Anda di halaman 1dari 42

Tinjauan Pustaka

Dermatoterapi
Preseptor: Dian Mardianti, dr., Sp.KK-FINSDV

Kelompok XLIX-F

Presentan :
Aziella Neysa Utami Wajdi (4151151462)
Shifa Khonita T B (4151151480)
Firman Nurrahim (4151151509)

Partisipan:
Sadya Nur Anisa (4151151426)
Hardi Cahyo Utomo (4151151429)
Rifka Ayu Andraina (4151151487)
Definisi

Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari


mengenai pengobatan pada penyakit kulit.
PRINSIP DERMATOTERAPI
1. Prinsip umum (untuk dermatoterapi topikal dan sistemik):

• Perhatikan penderita secara keseluruhan.


• Berikan kesempatan pada alam untuk menyembuhkan penyakit
tersebut.
• Segi fisologi, patologi, biokimia, dan anatomi perlu diperhatikan
• Kuasai materi medika
• Perhatikan farmasi dan farmakologi obat-obatan
• Terapi yang baik adalah terapi kausal
• Berikan obat sesederhana mungkin, untuk mencegah hal yang tidak
diinginkan
• Individualisasi
• Perhatikan segi ekonomi pasien.
Lokalisasi Pemakaian Dermatoterapi Topikal
Lokalisasi Bedak Air Tinktur Salep B.kocok Pasta Krim
a
Generalisata + -* - - + - +

Kulit kepala - + + - - - +
Wajah + + +# + + + +
Badan,ekstre + + + + + + +
mitas
Genitalia + + - - + - +
Daerah lipatan + + + +@ + - +
Keterangan:
+ : Boleh digunakan @ : Boleh pada istirahat
- : Tidak boleh digunakan # : Keadaan tertentu harus hati-hati
* : Kecuali pada saat istirahat (harus ada jeda)
2. Prinsip khusus (untuk dermatoterapi topikal) :
• Pemilihan vehikulum tergantung pada :
– Stadium gambaran klinis penyakit, distribusi dan lokalisasi penyakit, efek
yang diinginkan
• Makin akut/produktif penyakit kulitnya, makin rendah konsentrasi
bahan aktif yang digunakan
• Beri penjelasan kepada penderita mengenai cara pemakaian obat
• Hindarkan pemberian obat topikal yang bersifat sensitizer
• Batasi obat yang tidak stabil atau tidak dapat disimpan lama
• Pemberian obat topikal berdasarkan stadium perjalanan penyakit.
Berdasarkan Gambaran
Klinis/Lesi/Stadium

KRONIK
AKUT
KERING
BASAH

KOMPRES KRIM O/W KRIM W/O SALEP


KLASIFIKASI DERMATOTERAPI
Topikal
Medikamentosa
Sistemik

Bedah
Dermatoterapi - Bedah skalpel
- Bedah kimia
- Bedah beku
Non- - Bedah estetik: dermabrasi
Medikamentosa
Non-bedah
- Penyinaran
- Psikoterapi
-Radioterapi
Dermatoterapi Topikal
Dermatoterapi topikal terdiri atas:
• 1. Bahan aktif
• 2. Suspending Agent
• 3. Bahan dasar (vehikulum)
– Monofasik (dasar)
• Cairan
• Bedak
• Salep
– Bifasik
• Bedak kocok
• Krim O/W dan W/O
• Pasta
– Trifasik
• Pasta pendingin
Bedak

Bedak kocok Pasta

Pasta pendingin
Cairan
Solutio
Salep
Tinktura
O/W W/O
Cairan
Cairan terdiri atas :
• Solusio adalah suatu dermatoterapi topikal dengan
vehikulum dasar aqua yang digunakan dengan cara
kompres terbuka
• Tinktura suatu dermatoterapi topikal dengan
vehikulum dasar selain aqua, yang sering digunakan
adalah etila alhokol dan spiritus dilutus. Cara
penggunaan dengan ditotol atau dioles.
Contoh penulisan resep solusio
Contoh penulisan resep tingtura
Bedak

• Bedak suatu dermatologi topikal yang


vehikulum dasarnya talk venetum digunakan
dengan cara ditabur
Salep (Unguentum, Zalf, Ointment)
Salep adalah suatu dermatoloterapi topikal dengan vehikulum
dasar lemak seperti vaselin (album/flavum) dan adaepslanae
dengan cara pemakaian dioles
Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu dermatoterapi topikal
yang vehikulum dasar menggunakan bedak dan
aqua biasanya ditambah dengan gliserin sebagai
emulsifying agent, yang digunakan dengan cara
dikocok terlebih dahulu kemudian dibalurkan.
Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung


satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan
dasar yang sesuai.

Formulasi krim ada dua:


• emulsi air dalam minyak (W/O)
• minyak dalam air (O/W)
Penulisan Resep Krim Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid potensi sangat kuat
R/ Krim clobetasol diproprionate 0,05% No. tube I (5 g)
ʃ u.e ₰

Kortikosteroid potensi kuat


R/ Krim bethametasone valerat 0,1% No. tube I (5 g)
ʃ u.e ₰

Kortikosteroid potensi sedang


R/ Krim triamcinolone acetonide 0,1% No. tube I (5 g)
ʃ u.e ₰

Kortikosteroid potensi lemah


R/ Krim hydrocortisone asetat 1% No. tube I (5 g)
ʃ u.e ₰
Krim W/O
Permetrin 5%
R/ Krim permetrin 5% No. Tube 1 (10gr)
ʃ u.e ₰

Emulsi O/W
EBB (Emulsi Benzyl Benzoat)
R/ Benzil benzoate 20%
Gliserin 5%
Spiritus dilutus ad 100
m.f.l.a em
ʃ u.e ₰
Antifungi topikal
R/ krim ketokonazole 2% tube no. I (10 gr)
ʃ u.e
R/ krim mikonazole 2% tube no. I (10 gr) ₰
ʃ u.e
R/ krim kotrimazole 1% tube no. I (15 gr) ₰
ʃ u.e
R/ krim terbinafin 1% tube no. I (10 gr) ₰
ʃ u.e
R/ krim butenafin 1% tube no. I (15 gr) ₰
ʃ u.e
R/ krim tolnaftat 1% tube no. I (15 gr)

ʃ u.e

Antibiotik Topikal
• Antivirus topikal :
Pasta dan Pasta Pendingin
Pasta ialah campuran salep dan bedak sehingga komponen pasta
terdiri dari bahan untuk salep. Efek pasta lebih melekat
dibandingkan salep, mempunyai daya penetrasi dan daya
maserasi lebih rendah dari salep.

R/ Oxyd zinci 5%
Talk Venetum ad 2000 mg
Vaselin ad 5000
m. f. l. a pasta
ʃ u.e

Kortikosteroid

Definisi:
Kortikosteroid adalah suatu hormon yang disekresi di dalam
tubuh oleh kelenjar suprarenal.

Efek kortikosteroid sebagai hormon:


• Glukokortikoid: mempengaruhi metabolisme glukosa dengan
peningkatan glukoneogenesis, sehingga dapat meningkatkan
glukosa dari lemak dan protein.
• Mineralokortikoid:mempengaruhi metabolisme mineral yaitu
kortikosteroid dapat menyebabkan retensi Na+ dan ekskresi
K+.
Efek Kerja Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid sebagai obat :


• Anti inflamasi :
Pada inflamasi terjadi kalor, rubor, dolor, tumor. Pemberian
kortikosteroid memiliki efek kerja antieritema, vasokontriksi,
antipruritus, antiproliferasi (antimitotik).

• Immunosupresan :
Pada pemakaian kortikosteroid jangka lama dapat
menyebabkan imunitas kulit setempat menurun menyebabkan flora
residen dan transien pada kulit dapat berkembang biak sehingga
menimbulkan aknegenik dan pioderma.
Kortikosteroid Topikal
Efek Samping Kortikosteroid Topikal
• Pada pemberian kortikosteroid topikal yang lama dan
berlebihan memberikan efek antimitotik yang berlebihan
sehingga menimbulkan atrofi kulit. Atrofi kulit
mengakibatkam hipopigmentasi karena kulit menipis. Akibat
hipopigmentasi akan terjadi telangiektasi. Serabut elastin
menipis mengakibatkan timbulnya striae. Di satu sisi
kortikosteroid topikal sebagai fotosensitizer sehingga terjadi
hiperpigmentasi. Efek samping kortikosteroid topikal terhadap
folikel mengakibatkan hipertrikosis (folikel rambut mengalami
pertumbuhan berlebih)
Efek Kerja Kortikosteroid Sistemik

Kortikosteroid sistemik (KS) banyak digunakan dalam bidang


dermatologi karena obat tersebut memiliki efek anti-inflamasi dengan
cara menghambat enzim fosfolipase sehingga fosfolipid tidak diubah
menjadi asam arakhidonat yang menyebabkan tidak terjadinya COX I
dan COX II sehingga prostaglandin tidak terbentuk dan imunosupresi.

Klasifikasi kortikosteroid berdasarkan waktu kerja obat:


• Kerja singkat (8-12 jam): hidrokortison & kortison.
• Kerja sedang (12-36 jam): metilprednisolon, prednisolon, prednison,
triamnisolon.
• Kerja lama (36-72 jam): betametason, deksametason, parametason.
Efek Samping kortikosteroid sistemik

• Glukokortikoid: mempengaruhi metabolisme glukosa dengan


peningkatan glukoneogenesis dari lemak dan protein, sehingga dapat
meningkatkan glukosa dalam darah.
• Mineralokortikoid: Mempengaruhi metabolisme mineral yaitu
kortikosteroid dapat menyebabkan retensi Na+ dan ekskresi K+.
• Ion Na+ lebih banyak di cairan intersisial (ekstraseluler). Adanya
retensi Na+ menjadi hipertonis pada intersisial sehingga
intravaskuler seolah-olah menjadi hipotonis. Sehingga cairan
akan ditarik dari intravaskuler yang akan menyebabkan
vasokonstriksi sehingga akan terjadi hipertensi. Cairan yang
ditarik dari intravaskuler ke ekstravaskuler (intersisial)
selanjutnya akan menyebabkan moon face, edema anasarka, dan
bull neck.
• Ion K+ lebih banyak di intraseluler. Dengan adanya ekskresi K+
yang berlebih terutama di sel-sel jantung, dapat menyebabkan
kelemahan jantung sampai mengakibatkan kematian.
Contoh Penulisan Resep Kortikosteroid Sistemik
• R/ Kortisol 5 mg amp No. IX
ʃ 2-0-1 I.V

• R/ Metilprednisolon 4 mg tab No. VI
ʃ 1-0-1 I.V

• R/ Deksametason 5 mg amp No. III
ʃ 1-0-0 I.V

Contoh:

Seorang pria didiagnosis sindrom steven’s johnson dengan BB:


50 kg. Maka cara pemberian kortikosteroid sistemik adalah
sebagai berikut.

Prednison 1-2 mg/kgBB/hari = 50 – 100 mg/hari (dosis yang


diambil yang tertinggi, maka pada pasien ini diberikan 100
mg/hari)
Sediaan deksametason = ampul 5 ml (setara dengan 5 mg)
pasien membutuhkan 3 ampul deksametason sehari, maka pada
resep tertulis:

Deksametason =
100 X 0,75 = 15 mg/ hari
5
Sediaan deksametason = ampul 5 ml (setara dengan 5 mg) 
pasien membutuhkan 3 ampul deksametason dalam sehari, maka
pada resep tertulis:
R/ deksametason amp. 5 mg no. IX
ʃ 2-0-1 (IV)

Dosis deksametason diturunkan pada hari ke-4 jika ada
perbaikan gejala klinis, dengan resep:
R/ deksametason amp. 5 mg no. VIII
ʃ 2-0-1/2 (IV)

Dosis deksametason diturunkan pada hari ke-7 jika ada perbaikan
gejala klinis, dengan resep:
R/ deksametason amp. 5 mg no. VI
ʃ 1-0-1 (IV) ₰
Contoh:

Apabila kondisi pasien baik (bisa menelan)  diberikan


prednison (peroral) dengan dosis 30-40 mg/hari resep sebagai
berikut:
R/ prednison tab. 5 mg no. XVIII
ʃ 2 dd III tab pc  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-4, dengan resep:
R/ prednison tab. 5 mg no. XII
ʃ 2 dd II tab  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-7, dengan resep:
R/ prednison tab. 5 mg no. IX
ʃ 2-0-1 pc  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-10, dengan resep:
R/ prednison tab. 5 mg no. VI
ʃ 2 dd 1  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-13, dengan resep:


R/ prednison tab. 5 mg no. III
ʃ 1 dd 1  Selama 3 hari

Antihistamin
Antihistamin digolongkan menjadi 3 kategori yaitu antihistamin
penghambat reseptor H1 (AH-1), antihistamin penghambar
reseptor H2 (AH-2), dan antihistamin penghambat reseptor H3
(AH3).
Antihistamin H1 Generasi pertama
Golongan Contoh Obat
Etilendiamin Tripelenamin
Etanolamin Difenhidramin
Alkilamin Klorfeniramin (CTM)/ Klortimeton
Fenotiazin Prometazine/ fenergen
Piperazine Meklizin
Piperidin Siprohetadin
Antihistamin H2
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Dosis Lama Kerja Efek Samping

Simetidin Cimet tablet 200, 300, 400 mg Untuk pasien tukak Masa paruh 2 jam. Jarang: nyeri kepala,
sirup 300 mg/5ml duodeni: Absorbsi pada menit pusing, malaise,
larutan suntik 300 mg/2 Dewasa: 4 x 300 mg. ke-60. mialgia, mual, diare,
ml konstipasi, ruam kulit,
pruritus, kehilangan
libido, impoten.
Pemberian ketokonazol
adalah 2 jam sebelum
pemberian simetidin
Ranitidin Rantin tablet 150 mg Dewasa: 2 x 150 mg 8-12 jam Karena absorbsi
larutan suntik 25 mg/ml ketokonazol berkurang
sekitar 50% bila
diberikan bersama
simetidin.
Ranitidin jarang
berinteraksi dengan
obat lain
Famotidin Famocid tablet 20 mg, 40 mg. Dewasa: pada tukak Kadar puncak plasma 2 Jarang: sakit kepala,
duodenum 1 x 40 mg jam pusing, konstipasi,
(menjelang tidur) Masa paruh 3-8 jam diare.
Nizatidin tablet 150 mg, 300 mg Dewasa: 300 mg/hari 10 jam Jarang menimbulkan
menjelang tidur efek samping: efek
amping ringan pada
saluran cerna dapat
terjadi
Antihistamin tipe 1
Generasi pertama
R/ CTM tab. 4 mg No. XXI
ʃ 3 dd 1 pc

Generasi kedua
R/ Cetirizin dihidroklorida cap. 10 mg No. VII
ʃ 1 dd 1 pc
R/ Loratadine tab. 10 mg No. VII

ʃ 1 dd 1 pc

Antifungi
• Golongan Azol: Krim ketokonazol 2%, krim mikonazol 2%, krim
klotrimazol 1%.
• Golongan Alilamin: Krim terbinafin 1%, krim naftifin
• Golongan Benzilamin: krim butenafin 1% dan tolnaftat1% 1-
2x/hari
• Nistatin: Bersifat fungistatik. Tersedia dalam bentuk krim,
salep, supositoria. Aktif terhadap sebagian besar Candida sp
dan paling sering digunakan untuk menekan infeksi candida
local. Contoh: Mycostatin.
Contoh Penulisan Resep

Antifungi sistemik:
Antibiotik Topikal

Antibiotik topikal di antaranya basitrasin, mupirosin, dan


neomisin.
Antivirus
• Antivirus sistemik terdiri atas golongan Asiklovir, valasiklovir,
famsiklovir.

• Pada herpes zooster dengan etiologi virus varisela zooster,


diberikan obat Asiklovir dengan dosis 5x800 mg selama 7 hari
karena herpes zooster tidak rekuren dan timbul erupsi kulit
yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu
dermatom) berupa makula kemerahan
• Pada herpes simpleks dengan etiologi VHS tipe I dan II,
diberikan asiklovir dosis 2x500 mg selama 10 hari karena
penyakit berlangsung singkat dan masa rekurens lebih
panjang.
Contoh Penulisan Resep Antivirus

Antivirus sistemik:
Varisela dan herpes zoster

Herpes simpleks
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai