Anda di halaman 1dari 43

PENATALAKSANAAN TRAUMA

MAXILLOFACIAL

DISUSUN OLEH :
FIAN CHRISTO KUSUMA C111 11 382
VIRNA SEPTIANA C111 12 318

RESIDEN PEMBIMBING :
DR. RIFA SEPTIAN
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
PENDAHULUAN

Merupakan trauma fisik yang dapat mengenai jaringan


keras dan jaringan lunak wajah
Terjadi sekitar 6% dari seluruh trauma
Penyebab pada orang dewasa : kecelakaan lalu lintas
(40-45%)
Pada anak-anak penyebab paling sering adalah
olahraga seperti naik sepeda (50-65%).
ANATOMI WAJAH

Maksilofasial dibagi menjadi


tiga bagian
Sepertiga atas wajah = tulang
frontalis, regio supra orbita,
rima orbita dan sinus frontalis.
Sepertiga tengah = maksila,
zigomatikus, lakrimal, nasal,
palatinus, nasal konka inferior,
dan tulang vomer
Sepertiga bawah = mandibula
DEFINISI

Fraktur maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang


mengenai wajah dan jaringan sekitarnya yang
menyebabkan hilangnya kontinuitas tulang-tulang wajah.
ETIOLOGI
KLASIFIKASI

Trauma jaringan lunak wajah

Trauma pada jaringan lunak


wajah diklasifikasikan
berdasarkan jenis luka dan
penyebab seperti ekskoriasi, luka
sayat (vulnus scissum), luka robek
(vulnus laceratum), luka bacok
(vulnus punctum), luka bakar
(combustio) dan luka tembak
(Vulnus sclopetorum).
Trauma jaringan keras wajah
Fraktur Sepertiga Bawah Wajah
(Fraktur Mandibula)

40% 62% dari seluruh fraktur


wajah
perbandingan pria dan wanita,
yaitu 3 : 1 7 : 1
Kegiatan olahraga penyebab
paling umum fraktur mandibular
(31,5%), diikuti oleh kecelakaan
kendaraan bermotor (sejumlah
27,2%).
LOKASI FRAKTUR
MANDIBULA
1/3 fraktur mandibula terjadi
di daerah kondilar-
subkondilar,
1/3 terjadi di daerah
angulus, dan
1/3 lainnya terjadi di daerah
korpus, simfisis, dan
parasimfisis.
Fraktur subkondilar banyak
ditemukan pada anak-anak,
sedangkan fraktur angulus
lebih sering pada remaja dan
dewasa muda.
JENIS FRAKTUR MANDIBULA
DIAGNOSIS

Anamnesis
Keluhan subyektif berkaitan dengan fraktur mandibula
dicurigai dari adanya nyeri, oklusi abnormal, mati rasa
pada distribusi saraf mentalis, pembengkakan, memar,
perdarahan gigi, gigi yang fraktur atau tanggal, trismus,
ketidakmampuan mengunyah.
Riwayat trauma seperti kecelakaan lalu lintas, kekerasan,
terjatuh, kecelakaan olah raga ataupun riwayat penyakit
patologis.
II. Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan klinis pasien secara umum


Umumnya trauma maksilofasial dapat diketahui
keberadaannya pada pemeriksaan awal (primary survey)
atau pemeriksaan sekunder (secondary survey).
Pemeriksaan saluran napas merupakan suatu hal penting
karena trauma dapat saja menyebabkan gangguan jalan
napas.
b. Pemeriksaan lokal fraktur mandibula

1. Pemeriksaan klinis ekstraoral


Tampak diatas tempat terjadinya fraktur biasanya terjadi ekimosis dan
pembengkakan.
Laserasi jaringan lunak .
Jika terjadi perpindahan tempat dari fragmen-fragmen itu pasien tidak bisa
menutup geligi anterior, dan mulut menggantung kendur dan terbuka.
Pasien sering kelihatan menyangga rahang bawah dengan tangan.
Dapat pula air ludah bercampur darah menetes dari sudut mulut pasien.
Palpasi lembut dengan ujung-ujung jari dilakukan terhadap daerah kondilus pada
kedua sisi, kemudian diteruskan kesepanjang perbatasan bawah mandibula.
Jika fraktur mengenai saraf mandibula maka bibir bawah akan mengalami mati
rasa.
2. Pemeriksaan klinis intraoral
Setiap serpihan gigi yang patah harus dikeluarkan.
Sulkus bukal diperiksa adanya ekimosis dan kemudian sulkus
lingual.
Dengan hati-hati dilakukan palpasi pada daerah dicurigai
farktur, ibu jari serta telunjuk ditempatkan di kedua sisi dan
ditekan untuk menunjukkan mobilitas yang tidak wajar pada
daerah fraktur.
III. Pemeriksaan Radiologis

