Anda di halaman 1dari 4

2.

3 Farmakologi dan Toksikologi berbagai macam obat

1. Statins dengan Inhibitor CYP3A4

Statin merupakan salah satu golongan obat yang sangat banyak diresepkan terutama pada penderita
kolesterol tinggi. Statin telah diketahui memiliki risiko interaksi obat yang cukup tinggi karena perbedaan
jalur eliminasinya.Setiap obat pada golongan statin memiliki risiko yang berbeda. Simvastatin merupakan
obat yang paling mungkin berinteraksi dengan obat lainnya.Obat yang memiliki risiko paling kecil pada
golongan ini adalah pravastatin dan rosuvastatin.Rhabdomiolisis, kondisi dimana otot mengalami
kerusakan dan mengeluarkan pigmen mioglobin otot ke dalam darah serta dapat berujung kepada gagal
ginjal kronis, merupakan salah satu kondisi yang muncul karena interaksi obat lain dengan golongan
statin.Rhabdomiolisis dapat terjadi pada monoterapi statin dosis tinggi. Risiko kondisi ini meningkat
apabila statin digunakan bersamaan dengan golongan inhibitor CYP3A4.Konsumsi statin dan inhibitor
CYP3A4 secara bersamaan akan meningkatkan konsentrasi serum dari bentuk aktif simvastatin,
lovastatin, dan atorvastatin.

Obat-obat yang paling mungkin berinteraksi dengan golongan statin antara lain:

• Obat golongan fibrat, terutama gemfibrozil

• Agen antijamur golongan azol: ketokonazole, mikonazole, clotrimazole, itrakonazole, dan


flukonazole.

• Antibiotik golongan makrolide seperti erithromisin, klarithromisin tapi tidak pada azitromisin.

• Antiviral golongan inhibitor protease seperti ritonavir, dan

• Calsium channel blocker non dihidropiridin verapamil dan dilitiazem

Sebaiknya hindari konsumsi obat tersebut bersamaan dengan statin. Bila tidak dapat dihindari pemberian
dosis obat jam terpisah kurang lebih selama 12 jam dapat meminimalkan risiko interaksi. Kondisi ini akan
mencegah konsentrasi kedua obat meningkat secara bersamaan.

2. Klaritromisin dan Calcium-Channel Blockers (CCB)

Pemberian klaritromisin bersama dengan CCB seperti amlodipin atau nifedipin dapat menyebabkan
hipotensi dan gagal ginjal akut.
Interaksi obat yang berbahaya ini terjadi karena klaritromisin mempengaruhi efek CCB seperti nifedipin
dengan menghambat metabolisme CYP3A4. Kondisi ini akan menyebabkan hipotensi yang apabila tidak
di atasi berujung pada kematian.

Antibiotik golongan makrolid lainnya juga dapat menimbulkan efek yang sama, termasuk eritromisin.

Azitromisin merupakan obat pilihan dari golongan makrolid bila harus dikombinasikan dengan CCB.

Azitromisin tidak menghambat CYP3A4 sehingga tidak menimbulkan hipotensi.

Selain interaksi obat ini terdapat 82 interaksi obat lainnya yang telah dilaporkan terkait klaritromisin.

3. Kotrimoksazol dan Anti Hipertensi

Kotrimoksazol (Trimetoprim/Sulfametoksazol) merupakan penyebab potensial hiperkalemia pada


pasien lanjut usia. Kondisi hiperkalemia juga berpotensi terjadi pada pasien dengan gagal ginjal
kronis.Interaksi obat yang berbahaya ini dapat muncul terutama bila dikonsumsi bersamaan dengan anti
hipertensi golongan inhibitor ACE dan angiotensin reseptor blocker.Penggunaan kotrimoksazol
cenderung meningkat. Komponen trimetoprim memiliki sifat seperti amilorida (diuretik hemat kalium)
dan dapat meningkatkan kadar kalium dalam darah bahkan ke tingkat yang mengancam jiwa.Kematian
mendadak telah dilaporkan pada pasien yang mengkonsumsi kotrimoksazol bersamaan dengan inhibitor
ACE atau ARB.

4. NSAID dan Anti Hipertensi

NSAID merupakan salah satu golongan obat yang sering digunakan dan telah dikaitkan dengan
peningkatan tekanan darah. NSAID menghambang enzim (COX) -1 dan COX-2, yang merusak sintesis
prostaglandin.Prostaglandin yang dihambat akan meningkatkan tonus otot polos arteri dan menghasilkan
efek terkait dengan dosis berupa natriuresis. Kondisi ini akan mengakibatkan retensi cairan.Mekanisme
interaksi obat ini mengakibatkan NSAID menurunkan efektivitas beberapa agen anti hipertensi lainnya
seperti diuretik, inhibitor ACE dan ARB bila dikonsumsi secara bersamaan.Sebagian besar obat golongan
NSAID merupakan obat bebas terbatas sehingga pasien penderita hipertensi yang mengkonsumsi obat ini
bersamaan dengan anti hipertensi dapat memperparah kondisi hipertensinya.Indometasin, piroksikam, dan
naproksen merupakan NSAID dengan efek interaksi pada anti hipertensi yang paling besar. Aspirin
merupakan obat yang tidak meningkatkan tekanan darah bahkan pada penderita hipertensi.Pemberian
NSAID dikombinasikan dengan ARB atau inhibitor ACE dan diuretik juga telah terbukti meningkatkan
risiko gagal ginjal akut sebesar 31%.Penggunaan kombinasi ini juga meningkatkan risiko hipertensi
resisten pada pasien hipertensi.
5. Hormon Tiroid dan Proton Pump Inhibitors (PPI)

Hormon tiroid sangat umum dikonsmsi terutama pada penderita hipotiroid.Beberapa obat yang
sering dikonsmsi, termasuk penghambat pompa proton (PPI), statin, besi, kalsium, magnesium,
raloxifene, dan estrogen, dapat mengganggu penyerapan hormon tiroid, menyebabkan pasien yang
penyakitnya terkontrol dengan baik akan kembali mengembangkan hipotiroidisme.Estrogen memiliki
efek mengikat dan membutuhkan peningkatan dosis hormon tiroid.Interaksi antara levothyroxine dan
omeprazole pada pasien dengan gangguan sekresi asam lambung memerlukan peningkatan dosis tiroksin
oral, yang menunjukkan bahwa sekresi asam lambung normal diperlukan untuk penyerapan tiroksin oral
yang efektif.Pasien dengan hipotiroidisme yang bersifat eutiroid dan pada pengobatan dengan
levothyroxine mungkin memerlukan pemeriksaan fungsi tiroid setelah memulai konsumsi PPI, terutama
jika gejala hipotiroid muncul.

Pada pasien dengan gangguan sekresi asam lambung mungkin memerlukan peningkatan dosis
levothyroksine untuk menjaga kadar TSH dalam batas normal.Pelabelan produk untuk levothyroxine
merekomendasikan agar tidak diberikan bersamaan dengan antasida karena efek pengikatan kalsium dan
magnesium pada antasida. Jika penggunaan bersamaan diperlukan, pemberian keduanya harus dipisahkan
minimal 4 jam.

6. Warfarin dan Parasetamol

Pasien yang mengkonsumsi warfarin rutin sering disarankan untuk memilih paracetamol untuk
analgesia karena obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat meningkatkan risiko perdarahan
gastrointestinal.Interaksi antara warfarin dan paracetamol tidak banyak yang mengetahui.Banyak yang
tidak mengetahui data substansial yang menunjukkan bahwa penggunaan paracetamol secara reguler
meningkatkan INR.Pasien yang mengkonsumsi warfarin harus dipantau dengan ketat, dan INR harus
diperikasa 3-5 hari setelah pasien mulai mengkonsumsi paracetamol setiap hari.Pemeriksaan ini tidak
perlu dilakukan pada pemberian dosis paracetamol sesekali.Oleh karena itu, ketika pasien yang
mengkonsumsi warfarin mengalami lonjakan INR yang tidak dapat dijelaskan, perlu ditanyakan tentang
konsumsi rutin parasetamol.
BAB III PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai