Anda di halaman 1dari 67

Tinjauan Pustaka

Dermatoterapi
Preseptor: Lina Damayanti, dr., Sp.KK
Kelompok 64-A
Presentan:

Lavia Diksa Adji M (4151201455)


Nur Muhamad Rohman (4151201474)
Sinta Dhea Utami (4151201501)

Partisipan:

Jembar Supangkat (4151201413)


Fauzia Tripurnamawati (4151201448)
DEFINISI
Dermatoterapi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
mengenai pengobatan pada penyakit kulit.
PRINSIP DERMATOTERAPI
1. Prinsip umum (untuk dermatoterapi topikal dan sistemik):

• Perhatikan penderita secara keseluruhan.


• Berikan kesempatan pada alam untuk menyembuhkan penyakit
tersebut.
• Segi fisologi, patologi, biokimia, dan anatomi perlu diperhatikan
• Kuasai materi medika
• Perhatikan farmasi dan farmakologi obat-obatan
• Terapi yang baik adalah terapi kausal
• Berikan obat sesederhana mungkin, untuk mencegah hal yang tidak
diinginkan
• