Anda di halaman 1dari 71

RHINITIS ALERGI

SYLVIA DJOHAN
406138157
ANATOMI HIDUNG
ANATOMI HIDUNG LUAR
Bentuk hidung luar seperti piramid dengan
bagian-bagiannya dari atas ke bawah :
1) pangkal hidung (bridge),
2) batang hidung (dorsum nasi),
3) puncak hidung (hip),
4) ala nasi,
5) kolumela,
6) lubang hidung (nares anterior).
Kerangka tulang terdiri dari:
1) tulang hidung (os nasal)
2) prosesus frontalis os maksila
3) prosesus nasalis os frontal;
Kerangka tulang rawan terdiri dari
beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung,
yaitu :
1) sepasang kartilago nasalis lateralis
superior
2) sepasang kartilago nasalis lateralis
inferior (ala mayor)
3) tepi anterior kartilago septum.
ANATOMI HIDUNG DALAM
Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang
membentang dari os. internum di sebelah
anterior hingga koana di posterior, yang
memisahkan rongga hidung dari nasofaring.
Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral
terdapat konka superior, konka media, dan konka
inferior.
Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
dinamakan meatus inferior.
SEPTUM NASI
membagi kavum nasi menjadi dua
ruang kanan dan kiri
Bagian posterior dibentuk oleh
lamina perpendikularis os etmoid
bagian anterior oleh kartilago
septum (kuadrilateral) , premaksila
dan kolumela membranosa
Kavum nasi
Dasar hidung
Dasar hidung dibentuk oleh prosesus
palatine os maksila dan prosesus
horizontal os palatum.

Atap hidung
terdiri dari kartilago lateralis superior dan
inferior, os nasal, prosesus frontalis os
maksila, korpus os etmoid, dan korpus os
sphenoid.
Dinding Lateral
dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os
maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka
media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka
inferior, lamina perpendikularis os platinum dan
lamina pterigoideus medial.

Konka
Celah antara konka inferior dengan dasar hidung
disebut meatus inferior,
celah antara konka media dan inferior disebut meatus
media,
sebelah atas konka media disebut meatus superior.
Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka
suprema) yang teratas.
Meatus superior
suatu celah yang sempit antara septum
dan massa lateral os etmoid di atas konka
media.
Kelompok sel-sel etmoid posterior
bermuara di sentral meatus superior
melalui satu atau beberapa ostium yang
besarnya bervariasi.
Meatus media
salah satu celah yang penting yang merupakan
celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus
superior
Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal
dan bagian anterior sinus etmoid.
Di balik bagian anterior konka media yang letaknya
menggantung, pada dinding lateral terdapat celah
yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai
infundibulum.
Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan
sabit yang menghubungkan meatus medius dengan
infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.
Meatus inferior
yang terbesar di antara ketiga
meatus
mempunyai muara duktus
nasolakrimalis yang terdapat kira-
kira antara 3 sampai 3,5 cm di
belakang batas posterior nostril.
Kompleks osteomeatal
bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa
celah pada dinding lateral hidung
suatu rongga di antara konka media dan lamina
papirasea.
Struktur anatomi penting yang membentuk
KOM adalah:
prosesus unsinatus,
infundibulum etmoid,
hiatus semilunaris,
bula etmoid,
agger nasi
ressus frontal
Perdarahan hidung
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat
pendarahan dari a. etmoid anterior dan posterior
Bagian bawah rongga hidung mendapat
pendarahan dari cabang a. maksilaris interna.
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang cabang a.fasialis
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis
dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoid
anterior, a.labialis superior, dan a.palatina mayor
yang disebut pleksus Kiesselbach (Littles area).
Vena di vestibulum dan struktur luar
hidung bermuara ke v.oftalmika yang
berhubungan dengan sinus
kavernosus.
Vena-vena di hidung tidak memiliki
katup, sehingga merupakan faktor
predisposisi untuk mudahnya
penyebaran infeksi hingga ke
intracranial.[
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat
persarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior.

Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat


persarafan sensoris dari n.maksila melalui
ganglion sfenopalatinum

Ganglion sfenopalatinum selain memberikan


persarafan sensoris juga memberikan persarafan
vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
FISIOLOGI HIDUNG
1) Fungsi respirasi, untuk mengatur kondisi
udara (air conditioning), penyaring udara,
humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran
tekanan dan mekanisme imunologik lokal
2) Fungsi Penghidu, sebagai indra penghidu
dan pengecap dengan adanya mukosa olfaktorius
pada atap rongga hidung, konka superior, dan
sepertiga bagian atas septum.
3) Fungsi fonetik, untuk resonansi suara,
membantu proses berbicara dan mencegah
hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang;
4) Fungsi statistik dan mekanik
untuk meringankan beban kepala,
proteksi terhadap trauma dan
pelindung panas;
5) Refleks nasal,iritasi mukosa
hidung akan menyebabkan refleks
bersin dan nafas terhenti. Rangsang
bau tertentu akan menyebabkan
sekresi kelenjar liur, lambung, dan
pankreas
TRANSPORTASI MUKOSILIAR
suatu mekanisme mukosa hidung untuk membersihkan
dirinya dengan cara mengangkut partikel-partikel asing
yang terperangkap pada palut lender ke arah nasofaring.

fungsi pertahanan local pada mukosa hidung

terdiri dari dua sistem yang bekerja simultan, yaitu


gerakan silia dan palut lendir.

Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka


materi yang terperangkap oleh palut lender akan
menembus mukosa dan menimbulkan penyakit
SINUS PARANASAL
ANATOMI
merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang
kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam
tulang.
Ada empat pasang (delapan) sinus paranasal,
empat buah pada masing-masing sisi hidung :
sinus frontalis kanan dan kiri,
sinus etmoid kanan dan kiri (anterior dan
posterior),
sinus maksila, yang terbesar, kanan dan kiri
disebut Antrum Highmore
sinus sfenoidalis kanan dan kiri.
dibagi menjadi dua kelompok yaitu bagian
anterior dan posterior.
Kelompok anterior bermuara di bawah konka
media, atau di dekat infundibulum, terdiri dari
sinus frontal, sinus maksila, dan sel-sel
anterior sinus etmoid.
Kelompok posterior bermuara di berbagai
tempat di atas konka media terdiri dari sel-sel
posterior sinus etmoid dan sinus sphenoid.
SINUS MAKSILA
sinus paranasal yang terbesar.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari
anatomi sinus maksila adalah :
Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan
akar gigi rahang atas
Sinusitis maksila dapat menimbulkan
komplikasi orbita
Os sinus maksila lebih tinggi letaknya dari
dasar sinus
SINUS FRONTAL
Bentuk dan ukuran sinus frontal sangat bervariasi
, dan seringkali juga sangat berbeda bentuk dan
ukurannya dari sinus dan pasangannya.
kadang-kadang juga ada sinus yang rudimenter.
Bentuk sinus frontal kanan dan kiri biasanya
tidak simetris
dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari
orbita dan fosa serebri anterior.
berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di
ressus frontal yang berhubungan dengan
infundibulum etmoid.
SINUS ETMOID
paling bervariasi
dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-
sinus lainnya
terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon
dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
bermuara di meatus medius, dan sinus
etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior.
SINUS SFENOID
Letaknya di dalam korpus os etmoid dan ukuran
serta bentuknya bervariasi.

Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut


septum intersfenoid.

Saat sinus berkembang, pembuluh darah dan


nervus bagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan
tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
sfenoid.
FUNGSI SINUS PARANASAL

(1)Sebagai pengatur kondisi udara (air


conditioning)
(2)Sebagai penahan suhu (thermal
insulators)
(3)Membantu keseimbangan kepala
(4)Membantu resonansi suara
(5)Sebagai peredam perubahan tekanan
udara
(6)Membantu produksi mukus
RHINITIS ALERGI KRONIK
DEFINISI
adalah suatu kelainan pada hidung dengan
gejala bersin-bersin, rinore, gatal dan
tersumbat setelah mukosa hidung terpapar
oleh allergen yang diperantarai oleh IgE.

merupakan suatu penyakit inflamasi yang


disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya tersensitisasi dengan
allergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan
dengan allergen spesifik tersebut
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi menyebutkan prevalensi
rhinitis alergi meningkat hampir di seluruh
dunia.

Laki-laki dan perempuan cenderung memderita


rhinitis alergi dalam proporsi yang sama.

kondisi biasanya muncul pada pasien usia 2


tahun dan mencapai puncaknya pada usia 21-
30 tahun
KLASIFIKASI
berdasarkan sifat berlangsungnya :
Rinitis alergi musiman ( seasonal, hay fever,
polinosis), rhinitis yang dipicu oleh allergen
serbuk sari,spora jamur selama musim semi,
musim panas maupun musim gugur.
Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial),
Gejala pada penyakit ini timbul intermitten
atau terus-menerus tanpa variasi musim, jadi
dapat ditemukan sepanjang tahun.
WHO Initiative ARIA ( Allergic Rhinitis
and Its Impact on Asthma) tahun
2001, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
Intermitten, bila gejala kurang dari
4hari/minggu atau kurang dari 4 minggu

Persisten, bila gejala lebih dari 4


hari/minggu atau lebih dari 4 minggu.
untuk tingkat berat ringannya
penyakit, rhinitis alergi dibagi
menjadi:
Ringan, bila tidak ditemukan gangguan
tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja
dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang-berat,bila terdapat satu atau


lebih dari gangguan tersebut di atas
ETIOLOGI
ALERGEN ALERGEN ALERGEN ALERGEN
LINGKUNGA MAKANAN OBAT LINGKUNGA
N N KERJA

Tungau debu Kacang-kacangan Penisilin dan Bahan kimia


rumah antibiotic
Bulu hewan Kerang laut NSAID Latex
peliharaan
Kecoa Telur Sulfonamide Serbuk kayu
Hewan pengerat Susu sapi

Serbuk sari Ikan

Spora jamur Buah-buahan


seperti arbei
Cara masuknya allergen dapat dibagi
menjadi:
Allergen inhalan, yang masuk bersama dengan
udara pernapasan, misalnya tungau debu rumah,
kecoa,jamur.

Allergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna


berupa makanan seperti susu sapi, telur, kacanga,
coklat, ikan laut, udang.

Allergen injektan, yang masuk melalui suntikan


atau tusukan misalnya penisilin dan sengatan lebah

Allergen kontaktan, yang masuk melalui kontak


kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan
kosmetik dan perhiasan.
PATOGENESIS
GEJALA KLINIS
Gejala utama adalah
rinorea,
hidung gatal,
bersin-bersin , diakibatkan oleh iritasi
histamine pada nervus sensori (N.V) di
mukosa hidung,yang ditransmisikan ke
pusat bersin pada medulla oblongata.
sumbatan hidung
Tanda-tanda fisik yang sering ditemui juga
meliputi:
perkembangan wajah yang abnormal,
maloklusi gigi,
allergic gape (mulut selalu terbuka agar bisa bernapas),
allergic shiners (kulit berwarna kehitaman di bawah
kelopak mata bawah yang terjadi karena stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung),
lipatan transversal pada hidung (transverse nasal
crease),
edema konjungtiva,
mata gatal dan kemerahan
Pemeriksaan rongga hidung dengan
speculum sering didapatkan :
Sekret hidung jernih,
membrane mukosa edema dan basah
Diagnosis
Anamnesis
Anamnesis sangat penting karena sering kali
serangan tidak terjadi di depan pemeriksa.
Gejala rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya
serangan bersin berulang
Bersin ini terutama merupakan gejala pada RAFC
dan kadang-kadang pada RAFL sebagai akibat
dilepaskannya histamin.
Gejala lain ialah keluarnya ingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan
mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan
banyak air mata keluar (lakrimasi)
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak:
mukosa edem, basah, berwarna pucat atau livid
adanya secret encer yang banyak.
mukosa inferior tampak hipertrofi.
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat dilakukan
bila fasilitas tersedia.
Gejala spesifik lain pada anak ialah
terdapatnya bayangan gelap di daerah bawah mata
timbulnya garis melintang di dorsum nasi bagian
sepertiga bawah yang disebut allergic crease
gangguan pertumbuhan gigi-geligi
Dinding posterior faring tampak granuler dan
edema (cobblestone appearance)
dinding lateral faring menebal
Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic
tongue )
Pemeriksaan penunjang
in vitro
Hitung eosinophil dalam darah tepi dapat normal atau
meningkat
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent
test) seringkali menunjukan nilai normal
dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
Ditemukannya eosinophil dalam jumlah banyak
menunjukan kemungkinan alergi inhalan.
Jika basophil (>5sel/lap) mungkin disebabkan alergi
makanan
ditemukan sel PMN menunjukan adanya infeksi bakteri.
In vivo
Allergen penyebab dapat dicari dengan tes cukit
kulit,uji intrakutan atau intradermal yang tunggal
atau berseri (skin end point titration/ SET).
SET dilakukan untuk allergen inhalan dengan
menyuntikan allergen dalam berbagai konsentrasi
yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET,
selain alergi penyebab juga derajat alergi dan
dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui.
Untuk alergi makanan, sering dilakukan adalah
Intracutaneous Provocative Dillutional Food Test/
IPDFT, namun sebagai baku emas dapat dilakukan
dengan test eliminasi dan provokasi (Challenge
Test).
Diagnosa banding
Diagnosa Gejala spesifik
banding
Rhinosinusitis Nyeri tekan pada wajah, secret purulen dari hidung, infeksi
akut gigi rahang atasa, tidak respon terhadap pemberian
dekongestan, bisa disertai demam atau batuk, biasanya
disertai ISPA akibat virus.

Rhinosinusitis Nyeri tekan pada wajah, secret purulen dari hidung, infeksi
akut gigi rahang atasa, tidak respon terhadap pemberian
dekongestan, bisa disertai demam atau batuk, biasanya
disertai ISPA akibat virus.

ISPA akibat Self limited disease (rinorea bening, batuk sakit, demam
virus ringan). Biasanya sembuh sendiri dalam 3-7 hari.
Kelainan bentuk Terdapat deviasi septum hidung, polip hidung,hipertrofi
konka, hipertrofi adenoid. Hidung tersumbat unilateral atau
bilateral.
Rhinitis Rhinorea bening, hidung tersumbat, dipengaruhi oleh
vasomotor posisi, hilang timbul. Kehamilan dapat memperburuk
gejala. Pada umumnya diderita oleh pasien geriatri.
Rinitis Disebut juga dengan rebound rhinitis, disebabkan oleh
medikamentosa penggunaan dekongestan topical yang berlebihan,
diagnosis mudah ditegakkan dari hasil anamnesa.
Rhinitis atrofi Disebabkan oleh over-resection jaringan konka atau
produksi mucus yang sedikit, sehingga terjadi kekeringan
pada hidung dan pengerasan mukosa. Terdapat bau busuk
pada hidung.
Komplikasi
Polip hidung
Otitis media efusi yang sering residif
Sinusitis paranasal akut ataupun kronik
Timbulnya atau memburuknya
penyakit asma pada penderita
Hiposmia
Gangguan tidur atau apnea
Gangguan pada tuba esutachius
Tatalaksana
Terapi yang paling ideal adalah dengan
menghindari kontak dengan allergen
penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.

Medikamentosa
ARIA memberikan panduan pengobatan
bagi rhinitis alergi dimana obat-obat
diberikan berdasarkan tingkat keparahan
dan lamanya penyakit:
Antihistamin
cepat untuk meringankan gejala rinore, gatal
dan bersin, tapi hanya memberi efek minimal
dalam meringankan hidung tersumbat.
yang dipakai adalah antagonis histamin H1
dibagi dalam 2 golongan yaitu golongan
antihistamin generasi-1 (klasik) dan generasi
2 (non sedative).
diabsorpsi secara oral dengan cepat dan
mudah serta efektif untuk mengatasi gejala
pada respon fase cepat seperti rinore, bersin,
gatal, tetapi tidak efektif untuk mengatasi
gejala obstruksi hidung pada fase lambat
Glukokortikosteroid topikal
Termasuk dalam pengobatan yang sangat efektif
untuk rhinitis, terutama yang disebabkan oleh
paparan allergen
dapat mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas,
mengurangi gejala pada hidung, mata dan
meningkatkan daya penciuman.
bekerja untuk mengurangi jumlah sel mastosit
pada mukosa hidung,mencegah pengeluaran
protein sitotoksik dari eosinophil, mengurangi
aktivitas limfosit, mencegah bocornya plasma.
Sodium cromoglicate
aman untuk dipakai pada anak-anal (< 4
tahun) sebagai pengganti bila tidak
tersedianya steroid topical
Dekongestan
dapat membantu meringkankan obstruksi
nasal
Penggunaan rutin lebih dari beberapa hari
dapat menyebabkan rhinitis
medikamentosa.
Ipratropium bromide
berguna untuk mengurangi rinore dan
dapat menyembuhkannya bila dipakai
secara rutin
Dapat membantu mengobati pasien
dengan rhinitis alergi yang tidak
memberi respon terhadap terapi
kortikosteroid topical.
Sistemik kortikosteroid
digunakan untuk menghilangkan hidung
tersumbat pada awal pengobatan.
Penggunaannya harus dikombinasi
dengan steroid topical.
Nasal leukotriene
efektif untuk mengatasi kongesti dan
produksi mucus pada rhinitis
Immunoterapi
dilakukan pada alergi dengan gejala yang
berat dan sudah berlangsung lama serta
dengan pengobatan cara lain tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
Tujuan dari imunoterapi adalah pembentukkan
IgG blocking antibody dan penurunan IgE.
Ada 2 metode imunoterapi yang umum
dilakukan yaitu intradermal dan sublingual.
Sebelum memulai imunoterapi ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan sensitivitas dengan
cara skin test atau penghitungan serum
allergen spesifik IgE.
Indikasi imunoterapi Kontraindikasi imunoterapi

Kelainan yang diperantarai IgE Asma


Tidak mampu menghindari Pasien mengonsumsi beta blocker
allergen
Pengobatan yang tidak adekuat Adanya kelainan atau penyakit
imunologi lain
Hanya beberapa alergi (1 atau 2) Anak ( usia < 5tahun)
Pasien mengerti resiko dan batas Hamil
pengobatan
Operasi
Tindakan pembedahan perlu dilakukan dimana
tampak adanya septum deviasi atau
pembesaran dari konka yang dapat mempersulit
penggunaan semprot hidung topical.

Tindakan konkotomi parsial (pemotongan


sebagian konka inferior), konkoplasti, atau
multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu
dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan
tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi
memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Operasi untuk memperbaiki mukosa hidung [6]

Electrocoagulasi, cryosurgery, laser surgery, 80% trichloroacetic acid chemo-


surgery. Operasi laser dikarakteristikan dengan bermacam-macamprosedur,
instrument, dan tujuan seperti untuk kauter permukaan hidung dengan laser
beam, penguapan pada lapisan dalam, dan eksisi luar membrane mukosa
Pembedahan koreksi untuk meningkatkan ventilasi hidung

Subnasal turbinectomy, inferior turbinectomy, septoplasty, metode operasi


takahashi, extensive turbinate nasal polypotomy.

Pembedahan untuk mengurangi rhinorrhea

Vidian neurectomy dan posterior nasal neurectomy


Prognosis
Prognosis rhinitis alergi tergantung dari
klasifikasinya.
Pada umumnya pasien dapat hidup normal dengan
adanya gejala.
Pasien yang menerima allergen specific
immunotherapy sebagian besar dapat sembuh dari
penyakit ini, namun gejala rhinitis alergi dapat
kambuh 2-3 tahun setelah penghentian imunoterapi
ini.
Pengobatan yang efektif dapat mengurangi sebagian
besar gejala rhinitis alergi,pengobatan hanya
memperbaiki gejala saat terjadinya paparan.
Daftar Pustaka
Soepardi EA, et al. Buku ajar ilmu kesehatan : telinga hidung
tenggorok kepala& leher. 6th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007
Ballenger JJ. Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Sixteenth edition Ed. Ballenger JJ. Lea & Febiger. Spain; 2003.
Browning, George. Allergic rhinitis. In:Scott-Brownss
Otolaryngology seventh ed.volume 2. Great Britain, London:
Butterworth;2008.
Lund VJ. Anatomy of the nose and paranasal sinuses. In : Gleeson
(Ed). Scott-Brownss Otolaryngology. 7 th ed. London : Butterworth;
2008.
Asheikh Javed. Allergic Rhinitis Treatment & Management.
http://emedicine.medscape.com/article/134825-overview updated:
October 2013.
Deguzman A.D, et al. Allergic Rhinitis Guideline October 2013.
Palomo JJ, et al. Treatment of Allergic Rhinitis; Aria Document,
Nasal Lavage, Antihistamines, Cromones, dan Vasoconstrictor.
Otolaryngology, Prof. Balwant Singh Gendeh.2012.
Small Peter, Harold Kim. 2011. Allergic Rhinitis Allergy,
Asthma & Clinical Immunology.
Plaut marshal,Martin D.2005. Allergic Rhinits. The New
England Journal of Medicine.
Demoly, Pascal. 2013. Assessment of disease control in allergic
rhinitis.Clinical and Translational Allergy.
Tran, Nguyen. 2011. Management of Rhinitis: Allergic and non-
allergic. Allergy, asthma,& Immunology Research.
Angier,Elizabeth. 2010. Management of allergic and non-
allergic rhinitis: a primary care summary of the BSACI
guideline. Primary Care Respiratory Journal.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai