Anda di halaman 1dari 10

Struktur Baja

Baja adalah logam paduan dengan besi (Fe) sebagai unsur dasar dan karbon (C) sebagai
unsur paduan utamanya dan elemen lainnya (O, N, Si, P, Ni, Cr). Kandungan karbon dalam
baja berkisar antara 0,2 % hingga 2,1 % berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja
adalah sebagai unsur pengerasan pada kisi kristal atom besi. Baja karbon adalah baja yang
mengandung karbon lebih kecil 1,7 %, sedangkan besi mempunyai kadar karbon lebih besar
dari 1.7 %.

Agar dapat memahami perilaku suatu struktur baja, maka seorang ahli struktur harus
memahami pula sifat-sifat mekanik dari baja. Model pengujian yang paling tepat untuk
mendapatkan sifat-sifat mekanik dari material baja adalah dengan melakukan uji tarik
terhadap suatu benda uji baja. Uji tekan tidak dapat memberikan data yang akurat terhadap
sifat-sifat mekanik material baja, karena disebabkan beberapa hal antara lain adanya potensi
tekuk pada benda uji yang mengakibatkan ketidakstabilan dari benda uji tersebut, selain itu
perhitungan tegangan yang terjadi di dalam benda uji lebih mudah dilakukan untuk uji tarik
daripada uji tekan. Gambar 2.5 dan 2.6 rnenunjukkan suatu hasil uji tarik material baja yang
dilakukan pada suhu kamar serta dengan memberikan laju regangan yang normal. Tegangan
nominal (fl y^ng terjadi dalam benda uji diplot pada sumbu vertikal, sedangkan regangan (e)
yang merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula
(LL/L) diplot pada sumbu horizontal. Gambar
2.5 merupakan hasil uji tarik dari suatu benda uji baja yang dilakukan hingga benda uji
mengalami keruntuhan, sedangkan Gambar 2.6 menunjukkan gambaranyang lebih detail
dari perilaku benda uji hingga mencapai regangan sebesar + 2o/o.

Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa daerah


sebagai berikut:
l. Daerah linear antara 0 dan f, dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke,
kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas
atau Modulus Young, E (= f/e)
2. Daerah elastis antara 0 dan f pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda
uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut
masih bersifat elastis
3. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2o/o hingga 1,2-1,5o/o, pada
bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar /.
Daerah ini dapat menunjukkan pula tingkat daktilitas dari material baja t.rc.but. Pada baja mutu tinggi terdapat pula daerah plastis, namun pada daerah ini
tegangan masih mengalami kenaikan. Karena itu baja jenis ini tidak mempunyai
daerah plastis yang benar-benar datar sehingga tak dapat dipakai dalam analisa
plastis.
4. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antatz ,t dan t ,. Untuk regangan
lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, regangan kembali
mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada
kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan
(sain-hardening), yang berlanjut hingga mencapai tegangan purus. Kemiringan
daerah ini dinamakan modulus penguaran regangan (E).

Dalam perencanaan struktur baja, SNI 03-1729-2002 mengambil beberapa sifat-sifat


mekanik dari material baia yang sama yaitu:
Modulus Elastisitas, E = 200.000 MPa
Modulus Geser, G = 80.000 MPa
Angka poisson = 0,30
Koefisien muai panjang, ct = 12.10 (')/oc
Seclangkar-r berdasarkan tegangan leleh dan tegangan plrtlrsnya, SNI 03-1729-2002
mengklasifikasikan mutu dari material baja menjadi 5 kelas mutu sebagai berikut:

Sifat Sifat Mekanis Baja Struktural


Jenis baja

Tegangan Putus
Minimum
fu (Mpa)

Tegangan Leleh
Minimum
fy (Mpa)

Regangan Leleh
Minimum
(%)

BJ 34

340

210

22

BJ 37

370

240

20

BJ 41

410

250

18

BJ 50

500

290

16

BJ 55

550

410

13

Sifat Mekanis Baja


1. Stiffness (kekakuan)
Sifat bahan yang mampu renggang pada tegangan tinggi tanpa diikuti regangan yang
besar. Ini merupakan ketahanan terhadap deformasi. Kekakuan bahan merupakan
fungsi dari Modulus elastisitas E. Sebuah material yang mempunyai nilai E tinggi
seperti baja, E = 207.000 Mpa, akan berdeformasi lebih kecil terhadap beban
(sehingga kekuatannya lebih tinggi) daripada material dengan nilai E lebih rendah,
misalnya kayu dengan E = 7000 Mpa atau kurang
2. Strength (kekuatan)
Sifat bahan yang ditentukan oleh tegangan paling besar material mampu renggang
sebelum rusak (failure). Ini dapat didefinisikan oleh batas proposional, titik mulur
atau tegangan maksimum. Tidak ada satu nilai yang cukup bisa untuk endefinisikan
kekuatan, karena perilaku bahan berbeda terhadap beban dan sifat pembebanan.
3. Elasticity (elastisitas)

Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan. Sangat
sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang bisa dilakukan adalah menentukan
rentang elastisitas atau batas elastisitas.
4. Ductility (keuletan)
Sifat bahan yang mampu deformasi terhadap beban tarik sebelum benar-benar patah
(rupture). Material ulet adalah material yang dapat ditarik menjadi kawat tipis
panjang dengan gaya tarik tanpa rusak. Keliatan ditandai dengan persen
perpanjangan panjang ukur spesimen selama uji tarik dan persen pengurangan luas
penampang. Besar keuletan dapat dinyatakan dengan pernyataan sebagai berikut :
Persen Pertambahan = (pertambahan panjang ukur : panjang ukur awal) x 100%
Persen pengurangan luas = ((luas awal - luas akhir): Luas awal) x 100%
5. Malleability (kelunakan)
Sifat bahan yang mengalami deformasi plastis terhadap beban tekan yang bekerja
sebelum benar-benar patah. Kebanyakan material yang sangat liat adalah juga cukup
lunak.
6. Toughness (ketangguhan)
Sifat material yang mampu menahan beban impack tinggi atau beban kejut. Jika
sebuah benda mendapat beban impack, maka sebagian energi diserap dan sebagian
energi dipindahkan. Pengukuran ketangguhan = luasan di bawah kurva teganganregangan dari titik asal ke titik patah.

7. Brittleness (kegetasan)
Menunjukkan tidak adanya deformasi plastis sebelum rusak. Material yang getas
akan tiba-tiba rusak tanpa adanya tanda terlebih dahulu. Material getas tidak
mempunyai titik mulur atau proses pengecilan penampang (necking down process)
dan kekuatan patah = kekuatan maksimum. Material getas, misalnya : Besi cor, batu,

dan semen cor, yang umumnya lemah dalam uji tarik, sehingga penentuan kekuatan
dengan menggunakan uji tekan.

Faktor Faktor Yang Potensial Menimbulkan Keruntuhan Getas


No
1

Faktor Pengaruh
Tempertur

Efek
Makin tinggi temperatur makin besar peluang

Tegangan tarik

terjadinya keruntuhan getas


Keruntuhan getas hanya dapat terjadi di bawah

Ketebalan material

tegangan tarik
Makin tebal material baja, makin besar peluang

Kontinuitas 3 dimensi

terjadinya keruntuhan getas


Menimbulkan efek tegangan multiaksial yang

cendrung mengekang proses leleh baja dan


meningkatkan

kecendrungan

terjadinya

Takikan

keruntuhan getas
Adanya takikan akan meningkatkan potensi

Kecepatan pembebanan

keruntuhan getas
Makin cepat kelajuan pembebanan, makin besar

Perubahan laju tegangan

pula peluang terjadinya keruntuhan getas


Naiknya kelajuan tegangan akan meningkatkan

Las

potensi keruntuhan getas


Retakan pad alas akan dapat beraksi sebagai

7
8

suatu takikan
8. Resilience (kelenturan)
Sifat material yang mampu menerima beban impack tinggi tanpa menimbulkan
tegangan lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap
selama pembebanan disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani.
Pengukuran kelenturan sama dengan pengukuran ketangguhan.
Perilaku Baja Pada Temperatur Tinggi
Proses desain suatu struktur untuk suatu beban layan pada temperatur normal,
biasanya jarang sekali memperhitungkan perilaku material pada temperatur tinggi.
Pengetahuan mengenai sifat-sifat /perilaku material baja pada temperatur tinggi

sangat diperlukan terutama pada saat melakuan proses pengelasan atau pada saat
struktur terekspose di dalam api.
Pada temperatur sekitar 930C kurva tegangan-regangan akan berubah menjadi tak
linear lagi, dan secara bersamaan titik leleh material tidak tampak dengan jelas.
Modulus elastisitas, tegangan leleh dan tegangan tarik semuanya akan tereduksi
seiring dengan naiknya temperatur material. Pada temperatur antara 430-540 0C laju
penurunan sifat-sifat mekanik dari baja mencapai tingkat maksimum. Tiap material
baja memiliki kandungan kimia dan mikrostruktur yang berbeda-beda, namun secara
umum hubungan antara kenaikan temperatur dengan reduksi dengan sifat-sifat
mekaniknya ditunjukan dalam gambar 2.9 baja dengan kandungan karbon yang
cukup, seperti BJ 37, menunjukan perilaku strain aging pada kisaran temperatur
150-3700C. Hal ini ditunjukan dengan adanya sedikit kenaikan dari tegangan leleh
dan tegangan tariknya. Tegangan tarik mengalamai kenaikan sekitar 10% pada
temperatur tersebut dan pada temperatur 260 -3200C tagangan leleh naik kembali
seperti pada kondisi temperatur ruang normal. starin aging akan mengurangi
daktilitas material baja. Modulus elastisitas baja reduksi secara cepat pada
temperatur di atas 5400C. Ketika temperatur di atas 5400C. ketika temperatur
mencapai 260-3200C, baja mengalami deformasi seiring dengan pertambahan waktu
dibawah beban yang dikerjakan. Fenomena ini disebut dengan istilah rangkak
(creep) yang biasanya dijumpai pada material beton, pada temperatur normal
fenomena rangkak tidak dijumpai pada material baja.

Sifat Baja Secara Fisik


1. Berat dan Berat Jenis Baja
Berat baja per m3 diperlukan saat melaksanakan perhitungan volume besi atau
menghitung struktur bangunan guna mencari nilai beban yang harus ditahan oleh
sebuah struktur baja. menurut standar nasional indonesia berat jenis baja adalah 7850
kg/m3. Pada kondisi nyata berat jenis baja dipengaruhi olehbahan baja itu sendiri
seperti kandungan logam tertentu, kepadatan baja, kualitas baja yang menyebabkan
perbedaan pada berat jenis baja.
2. Daya hantar panas pada baja
Baja merupakan logam yang terbuat dari besi dengan campuran karbon.berdasarkan
campuran karbon nya baja dikategorikan menjadi 3 macam yaitu:baja dengan kadar
karbon rendah(00,25%) baja dengan kadar karbon menengah(0,25-0,55%) dan baja
dengan karbon tinggi diatas 0,55%. Baja memiliki keunggulan yaitu memiliki sifat
penghantar panas yang baik. Digunakan pada penghantar transmisi yaitu ACSR
dimana fungsi baja dalam hal ini adalah memperkuat konduktor aluminium secara
mekanis setelah digalfanis dengan seng.
keuntungan dipakai nya baja pada ACSR adalah penghematan aluminium.
Aluminium berinti baja, yang biasanya dikenal sebagai ACSR (Aluminium Cable
Steel Reinforced), suatu kabel penghantar aluminium yang dilengkapi dengan unit

kawat baja pada inti kabelnya. Kawat baja itu diperlukan guna meningkatkan
kekuatan tarik kabel. ACSR ini banyak digunakan untuk kawat saluran hantar udara.
3. Konduktivitas listrik
Konduktivitas listrik pada baja termasuk konduktivitas listrik yang baik,karena
paduan logam pada baja merupakan pencampuran besi(Fe) dan krom(Cr).

Anda mungkin juga menyukai