Anda di halaman 1dari 15

DEEP VEIN THROMBOSIS

Pembimbing : dr. Budi D. Machsoos, Sp.PD-KHOM

Dini Fakhriza Alamiyah

150070200011035

Kinanti Mahmud

150070200011061

Sayyida Kamila Zaini

150070200011086

Winda Cornelia Harini

150070200011096

DEFINISI
gangguan aliran balik darah dari tungkai ke jantung
yang bersifat menahun.
CVI merupakan kondisi mengenai sistem vena
ekstremitas bawah yang dapat menyebabkan berbagai
patologi, meliputi nyeri, bengkak, perubahan kuit dan
ulserasi.
CVI terjadi jika katup vena tidak berfungsi dengan baik,
dan terjadi gangguan sirkulasi darah vena tungkai.

Di Amerika Serikat, diperkirakan 2,5 juta orang menderita CVI dan 20%-nya berekembang menjadii ulkus vena. (Ebberhart, 2005)

EPIDEMIOLOGI
Framingham Heart Study diperkirakan bahwa
insiden tahunan varises
perempuan 2,6%
pria 1,9%.

Di Amerika Serikat, diperkirakan 2,5 juta orang


menderita CVI dan 20%-nya berekembang
menjadii ulkus vena. (Ebberhart, 2005)

PATOFISIOLOGI
Kegagalan katup vena dalam volume darah dipompa keluar
ekstremitas, dan diisi kembali oleh aliran darah arteri dan aliran darah
retrograde patologisTekanan vena segera setelah ambulasi dapat
sedikit meningkat atau bahkan normal, tetapi vena terisi kembali dengan
cepat disertai terjadinya peningkatan tekanan vena tanpa kontraksi otot.
Disfungsi atau inkompetensi katup sistem vena superfisial juga
menyebabkan aliran retrograde darah dan peningkatan tekanan
hidrostatik. (Ebberhart, 2005)
Kegagalan katup primer akibat kelemahan dinding pembuluh darah atau
daun katup yang sudah ada, sekunder terhadap cedera langsung, flebitis
superfisial, atau distensi vena berlebihan akibat efek hormonal atau
tekanan yang tinggi.

Kegagalan katup vena yang berlokasi di


saphenofemoral junction, menyebabkan tekanan
tinggi pada vena superfisial, sehingga terjadi dilatasi
vena dan varises yang menyebar dari proximal
junction ke ekstremitas bawah. Inkompetensi katup
perforator juga dapat menyebabkan darah mengalir
dari vena dalam balik ke belakang ke sistem
superfisial dan bersama transmisi tekanan tinggi yang
ditimbulkan oleh pompa otot betis, menyebabkan
dilatasi vena berlebihan dan kegagaglan sekunder
katup vena superfisial.2

STADIUM CVI KLASIFIKASI CEAP


(Clinical, Etiology, Anatomy, Pathology)
C0
tidak ada tanda tanda penyakit
vena yang terlihat atau teraba

C1
telangiektasia atau vena retikuler

C2
varises (dibedakan dari vena
retikuler dengan diameter >
3mm)

C3
edema

C4
perubahan pada kulit sekunder
terhadap penyakit vena kronik
C4a
pigmentasi atau eksim
C4b
lipodermatosklerosis atau atrophie
balnche
C5
ulkus vena sembuh

C6
ulkus vena aktif

GAMBARAN KLINIS
Nyeri
Intensitas nyeri tidak tergantung kepada besar dan luas trombosis. Nyeri di
daerah tersebut dan bisa menjalar ke bagian medial dan anterior paha. Nyeri
akan berkurang jika penderita istirahat di tempat tidur, terutama posisi tungkai
ditinggikan.
Pembengkakan
Akibat sumbatan di bagian proksimal dan peradangan perivaskuler.
Pembengkakan akibat sumbatanmaka lokasi bengkak di bawah sumbatan dan
tidak nyeri. Sedangkan apabila disebabkan peradangan perivaskuler maka
bengkak timbul di daerah trombosis dan biasanya disertai nyeri.
Perubahan warna kulit
Pada trombosis vena perubahan warna kulit ditemukan hanya 17 20% kasus.
Perubahan warna kulit bisa berubah pucat dan kadang kadang berwarna ungu.
(Breddin et al, 2001)

Sindroma post-trombosis
Akibat peningkatan tekanan vena konsekuensi sumbatan dan
rekanalisasi dari vena besar yang mengakibatkan meningkatnya
tekanan pada dinding vena dalam di daerah betis sehingga terjadi
inkompeten katup vena dan perforasi vena dalam (Hirsh and Hoak,
1996).
Semua keadaan di atas akan mengakibatkan aliran darah vena dalam
akan membalik ke daerah superfisialis apabila otot berkontraksi,
sehingga terjadi edema, kerusakan jaringan subkutan, pada keadaan
berat bisa terjadi ulkus pada daerah vena yang dikenai.
Manifestasi klinis sindroma post-trombotik yang lain adalah nyeri pada
daerah betis yang timbul (venous claudicatio), nyeri berkurang waktu
istirahat dan posisi kaki ditinggikan, timbul pigmentasi dan indurasi
pada sekitar lutut dan kaki sepertiga bawah. (Hirsh and Hoak, 1996).

DIAGNOSIS

TATALAKSANA
LMWH (Low Molecular Weight Heparin)
pemberian LMWH yang memperhatikan berat badan pasien, diberikan 5-7
hari sebagai terapi awal.

UFH (Unfracted Heparin)


pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang signifikan, LMWH dapat
diganti dengan UFH karena LMWH diekskresikan lewat ginjal.(Wells, 2006)

Antagonis vitamin K
Terapi oral dengan antagonis vitamin K, misalnya warfarin, sangat efektif
untuk pencegahan rekurensi thrombosis dalam jangka panjang.

Standar intensitas pemberian terapi antikoagulan oral adalah


International Normalized Ratio (INR) dari 2 hingga 3.
Terapi antikoagulan intensitas tinggi dan rendah pada pasien
dengan DVT tidak direkomendasikan. Menjaga kontrol INR
pada angka terbaik dapat menurunkan risiko sindroma
postphlebitic.(Wells, 2006)
Pasien dengan DVT ekstremitas atas memiliki risiko tinggi
terjadinya emboli paru, sehingga terapi dengan antikoagulan
sangat direkomendasikan dengan pemberian terapi awal.
(Wells, 2006)
Terapi anti koagulan dihindari selama kehamilan karena efek
teratogenik pada trimester pertama dan risiko perdarahan
intracranial janin pada trimester ketiga. LMWH merupakan
terapi pilihan untuk DVT pada kehamilan.(Wells, 2006).

KOMPLIKASI
Perdarahan
Perdarahan diakibatkan oleh penggunaan terapi anti koagulan

Emboli Paru
Terjadi akibat terlepasnya thrombus dari dinding pembuluh darah
kemudian thrombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di
pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini
dapat terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan
darah pada embuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada
dan pernapasan yang singkat.

Sindrom Post Trombotik


Terjadi akibat kerusakan katup pada vena sehingga seharusnya darah
mengalir ke atas yang dibawa oleh vena menjadi terkumpul pada tungkai
bawah. Ini mengakibatkan nyeri, pembengkakan dan ulkus pada kaki

PROGNOSIS
Semua pasien dengan thrombosis vena dalam
pada masa yang lama mempunyai resiko
terjadinya insufisiensi vena kronik. Kira-kira
20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani
dapat berkembang menjadi emboli paru, dan 1020% dapat menyebabkan kematian.Pemberian
antikoagulan dapat menurunkan angka
kematian hingga 5-10 kali.

DAFTAR PUSTAKA

Breddin HK et al. Effects of a LMH on Thrombus Regression and Recurrent


Thromboembolism in Patient DVT. N. Engl J of Med 344:626-631, 2001.
Brenner B et al. Quantiation of Venous Clot Lysis D Dimer Immunoassay
During Fibrinolytic Therapy Requires Correction for Soluble Fibrin
Dehydration. Circulation 81 (6):1818-1825, 1990.
Chronic venous insufficiency. 2012[cited 2016 August 8]. Available from:
//www.summitmedicalgraoup.com/library/adult_health/aha_venous_insuffi
ciency/
Eberhardt RT, Raffertto JD. Chronic venous insufficiency. Circulation 2005;
111:2398-408
Hirsh J And Hoak J. Management of Deep Vein Thrombosis and Pulmonary
Embolism. Circulation 93:2212-2245, 1996.
Wells, PS danScarvelis, D. 2006.Diagnosis and treatment of deep-vein
thrombosis.CMAJ 175(9): 10871092.
Wilbur J danShian B. 2012.Diagnosis of Deep Venous Thrombosis and
Pulmonary Embolism.Am Fam Physician. 86(10):913-919.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai