Anda di halaman 1dari 8

INTERAKSI OBAT atau BERMAKNA KLINIS

Contoh obat-obat yang interaksinya bermakna klinis :

Obat yang rentang terapinya sempit


Antiepilepsi, digoksin, lithium, siklosporin, teofilin dan warfarin.

Obat yang memerlukan pengaturan dosis teliti


Obat antidiabetes oral, antihipertensi

Penginduksi enzim
Asap rokok, barbiturat (contoh fenobarbital), fenitoin, griseofulvin,
karbamazepin, rifampisin

Penghambat enzim
Amiodaron, diltiazem, eritromisin, fluoksetin, ketokonazol, metrodinazol,
natrium valproat, simetidin, ciprofloksasin., verapamil.

Pencegahan terhadap interaksi obat Farmakokinetik dan Framakodinamik :


1. Hindari kombinasi obat yang berinteraksi dan jika dibutuhkan pertimbangan

obat pengganti
Jika terjadi resiko interaksi pemakaian obat daripada manfaatnya, maka harus
dipertimbangkan untuk memakai obat pengganti. Pemilihan obat pengganti
tergantung pada interaksi obat tersebut apakah merupakan interaksi yang
berkaitan dengan kelas obat tersebut atau merupakan efek obat yang sepsifik.
Contoh :
Kortikosteroid dengan obat diuretic dapat menyebabkan kehilangan banyak
kalium sehingga tubuh menjadi lemas, aritmia jantung, tekanan darah rendah
Pencegahannya adalah dapat menggunakan diuretic hemat kalium untuk
menghindari interaksi obat yang terjadi.
Simetidin memperlambat metabolisme hepatic oksidatif obat dengan mengikat
mikrosomal sitokrom P450 (menghambat enzim) sedangkan antagonis H2 yang
lain, Ranitidin tidak bermakna dalam menghambat metabolisme hepatic
mikrosomal obat.
2. Sesuaikan dosis obat saat memulai atatu menghentikan penggunaan obat yang

menyebabkan interaksi yaitu dengan cara pengurangan dosis ( jika terjadi


toksik), peningkatan dosis (jika terjadi pengurangan khasiat)

Jika hasil interaksi obat meningkatkan atau mengurangi efek obat, maka perlu
dilakukan modifikasi dosis salah satu atau kedua obat untuk mengimbangi
kenaikan atau penurunan efek obat tersebut. Penyesuain obat dilakukan apada
saat mulai atau menghentikan penggunaan obat yang menyebabkan interaksi.
Penurunan dosis
Penggunaan atropine dengan CTM menyebabkan efek yang sinergis,
dapat menimbulkan efek mulut kering lebih hebat. Dikarenakan CTM
juga memiliki efek antikolinergik yang kuat, penggunaan obat ini secara
bersamaan dapat menyebabkan respons reseptor obat dan target organ
berubah sehingga menimbulkan sensitivitas terhadap efek obat menjadi
lain, untuk menghindarinya dosis harus dikurangi.
Dosis pemiliharaan glikosida jantung digoksin harus dikurangi menjadi
setengahnya pada saat kita mulai memberikan Amiodaron (Antiaritmia).

Peningkatan dosis
Kombinasi fenitoin dengan asam folat dapat menyebabkan efek asam
folat berkurang akibatnya kemungkinan dapat terjadi defisiensi asam
folat. Untuk menghindarinya dapat digunakan tambahan vitamin yang
mengandung 1 mg asam folat. Tetapi jika asam folat terlalu banyak akan
dapat menurunkan efek dari fenitoin.

3. Lakukan pemantauan kondisi klinis pasien dan jika perlu ukur kadar obat

dalam darah
Pemantauan diperlukan untuk pasien yang menggunakan obat pada penykitpenyakit tertentu, obat yang indeks terapi sempit, yang respon segaranya sulit
diperkirakan, dan bila kadar obat dalam darah dan efek terapi diperkirakan
saling berhubungan.
Contoh : hipoglikemia agent dengan fenilbutazon
Mekanisme ;
Fenilbutazon dapat menghambat ekskresi renal dari Glibenklamid, Tolbutamid
dan metabolit aktif dari acetoheksamid sehingga obat itu tertahan dalam tubuh
lebih lama dan efek dari hipoglikemik meningkat dan diperpanjang.
Fenilbutazon ini dapat menhambat metabolism dari sulfonamide. Cara
pencegahannya penggunaan obat (fenilbutazon dengan hipoglikemia agent)
secara bersama-sama harus dipantau.

