Anda di halaman 1dari 79

BIODATA

Dr. H. IBNU YAZID SHABRI, SH


Lahir : Sibolga 27 desember 1977

PENDIDIKAN : ORGANISASI :
Fakultas Kedokteran USU - Ketua Bidang
Fakultas Hukum UNA Organisasi IDI Wilayah
Sumatera Utara

PEKERJAAN :
- Kepala Puskesmas Aek
Loba (2005-2009)
- Kabid Yankes Dinkes PENGHARGAAN:
Asahan (2009-2010) - Dokter Teladan 1
- Kabid Yan RSUD HAMS Kabupaten Asahan
(2010-2012) 2007
- Kabid Dalwas RSUD - Dokter Teladan 1
HAMS (2012-2014) Propinsi Sumatera
- Kabid Manajemen Utara 2007
Dinkes Asahan (2014- - Dokter Teladan
2016) Tingkat. Nasional 2007
- SURVEIOR AKREDITASI - Presentase
FKTP KEMENTERIAN Puskesmas Good
KESEHATAN RI (2016- Governance di
SEKARANG) Hiroshima Jepang 2008
- Dokter TKHI tahun
2009
BANYAK BICARA SEDIKIT BICARA
BANYAK KERJA BANYAK KERJA

BANYAK BICARA SEDIKIT BICARA


SEDIKIT KERJA SEDIKIT KERJA
BANYAK BICARA
BANYAK KERJA
- AMERIKA -
SEDIKIT BICARA
BANYAK KERJA
- JEPANG -
BANYAK BICARA
SEDIKIT KERJA
- INDIA -
INDONESIA....?

X
SEDIKIT BICARA
SEDIKIT KERJA
LAIN YANG DIBICARAKAN
LAIN YANG DIKERJAKAN
ETIKA DAN HUKUM
DALAM
MENJALANKAN
PROFESI DOKTER

Dr. H. Ibnu Yazid Shabri, SH


Sumpah Dokter
Kode Etik Kedokteran
Prinsip Profesi yang Mendahulukan Keselamatan
Pasien (Agroti Salos Lex Suprima)
Peperangan Tidak Boleh Diserang/Ditembak
Tidak Seorangpun Dokter di Dunia ini Menginginkan
Kematian / Kecacatan pada Pasiennya dalam
Menjalankan Profesinya
- Kedudukan
HUBUNGANseimbang (equal)
HUKUM DOKTER-PASIEN
- Sama-sama sebagai subjek
hukum (rech person) bukan
menjadi objek salah satu pihak
- Yang ada perjanjian upaya
(innspaning verbentenis) bukan
perjanjian hasil (resultaat
verbentenis) hasil bukanlah
objek dari kontrak terapeutik
- Dokter harus mengedepankan
asas kehati-hatian sesuai
kompetensi, standar profesi dan
PRAKTIK KEDOKTERAN

ASPEK ETIK

ASPEK HUKUM

PELANGGARAN STANDAR PROFESI


PELANGGARAN ETIK DAN SEKALIGUS
PELANGGARAN HUKUM
UU NO 29 TAHUN 2004 TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN

MASYARAKAT
MEMILIKI HAK UNTUK
MENGADUKAN
DOKTER BAIK
PERSOALAN ETIKA, TUNTUTAN MELALUI :
DISIPLIN, HUKUM MKDKI
SECARA PERDATA PENGADILAN UMUM
MAUPUN PIDANA (Pasal 66 UUPK)
KEMUNGKINAN TERJADINYA PENINGKATAN
KETIDAK PUASAN PASIEN TERHADAP LAYANAN DOKTER/RS

PENDIDIKAN RATA-RATA MASYARAKAT YANG SEMAKIN TINGGI


SEHINGGA MEMBUAT LEBIH TAHU AKAN HAKNYA DAN LEBIH
ASERTIF

HARAPAN MASYARAKAT SEMAKIN TINGGI AKAN LAYANAN


KEDOKTERAN SEBAGAI HASIL DARI LUASNYA ARUS INFORMASI

KOMERSIALISASI DAN TINGGINYA BIAYA LAYANAN


KEDOKTERAN/KESEHATAN MASYARAKAT SEMAKIN TIDAK
TOLERAN TERHADAP LAYANAN YANG TIDAK SEMPURNA

PROVOKASI OLEH AHLI HUKUM DAN


TENAGA KESEHATAN SENDIRI
Autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam
memperoleh informasi dan hak membuat keputusan tentang apa
yang akan dilakukan terhadap dirinya),

Beneficence (melakukan tindakan untuk kebaikan pasien),

Non maleficence (tidak melakukan perbuatan yang memperburuk


pasien) dan
Justice (bersikap adil dan jujur), serta
Sikap altruisme (pengabdian profesi).
DATA KASUS
BERDASARKAN JENIS
PELANGGARAN

BERDASARKAN CABANG
KEAHLIAN YANG PALING
SERING DIADUKAN OLEH
PASIENNYA
BERDASARKAN
PENGADUANNYA

BERDASARKAN ISU
POKOK PENGADUAN

BERDASARKAN SANKSI
YANG DIBERIKAN
INDIVIDU DOKTER

- PEMAHAMAN KODEKI, STANDAR PROFESI DAN


SOP, UU KESEHATAN, PRAKTIK KEDOKTERAN
DAN RUMAH SAKIT DAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA.

- PENDIDIKAN KEDOKTERAN BERKELANJUTAN :


SEMINAR, SIMPOSIUM, WORKSHOP DLL

- PENINGKATAN HUMAN RELATIONSHIP SKILL


TIDAK CUKUP HANYA CONSEPTUAL SKILL DAN
TECHNICAL SKILL
INSTITUSI DAN
MASYARAKAT LUAS

- SOSIALISASI PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN


MASYARAKAT, MEDIA MASSA / LSM, PEMDA

- SOSIALISASI DENGAN PENEGAK HUKUM :


KEPOLISIAN DAN KEJAKSAAN MOU
HUKUM KESEHATAN
1. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan
pelayanan kesehatan yaitu antara lain :
a. UU No. 23/ 1992 Tentang Kesehatan yang telah
diubah menjadi UU No 36/2009 tentang Kesehatan
b. UU No. 29/2004 tentang Praktek kedokteran
c. UU No, 44/ 2009 tentang Rumah sakit
d. PP No. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan
e. Permenkes 161/2010 tentang Uji kompetensi
f. Permenkes 2052 ttg Izin Praktek Kedokteran
2. Hukum Kesehatan yang tidak secara langsung terkait
dengan pelayanan Kesehatan antara lain:

a. Hukum Pidana
Pasal-pasal hukum pidana yang terkait dengan
pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 359 DAN 360
KUHP tentang kewajiban untuk bertanggung jawab
secara pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana
kesehatan yang dalam menyelenggarakan pelayanan
kesehatan menyebabkan pasien mengalami cacat,
gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat
kelalaian atau kesalahan yang dilakukannya.
b. Hukum Perdata.
Pasal-pasal Hukum perdata yang terkait dengan
pelayanan kesehatan. Misalnya Pasal 1365 KUHPerdata
mengatur tentang kewajiban hukum untuk mengganti
kerugian yang dialami oleh pasien akibat adanya perbuatan
wanprestasi dan atau perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan dan sarana kesehatan
dalam memberikan pelayanan terhadap pasien

c. Hukum Administrasi
Ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
maupun oleh sarana kesehatan yang melanggar hukum
adminstrasi yang menyebabkan kerugian pada pasien
menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara
pelayanan kesehatan tersebut
3. Hukum Kesehatan yang
berlaku secara Internasional
a, Konvensi
b.Yurisprudensi
c. Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonomi
a. Perda tentang kesehatan
b. Kode etik profesi
KEWAJIBAN Dr / Drg

a. MEMBERIKAN PELAYANAN MEDIS SESUAI DENGAN SP


DAN SPO SERTA KEBUTUHAN MEDIS PASIEN;
B. MERUJUK PASIEN KE DOKTER ATAU DOKTER GIGI LAIN
YANG MEMPUNYAI KEAHLIAN ATAU KEMAMPUAN
YANG LEBIH BAIK, APABILA TIDAK MAMPU
MELAKUKAN SUATU PEMERIKSAAN ATAU
PENGOBATAN;
C. MERAHASIAKAN SEGALA SESUATU YANG
DIKETAHUINYA TENTANG PASIEN, BAHKAN JUGA
SETELAH PASIEN ITU MENINGGAL DUNIA;
D. MELAKUKAN PERTOLONGAN DARURAT ATAS DASAR
PERIKEMANUSIAAN, KECUALI BILA IA YAKIN ADA
ORANG LAIN YANG BERTUGAS DAN MAMPU
MELAKUKANNYA; DAN
E. MENAMBAH ILMU PENGETAHUAN DAN MENGIKUTI
PERKEMBANGAN ILMU KEDOKTERAN ATAU
KEDOKTERAN GIGI.
Kewajiban Administrasi dokter
1. MEMPUNYAI STR
Apabila STR habis masa berlakunya dan sudah
melakukan proses, SIP dapat diperpanjang selama 6
bulan dengan menunjukan surat , sedang dalam
proses dari Organisasi Profesi.

2. MEMPUNYAI SIP
kecuali : Dokter atau dokter gigi yang diminta untuk
memberikan pelayanan medis oleh suatu sarana
pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan
korban bencana, atau tugas kenegaraan yang
bersifat insidentil tidak memerlukan surat izin praktik,
tetapi harus memberitahukan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota tempat kegiatan dilakukan.
SIP berlaku juga utk jaringannya apabila tdk ada
dokter/dokter spesialis/
Surat Tugas : Apabila tdk ada spesialis yang sama,
atas dasar kesepakatan antara : Kadinkes, IDI dan
asosiasi RS
KEWENANGAN
DOKTER
TINDAKAN MEDIS

PROMOTIV. PREVENTIV
KURATIV
STANDART
KOMPETENSI
DOKTER RAWAT INAP

PERSALINAN,ANC,IUD TERPENCIL
,KB SUNTIK, IMPLAN

MERACIK OBAT

DISPENSING 1. UUPK PSL 35 BUTIR I


2. UU OBAT KERAS NO 419
OBAT 3. UU PSIKOTROPIKA,
NARKOTIKA
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental
pasien;
c. menentukan pemeriksaan
penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan
penatalaksanaan dan
pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan
PRAKTEK kedokteran atau kedokteran gigi;
KEDOKTERAN g. menulis resep obat dan alat
kesehatan;
(PASAL 35) h. menerbitkan surat keterangan
dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam
jumlah dan jenis yang diizinkan;
dan
j. meracik dan menyerahkan
obat kepada pasien, bagi yang
praktik di daerah Terpencil yang
tidak ada apotek.
KETENTUAN INI DIMAKSUDKAN UNTUK
MEMBERIKAN KEWENANGAN BAGI
DOKTER DAN DOKTER GIGI UNTUK
MENYIMPAN OBAT SELAIN OBAT SUNTIK
SEBAGAI UPAYA UNTUK MENYELAMATKAN
PASIEN.

OBAT TERSEBUT DIPEROLEH DOKTER ATAU


DOKTER GIGI DARI APOTEKER YANG
MEMILIKI IZIN UNTUK MENGELOLA
APOTEK.

JUMLAH OBAT YANG DISEDIAKAN


TERBATAS PADA KEBUTUHAN PELAYANAN
DUGAAN SENGKETA MEDIS

MASYARAKAT/MEDIA
MASSA

SETIAP KERUGIAN BAIK LUKA / KEMATIAN MAUPUN


CACAT AKIBAT TINDAKAN Dr / Drg

SENGKETA MEDIS
PASAL 66 UU PK

(1)Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas


tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia.
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat
kerugian perdata ke pengadilan
PUTUSAN
=

MAHKAMAH KONSTITUSI
Nomor 14/PUU-XII/2014
DIPERLUKANNYA PERADILAN BAGI
DOKTER / DOKTER GIGI
1. ETIKA, DISIPLIN, DAN HUKUM TIDAK BISA SALING MENIADAKAN ATAU
MENGGANTIKAN

2. MELINDUNGI DOKTER DAN PASIEN SERTA INSTITUSI YANG BERADA


DALAM LINGKARAN PELAYANAN MENCEGAH PIHAK YANG TIDAK
BERKOMPETEN DAN LAYAK MELAKUKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

3. BAHWA PROFESI DOKTER/DOKTER GIGI ADALAH PROFESI YANG


DIIZINKAN MELAKUKAN TINDAKAN BAGI TUBUH MANUSIA BOLEH
DIPERLAKUKAN ISTIMEWA DENGAN MEMPERHATIKAN ILMU
KEDOKTERAN SEBAGAI DASAR PENEGAKAN PERADILAN

4. PROSES PERADILAN TETAP MEMPERHATIKAN KAIDAH DAN ILMU

5. KEDOKTERAN YANG BERLAKU BAGI DOKTER/DOKTER GIGI MEMBATASI


RESIKO BAGI DOKTER/DOKTER GIGI DIKENAKAN SAKNSI PIDANA
PERADILAN Dr / Drg

Disiplin Pidana Perdata Etika

Polisi,jaksa
MKDKI Hakim IDI / PDGI
hakim

Pencabutan STR/ Denda/Kurungan Cabut Reko


Ganti Rugi mendasi
SIP Penjara

Dr / Drg
STR

SIP

PAPAN NAMA

REKAM MEDIS
ADMINISTRASI
DENDA KEWAJIBAN DOKTER :

RAHASIA KEDOKTERAN

SPM,SOP
SENGKETA MERUJUK

MEDIS GAWAT DARURAT

STR WNA
PIDANA
DENDA PEKERJAKAN DOKTER
TANPA STR / SIP
Dugaan SENGKETA MEDIS

DOKTER PASIEN

Informed
Rekam medis MATI/LUKA
consent
BERAT/ringan
KUHP 359/360 dugaan kelalaian

POLISI SAKSI AHLI IDI / PDGI


DAN KPTSN MKEK
TDK SESUAI SPM SESUAI SPM

JAKSA SP3 PENGADILAN SP/SEBAB


AKIBAT
KESALAHAN
dilihat dari sisi hukum
SENGAJA / DOLUS:
Dengan niat / tujuan
Dengan kepastian akan terjadi
Dengan kemungkinan akan terjadi

KELALAIAN / CULPA:
LATA : Gross Negligence / Kelalaian yang Nyata
LEVIS : Kelalaian Kecil
MALPRAKTEK
INTENTIONAL (secara sadar)
PROFESSIONAL MISCONDUCTS
NEGLIGENCE (Kelalaian)
MALFEASANCE (pelanggaran karena jabatan),
MISFEASANCE, NONFEASANCE
LACK OF SKILL
DI BAWAH STANDAR KOMPETENSI
DI LUAR KOMPETENSI
PROFESSIONAL
MISCONDUCT
PELANGGARAN DISIPLIN PROFESI
Pelanggaran standar secara sengaja
(Deliberate Violation)
PELANGGARAN PERILAKU PROFESI

PIDANA UMUM:
Pembohongan (fraud / misrepresentasi)
Keterangan palsu
Penahanan pasien
Buka rahasia kedokteran tanpa hak
Aborsi ilegal
Euthanasia
Penyerangan seksual
LACK OF SKILL
KOMPETENSI KURANG ATAU DI LUAR KOMPETENSI /
KEWENANGAN
Sering menjadi penyebab error atau kelalaian
Sering dikaitkan dengan kompetensi institusi
Kadang dapat dibenarkan pada situasi-kondisi lokal tertentu
(locality rule, limited resources)

TUNTUTAN DAPAT BERUPA KELALAIAN


KELALAIAN MEDIK
Jenis tuntutan yg tersering

Bukan kesengajaan

TIDAK MELAKUKAN yg seharusnya dilakukan,


MELAKUKAN yg seharusnya tidak dilakukan
oleh orang2 yg sekualifikasi pada situasi dan
kondisi yg identik
RESIKO MEDIS
(KECELAKAAN MEDIS)

Keadaan yg tdk dikehendaki oleh pasien ataupun


dokter sendiri dan dokter telah berusaha semaksimal
mungkin dengan telah memenuhi stand profesi,
dan SOP, namun kecelakaan tetap terjadi.
Tdk dpt dipersalahkan (verwijtbaarheid)
Tdk dpt dicegah (vermijtbaarheid)
Tdk dpt diduga sebelumnya (verzienbaarheid)
DOKTER MEMPUNYAI HAK
MEMPEROLEH PERLINDUNGAN
HUKUM SEPANJANG
MELAKSANAKAN TUGAS SESUAI
DENGAN STANDART PROFESI DAN
STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
(UU PK Pasal 50 (A)
SP
BATASAN KEMAMPUAN (CAPACITY) MELIPUTI
PENGETAHUAN (KNOWLEDGE), KETRAMPILAN (SKILL), DAN
SIKAP PROFESIONAL (PROFESSIONAL ATTITUDE) YANG
MINIMAL HARUS DIKUASAI OLEH SEORANG INDIVIDU
UNTUK DAPAT MELAKUKAN KEGIATAN PROFESIONALNYA
PADA MASYARAKAT SECARA MANDIRI YANG DIBUAT
OLEH ORGANISASI PROFESI.(PENJELASAN PSL.13 AYAT 3
UU RS, PENJELASAN PSL 50 UUPK)
SOP
SUATU PERANGKAT INSTRUKSI/LANGKAH-LANGKAH
YANG DIBAKUKAN UNTUK MENYELESAIKAN SUATU PROSES
KERJA RUTIN TERTENTU. STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL MEMBERIKAN LANGKAH YANG BENAR DAN
TERBAIK BERDASARKAN KONSENSUS BERSAMA UNTUK
MELAKSANAKAN BERBAGAI KEGIATAN DAN FUNGSI
PELAYANAN YANG DIBUAT OLEH SARANA PELAYANAN
KESEHATAN BERDASARKAN STANDAR PROFESI.
(PENJELASAN PSL.13 AYAT 3 UU RS, PENJELASAN PSL 50
UUPK)
UU 36 TH 2009
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan
diduga melakukan kelalaian dalam
menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih
dahulu melalui MEDIASI
UU 44 TH 2009
Pasal 45
Ayat 1
Rumah Sakit tidak bertanggung jawab secara hukum apabila
pasien dan/atau keluarganya menolak atau menghentikan
pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah
adanya penjelasan medis yang komprehensif.
Ayat 2
Rumah Sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas
dalam rangka menyelamatkan nyawa manusia.
Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap
semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit.
AUDIT MEDIK
Pasal 49 UUPK
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam
melaksanakan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi wajib menyelenggarakan
kendali mutu dan kendali biaya.
(2) Dalam rangka pelaksanaan kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan audit medis.
(3) Pembinaan dan pengawasan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) dilaksanakan OLEH ORGANISASI PROFESI
TANGGUNGJWB HUKUM

Dr / Drg PERAWAT/
CO ASS Dr / Drg RESIDEN SPESIALIS BIdAN

KEPANJANGAN MANDIRI MANDIRI SESUAI SESUAI KEPANJANGA


TANGAN SESUAI STANDART KOMPETENSI HRS STANDART/SERTIFI
SUPERVISOR KOMPETENSINYA
N TANGAN
BERDASARKAN KAT KOMPETENSI
DELEGASI
WEWENANG DR
SUPERVISOR

TGGJWB HUKUM
SUPERVISOR

TANGGUNGJWB
HUKUM SENDIRI
TANGGUNGJAWAB HUKUM DOKTER
DI RUMAH SAKIT

RUMAH SAKIT

PART TIMER /
TETAP/PEGAWAI FULL TIMER
TAMU

PERDATA : RUMAH SAKIT TANGGUNG RENTENG


HUB Dr / Drg DENGAN Dr
/ Drg Spesialis DI RS
TANGGUNGJWB HUKUM PADA DOKTER UGD
KONSUL PADA DSP BERSIFAT MINTA PENDAPAT
DILUAR KOMPETENSINYA---DIRUJUK
SESUAI KOMPETENSINYA DITANGANI SENDIRI
PELIMPAHAN-----DSP DATANG
HUBUNGAN Dr / Drg PARAMEDIS

Dr / Drg---PARAMEDIS

DELEGASI WEWENANG KEPANJANGAN TANGAN

TANGGUNG JAWAB HUKUM YANG TGGJWB HUKUM PADA Dr / Drg


DIBERI WEWENANG
KEPANJANGAN TANGAN

SEBAGIAN WEWENANG MEDIS DILAKUKAN OLEH


PERAWAT ATAS PERINTAH Dr / Drg
TANGGUNGJWB HUKUM --Dr / Drg
CONTOH : MEMASANG INFUS , MENYUNTIK , ASISTEN
OPERASI. DLL
BERSIFAT SEMENTARA
TRIAS
HUKUM KEDOKTERAN

REKAM MEDIS
INFORMED CONSENT
RAHASIA KEDOKTERAN
REKAM MEDIK
BERKAS YANG BERISI CATATAN DAN DOKUMEN :
A. DATA NON MEDIS : IDENTITAS
B. DATA MEDIS : PEMERIKSAAN, DIAGNOSA, PENGOBATAN, TINDAKAN ,
PENUNJANG LAIN

Catatan :

1. DOKUMEN REKAM MEDIS MERUPAKAN MILIK Dr , Drg / SARKES.


2. ISI REKAM MEDIS MERUPAKAN MILIK PASIEN RINGKASAN MEDIS/RESUME
3. SEGI HUKUM REKAM MEDIS MERUPAKAN BARANG BUKTI.
4. KERAHASIAN REKAM MEDIS ADALAH TANGGUNG JAWAB SARKES DAN PASIEN
5. MASA KADALUARSA REKAM MEDIS 5 THN DI RS DAN 2 TAHUN DI NON RS(
PERMENKES 269 TAHUN 2008)

UU PK PASAL 46 DAN 47 , 51 Huruf a, dan SANKSI PADA PASAL 79 Huruf b


PASAL 46 UUPK

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam


menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien
selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi
nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang
memberikan pelayanan atau tindakan.
PASAL 46 PENJELASAN

Ayat (2)
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan
pencatatan pada rekam medis, berkas dan catatan
tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara apa
pun. Perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam
medis hanya dapat dilakukan dengan pencoretan dan
dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan petugas adalah dokter atau
dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang
memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
Apabila dalam pencatatan rekam medis
menggunakan teknologi informasi elektronik,
kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti
dengan menggunakan nomor identitas pribadi
(personal identification number).
MANFAAT
REKAM MEDIS
RESUME MEDIS

1. ALASAN PASIEN DI RAWAT INAP ( ANAMNESA )


2. HASIL PENTING PEMERIKSAAN PENYAKIT
3. PENGOBATAN DAN TINDAKAN MEDIS
4. KEADAAN PASIEN TERAKHIR SEBELUM PULANG
5. ANJURAN PENGOBATAN DAN PERAWATAN
INFORMED CONSENT

INFORMASI PERSETUJUAN

PERSETUJUAN YANG TIMBUL ANTARA PASIEN / KELUARGA


DENGAN DOKTER / SARANA PELAYANAN KESEHATAN, ATAS
DASAR PENJELASAN RENCANA TINDAKAN YANG AKAN
DILAKUKAN OLEH DOKTER YANG MERAWAT UNTUK KEPERLUAN
DIAGNOSTIK / TERAPI

TUJUAN

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PASIEN DAN DOKTER


Permenkes 290 tahun 2008
INFORMED CONSENT

( PERSETUJUAN PASIEN / KELUARGA ATAS INFORMASI MENGENAI


TINDAKAN MEDIS YANG AKAN DILAKUKAN )

INFO MEDIS PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS

-PENYAKIT - OLEH PASIEN - INDIKASI MEDIS


-RENCANA TINDAKAN - KELUARGA - SESUAI STANDAR PROFESI
-RESIKO TERDEKAT - TELITI DAN HATI HATI
-ALTERNATIF - ADA PERSETUJUAN
INFORMED CONSENT

1. PERSETUJUAN NON EKSPRESIF / IMPLIED CONSENT ( DIANGGAP


DIBERIKAN )
Apabila berdasarkan sikap dan tindakan pasien dapat ditarik
kesimpulan bahwa pasien yang bersangkutan memberikan
persetujuan
Ex. Isyarat mau di suntik, gawat darurat

2. PERSETUJUAN EKSPRESIF / EKSPRESS CONSENT ( DINYATAKAN


TERTULIS DAN LISAN )
Apabila secara faktual pasien mau menjalani secara prosedur secara
medis dalam rangka penanganan terhadap penyakitnya
Ex. Umumnya dilakukan, format yang jelas.
PENOLAKAN
INFORMED CONSENT

DILAKUKAN OLEH PASIEN DAN ATAU KELUARGA TERDEKAT


SETELAH ADANYA PENJELASAN OLEH DOKTER
PEMAHAMAN SECARA TERTULIS
AKIBAT TANGGUNG JAWAB PASIEN
HUBUNGAN DOKTER DENGAN PASIEN TETAP DIJAGA DAN
DIPERTAHANKAN
PENGHENTIAN / PENUNDAAN BANTUAN HIDUP HARUS
PERSETUJUAN KELUARGA TERDEKAT PASIEN
PERSETUJUAN PENGHENTIAN SETELAH ADA PENYELESAIAN
OLEH DOKTER
DIBUAT SECARA TERTULIS
JANGAN DILUPAKAN !!!

1. PASIEN MEMPUNYAI KESEMPATAN BERTANYA


2. PASIEN DIBERIKAN KESEMPATAN
MENDISKUSIKAN RENCANA ITU DENGAN
KELUARGA
3. PASIEN DAPAT MENGGUNAKAN INFORMASI
UNTUK MEMBANTU MEMBUAT KEPUTUSAN YANG
TERBAIK
4. PASIEN DAPAT MENGKOMUNIKASIKAN
KEPUTUSAN ITU KE DOKTER YANG
MENANGANINYA
RAHASIA KEDOKTERAN

SESUATU HAL YANG BERHUBUNGAN KERAHASIAAN


ANTARA DOKTER DAN PASIEN YANG TIDAK BOLEH
UNTUK DIKETAHUI OLEH ORANG YANG TIDAK
BERKEPENTINGAN ATAU TIDAK BERHAK MENGETAHUI
HAL ITU.

PP NO 10 1966
RAHASIA KEDOKTERAN

DAPAT DIBUKA :
1. UNTUK KEPENTINGAN KESEHATAN PASIEN
2. PERMINTAAN, SEIJIN PASIEN
3. PERMINTAAN PENEGAK HUKUM ( Perintah PN )
4. PERMINTAAN INSTANSI / LEMBAGA SESUAI
PERATURAN PERUNDANGAN
5. KEPENTINGAN PENELITIAN, PENDIDIKAN, AUDIT
MEDIK ( TIDAK MENYEBUTKAN IDENTITAS )
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA

KEWAJIBAN UMUM
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP SEJAWAT
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
PENJELASAN
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
Pasal 1 (Sumpah Dokter)
Pasal 2 (Standar Pelayanan Kedokteran Yang Baik)
Pasal 3 (Kemandirian Profesi)
Pasal 4 (Memuji Diri)
Pasal 5 (Perbuatan Melemahkan Psikis Maupun Fisik)
Pasal 6 (Bijak Dalam Penemuan Baru)
Pasal 7 (Keterangan Dan Pendapat Yang Valid)
Pasal 8 (Profesionalisme)
Pasal 9 (Kejujuran Dan Kebajikan Sejawat)
Pasal 10 (Penghormatan Hak-hak Pasien Dan Sejawat)
Pasal 11 (Pelindung Kehidupan)
PENJELASAN
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
Pasal 12 (Pelayanan Kesehatan Holistik)
Pasal 13 (Kerjasama)
Pasal 14 (Konsul Dan Rujukan)
Pasal 15 (Kebebasan Beribadat Dan Lain-lain)
Pasal 16 (Rahasia Jabatan)
Pasal 17 (Pertolongan Darurat)
Pasal 18 (Menjunjung Tinggi Kesejawatan)
Pasal 19 (Pindah Pengobatan)
Pasal 20 (Menjaga Kesehatan)
Pasal 21 (Perkembangan Ilmu Dan Teknologi Kedokteran)
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain
yang memiliki komeeptensi yang sesuai
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan
tertentu yang tidak memiliki kompetensi untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti
sementara yang tidak memiliki kompetensi dan
kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan
pemberitahuan perihal penggantian tersebut
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat
kesehatan fisik atau mental sedemikian rupa sehingga
tidak kompeten dan dapat membahayakan pasien
6. Tidak melakukan tindakan atau asuhan medis yang
memadai pada situasi tertentu yang dapat
membahayakan pasien
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai
(adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam
melakukan praktik kedokteran.
9. Melakukan tindakan atau asuhan medis tanpa memperoleh
persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau
pengampunya
10.Tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan
sengaja.
11.Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan
kehamilan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku
12.Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien
atas permintaan sendiri atau keluarganya.
13.Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan
pengetahuan, keterampilan, atau teknologi yang belum diterima
atau di luar tata cara praktis kedokteran yang layak.
14.Melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan
menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa
memperoleh persetujuan etik (ethical clerance) dari lembaga
yang diakui pemerintah.
15.Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar
perikemanusiaan, padahal tidak membahayakan dirinya, kecuali
bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu
melakukannya.
16.Menolak atau menghentikan tindakan atau asuhan medis atau
tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak
dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan
perundang-undangan yang berlaku
17.Membuka rahasia kedokteran.
18.Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil
pemeriksaan yang diketahuinya secara benar dan patut.
19.Turut serta dalam pembuatan yang termasuk tindakan
penyiksaan atau eksekusi hukuman mati.
20.Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya yang tidak sesuai dengan
ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
21.Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan
kekerasan terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik
kedokteran.
22. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan
haknya.
23. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta,
pemeriksaan, atau memberikan resep obat atau alat kesehatan.
24. Mengiklankan kemampuan atau pelayanan atau kelebihan
kemampuan pelayanan yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan
yang tidak benar atau menyesatkan.
25. Adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif
lainnya
26. Bepraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin
praktik, dan/atau sertifikat kompetensi yang tidak sah atay
berpraktik tanpa memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
27. Tidak jujur dalam menentukan jasa medis.
28. Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya
yang diperkulan MKDKI/MKDKI-P, untuk pemeriksaan atas
pengaduan dengan pelanggaran Disiplin profesional Dokter dan
Dokter Gigi.
Give more than you want to give, Do more than you want to do
Without accepting anything
The result are your life will be better, easier, happier,
Less anxiety, less depression, and more friends
And God will bless you
PERTANYAAN DISKUSI
Apakah ada hukum yang mengatur
ketidaksukaan dokter terhadap pasien yang
ditangainya?
Pandangan hukum dan etika terhadap
pelayanan kedokteran yang berbasis online
pada era online sekrang
Seandainya kita mendapatkan tuntutan dari
pasien, langkah apa yang harus dilakukan?
Pandangan hukum terhadap pengisian form
claim asuransi yang ditangani oleh dokter,
dan apa tindakan yang kita berikan?

Anda mungkin juga menyukai