material ditinjau dari desain structural. Beberapa di antaranya adalah kekuatan dan sifat hubungan beban-deformasi dari material. Dalam analisis akhir, besaran-basaran tsb dinyatakan dalam gaya-gaya internal yang bekerja diantara bagian-bagian kecil material. Sifat Beban-Deformasi pada Material Secar Umum Adanya beban pada elemen struktur menyebabkan terjadinya perubahan dimensional pada elemen struktur tersebut. Struktur tsb mengalami perubahan ukuran atau bentuk atau kedua-duanya. Pada sebagian besar jenis material, misalnya baja, perubahan dimensional yang terjadi dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis yang terjadi secara berurutan dengan semakin bertambahnya beban. Apabila elemen struktur tersebut mula-mula dibebani, maka deformasi yang terjadi masih dalam daerah elastis material. Dalam daerah ini, elemen struktural tersebut masih dapat kembali kepada keadaan semula apabila bebannya dihilangkan (perilaku demikian sama dengan perilaku pegas). Deformasi dalam daerah elastis bergantung langsung pada tingkat tegangan yang terjadi pada elemen struktur. Apabila bebannya bertambah terus, maka akan terjadi deformasi yang termasuk ke dalam daerah plastis dari material. Hal ini terjadi apabila tegangan pada material sedemikian besarnya sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan permanent dalam struktur internal material. Jika perubahan internal material ini terjadi, maka keadaan semula tidak dapat tercapai meskipun beban dihilangkan. Sehingga apabila material sudah masuk kedalam daerah plastis, maka pada material terjadi perubahan dimensi yang bersifat irreversible dan terjadi perubahan bentuk yang permanen meskipun bebannya dihilangkan. Taraf beban atau tegangan yang diasosiasikan dengan daerah plastis selalu lebih besar daripada yang diasosiasikan dengan daerah elastis. Dalam daerah plastis, deformasinya tidak berbanding lurus dengan beban atau tegangan yang ada. Deformasi pada daerah plastis jauh lebih besar daripada daerah elastis, bahkan pada material tertentu dapat terjadi deformasi berlebihan tanpa adanya penambahan beban. Elastisitas
Perilaku Elastis. Bagian ini membahas lebih
rinci perilaku material yang masih berada dalam daerah elastis, yaitu material dapat kembali ke ukuran dan bentuk semula apabila tegangan dihilangkan. Cara utama dalam menjelaskan perubahan ukuran dan bentuk adalah dengan menggunakan konsep regangan (). Secara umum regangan didefinisikan sebagai rasio (pembandingan) antara perubahan ukuran atau bentuk semula (S) elemen [yaitu = S / (S + S)]. Karena merupakan perbandingan, regangan tidak mempunyai dimensi fisis. Hubungan umum antara tegangan dan regangan untuk material elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert Hooke (1635-1703) dan dikenal sebagai hukum Hooke. Hukum Hooke ini menyatakan bahwa untuk benda elastis, perbandingan antara tegangan yang ada pada elemen terhadap regangan yang dihasilkan adalah konstan. Jadi :
egangan/regangan = konstanta untuk suatu mater
= modulus elastitas = E Besar konstanta ini merupakan sifat material dan biasanya disebut sebagai modulus elastitas. Satuan untuk konstanta ini sama dengan satuan tegangan, karena regangan tidak mempunyai dimensi. Konstanta tersebut ditentukan secara eksperimental. Apabila elemen struktur mengalami gaya tarik murni, maka elemen struktur tersebut akan mengalami perpanjangan. Jika L menunjukkan panjang semula, dan L adalah perubahan panjang, maka regangan yang ada pada batang tersebut adalah : pertambahan panjang L regangan = atau panjang semula L Seperti telah disebut di atas, regangan tidak mempunyai dimensi. Kita dapat memandang regangan sebagai besar deformasi per satuan panjang. Dengan pengertian ini, regangan dapat dipandang seolah-olah mempunyai dimensi mm/mm atau in/in. Cara biasa untuk menentukan modulus elastisitas (E) material adalah meninjau elemen dari suatu struktur yang mempunyai panjang serta luas tertentu, kemudian diberi beban yang diketahui, dan mengukur besarnya perpanjangan L. Tegangan secara langsung dihitung dengan menggunakan hubungan = P/A, dan regangan dapat diperoleh dari hubungan = L/L, maka modulus elastitas material tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan E = / . Modulus elastitas berbagai material diperoleh dengan prosedur umum seperti ini. Untuk baja (steel), Es = 29,6 x 106 lb / in2 (204000 N/mm2 atau 204000Mpa), dan untuk aluminium, Ea = 1,6 x 106 lb / in2 (77900 N/mm2). Harga yang umum untuk beton (concrete) adalah Ec = 3 x 106 lb / in2 (20700 N/mm2), dan untuk kayu (timber) adalah Et = 1,6 x 106 lb / in2 (11000 N/mm2). Nilai E untuk setiap material bergantung pada karakteristik material tsb. Apabila nilai telah diketahui, E dapat dipakai sebagai konstanta dalam memprediksi deformasi material yang mengalami deformasi akibat berbagai kondisi tegangan. Modulus elastisitas adalah kemiringan kurva tegangan-regangan di dalam daerah alastis material. Untuk tegangan yang semakin tinggi pada elemen struktur, suatu titik dicapai dimana regangannya akan menjadi tidak bergantung linear lagi terhadap tegangan. Ini adalah titik transisi batas proporsional untuk material. Sesudah titik ini dilalui, konsep modulus elastistas konstan sudah tidak berlaku lagi. Untuk kebanyakan material, seperti baja, besar deformasi yang dapat terjadi di dalam daerah plastis jauh lebih besar dibandingkan pada daerah elastis. Deformasi Lateral pada Daerah Elastis. Elemen yang diberi beban aksial mengalami perubahan elastis dalam arah lateral dan longitudinal. Dimensi lateral elemen berkurang apabila mengalami beban tarik, dan bertambah apabila batang tersebut mengalami beban tekan. Ada suatu konstanta di antara kedua perubahan lateral ini dengan yang terjadi dalam arah longitudinal. Konstanta hubungan ini biasanya disebut sebagai angka poisson () yang didefinisikan sebagai v = - y/x. Untuk baja angka Poisson sekitar 0,3. Sebutan kekuatan sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan kapasitas memikul beban material. Sebagaimana telah disinggung di atas, material sering kali menunjukkan perilaku yang tidak sederhana apabila dibebani sehingga perlu ada definisi yang lebih tepat untuk menyebut kekuatan. Sebagai contoh, banyak material dapat terus memikul beban tambahan bahwa setelah limit proporsional material terlampaui. Baja dapat terus memikul taraf tegangan diatas limit proporsional, tetapi disertai deformasi yang sangat berlebihan untuk penambahan tegangan yang sedikit saja. Titik kritis, yang disebut titik leleh, dicapai apabila baja berdeformasi tanpa adanya penambahan tegangan sama sekali. Sebenarnya, apabila baja diuji tarik dengan menggunakan mesin uji-tarik (yang pada umumnya dapat memberi deformasi dan mengukur tegangan atau bebannya, bukan sebaliknya), pengurangan aktual dalam taraf tegangan akan terjadi. Apabila beban diberikan langsung (bukan deformasi), titik leleh dengan mudah akan terlihat dengan adanya pertambahan deformasi secara tiba-tiba. Selanjutnya material akan mengalami deformasi permanent (dalam daerah plastis) pada taraf tegangan yang relatif konstan. Akan tetapi, pada saat deformasinya bertambah, baja mulai tidak aman untuk memikul beban, dan taraf tegangan yang ada lagi. Ini adalah yang disebut sebagai kekuatan batas (ultimate strength) material. Sesudah tegangan ini tercapai, baja berdeformasi dengan sangat cepat, disertai dengan berkurangnya luas penampang, yaitu terbentuk apa yang disebut sendi plastis dan akhirnya putus. Material daktail(Ductile) versus Getas (Brittle) Perilaku Daktil dan Getas. Material yang dapat mengalami deformasi plastis seperti yang baru saja dibahas di atas, sampai keadaan sebelum putus biasanya disebut sebagai material