Foto panoramic dapat memperlihatkan keseluruhan


mandibula dalam satu foto.
Pemeriksaan radiografik defenitif terdiri dari fotopolos
mandibula PA, oblik lateral.
CT Scan baik untuk fraktur kondilar yang sulit dilihat
dengan panoramic
Fraktur Sepertiga Tengah Wajah

Fraktur Le Fort (LeFort Fractures)


merupakan tipe fraktur tulang-
tulang wajah yang adalah hal
klasik terjadi pada trauma-
trauma pada wajah.
Fraktur Le Fort diambil dari nama
seorang ahli bedah Perancis Ren
Le Fort (1869-1951) yang
mendeskripsikannya pertama kali
di awal abab 20.
Fraktur Le Fort tipe I (Guerins)/ (transversal)

merupakan jenis fraktur


yang paling sering terjadi,
Fraktur Le Fort I meliputi
fraktur horizontal bagian
bawah antara maxilla dan
palatum/arkus alveolar
kompleks.
menyebabkan terpisahnya
prosesus alveolaris dan
palatum durum.
Garis fraktur berjalan ke
belakang melalui lamina
pterigoid. Fraktur ini bisa
unilateral atau bilateral.
Fraktur ini menyebabkan rahang atas mengalami
pergerakan yang disebut floating jaw.
Pergerakan palatum durum dan gigi bagian atas.
Edema pada wajah
hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan terjadi
akibat dari adanya edema.

Hal ini dievaluasi dengan memegang gigi seri dan


palatum durum dan mendorong masuk dan keluar
secara lembut.
Fraktur Le Fort tipe II
Fraktur Le Fort tipe II =
fraktur piramidal.
Berjalan melalui tulang
hidung dan diteruskan ke
tulang lakrimalis, dasar
orbita, pinggir infraorbita
dan menyebrang ke bagian
atas dari sinus maksila juga
ke arah lamina pterigoid
sampai ke arah fossa
pterigopalatina.
testing for mobility of the central midface.
Fraktur pada lamina kribriformis dan atap sel sel etmoid
dapat merusak sistem lakrimalis. Karena sangat mudah
digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai floating
maxilla (maksila yang melayang) .
Le Fort II :
Edema pada wajah,
edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang terlihat
seperti racoon sign.
Perdarahan subkonjungtiva dan hipoesthesia di nervus infraorbital, dapat
terjadi karena trauma langsung atau karena laju perkembangan dari
edema.
Maloklusi
Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di
area infraorbital dan sutura nasofrontal.
Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan pada
kasus ini.
Fraktur Le Fort III

Garis Fraktur melalui sutura


nasofrontal diteruskan sepanjang
ethmoid junction melalui fissure
orbitalis superior melintang kearah
dinding lateral ke orbita, sutura
zigomatico-frontal dan sutura
temporo-zigomatikum.
Disebut juga sebagai cranio-facial
disjunction. Merupakan fraktur yang
memisahkan secara lengkap sutura
tulang dan tulang cranial.
The method to palpate the midface for Le Fort fractures.
The anterior teeth are grasped and the maxilla manipulated
to determine whether it moves. If motion is palpated at the
nasal bridge (A), a Le Fort II or III fracture is present. If
motion is also detected at the zygoma (B), a Le Fort III
fracture is present. If motion is not detected at either point
but the maxilla is loose, a Le Fort I fracture is likely.
FRAKTUR ZIGOMA

Klasifikasi fraktur komplek zigomatikus :


fraktur stable after elevation: (a) hanya arkus (pergeseran ke
medial), (b) rotasi pada sumbu vertikal, bisa ke medial atau ke
lateral.
Fraktur unstable after elevation: (a) hanya arkus (pergeseran ke
medial); (b) rotasi pada sumbu vertikal, medial atau lateral; (c)
dislokasi en loc, inferior, medial, posterior, atau lateral; (d)
comminuted fracture.
FRAKTUR NASAL

Patah tulang hidung didiagnosis oleh riwayat


trauma dengan bengkak, dan krepitus pada
jembatan hidung. Pasien mungkin mengalami
epistaksis, namun tidak harus selalu bercampur dengan
CSF.
Fraktur nasal sering menyebabkan deformitas septum nasal karena
adanya pergeseran septum dan fraktur septum.
Fraktur NOE dicurigai jika pasien memiliki bukti patah hidung
dengan telecanthus, pelebaran jembatan hidung dengan canthus
medial terpisah, dan epistaksis atau rhinorrhea CSF.
Fraktur Sepertiga Atas Wajah

Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis,


regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis.
Fraktur tulang frontalis umumnya bersifat depressed ke
dalam atau hanya mempunyai garis fraktur linier yang
dapat meluas ke daerah wajah yang lain.
Ditandai dengan destruksi atau krepitasi pada
supraorbital rims, emfisema subkutan, dan parestesi pada
supraorbital nerve.
Penatalaksanaan Pasien Fraktur Maksilofasial

Manajemen Umum
A : Airway maintenance with cervical spine control/
protection
B : Breathing and adequate ventilation
C : Circulation with control of hemorrhage
D : Disability neurologic examination
E: Exposure/ enviromental control
Terapi medis umum

Jika pasien sadar. Dudukkan pasien menghadap ke depan sehingga


lidahnya, saliva dan darah mengalir keluar.
Jika pasien tidak sadar Saat perawatan perlu ditidurkan pada posisi
recovery, hati hati bila ada cedera lain yang membahayakan.
Diberikan oksigen dan cairan kristaloid isotonik. Mengadministrasikan
Packed Red Cell (PRC) jika pasien mengalami pendarahan masif.
Diindikasikan tetanus profilaksis. Bahan haemostatic asam tranexamid
(cyclokapron). Dosis : 25mg/kg BB IV bolus pelan selam 5 10 menit.
Kebersihan dan desinfeksi. Jika sadar suruh untuk kumur kumur
dengan :
Cairan kumur clorheksidin 0,5 %
larutan garam 2 %
jika tidak mungkin kumur dengan air bersih.
Obat-obatan
Antibiotika, diberikan golongan penisillin selama seminggu,
harus diberikan segera.
Untuk luka wajah, gunakan Cefazolin (Sefalosporin).
Untuk luka rongga mulut, gunakan klindamisin.
Untuk patah tulang sinus, gunakan amoksisilin.
Untuk patah tulang dengan robeknya duramater atau
kebocoran cairan serebrospinal, gunakan vankomisin dan
ceftazidime.
Jika gelisah berikan diazepam.
Manajemen nyeri. Gunakan obat oral untuk luka ringan
dan obat parenteral jika pasien tidak dapat mengambil
obat oral (yaitu, tidak melalui mulut). Untuk obat anti-
inflamasi, gunakan ibuprofen, naproxen, atau
ketorolac.Untuk kontrol pusat, gunakan narkotika
(misalnya, kodein, oxycodone, xanax, meperidin, morfin).
PEMBEDAHAN

Prinsip dasar pada bedah yang harus dipersiapkan


sebagai penunjuk untuk perawatan fraktur maksilofasial
ialah :
reduksi fraktur (mengembalikan segmen-segmen tulang
pada lokasi anatomi semula) dan fiksasi segmen-segmen
tulang untuk meng-imobilisasi segmen-segmen pada lokasi
fraktur.
Perawatan fraktur dengan menggunakan intermaxillary
fixation (IMF) disebut juga reduksi tertutup karena tidak
adanya pembukaan dan manipulasi terhadap area
fraktur secara langsung. Teknik IMF yang biasanya paling
banyak digunakan ialah penggunaan arch bar.
Perawatan fraktur dengan reduksi terbuka ialah perawatan
pembukaan dan reduksi terhadap area fraktur secara
langsung dengan tindakan pembedahan.
dilakukan bila diperlukan reduksi tulang secara adekuat.
Indikasi perawatan reduksi terbuka ialah berpindahnya
segmen tulang secara lanjut atau pada fraktur unfavorable,
seperti fraktur angulus, dimana tarikan otot masseter dan
medialis pterygoid dapat menyebabkan distraksi segmen
proksimal mandibula.
FRAKTUR MANDIBULA

IDW IMW
Arch Bar
Miniplate dan screw
FITTING AN ARCH BAR. A, bending it to shape. B, fitting it round the maxilla. C,
wiring it to the maxilla. D, passing a win round a tooth. E, fixing the rubber bands.
After R.O. Dingman and P. Navig Surgery of Facial Fractures W.B. Saunders Co.
Publishers, permission requested
Le Fort I : Reposisi dan arch bar maxilla
digantung dengan snar wire pada tepi bawah orbita
atau IMW.
Le Fort II : Reposisi dengan Rowe Forceps
Fiksasi : IDW + IMW / arch bar + suspense
Miniplate
Fiksasi wire/arch bar dipertahankan selama 5 6
minggu.
Le Fort III : Open reduction internal fixation
Fiksasi dengan miniplate dan wire.
FRAKTUR ZYGOMATICUM
FRAKTUR NASAL

KONSERVATIF
Pasien dengan perdarahan hebat, dikontrol dengan vasokonstriktor
topikal.
Jika tidak berhasil bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur
lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan.
Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan
setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung
selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti.
Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya
Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi
dan kematian.
Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan
memberikan rasa nyaman pada pasien.

OPERATIF
Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan
perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah
tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan
spontan.
Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai
dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi
adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.
FRAKTUR NASAL

ELEVATING A
FRACTURE OF THE
NOSE.
A, inflitrating the site
of the fracture.
B, raising the
depressed bones with
curved artery forceps.
Always suspect a
fracture after any
blow on the nose.
Swelling of the soft
tissues can easily
hide it.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai