Anda di halaman 1dari 66

DAMPAK TARIF INA CBGs

TERHADAP RUMAH SAKIT

Oleh Kelompok I :
Asva Malinda (1600023)
Beatrix Evalin Tambun (1600024)
Bunga Meranti (1600026)
Leli Nofiani (1600032)
Nindya Siska (1600039)
Siti Aminah (1600044)
DASAR HUKUM

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 52 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM
PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 26 Oktober


2016 .
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 59 tahun 2014 Tentang Standar Tarif Pelayanan
Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan
dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 59 tahun
2014 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan (Berita Negara
PERATURAN PELAKSANAAN
PENDAHULUAN
Lahirnya Undangundang Sistem Jaminan Sosial
Nasional atau SJSN Nomor 40 tahun 2004
merupakan bentuk pemberian kepastian
perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Melalui program ini setiap penduduk diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang
layak. UU SJSN ini dibentuk sesuai dengan
amanat UUD 45 khususnya pasal 28 ayat 3,
pasal 34 ayat 2, dan Pembukaan UUD 45 alinea
keempat tentang paham negara kesejahteraan.
Agar hak setiap orang atas jaminan sosial
sebagaimana amanat konstitusi dapat
terwujud, maka UU nomor 40 tahun 2004
tentang SJSN ini menyatakan bahwa
program jaminan sosial bersifat wajib dan
mencakup seluruh penduduk Indonesia,
yang pencapaiannya akan dilakukan secara
bertahap (dimana tahapan-tahapan ini
dapat kita lihat dalam Peta Jalan Menuju
Jaminan Kesehatan Nasional 2012-2019).
Jamsosnas ( Jaminan
Sosial Nasional )

Sistem jaminan sosial nasional ( national social


security system ) adalah sistem penyelenggaraan
program negara dan pemerintah untuk
memberikan perlindungan sosial, agar setiap
penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidup yang layak, menuju terwujudnya
kesejahteraan sosial bagi seluruh penduduk
Indonesia.
Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial
( BPJS )

BPJS adalah badan hukum publik yang


bertanggung jawab kepada presiden dan
berfungsi menyelenggarakan program jaminan
kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia
termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 bulan di Indonesia
Kelebihan BPJS
Kekurangan BPJS
KEMENKES
PAKET MANFAAT JKN*)
YANKES

DIJAMIN TIDAK DIJAMIN


1.Yankes Tk a.
pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur

Pertama b.
sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku;
pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak
2.Yankes Rujukan c.
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
Tk Lanjutan kerja terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau
hubungan kerja;
d. pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan
a.Rawat Jalan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program
jaminan kecelakaan lalu lintas;
b.Rawat Inap e.
f.
pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri;
pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g. pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
i. gangguan kesehatan/penyakit akibat ketergantungan obat dan/atau
alkohol;
j. gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat
melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri;
k. pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk
akupuntur, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology
assessment);
l. pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan
(eksperimen);
m. alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu;
*) Perpres No. 12 Pasal n. perbekalan kesehatan rumah tangga;
22 & 25
PENYELENGGARAAN JKN SESUAI UUo.SJSN & BPJS kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat,10
pelayanan
kejadian luar biasa/wabah;
Pentahapan Kepesertaan
Jaminan Kesehatan
PerPres RI Nomor : 111
Tahun 2013 pasal 6 :
2014
Kepesertaan Jaminan
Kesehatan bersifat WAJIB
dan mencakup SELURUH 1 Januari 2019
penduduk Indonesia Universal
Coverage
Paling lambat 1 Januari
2016
Paling lambat 1Usaha mikro
Januari
2015
1. BUMN
2. Usaha besar
3. Usaha menengah
4. Usaha kecil
Mulai 1 Januari 2014
1. PBI
2. TNI/POLRI
3. Eks Askes
4. Eks Jamsostek
5. Lain-lain
11
Berdasarkan UU Nomor 24 tahun 2011 Program
jaminan kesehatan sebagai bagian dari SJSN ini
selanjutnya akan dijalankan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS, dan
sesuai pasal 60 ayat 1 UU tentang BPJS ini
menyatakan bahwa BPJS kesehatan mulai
beroperasi per tanggal 1 Januari 2014.
Dan selanjutnya PERPRES Nomor 12 tahun
2013 khususnya pasal 36 tentang kerjasama
BPJS dan rumah sakit dapat menjadi dasar bagi
bentuk kerjasama antara BPJS dan rumah sakit
RUMUSAN MASALAH

Jika Sistem Jaminan Sosial ini


bertujuan baik, lalu mengapa
masih banyak rumah sakit yang
khawatir menghadapinya?
RUMUSAN MASALAH
1
RUMUSAN MASALAH
4
RUMUSAN MASALAH
7
Diagnosa
tidak Tulisan
spesifik dokter
Banyak yang tidak
belum di terbaca
koding Singkatan
tidak
standar
Masalah Yang Sering
Dihadapi
Diagnosis/tindakan tidak ditulis
Diagnosis/tindakan tidak spesifik
Diagnosis/tindakan tidak lengkap
Tulisan dokter tidak terbaca
Singkatan tidak standar
Prosedur tidak dilakukan tapi di koding
Prosedur dilakukan tapi tidak di koding
Salah Koding
PEMBAHASAN
Moral hazard adalah terminologi yang biasa
timbul dalam sistem asuransi, maka untuk
menghindarimoral hazardBPJS akan
membayar fasilitas kesehatan secara
prospektif, Dalam hal ini pembiayaan Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) menggunakan
Sistem Case-Mix yang lebih dikenal dengan
nama Indonesia Case Base Groups (INA
CBGs).
Pembiayaan kesehatan merupakan hal yang
penting dalam implementasi Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN).

Menurut Miller (2007) tujuan dari pembiayaan


kesehatan adalah mendorong peningkatan mutu,
mendorong layanan berorientasi pasien,
mendorong efisiensi tidak memberikan reward
terhadap provider yang melakukan overtreatment,
undertreatment maupun melakukan adverse event
dan mendorong pelayanan tim.
Perpres No 12 Tahun
2013
Pasal 39
3) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran
kepada Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan berdasarkan cara Indonesian
Case Based Groups (INACBGs).
4) Besaran kapitasi dan Indonesian Case
Based Groups (INA-CBGs) ditinjau
sekurang-kurangnya setiap 2 (dua)
tahun sekali oleh Menteri setelah
berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan.
POLA PEMBAYARAN
DALAM JKN
KEMENKES

CARA PEMBAYARAN
FASKES *)
FASKES TK. FASKES TK. DUA/TIGA
PERTAMA (LANJUTAN)

a)KAPITASI INA CBGs


b)Mekanisme lain yg
lebih berhasil guna

*) Perpres 12/2013, Ps. 39

PENYELENGGARAAN JKN SESUAI UU SJSN & BPJS 22


22
Lalu Apa itu INA CBGs?
BERDASAR
KAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 52 TAHUN 2016
TENTANG
STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM
PENYELENGGARAAN
PROGRAM JAMINAN KESEHATAN
INA-CBGs
Tarif Indonesian-Case Based Groups
yang selanjutnya disebut Tarif INA-
CBG adalah besaran pembayaran
klaim oleh BPJS Kesehatan kepada
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan atas paket layanan yang
didasarkan kepada pengelompokan
diagnosis penyakit dan prosedur.
INA-CBGs
INA CBGs Merupakan Sistem Casemix yang
di Implementasikan di Indonesia saat ini
Dasar Pengelompokan dengan
menggunakan :
ICD 10 Untuk Diagnosa (14.500 kode)
ICD 9 CM Untuk Prosedur/Tindakan (7.500
kode)
Dikelompokkan menjadi 1077 kode group
INA-CBG (789 kode rawat inap dan 288 kode
rawat jalan)
INA CBGs
Sistem Casemix yaitu sistem yang :
Mengelompokan diagnosis penyakit yang dikaitkan den
ALUR INA-CBG DI RUMAH SAKIT
TARIF INA-CBGs DI FKRTL
` Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat
Lanjutan yang selanjutnya disingkat
FKRTL adalah fasilitas kesehatan yang
melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik
atau sub spesialistik yang meliputi
rawat jalan tingkat lanjutan, rawat
inap tingkat lanjutan, dan rawat inap
di ruang perawatan khusus.
Tarif pelayanan kesehatan pada FKRTL
meliputi:
a. Tarif INA-CBG
INA CBGs
Dalam pembayaran menggunakanSISTEM INA-CBGS,baik
Rumah Sakit maupun pihak pembayar tidak lagi merinci
tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan,
melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar
pasien dan kode DRG (Disease Related Group).

Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah


disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan
oleh pemerintah sebelumnya.

Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan


dijalani oleh pasien juga sudah diperkirakan sebelumnya
disesuikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya.
TARIF NON INA-CBGs
Tarif Non INA-CBG merupakan tarif
diluar tarif paket INACBG untuk
beberapa item pelayanan tertentu
meliputi alat bantu kesehatan, obat
kemoterapi, obat penyakit kronis,
CAPD dan PET Scan, dengan proses
pengajuan klaim dilakukan secara
terpisah dari tarif INA-CBG
Tarif FKRTL diberlakukan pada
FKTRL FKRTL yang melakukan pelayanan:
Tarif FKRTL diberlakukan pada
FKRTL yang melakukan pelayanan:
Daftar Tarif INA-CBG tercantum dalam Lampiran
PERMENKES No.52 Tahun 2016 tentang Standar
Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan

(Tercantum pada halaman 32 sampai dengan


halaman 912.)
Terlampir
Tarif INA-CBG terdiri atas tarif
rawat jalan dan tarif rawat inap,
dengan 6 (enam) kelompok tarif
yaitu :
Tarif INA- CBG terdiri dari
5 regional yaitu :
Regionalisasi untuk mengakomodir perbedaan biaya distribusi
obat dan alat kesehatan di indonesia. Dasar penentuan
regionalisasi digunakan Indeks Kemahalan Konsumen (IHK)
dari Badan Pusat Statistik (BPS)
Kelebihan dan
Kekurangan Ina CBG
Pembayaran INA CBGs
menjadi pilihan dalam
implementasi JKN karena:

Mendorong pengendalian biaya


Mendorong pelayanan kesehatan tetap
bermutu dan sesuai standar
Membatasi pelayanan kesehatan yang
tidak diperlukan
Mempermudah administrasi klaim
Mendorong provider untuk melakukan
pengendalian biaya
Pembayaran Tambahan
(Top Up Payment)
Pada tarif INA-CBG terdapat pembayaran tambahan (top up
payment) untuk beberapa pelayanan tertentu yang disebut
Special Casemix Main Groups (CMG),terdiri dari :

a.
c.
b.
e.
d.
Pelayanan Obat
LANJUTAN ..
Penyakit Non Kronis
Pelayanan Obat
(3) Obat sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan dengan cara :
Pelayanan Obat
Harga obat yang ditagihkan oleh instalasi farmasi di
Pelayanan Obat
Larangan menarik iur biaya obat
Penggunaan obat di luar Formularium
Nasional di FKRTL hanya dimungkinkan
setelah mendapat rekomendasi dari Ketua
Komite Farmasi dan Terapi dengan
persetujuan Komite Medik atau
Kepala/Direktur Rumah Sakit yang
biayanya sudah termasuk dalam tarif
INA CBGs dan tidak boleh dibebankan
PMK N0.28
kepada peserta. tahun 2014
Pelayanan
Alat Bantu Kesehatan

PASAL 24
Peningkatan
Kelas Perawatan

Pembayaran Selisih akibat peningkatan Kelas Perawata


Peningkatan
Kelas Perawatan
(3) Peserta yang menginginkan kelas
pelayanan rawat inap yang lebih tinggi
dari haknya, harus membayar selisih
antara tariff INA CBG dengan biaya yang
harus dibayar akibat peningkatan kelas
a. peserta
perawatan.

(4) Pembayaran besaran selisih biaya


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) dapat dilakukan oleh:
Pemecahan
Masalah dan Solusi
1. Mempersiapkan Diri
Agar bisa bekerjasama dengan BPJS maka rumah sakit
perlu mempersiapkan diri dengan baik sesuai dengan
ketentuan UU rumah sakit dan akreditasi rumah sakit
terbaru (akreditasi RS 2012) atau JCI, yaitu dengan:
a.Menyiapkan pelayanan yang semakin bermutu dengan
berorientasi pada keselamatan pasien,
b.Mampu meningkatkan efisiensi dengan tetap
melaksanakan kendali mutu dan kendali biaya dalam
memberikan pelayanan,
c. Menyiapkan sistem keuangan yang baik agar mampu
menghasilkan informasiunit cost.
Pemecahan
Masalah dan Solusi
2. SistemCODING
Dokter dan Koder mempunyai peran yang penting dalam
penerapan sistem kode INA-CBGs, karena diagnosa dan prosedur
atau tindakan yang telah dituliskan oleh dokter selanjutnya diberi
kode yang sesuai berdasarkan pada ICD-10 & ICD 9-CM
olehCODER. Kesalahan dalam pemberian kode diagnosa dan
prosedur akan mempengaruhi klaim pelayanan kesehatan di rumah
sakit .