daktil. Baja adalah contoh material daktil. Sebaliknya, apabila material tidak menunjukkan perilaku plastis, tetapi dapat putus pada saat deformasi yang tidak besar, disebut material getas (brittle). Besi tuang adalah material getas, begitu pula beton polos (plain concrete). Kurva tegangan-regangan menggambarkan perbedaan perilaku yang ada di antara kedua jenis umum material. Besar daktilitas atau kegetasan pada material seperti baja secara aktual dapat dikontrol dengan mengatur konsistensi atau metode prosesnya. Dengan menambah kadar karbon di dalamnya, daktilitas akan berkurang. Alternatif lain, baja yang menunjukkan daktilitas kecil dapat semakin daktil dengan menempanya (dipanaskan pada temperatur tinggi dan dibiarkan mendingin secara berlahan-lahan). Implikasi Daktilitas dalam Desain Struktural. Dari tinjauan desain struktural, material seperti baja menunjukkan perilaku daktil atau plastis yang sangat diinginkan karena daerah plastisnya memberikan arti sebagai ukuran cadangan kekuatan.Material getas tidak menunjukkan perilaku plastis. Elemen struktur yang menggunakan material getas, seperti balok dan besi tuang, tidak dapat berdefleksi secara cukup besar untuk memberi peringatan sebelum terjadinya collapse. Elemen struktur demikian cukup berbahaya apabila digunakan. Beton juga merupakan material yang getas, tetapi apabila digunakan bersama material daktail seperti baja (sebagai tulangan), material gabungannya (disebut beton bertulang) dapat mempunyai sifat daktail. Efek Laju Regangan. Jika laju pembebanan pada struktur bertambah, biasanya material yang secara normal daktail mulai berperilaku sebagai material getas (deformasi plastis yang ada hanya sedikit). Limit proporsional dan titik leleh sering kali bertambah apabila laju Efek Rangkak. regangan Sebutan rangkak (creep) disini bertambah. dimaksudkan sebagai deformasi terus-menerus dengan bertambahnya waktu untuk suatu keadaan tegangan konstan. Bahan plastik dan beton polos, misalnya mempunyai kecendrungan demikian, sedangkan baja tidak. Defleksi jangka panjang pada struktur akibat rangkak sering kali cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan. Rangkak dapat juga menyebabkan redistribusi tegangan yang tidak diinginkan pada elemen struktur beton Efek Temperatur. Temperatur rendah sering kali meyebabkan material yang secara normal daktail, seperti baja, mulai menunjukkan perilaku getas. Dalam banyak hal, efek temperatur rendah pada material sama dengan efek Efeklaju regangan Fatik. tinggi. Material yang mengalami siklus tegangan yang bolak-balik dapat mengalami kegagalan pada tegangan yang relatif rendah (meskipun masih dibawah kekuatan elastis material). Batas daya tahan material adalah tegangan satuan maksimum. Kebanyakan material yang mengandung ferrum(seperti baja) mempunyai limid daya tahan yang terdefenisi dengan baik. Material yang tidak mengandung ferrum, seperti alumunium, tidak demikian. Pada umumnya fatik bukan merupakan masalah pada gedung karena tidak ada beban dominan yang menyebabkan terjadinya tegangan bolak-balik. Efek Pemusatan Tegangan, Retak dan Cacat. Pada banyak struktur sangat mungkin terjadi retak mikro maupun cacat-cacat lainnya. Pada titik-titik demikian sering timbul tegangan yang sangat tinggi pada luasan yang sangat kecil. Inilah yang disebut pemusatan (konsentrasi) tegangan. Apabila yang digunakan material getas, maka pada titik-titik dimana terjadi pemusatan tegangan akan terjadi retak yang menjalar terus hingga dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada elemen struktur tersebut. Apabila material daktail yang digunakan, maka material akan berdeformasi sedikit secara lokal saja sehingga memungkinkan terjadinya redistribusi tegangan. Dengan demikian, retak yang terjadi pada material daktail akan menjalar lebih lambat dibandingkan pada material getas. TERIMA KASIH