Anda di halaman 1dari 62

Kelompok 6

FARMAKOTERAPI GANGGUAN GINJAL


Apoteker Kelas B
ABDURRACHMAN 260112170010
HELMI MARDHIKA 260112170012
GADIS FUJIASTUTI 260112170014
ALSYA UTAMI R 260112170020
ORYZA SATIVA 260112170040
SYIFA AFIFAH L 260112170046
FAISAL BEMTE A 260112170048
CITRA AYU A 260112170082
M ABDUL AZIZ P 260112170104
LIZA FAUZIYYAH K 260112170088
DEFINISI
Gagal ginjal = penyakit dimana fungsi organ ginjal
mengalami penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu
bekerja dalam hal filtrasi elektrolit tubuh, menjaga
keseimbangan cairan dan zat kimia sepert Na+ dan K+
dalam darah atau produksi urine.

Gagal ginjal akut


Gagal Ginjal
Gagal ginjal kronik
EEEPIDEMIOLOGI

Menurut Suhardjono
(2001), di Indonesia, Di negara-negara Prevalensi Perbedaan ini
berdasarkan Pusat maju seperti penderita gagal disebabkan oleh
Data & Informasi
Perhimpunan Rumah Amerika Serikat, ginjal yang adanya perbedaan
Sakit Seluruh Indonesia Jepang, Australia menjalani dialisis kriteria, geografis,
(PDPERS) jumlah dan Inggris : 77 - antara 476 - 1150 etnik, dan fasilitas
penderita gagal ginjal 283 per satu juta per satu juta kesehatan yang
dianggarkan sekitar 50
orang per satu juta penduduk. penduduk. disediakan.
penduduk. Pada tahun
2006 terdapat sekitar
100.000 orang
penderita gagal ginjal di
Indonesia.
ETIOLOGI
Faktor Kerentanan

Usia lanjut

Rendahnya tingkat pengetahuan dan


pendapatan

Ras/etnis

Berat badan lahir rendah


Riwayat keluarga
Gagal Ginjal Akut

Pada gagal ginjal akut, fungsi ginjal hilang dengan


cepat dan menimbulkan gejala pada tubuh.

Etiologi gagal ginjal akut ini dikelompokkan


berdasarkan lokasi pada saluran kemih yang
mengalami gangguan yaitu penyebab prerenal,
renal dan post renal.
Gagal Ginjal Pre Renal
Penyebab penyakit berasal dari luar ginjal akan tetapi dapat
mempengaruhi ginjal, yaitu berkaitan dengan suplai darah
(penurunan suplai darah ke ginjal).

Hipovolemia Volume darah yang rendah

Hilangnya cairan tubuh karena diare,


Dehidrasi
muntah, kurangnya asupan cairan

Menyebabkan hilangnya air yang


Obat diuretik
berlebihan

Abnormalitas aliran darah ke ginjal karena


Aliran darah penyumbatan arteri atau vena ginjal
Gagal Ginjal Renal
Penyebab penyakit berasal dari ginjal itu sendiri (karena
adanya kerusakan pada ginjal).

Adanya infeksi yang menyebar ke seluruh


Sepsis tubuh dan menyebabkan peradangan dan
kerusakan ginjal

Penggunaan obat-obatan nefrotiksik yang


Obat-obatan dapat menjadi racun bagi ginjal, seperti NSAID
(ibuprofen), antibiotika aminoglikosida

Ini adalah situasi di mana ada kerusakan otot


Rhabdomyolysis yang signifikan dalam tubuh, dan serat otot yang
rusak menyumbat sistem penyaringan ginjal.

Peradangan pada glomeruli, sehingga dapat


Glomerulonefritis akut mengganggu sistem penyaringan pada ginjal.
Gagal Ginjal Post Renal
Penyebab Penyakit berasal dari obstruksi aliran urin dari
tubulus ginjal ke uretra.
Adanya penyumbatan pada kandung empedu
atau ureter (karena batu empedu) dapat
menyebabkan tekanan balik ke ginjal. Urin
Obstruksi atau yang terus dihasilkan oleh ginjal terus
penyumbatan terbendung di bagian bawahnya, dan tidak
dapat dikeluarkan. Ketika tekanan meningkat
cukup tinggi, ginjal akan rusak dan dapat
menyebabkan kematian ginjal.

Hipertrofi prostat Menghalangi urethra sehingga urin pada


atau kanker kandung kemih tidak dapat mengalir melalui
kencing.
prostat

Adanya tumor di perut yang mengelilingi dan


Tumor di perut menghalangi ureter.
PATOFISIOLOGI ACUTE RENAL FAILURE
(ARF)

(Stamatakis, 2008).
PATOFISIOLOGI ACUTE RENAL FAILURE
(ARF)
Penurunan nilai GFR yang terjadi akibat:

Terjadi perfusi ginjal

Terjadi akibat kerusakan struktur ginjal

Terjadi akibat obstruksi aliran urin dari tubulus ginjal


ke uretra

Terjadi perubahan hemodinamik dan glomerulus


tanpa penurunan perfusi atau kerusakan struktural
MANIFESTASI KLINIS ARF
Oliguria, poliuria dan anuria

Kelainan neurologis (lemah, letih), kedutan otot

Tanda pada kardiopulmoner (sesak, perikarditis)

Gejala pada sal. cerna Mual, nafsu makan menurun, muntah

BUN, serum kreatinin

Sel darah merah

Hiperkalemia, tidak mampu mengekskresikan kalium, menyebabkan


distrimia dan henti jantung

Asidosis metabolik, ditandai dengan penurunan kandungan


karbondioksida darah dan pH darah

(Kenward & Tan, 2003)


PATOFISIOLOGI GGK
Sebagian Nefron di ginjal mengalami
kerusakan Nefron utuh hipertrofi &
produksi volume filtrasi disertai reabsorpsi
penurunan GFR

beban bahan yg harus di larut > bahan yg


GGK (Gagal direabsorpsi
Ginjal
Kronik) Diuresis osmotic disertai poliuri dan haus

Jumlah nefron muncul oliguri dan


retensi produk sisa
Apabila ginjal kehilangan fungsi sekitar 80%-
90% maka gejala khas gagal ginjal semakin
Terjadi karena jelas, nilai ClCr < 15 ml/menit
kerusakan
parenkim ginjal
yang bersifat
irreversibel
SUSCEPTIBILITY FACTOR DAPAT MENINGKATKAN
RESIKO TERJADINYA GANGGUAN GINJAL

Usia Lanjut
Penurunan Massa Ginjal
BBLR (Low Birth Weight)
Ras
Riwayat Keluarga,
Pendapatan Rendah
Inflamasi Sistemik
Dyslipidemia
DM
Hipertensi
Penyakit Autoimun
Penyakit Ginjal Polycystic
Toksisitas Obat
Faktor Progressif
Diabetes
Hipertensi
Proteinuria
Hyperlipidemia
Obesitas
Merokok
Mekanisme Kerusakan Pada Penyakit Ginjal (Dipiro et al., 2012)
MANIFESTASI KLINIK CKD

Apabila glomerulonephritis merupakan penyebab CKD

Maka akan didapatkan edema, hipertensi, hematuria, dan proteinuria

Penderita CKD stadium 1-3 (GFR > 30 mL/min) biasanya asimtomatik dan
gejala klinis biasanya baru muncul pada CKD stadium 4 dan 5

Gejala tsb adalah anemia, hiperparatiroid sekunder, gangguan


kardiovaskular, malnutrisi, serta abnormalitas cairan dan elektrolit

Gejala uremik (kelelahan, lemah, nafas pendek/tersengal-sengal, gangguan


mental, mual, muntah, pendarahan, dan anoreksia) muncul pada tahap 3
dan 4, umum terjadi pada CKD tahap 5 disertai gatal dikulit, intoleransi cuaca
dingin, kenaikan berat badan dan neuropati peripheral.
KERUSAKAN GINJAL PROGRESIF

Peningkatan tekanan darah akibat overload cairan dan produksi


hormon vasoaktif (hipertensi, edem paru dan gagal jantung kongestif)

Gejala uremia (letargis, perikarditis hingga ensefalopati)

Akumulasi kalium dengan gejala malaise hingga keadaan fatal


yaitu aritmia

Gejala anemia akibat sintesis eritropoietin yang menurun

Hiperfosfatemia dan hipokalsemia (akibat defisiensi vitamin D3)

Asidosis metabolik akibat penumpuan sulfat, fosfat, dan asam urat


Diagnosis Gagal Ginjal Akut
Riwayat kesehatan dan pengobatan, pemeriksaan fisik, hasil
pemeriksaan laboratorium, serta studi pencitraanapabila
dibutuhkanmenjadi hal yang penting untuk mendiagnosis AKI
Nilai serum kreatinin saja tidak dapat digunakan untuk
mendiagnosis AKI karena nilai tersebut tidak sensitif terhadap
perubahan yang cepat pada GFR dan tidak menggambarkan fungsi
ginjal yang sebenarnya
Penggunaan nilai BUN untuk diagnosis AKI juga terbatas karena
produksi urea dan klirens ginjal sangat terpengaruh oleh faktor-
faktor eksternal seperti penyakit kritis, volume status, asupan
protein, serta obat-obatan
Sebagai tambahan atas nilai BUN dan Scr, pemeriksaan darah,
pemeriksaan kandungan kimia urin dan endapan urin ikut digunakan
untuk membedakan penyebab AKI serta untuk mengarahkan
manajemen pasien (Wells, et al., 2015)
(Wells, et al., 2015)
(Wells, et al., 2015)
Diagnosis Gagal Ginjal Kronis

Penderita stadium 1 atau 2 CKD biasanya tidak memiliki gejala atau


gangguan metabolik yang terlihat dibandingkan stadium 3 sampai 5,
seperti anemia, hiperparatiroidisme sekunder, penyakit kardiovaskular
(CVD), malnutrisi, dan kelainan cairan dan elektrolit yang lebih umum
terjadi karena fungsi ginjal yang memburuk
Gejala uremik (kelelahan, lemah, sesak napas, bingung mental, mual,
muntah, pendarahan, dan anoreksia) umumnya tidak ada pada tahap 1
dan 2, minimal selama tahap 3 dan 4, dan umum pada pasien dengan
CKD stadium 5 yang mungkin juga mengalami gatal, intoleransi dingin,
penambahan berat badan, dan neuropati perifer.
Tanda dan gejala uremia didasarkan pada keputusan untuk menerapkan
terapi penggantian ginjal (RRT).
Diagnosis Gagal Ginjal Kronis
Penurunan GFR (Glomerular Filtration Rate)
Akibat dari penuruan GFR, klirens kreatinin juga akan menurun dan jumlah
kreatinin serta nitrogen urea darah (BUN) meningkat
Hasil/Tujuan Terapi
Gagal Ginjal Akut

Mengurangi komplikasi ekstrarenal

Menghindari atau meminimalkan kerusakan ginjal lebih lanjut yang


akan memperburuk cedera atau keterlambatan pemulihan

Mempercepat pemulihan fungsi ginjal

(Dipiro et al., 2015)


Hasil/Tujuan Terapi
Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan penyebab reversibel disfungsi ginjal seperti
hipovolemia, infeksi, obstruksi, hipertensi maligna.

Menekan perkembangan

Mengurangi kejadian kardiovaskular dengan


mengelola faktor risiko.

Pengobatan komplikasi.

Persiapan untuk terapi penggantian ginjal (dialisis dan


transplantasi).

(Hase,
Pencegahan Gagal Ginjal Akut
Tujuan pencegahan : Untuk memilih dan mengidentifikasi pasien yang beresiko,
monitor pasien beresiko tinggi, dan menerapkan strategi pencegahan yang sesuai.

Terapi Non Farmakologi


Menghindari penggunaan agen nefrotoksik
Apabila penggunaan agen nefrotoksik tidak
bisa dihindari dapat diberikan terapi non
farmakologi, contoh:
Hidrasi secara rutin untuk mencegah
nefropati
Pedoman KDIGO merekomendasikan infus
salin normal.
Infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5% dengan
NaCl 0,45% (154 mmol/L) diberikan dengan
kecepatan 1 mL/kg/jam dimulai pada pagi
hari.
Terapi Pencegahan Farmakologi
Asam askorbat (2-3 gram dua kali sehari)
Teofilin iv 200 mg per 30 menit
N-asetilsistein (600-1200 mg setiap 12 jam untuk 2-3 hari) Pemberian
asetilsistein oral sebelum pemberian radiokontras telah banyak dibuktikan
dalam beberapa penelitian mampu menurunkan angka munculnya GGA
diduga akibat efek antioksidan (Mueller, 2005).

Pedoman KDIGO saat ini menyarankan


untuk mengontrol kadar glukosa darah yang
moderat ke tingkat 110-149 mg/dL (6,1-8,3
mmol/L) dengan insulin
Pedoman KDIGO merekomendasikan untuk
membatasi penggunaan diuretik kuat
Pedoman KDIGO tidak mendukung
penggunaan dopamin dosis rendah,
eritropoietin, atau fenoldopam untuk
pencegahan atau perawatan AKI
Terapi Non Farmakologi GGA
Terapi suportif berupa pengelolaan cairan, pemeliharaan
curah jantung, dan tekanan darah untuk mengoptimalkan
perfusi jaringan dan mengembalikan fungsi ginjal
Pada AKI berat, terapi pengganti ginjal (RRT), seperti
hemodialisis dan peritoneal dialisis.
Hemodialisis intermiten (IHD) adalah RRT yang paling sering
digunakan.
Terapi Farmakologi GGA
Pemberian terapi obat pada pasien GGA masih kontroversial

Diuretik

Diuretik Diuretik Diuretik hemat


Diuretik kuat
Osmotik tiazid kalium

Manitol Furosemid Metolazone Amilorida

Bumetamid Triamteren

Torsemid Spironolakton

Asam
etakrinat
Manitol 20% dosis awal 12,5-25 gram
IV selama 3-5 menit. Manitol juga bisa
menyebabkan GGA, sehingga penggunaan pada
pasien GGA harus dimonitor dengan hati-hati
dengan melihat output urin, osmolalitas serum,
dan elektrolit (Mueller, 2005).

Diuretik kuat
Secara efektif mengurangi kelebihan
cairan, namun dapat memperburuk AKI.
Furosemid merupakan diuretik kuat
yang paling sering digunakan karena
harganya murah, aman dan juga bisa
digunakan secara oral atau parenteral. Asam
etakrinat digunakan pada pasien yang alergi
terhadap komponen sulfa. Torsemid dan
Bumetamid memiliki bioavailabilitas oral
yang lebih baik dibandingkan furosemid
(Mueller, 2005)
Infus berulang diuretik kuat tampaknya mengatasi resistensi
diuretik dan memiliki efek samping daripada bolus intermiten.
Dosis awal IV (setara dengan furosemid 40-80 mg) harus
diberikan sebelum memulai infus kontinyu (setara dengan
furosemid 10-20 mg/jam).
Strategi untuk mengatasi resistensi diuretik. Administrasi agen
dari kelas farmakologis yang berbeda, seperti diuretik yang
bekerja di tubulus distal (tiazid) atau saluran pengumpul
(amilorida, triamteren, spironolakton).
Metolazone biasa digunakan karena, tidak seperti thiazides
lainnya, ia menghasilkan efektif diuresis pada GFR kurang dari
20 mL / menit (0,33 mL / s)
Intervensi Nutrisi
Nutrisi enteral meningkatkan outcomes
Manajemen cairan & elektrolit
Pembatasan K, Na
Komplikasi pada GGA dan penatalaksanaannya
Komplikasi Penatalaksanaan
Ketidakseimbangan air dan natrium Manitol 20% Furosemid Dopamin

Ketidakseimbangan asam basa Natrium bikarbonat

Ketidakseimbangan kalium Hiperkalemia


Kalsium klorida
Natrium bikarbonat
Glukosa dan insulin
Hipokalemia
Garam kalium (KCl)
Abnormalitas kalsium dan fosfat Hiperkalsemia
Antasida
Hipokalsemia
Suplemen kalsium
Anemia Suplemen zat besi Suplemen asam folat
Komplikasi kardiovaskular Furosemid
Antagonis kalsium
ACE inhibitor
Komplikasi gastrointestinal Antasida
Sukralfat antagonis H2
Penatalaksanaan GGA
Individu yang mengalami syok (penurunan tekanan darah) cepat diterapi
a. dengan penggantian cairan untuk memulihkan tekanan darah

b. Memperbaiki keseimbangan elektrolit

Tindakan pencegahan fase oligurik untuk menghasilkan prognosis yang baik, antara lain : 1) Ekspansi

c. volume plasma secara agresif 2) Pemberian diuretik untuk meningkatkan pembentukan urin. 3)
Vasodilator, terutama dopamin, yang bekerja secara spesifik sebagai vasodilator ginjal untuk
meningkatkan aliran darah ginjal

Pembatasan asupan protein dan kalium. Selain itu, asupan karbohidrat tinggi
d. akan mencegah metabolisme protein dan mengurangi pembentukan zat-zat
sisa bernitrogen

Terapi antibiotik untuk mencegah atau mengobati infeksi karena tingginya


e. angka sepsis pada GGA dengan obat non nefrotoksik

f. Memperbaiki keseimbangan asam basa dengan Na-HCO3 po/iv

Dialisis selama stadium oliguria GGA, untuk memberi waktu pada ginjal untuk
g. memulihkan diri. Dialisis juga mencegah penimbunan zat-zat bernitrogen,
dapat menstabilkan elektrolit, dan mengurangi beban cairan
(Corwin, 2000).
Terapi Non Farmakologis Gagal Ginjal Kronis
PENGATURAN ASUPAN PERUBAHAN GATA HIDUP
MAKANAN

Protein
Besi

Kalsium Kalori

NaCl Lemak
Karbo
hidrat
TERAPI PENGGANTI GINJAL

HEMODIALISIS TRANSPLANTASI GINJAL


TERAPI FARMAKOLOGI GAGAL
GINJAL KRONIK
Manajemen
Terapi
Hipertensi
untuk
Pasien
dengan
Gagal Ginjal
Kronik
Manajemen
Terapi
untuk
Pasien
Gagal
Ginjal
Kronik
dengan
Diabetes

(JNC VII, the seventh report of the Joint National Committee on


Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure; UAE (Urinary Albumin Excretion.)
Manajemen
Terapi
untuk
Pasien Gagal
Ginjal
Kronik Non
Diabetes
Manajemen
Terapi
Anemia
untuk
Pasien Gagal
Ginjal
Kronik
Terapi
Erythopoietic
pada Penyakit
Anemia pada
Gagal Ginjal
Kronik
Terapi
Vitamin D
KLASIFIKASI GAGAL GINJAL KRONIK
Evaluasi Hasil Terapi
Gagal Ginjal Akut

Melakukan
monitoring
status pasien
Monitoring
konsentrasi obat
secara berkala
karena adanya
perubahan
status volume,
perubahan
fungsi ginjal

(Dipiro et al., 2012).


Evaluasi Hasil Terapi
Gagal Ginjal Kronik

Indeks Besi (transferrin saturation [TSat]; ferritin) harus di evaluasi sebelum


memulai agen eritropoetik. Harus menunggu paling sedikit 2 minggu setelah
loading dose IV besi untuk menetapkan indeks besi.

Untuk tujuan monitoring, hemoglobin lebih disukai daripada hematokrit karena


the latter fluctuates dengan status volume. Target hemoglobin yaitu 12 g/dL.

Setelah agen eritropoetik dimulai, respon hemoglobin secara khas akan terlambat.
Level Steady-state hemoglobin tidak terjadi sampai life span sel darah merah
(rata-rata 2 bulan, rentang 1-4 bulan). Untuk mencegah perubahan dosis sebelum
waktu, klinikan harus mengevaluasi respon lebih dari beberapa minggu.

Monitoring potensial komplikasi, seperti hipertensi, yang dapat diobat sebelum


memulai agen eritropoetik.

(Dipiro et al., 2012).


Kasus
Subjektif
Laki-laki 42 tahun
Keluhan Riwayat Penyakit
Lemas sejak 1 hari SMRS Gagal ginjal
Mual Hemodialisis sejak 2 bulan
yang lalu
Muntah asam disertai
darah Hipertensi
Anoreksia Edema di semua
ekskremitas
Nyeri epigastrium
Konjungtiva anemis
BAB berwarna hitam
Bengkak semua Riwayat alergi : -
ekstremitas Riwayat sosial : -
Sesak
Jantung Berdebar
OBJEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
PARAMETER NILAI NILAI NORMAL KOMENTAR

Tekanan Darah 160/90 140/80 Tinggi


(Hipertensi stg.2)
Nadi 94x/menit 60-80x/menit Tinggi
Frekuensi 28x/menit 20-40x/menit dbn
pernapasan
Suhu 36,8 0C 360,50C Batas atas

PEMERIKSAAN JANTUNG
EKG : dbn
Rontgen : kardiomegali
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
PARAMETER NILAI NILAI KOMENTAR
NORMAL

Hb 4,7 g/dL 13-18 g/dL Rendah


Pada penurunan fungsi ginjal,
terjadi penurunan produksi
eritropoetin. Anemia mulai
terjadi pada GGK stg.3 (NKF
K/DOQI)
Natrium 131 mEq/L 136-145 mEq/L Rendah

Kalium 6,3 mEq/L 3,5-5,1 mEq/L Tinggi


Pada penurunan fungsi ginjal
terjadi penurunan ekskresi kalium
Ureum 395 mg/dL 15-40 mg/dL TInggi

Kreatinin 16,59 mg/dL 0,6-1,3 mg/dL Tinggi

GDS 108 mg/dL <110 mg/dL dbn

GFR 6,16 mL/menit 90-120 GGK stg.5


mL/menit
Assesment
Terapi yang diberikan :
O2 3 L/menit,

Diagnosis yg
Balans cairan negatif,
IVFD RL 6 tpm,
ditetapkan : Furosemide 1 x 20 mg i.v. pagi hari,
Diet rendah protein (0.8 g/kg/hari)-tinggi
Sesak kalori
Aminefron 3 x 600 mg p.o.
GGK Tingkat 5 Rencana hemodialisis
Anemia EPO 100 IU/kg Selasa-Jumat s.k.
Transfusi PRC on HD pre furosemide 1
Hipertensi ampul
Diet rendah garam < 2 g/hari
Dispepsia Captopril 3 x 25 mg
Diet makanan lunak
Sukralfat 4 x 10 cc p.o.
Metoclopramide 3 x 10 mg i.v.
Omeprazole 1 x 40 mg i.v.
NO. DRP KOMENTAR
1. Indikasi tanpa obat -
2. Obat tanpa indikasi -
3. ROTD -
4. Interaksi Obat Captopril Furosemide (Moderate)
Meskipun kaptopril dan furosemid sering dikombinasikan
bersamaan, efeknya bisa signifikan pada penurunan
tekanan darah sehinga perluk penyesuaian dosis untuk
mengonsumsi kedua obat dengan aman.
ANALISA Furosemid sukralfat (Moderate)
Penggunaan furosemid bersama dengan sukralfat dapat
DRP mengurangi efek furosemid. Dosis Furosemid dan sukralfat
harus dipisahkan paling sedikit 2 jam.
Furosemid omeprazole (Moderate)
Penggunaa omeprazol bersamaan dengan furosemid dapat
menyebabkan kondisi yang disebut hypomagnesemia, atau
kadar magnesium darah rendah.
5. Dosis Kurang -
6. Dosis Berlebih -
7. Pilihan Obat Kurang Penggunaan kombinasi terapi dispepsia antara omeprazole
Tepat dengan sukralfat tidak perlu dilakukan, cukup dengan terapi
omeprazole saja.
8. Kepatuhan -
PLAN

Pilihan terapi
untuk GGK stg.5
adalah
Hemodialisa
PLAN
Pada pasien telah digunakan
Furosemide dan Captopril untuk
mengontrol TD

Beta-Blocker dapat ditambahkan


dalam terapi untuk mengatasi
takiartimia dan gagal jantung
pasien (kardiomegali)
Ditambahkan Carvedilol
1x12.5 mg po
Jika nilai Kalium > 6 mmol/L
diperlukan pengurangan dosis
terapi RAAS
Penurunan dosis 50%
ACEi/ARB jika GFR <30
mL/menit
Captopril 3 x 12,5 mg/hari
Furosemide 3x12,5 mg iv
dilanjutkan
Furosemide dapat digunakan
secara aman pada CKD
dengan GFR <30mL/menit
PLAN
Mual & muntah pada pasien
disebabkan oleh peningkatan kadar
urea darah & dyspepsia
Pasien mendapat terapi
Metoklopramide
Dispepsia
Pasien mendapat terapi
Omeprazole dan Sukralfat
Berdasarkan guidelines ACG,
pilihan terapi dyspepsia adalah
PPI
Pemberian Sukralfat dilakukan
jika terjadi ulserasi, sehingga
Sukralfat dihentikan
MONITORING
Monitoring Hb 2-4 minggu sekali (nilai normal
110-115g/dL)
Monitoring tekanan darah
Monitoring SCr 2-4 minggu sekali (nilai normal
0,8-1,2 mg/dL)
Monitoring munculnya efek samping obat
Monitoring perbaikan gejala
Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth J. 2000 .Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Dipiro et al. 2012. Pharmacotheraphy Handbook 9th Edition. USA: McGraw-Hill
Company.
Fogo AB, Kon V. 2004. Chronic renal failure. Dalam: Avner WD, Harmon FE.
Pediatric Nephrology. Edisi ke-5. Lippincott Williams and Wilkins. Hal 1645-70.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Hase, NK. 2012. Chronic Kidney Disease- Pre-Dialysis Management: The Action
Plan. Available online at :
http://www.apiindia.org/pdf/medicine_update_2012/nephrology_04.pdf
[Diakses tanggal 3 November 2017].
Kenward, R., dan Tan, C.K. 2003. Penggunaan Obat Pada Gangguan Ginjal,
dalam Farnasi Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan
Pasien. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Gramedia.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Mueller. B.A. 2005. Acute Renal Failure dalam Dipiro, J.T, Talbert, RL., Yee,
GC., Wells, BG., Posey, ML. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Aprroach,
6th Edition, 781-796, Apleton and lange, Philadelphia.
Nahas ME. 2003. The patient with failing renal failure. Dalam: Cameron JS,
Davison AM. Oxford Textbook of Clinical Nephrology. Edisi ke-3. Oxford
University Press. Hal; 1648-98.
Rigden, SP. 2003. The management of chronic and end stage renal failure in
children. Dalam: Webb N, Postlethwaite R. Clinical Pediatric Nephrology. Edisi
ke-3. Oxford University Press. Hal 427-45.
Stamatakis, M.K. 2008. Acute Renal Failure. In M. A. C. Burns., Wells, B. G.,
Schwinghammer, T. L., Malone, P.M., Kolesar, J.M. & J. T. Dipiro., eds.
Pharmacotherapy Principles and Practice. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Vogt BA, Avner ED. 2004. Renal failure. Dalam: Behrman RM, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders. Hal 1770-75.
Wells, B.G., DiPiro, J.P., Schwinghammer, T.L. and Dipiro, C.V.,
Pharmacotherapy Handbook. 2015. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.

Anda mungkin juga menyukai