4. Interval waktu antara obat dengan makanan

Contoh :penggunaan tetrasiklin dengan obat pencahar, susu, dan Fe dapat


menyebabkan interaksi dengan menurunkan efek dari tetrasiklin. Cara

pencegahannya adalah jangan menelan secara bersama-sama dalam jangka


waktu dua jam. Sebaiknya di minum di antara dua waktu makan
5. Lanjutkan pengobatan seperti sebelumnya bila kombinasi obat yang

berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal atau bila interaksi


yang terjadi tidak bermakna secara klinis.
Pencegahan interaksi farmasetik:

obat intravena diberikan secara suntikan bolus

hindari pemberian obat lewat cairan infuse kecuali cairan glukosadansalin

hindari pencampuran obat dalam cairan infuse atau jarum suntik

bacalah petunjuk pemakain obat dari brosurnya

mencampur cairan infuse dengan seksama dan amati adanya perubahan. Tdk
ada perubahan belum tentu tdk ada interaksi

Penyiapan larutan obat hanya kalau diperlukan

Bila lebih dari 1 obat yang diberikan secara bersamaan, gunakan jalur infuse
yang berbeda kecuali yakin tidak ada interaksi

Jam pencampuran obat dan cairan infu harus dicatat dalam label. Dan tuliskan
infuse harus habis

Contoh interaksi obat dan Cara pencegahannya :


a. Interaksi Obat Diare Dengan Beberapa Obat Dan Cara Pencegahannya
Adsorben dengan digoksin

Bila kedua obat ini digunakan secara bersamaan maka efek digoksin dapat
berkurang. Adsorben mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap
digoksin,digoksin adalah obat yang digunakan untuk mengobati layu jantung
atau menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya: Kondisi
penderita tidak terkendali dengan baik,untuk mencegah interaksi ini jarak
penggunaan digoksin dengan adsorben tidak boleh kurang dari dua jam.

Adsorben dengan klindamisin/lincomisin

Bila digunakan secara bersamaan maka efek dari klindamisin atau lincomisin
bisa berkurang. Adsorben mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap
kedua obat ini,klindamisin maupun lincomisin merupakan antibiotika yang
dicadangkan untuk mengobati beberapa jenis infeksi berbahaya jika penicillin
tidak dapat digunakan atau jika pasien alergi terhadap penisillin. Akibatnya:
Infeksi yang sedang ditangani kemungkinan tidak bisa sembuh. Untuk
mencegah atau mengurangi interaksi sebaiknya adsorben digunakan dengan
jarak tiga atau empat jamdari waktu penggunaan antibiotika ini.
Difenoksilat(lomotil) dengan digoksin

Bila digunakan secara bersamaan maka efek dari digoksin dapat meningkat.
Dengan memperlambat gerakan usus halus difenoksilat menaikkan penyerapan
digoksin oleh tubuh Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung atau
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur ,Akibatnya efek
samping merugikan terjadi karena terlalu banyak digoksin. Gejalanya antara
lain : mual,sakit kepala,tidak ada nafsu makan,gangguan penglihatan,
bingung,tak bertenaga,bradikardia,atau takhikardia,dan aritmia jantung. Efek
ini dapat diperkecil bila obat jantung yang digunakan merupakan obat yang
mudah larut seperti lanoxin.
Loperamida dengan digoksin

Bila kedua obat ini digunakan secara bersamaan maka efek digoksin dapat
meningkat. Dengan memperlambat gerakan usus halus loperamida menaikkan
penyerapan digoksin oleh tubuh. Digoksin digunakan untuk mengobati layu
jantung dan menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur.
Akibatnya: Efek samping merugikan mungkin dapat terjadi karena terlalu
banyak digoksin. Gejalanya antara lain: Mual,sakit kepala,tak ada nafsu makan,
gangguan penglihatan, bingung,tak bertenaga,bradikardia,takhikardia,aritmia
jantung. Efek ini dapat diperkecil bila bila obat jantung yang digunakan adalah
obat yang mudah larut seperti lanoxin.
b. Warfarin dan Simetidin

Interaksi yang terjadi yaitu farmakokinetik (penghambatan enzim) Simetidin


dapat menghambat enzim hepatic yang terlibat dalam metabolisme dan klirens
warfarin ; jadi efek warfarin diperpanjang dan meningkat.
Makna klinis yang terjadi adalah warfarin memiliki entang terapi yang sempit
dan penggunaan anti koagulan yang berlebihan dapat menyebabakan
perdarahan yang serius.

