digunakan untuk mengobati infeksi saluran pernafasan, infeksi saluran kemih, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak. Obat Claneksi mengandung kombinasi antara Amoxicillin (antibiotik golongan -laktam) dan asam klavulanat (penghambat enzim -laktamase). Kandungan Per 5 mL Forte syrup adalah Amoxicillin trihydrate 250 mg + K clavulanate 62.5 mg. Dosis claneksi yang diberikan sudah sesuai dengan literatur yang ada. Beberapa efek samping Claneksi (Coamoxiclav) yang mungkin terjadi : Efek samping antibiotik ini yang paling umum adalah mual, muntah, ruam, dan antibiotik kolitis. Efek samping berupa diare juga kadang-kadang dapat terjadi. Efek samping yang jarang terjadi misalnya perubahan mental, sakit kepala ringan, insomnia, kebingungan, kecemasan, kepekaan terhadap cahaya dan suara, dan berpikir tidak jelas. Perawatan medis harus segera diberikan jika tanda-tanda pertama dari efek samping muncul karena jika seseorang mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap antibiotik ini dapat mengalami shock anafilaktik yang bisa berakibat fatal. Berikut adalah beberapa interaksi yang mungkin terjadi bila Claneksi digunakan bersamaan dengan obat lain : Jika digunakan bersamaan dengan probenesid konsentrasi plasma antibiotik ini meningkat. Jika digunakan bersamaan dengan allopurinol potensi terjadinya alergi atau hipersensitivitas meningkat. Antibiotik ini kemungkinan bisa mengurangi khasiat kontrasepsi estrogen / progesteron oral. Claneksi sirup forte disimpan pada suhu di bawah 25C di tempat kering, terlindung dari cahaya. Sampaikan pada pasien bahwa claneksi harus diminum sampai habis. Sebaiknya juga ditanyakan riwayat alergi pasien dan apakah pasien memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik golongan amoxicillin dan antibiotik golongan penicillin lain. Obat rhinofed tablet mengandung Pseudoephedrine dan terfanadine. Pada sediaan tabel rhinofed, di dalamnya mengandung bahan aktif pseudoephedrine 30 mg dan terfenadine 40 mg. Rhinofed secara umum diindikasikan untuk pengobatan pada kasus peradangan rongga hidung (rinitis), secara lebih spesifik pada kasus rinitis alergi dan rinitis vasomotor. Dosis yang diberikan masih masuk ke dalam rentang dosis terapi. Efek samping yang umumnya dapat ditimbul pada penggunaan obat rhinofed biasanya berupa penurunan nafsu makan (anoreksia), rasa mual, muntah, rasa tidak nyaman pada perut, mulut kering, gangguan tidur terutama sulit tidur (insomnia), mudah lelah, rasa gelisah (ansietas), dan peningkatan laju denyut jantung (takikardia) serta rasa bedebar debar (palpitasi). Obat rhinofed harus digunakan dengan hati hati jangan sampai melebihi dosis yang dianjurkan Obat rhinofed yang kelebihan dosis dapat menimbulkan aritmia jantung seperti takikadi ventrikular fibrilasi terutama pada dosis yang melebihi 360 mg per hari. Obat rhinofed harus digunakan dengan hati hati pada penderita yang mempunyai penyakit glaukoma sudut tertutup. Obat rhinofed harus digunakan dengan hati hati pada penderita yang mempunyai penyakit hipertensi. Obat rhinofed harus digunakan dengan hati hati pada penderita yang mempunyai penyakit hipertiroid. Pemberian obat rhinofed bersamaan dengan obat penghambat mono amin oksidase dapat menyebabkan terjadinya krisis hipertensi. Pemberian obat rhinofed bersamaan dengan Antasida dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan absorpsi pseudoefedrin Pemberian obat rhinofed bersamaan dengan Kaolin dapat menyebabkan terjadinya penurunan kecepatan absorpsi pseudoefedrin. Pemberian obat rhinofed bersamaan dengan ketokonazol dapat menyebabkan terjadinya penurunan metabolisme terfenadin. Mucylin mengandung Acetylcysteine 200 mg/ kapsul. Indikasi mucylin yaitu : Mucylin (Acetylcysteine) digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit pada saluran pernafasan dimana terjadi banyak lendir atau dahak, seperti : emfisema, radang paru kronis, bronkiektasis, eksaserbasi bronkitis kronis dan akut, bronkitis asmatik, asma bronkial yang disertai kesukaran pengeluaran dahak, serta penyakit radang rinofaringeal. Mucylin (Acetylcysteine) juga digunakan untuk mengobati kasus toksisitas akibat over dosis paracetamol. Efek samping Mucylin yang umum terjadi: Efek samping Mucylin (Acetylcysteine) yang relatif ringan yaitu gangguan pada saluran pencernaan misalnya mual, dan muntah. Efek samping yang lebih serius tetapi kejadiannya jarang misalnya bronkospasme, angioedema, ruam, pruritus, hipotensi, kulit kemerahan, bengkak pada wajah, dispnea, sesak nafas, sinkop, berkeringat, arthralgia, penglihatan kabur, gangguan fungsi hati, asidosis, kejang dan kadang-kadang demam. Interaksi Mucylin dengan obat-obat lain jika digunakan secara bersamaan : Penggunaan Mucylin bersamaan dengan antitusif dapat menyebabkan stasis lendir karena obat-obat yang memiliki efek antitusif menekan refleks batuk. Oleh karena itu, kombinasi ini harus digunakan dengan hati-hati. Penggunaan bersamaan dengan antibiotik tetracycline harus diberi jarak minimal 2 jam. Penggunaan bersamaan dengan gliserol trinitrat (nitrogliserin) dapat menyebabkan peningkatan efek vasodilatasi dan aliran darah. Indikasi obat dexametason yaitu : Mengatasi alergi Mengatasi peradangan Meredakan pembengkakan otak Mengatasi edema pada makula Mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi Mendiagnosis sindrom Cushing Mengatasi hiperplasia adrenal kongenital Efek samping dexamethasone yang umum adalah: Badan terasa lelah atau lemas Gangguan pola tidur Sakit kepala Vertigo Keringat berlebihan Jerawat Kulit kering dan menipis serta gampang memar Pertumbuhan rambut yang tidak biasa Perubahan suasana hati seperti depresi dan mudah tersinggung Mudah haus Sering buang air kecil Nyeri otot Nyeri pada sendi atau/dan tulang Sakit perut atau perut terasa kembung Rentan terhadap infeksi Agar dapat bekerja secara efektif, dexamethasone tidak dianjurkan untuk dikonsumsi bersamaan dengan obat phenytoin, fenobarbital, rifampicin, suplemen vitamin A, tetrasiklin, tiazid, ephedrine, barbiturat, primidon. Dexamethasone juga dapat mengubah efek obat pengencer darah oral, serta menurunkan efek obat hipoglikemik oral dan salisilat. Paracetamol adalah salah satu obat yang masuk ke dalam golongan analgesik (pereda nyeri) dan antipiretik (penurun demam). Obat ini dipakai untuk meredakan rasa sakit ringan hingga menengah, serta menurunkan demam. Efek Samping dan Bahaya Paracetamol Paracetamol jarang menyebabkan efek samping, namun ada beberapa yang mungkin terjadi, di antaranya: Penurunan jumlah sel-sel darah, sepeti sel darah putih atau trombosit. Muncul ruam, terjadi pembengkakan, atau kesulitan bernapas karena alergi. Tekanan darah rendah (hipotensi) dan jantung berdetak cepat (takikardi).Kerusakan pada hati dan ginjal jika menggunakan obat ini secara Bisa menyebabkan overdosis jika digunakan lebih dari 200 mg/kg, atau lebih dari 10 gram, dalam 24 jam. Jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obatan lain, paracetamol bisa menimbulkan reaksi berupa peningkatan efek samping atau justru mengurangi efektivitas paracetamol itu sendiri. Untuk menghindarinya, jangan mengonsumsi paracetamol dengan obat-obatan di bawah ini: Warfarin (obat yang biasanya digunakan untuk mencegah pembekuan darah). Carbamazepine (obat yang biasanya digunakan untuk mengobati epilepsi). Phenobarbital, phenytoin, atau primidone (obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengontrol kejang). Colestyramine (obat yang biasanya digunakan untuk mengurangi rasa gatal pada gangguan ginjal). Metoclopramide (obat yang biasanya digunakan untuk meredakan rasa mual dan muntah). Imatinib atau busulfan (obat-obatan yang biasanya digunakan untuk mengobati kanker jenis tertentu. Lixisenatide (obat yang biasanya digunakan untuk mengatasi diabetes tipe 2). Ketoconazole (salah satu jenis obat antijamur). Obat rhinofed, mucylin, dexametason, dan paracetamol diberikan dalam bentuk pulvis karena pasien merupakan anak-anak. Pastikan penyimpanan obat pulvis berada pada tempat yang kering dan tidak lembab untuk menjaga stabilitas obat. Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan rentang dosis terapi pada literatur. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dosis yang diterima pasien sudah sesuai, tidak terjadi interaksi antar obat serta pemilihan bentuk sediaan telah sesuai. Pada pemilihan obat perlu diperhatikan faktor farmakokinetik obat pada anak. Obat claneksi yang mengandung antibiotik harus diminum sampai habis oleh pasien sedangkan obat yang lain dapat dikonsumsi bila perlu saja.