUANG MERUPAKAN PERENCANAAN YANG MENGATUR


PENGGUNAAN KAWASAN DALAM KE HIDUPAN MANUSIA DI ATASNYA. DALAM BANYAK PRAKTEK
KEHIDUPAN MASYARAKAT SEBENARNYA PRAKTEK PENGGELOLAAN RUANG TIDAK BISA DIPISAHKAN
DALAM DUA KATEGORI BESAR. SEBAGIAN BESAR MASYARAKAT TIDAK MEMISAHKAN ANTARA
KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

Kawasan Lindung

wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi


kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan

Kawasan Budidaya

wilayah yang ditetapkan dengan


fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi
dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan
sumber daya buatan

KAWASAN BUDIDAYA

Sementara kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.

a. kawasan peruntukan hutan produksi, yang dapat dirinci meliputi: kawasan


hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi tetap, dan kawasan hutan yang
dapat dikonversi;

b) kawasan hutan rakyat;

c) kawasan peruntukan pertanian, yang dapat dirinci meliputi: pertanian lahan


basah, pertanian lahan kering, dan hortikultura;

d) kawasan peruntukan perkebunan, yang dapat dirinci berdasarkan jenis


komoditas perkebunan yang ada di wilayah provinsi;

e) kawasan peruntukan perikanan, yang dapat dirinci meliputi kawasan: perikanan tangkap,
kawasan budi daya perikanan, dan kawasan pengolahan ikan;

f) kawasan peruntukan pertambangan, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:


mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, panas bumi, dan air tanah di kawasan
pertambangan;

g) kawasan peruntukan industri, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan: industri
kecil/rumah tangga, industri agro, industri ringan, industri berat, industri petrokimia, dan
industri lainnya;

h) kawasan peruntukan pariwisata, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan: semua
jenis wisata alam, wisata budaya, wisata buatan/taman rekreasi, dan wisata lainnya;

i) kawasan peruntukan permukiman, yang dapat dirinci meliputi kawasan peruntukan:


permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan; dan

j) peruntukan kawasan budi daya lainnya, yang antara lain meliputi kawasan peruntukan:
instalasi pembangkit energi listrik, instalasi militer, dan instalasi lainnya.

Kawasan budidaya diatur secara detail dalam Permen PU NO.41/PRT/M/2007

KAWASAN LINDUNG

Dalam UU Perencanaan, baik UU No 24 tahun 1994 maupun UU no 26 tahun 2007.


Menyebutkan pembagian kawasan atas kawasan lindung dan kawasan budidaya.

Pengertiannya adalah kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.

Menurut Permen no 15 tahun 2009 (permen15-2009) kawasan lindung terdiri atas:

a. kawasan hutan lindung;

b) kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, meliputi:


kawasan bergambut dan kawasan resapan air;

c) kawasan perlindungan setempat, meliputi: sempadan pantai, sempadan sungai,


kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, serta kawasan lindung
spiritual dan kearifan lokal;

d) kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi: kawasan suaka alam, kawasan
suaka alam laut dan perairan lainnya, suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut, cagar alam dan
cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, taman nasional dan taman nasional laut, taman
hutan raya, taman wisata alam dan taman wisata alam laut, serta kawasan cagar budaya dan ilmu
pengetahuan;

e) kawasan rawan bencana alam, meliputi: kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang
pasang, dan kawasan rawan banjir;

f) kawasan lindung geologi, meliputi: kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; dan

g) kawasan lindung lainnya, meliputi: cagar biosfer, ramsar, taman buru, kawasan perlindungan plasmanutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota
laut yang dilindungi.

Secara lebih detail kawasan lindung dijelaskan melalui Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990. Dalam
pasal 2 disebutkan Sasaran Pengelolaan kawasan lindung adalah:

a. Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan
budaya bangsa;

b. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem, dan keunikan alam.

Dalam praktek lapangan kawasan lindung dan kawasan budidaya seringkali sulit
untuk ditentukan karena melihat pengertiannya bahwa lindung ditujukan pada
kelestarian sementara kawasan budidaya ditujukan pada pemanfaatan. Pertanyaan
yang muncul adalah bagaimana dengan wilayah yang mix penggunaan sebagai
kawasan lindung dan kawasan budidaya?
Pertanyaan tersebut biasanya muncul pada wilayah-wilayah pedesaan atau wilayah
yang dihuni oleh masyarakat tradisional, dimana perlindungan tidak bisa terlepas
dengan pemanfaatan wilayah. Pada wilayah-wilayah ini konsep pembagian wilayah
lindung dan wilayah budidaya perlu dikaji lagi dengan mengedepankan kedua aspek
ini sekaligus. Ini terkait dengan budaya masyarakat, pada masyarakat pedesaan
terutama masyarakat tradisional, sistem perlindungan dan pemanfaatan menyatu
dalam satu ritme kehidupan. Ketergantungan masyarakat pada alam secara
otomatis akan membentuk budaya yang juga ikut melestarikan alam. Pola
masyarakat yang seperti ini disebut dengan masyarakat ekosentris.
Penataan ruang di Indonesia seharusnya sudah mampu mengadopsi sistem yang
membagi wilayah secara lebih detail. Bahwa blok Taman Nasional atau Cagar Alam
misalnya harus juga memperhatikan kelompok-kelompok masyarakat yang sudah
hidup jauh sebelum wilayah tersebut dijadikan wilayah lindung. Pertanyaan yang
paling sulit adalah bagaimana mengelola wilayah tersebut agar fungsi kawasan
lindung dan kawasan budidaya tidak saling merugikan.

Anda mungkin juga menyukai