Saran untuk interaksi ini yaitu dapat dilakukan dengan pemeriksaan nilai INR
(International Normalized Ratio) secara rutin dan bila mungkin mengurangi
dosis Warfarin. Pilihan lain dapat menggunakan antagonis H2 lain seperti
Ranitidin yang tidak berinteraksi dengan Warfarin.
c. Penghambat enzim pengubah angiotensin dan diuretika hemat kalium

Interaksi yang terjadi yaitu farkodinamik (gangguan kesetimbangan cairan dan


elektrolit). Penghambat enzim pengubah angiotensin dan diuretika hemat
kalium keduanya dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah.
Makna klinis yang terjadi yaitu kombinasi obat ini, bersama dengan gagal
ginjal (renal failure) dan dehidrasi dapat menyebabkan hiperkaliemia. Hal ini
dapat mengancam jiwa, mnyebabkan aritmia jantung (cardiac arrhythmias) dan
akhirnya asystolic cardiac arrest.
Saran untuk interaksi ini dengan diuretika hemat kalium harusnya diberikan
bersama dengan penghambat enzim pengubah angiotensin, kecuali jika kadar
kalium dalam darah dipantau dengan baik. Bila perlu dosis dikurangi, atau
salah satu obat dihentikan pemakaiaannya, misalnya dengan menggunakan
loop diuretic (yang dapat menyebabkan hipokalemia) dan pertimbangkan pula
untuk menggunakan kaptopril( penghambat enzim pengubah angiotensin yang
hasil kerjanya pendek)pada pasien yang fungsi ginjalnya jelek
d. Digoksin dan amiodaron

Interaksi yang terjadi farmakodinamik yaitu(meskipun belum diketahui secara


pasti). Amiodaron mengurangi ekskresi digoksin baik yang melalui ginjal
maupun yang bukan ginjal, amiodaron menyebabkan pendesakan digoksin dari
jaringan dan tempat ikatan protein plasma.
Makna klinis yang terjadi yaitu meningkatkan kadar digoksin dalam darah.
Interaksi ini terdokumentasi sebagai interaksi klinis yang penting. Hal ini
terjadi setelah beberapa hari dan berkembang dalam waktu 1 sampai 4 minggu.
Kadar digoksin dalam darah normal berkisar antara 0,8 2,0 g/L. Jika kadar
digoksin dalam darah lebih besar dari nilai normal maka akan terjadi toksisitas
digoksin ( anoreksia, mual, muntah, diare, aritmia, gangguan penglihatan,
kebingungan dan penyumbatan jantung.
Saran: dosis digoksin perlu diturunkan hingga 1/3 atau nya bila amiodaron
diberikan pada pasien dengan pengobatan digoksin. Kemudian dilakukan
penyesuain dosis kembali sesudah 1 atau 2 minggu atau satu bulan, oleh karena
itu efek interaksi ini akan menetap untuk beberapa minggu setelah penghentian
amiodaron. Pengurangan dosis amiodaron mungkin diperlukan tetapi harus
dilakukan secara perlahan lahan dan bertahap turun setiap minggunya dan
disesuaikan dengan kondisi dan pasiennya.

e. Eritromisin dan teofilina

Tipe interaksi obat : Farmakokinetik (penghambatan enzim). Eritromisina


menghambat metabolisme teofilina oleh hati; oleh sebab itu eritromisina
mengurangi klirens teofilina dan meningkatkan konsentrasi teofilina dalam
darah.
Makna klinis : Efek ini telah terdokumentasi dengan baik dan sudah dikenal.
Pasien tertentu mempunyai resiko tinggi menghasilkan kadar teofilina tinggi
dalam darah. Pasien yang kadar teofilin dalam darahnya sudah tinggi atau
pasien yang memperoleh pengobatan dengan teofilina dosis tinggi, merupakan
pasien berisiko tinggi. Teofilina mempunyai rentang terapi sempit; konsentrasi
teofilina dalam plasma berkisar antara 10 20 mg/liter diperlukan untuk
memperoleh efek bronkodilatasi yang memuaskan. Kadar teofilina dalam
plasma yang lebih besar dari nilai tersebut dapat menyebabkab toksisitas,
misalnya takikardia, palpitasi, mual, gangguan pencernaan, insomnia, aritmia
dan konvulsi.
Saran : pemantauan kadar teofilina dalam darah diperlukan untuk menentukan
apakahpasien tersebut berisiko mengalami keracunan akibat interaksi obat.
Dokter seharusnya diberitahu untuk memantau kondisi pasien dan
memperhatikan bilamana pasien tersebut mualdan muntah. Disarankan untuk
mengurangi dosis teofilina bila pasien tersebut memperoleh pengobatan dengan
eritromisina, namun semuanya bergantung pada kadar teofilina dalam darah.
f. Makanan yang mengandung kalsium dan tetrasiklin

Tipe interaksi obat :: Tetrasiklin mempunyai afinitas yang kuat pada kation
divalen dan trivalen. Kation kation tersebut meliputi ion kalsium (Ca2+) yang
terdapat dalam makanan yang mengandung kalsium (juga dalam susu); Ion
aluminium dan magnesium yang terdapat dalam antasida dan ;ion besi ,yang
terdapat dalam multivitamin. Kelat (chelates) yang jadi akibat interaksi iontetrasiklin misalnya kelat kalsium tetrasiklin, lebih sulit diabsorbsi dari saluran
pencernaan. Jadi kadar tetrasiklin dalam plasma lebih rendah dan aktivitas
antibakterinya berkurang.
Makna klinis : merupakan interaksi yang sudah dikenal. Pengurangan kadar
tetrasiklin dalam plasma dapat mencapai 50-80 %, menghasilkan efek
antibiotika yang dapat diabaikan (tidak efektif).
Saran : pemberian tetrasiklin dan makanan yang mengadung kalsium (atau
antasida yang mengandung kalsium, aluminium, magnesium) harus dipisah.
Biasanya, pasien disarankan untuk minum tetrasiklin satu jam sebelum
makanan. Untuk mengatasi efek iritasi pada lambung, pasien disarankan untuk
minum banyak air. Sebagai tambahan ada kemungkinan organisme penyebab

infeksi sensitif terhadap antibiotika yang lain, sehingga lebih baik


menggunakan antibiotika lain daripada menggunakan tetrasiklin.
Pasien Yang Rentan Terhadap Interaksi Obat

Orang lanjut usia

Orang yang minum lebih dari satu macam obat

Pasien yang mempunyai gangguan fungsi ginjal dan hati

Pasien dengan penyakit akut

Pasien dengan penyakit yang tidak stabil

Pasien yang memiliki karakteristik genetic tertentu

Pasien yang dirawat oleh lebih dari satu dokter

Pasien lanjut usia mempunyai resiko yang lebih tinggi , karena :

Lebih berkemungkinan memperoleh terapi berbagai macam obat sehingga


berpotensi gangguan fungsi ginjal dan hati.

Kepatuhan pasien yang kurang

Adanya gangguan degenerative yang mempengaruhi banyak sistem dan


mengganggu mekanisme kompensasi homeostatic.

Contohnya, obat golongan diuretic dapat mengurangi ekskresi litium, pasien dapat
distabilisasi dengan baik pada pengobatan kombinasi. Tetapi penyakit ikutan yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mengubah kadar litium
dalam plasma, sehingga menyebabkan hilangnya efek atau toksisitas litium.
Penanggulangan interaksi obat
Penambahan senyawa dari makanan
Contoh :
1. Fenitoin dengan vitamin D dapat menyebabkan efek vitamin D berkurang,

akibatnya terjadi defisiensi yang menimbulkan riketsia pada anak-anak. Cara


penanggulangannya adalah memakan makanan yang kaya vitamin D dan cukup
terkena sinar matahari.

2. Mengeluarkan obat dari saluran cerna dengan cara merangsang muntah atau

emesis, lavage, laksansia dan adsorben (contoh : norit, bersifat menyerapa


racun dan zat-zat lain dilambung).
3. Dialisis
4. adalah suatu proses untuk membersihkan darah berguna untuk menghilangkan

atau mengurangi zat-zat sisa metabolisme yang berbahaya

Anda mungkin juga menyukai