Peran dokter di sini adalah menegakkan dan menuliskan diagnosis


primer dan sekunder (bila ada) sesuai dengan ICD 10. Menulis
seluruh prosedur atau tindakan yang telah dilaksanakan sesuai
dengan ICD 9CM. Dan kemudian membuat resume medis pasien
secara lengkap dan jelas selama pasien dirawat di rumah sakit.
Karenanya ketersediaan rekam medis dan resume medis yang baik
menjadi sangat penting
Lanjutan...
Perancoderselanjutnya melakukan kodifikasi dari
diagnosis dan prosedur atau tindakan yang diisi oleh
dokter yang merawat pasien sesuai dengan ICD 10 untuk
diagnosa dan ICD 9 CM untuk prosedur atau tindakan,

Pada keadaan adanya informasi yang dapat


menunjukkan bahwa dokter salah menulis penempatan
diagnosis utama atau sekunder tidak mengikuti aturan
ICD yang benar maka rumah sakit perlu untuk
(1)melakukan klarifikasi atau minta penjelasan kepada
dokter yang merawat,
(2)Jika tidak mungkin gunakan peraturan reseleksi pada
ICD (volume 2 MB1 s/d MB5)
Lanjutan..
Diagnosa utama atau diagnosa primer adalah diagnosa akhir yang dipilih
dokter pada hari terakhir perawatan dengan kriteria paling banyak
menggunakan sumber daya atau hari rawatan paling lama (LOS paling
lama). Diagnosa sekunder adalah diagnosa selain diagnosa utama yang
muncul atau sudah ada sebelum dan selama dirawat di rumah sakit.
Diagnosa sekunder terdiri dari diagnosa penyerta (comorbidity) dan
diagnosa penyulit (complication). Permasalahan yang bisa terjadi adalah
diagnosa sekunder atau diagnosa penyerta & diagnosa penyulit ini sering
lupa atau tidak tertulis sehingga akan menyebabkan klaim menjadi lebih
kecil

Untuk menghindari ketidak lengkapan pencatatan terkait dengan


diagnosis primer dan sekunder ini terutama jika dokter tidak
menuliskannya dengan lengkap, maka perlu dibentuk tim verifikator
internal bisa dari dokter umum atau perawat yang bertugas
memberitahukan dokter tersebut bahwa yang bersangkutan belum
menuliskan diagnosisnya dengan lengkap atau diagnosis sekundernya
belum tertuliskan.
Pemecahan
Masalah dan Solusi
3. PenyusunanCLINICAL PATHWAYS
Banyak pengertian dan definisi dariClinical
Pathway, diantaranya menurut Firmanda ( 2007)
dan Rivani (2009) yang memberikan definisi yang
hampir identik yaituClinical Pathways (CP) adalah
suatu konsep perencanaan pelayanan terpadu yang
merangkum setiap langkah yang diberikan kepada
pasien berdasarkan standar pelayanan medis dan
asuhan keperawatan dan standar pelayanan tenaga
kesehatan lainnya yang berbasis bukti dengan hasil
yang terukur dan dalam jangka waktu tertentu
selama di rumah sakit.
Lanjutan
Di sisi lain ada pula yang
mendefinisikanClinical Pathwaysebagai
suatu konsep perencanaan pelayanan
terpadu yang dilakukan oleh dokter, perawat
dan seluruh komponen rumah sakit untuk
membuat suatu prosedur dan diagnosa
dengan meminimalkan lama perawatan,
pemakaian alat dan terapi namun tetap
memaksimalkan kualitas pelayanan (tim RS
PKU Aisyiyah Ponorogo, 2013
Lanjutan..
Untuk keberhasilan pelaksanaanClinical Pathwaykomitmen
dokter merupakan hal sangat penting, karenaClinical
Pathwayakan menjadi acuan untuk informasi perhitungan unit
cost guna mencapai pengendalian biaya dan pengendalian mutu.
Hal ini sesuai dengan tujuan dari penyusunanClinical
Pathwayyaitu untuk membuat standarisasi pemeriksaan dan
perawatan pasien yang memiliki pola tertentu, dan data
dariClinical Pathwayselanjutnya akan menjadi masukan bagi
perhitungan pembiayaan INA CBGs agar terjadi kendali mutu dan
kendali biaya. Dari semua aktifitas pelayananClinical
Pathwayseperti visite, tindakan, obat-obatan, alkes dan lain lain
yang telah dilakukan selanjutnya diinformasikan kepada
TimCosting, dan Tim Costing akan mengisi formClinical
Pathwaysesuai dengan tarif yang berlaku di RS, untuk
membandingkan Biaya total akan dengan Tarif INA-CBGs.
Lanjutan..
Ciri-cirinya dariClinical Pathwayadalah:
Pertama, Clinical Pathwaymerupakan dokumen tertulis
berbentuk Form,
Kedua, Pelayanan dalamClinical Pathwaybersifat multidisiplin,
Ketiga, Tidak semua penyakit dibuatClinical Pathway-
nya.Clinical Pathwayefektif dan efisien untuk penyakit yang
perjalanannyapredictable,
Keempat,Clinical Pathwaytidak dibuat untuk memperoleh
rincian biaya perawatan
Sedangkan kriteria untuk membentukClinical Pathwayadalah:
Volume tinggi, Biaya tinggi, Risiko tinggi, dan Kasus tunggal
Rumah sakit hendaknya memiliki minimal 10 Clinical Pathway
untuk kasus terbanyak atau 10 besar penyakit di eumah
sakitnya masing-masing
Pemecahan
Masalah dan Solusi
4. SistemCosting
Tujuan dari costing adalah tercapainya efisiensi di
rumah sakit melalui pengendalian biaya (cost
containtment).
Hal-hal yang perlu disiapkan dalam sistem costing
adalah:
PerhitunganUnit cost,
Clinical Pathway,
Dan penyusunan Kebijakan RS yang terkait dengan:
Obat & alkes, Pemeriksaan Penunjang, jasa medis,
BHP dan lain lainnya untuk tujuan efisiensi
Lanjutan...
Untuk itu rumah sakit perlu membentuk tim
costing yang bertugas menghitungunit
costpelayanan dengan mendasarkan
perhitunganya pada Clinical Pathway dan
membandingkanya dengan tarif INA-CBGs,
tentunya dengan harapan pendapatan total
akan lebih besar daripada biaya yang telah
dikeluarkan
Beberapa hal yang terjadi di rumah sakit terkait
dengan pelaksanaan JAMKESMAS selama ini
adalah:
Lanjutan ...
Pertama, jika ada postensi rugi maka pasien
selanjutnya akan di rujuk
Kedua, banyak RS mengalami kerugian dikarenakan:
(1)visite dokter yang terlalu banyak,
(2)biaya obat mencapai hampir 40%,
(3)banyaknya kasus-kasus dengan LOS tinggi,
(4)adanya kasus-kasus operasi besar khusus yang
memakan biaya operasional mahal dengan LOS
yang tinggi,
(5)penggunaan Alat Medis Habis Pakai yang mahal,
(6)adanya pemberiansnackdalam penyediaan gizi
Lanjutan ..
Cara menghindari kerugian tersebut bisa dilakukan oleh RS
dengan:
(1)Membatasi visitasi dokter dengan 1 kali per hari
(2)Melakukan pengawasan formularium dengan ketat,
(3)Melakukan pemulangan secara administratif maksudnya di sini
pasien secara fisik tidak dipulangkan tetapi hanya dipulangkan
secara administrasi saja, karena itu keluarga pasien akan
kembali ke puskemas untuk mendapatkan rujukan kembali.
Selama masa pengurusan rujukan biaya pasien selama 1-2 hari
ditanggung oleh rumah sakit,
(4)Alat Medik Habis Pakai (AMHP) menggunakan kualitas yang
lebih rendah,
(5)Menghilangkan porsisnackdalam pemberian gizi ternyata
memberikan penghematan yang cukup besar bagi rumah sakit.
PENULISAN DIAGNOSA DAN
TINDAKAN
LENGKAP DAN SPESIFIK

KETEPATAN KODING

INA-CBG YANG BAIK


KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa pemberlakuan
BPJS janganlah dipandang sebagai suatu ancaman, melainkan
sebuah peluang bagi rumah sakit untuk meningkatkan
pendapatannya. Rumah sakit akan mampu bertahan hidup jika
mempersiapkan diri dengan baik asalkan mampu menjaga
standar mutu dan standar biaya, selanjutnya rumah sakit
perlu memperhatikan bagaimana ketiga pilar di yang telah
disebutkan yaitu sistem coding, clinical pathway dan
sistem costing bisa dilaksanakan dengan baik yang
tentunya perlu didukung dengan kebijakan yang tepat terkait
obat, alkes dan pelayanan lainnya untuk tercapainya efisiensi,
karenanya kerugian yang terjadi bisa dihindari.

KESIMPULAN
Berdasarkan cara-cara penghematan
yang dilakukan memang tampak
adanyamoral hazarddalam
tingkatan yang rendah, dan
penurunan dari kualitas pelayanan,
walaupun secara keseluruhan tidak
menurunkan kualitas pelayanan
medik yang diberikan.
SEKIAN...

Anda mungkin juga menyukai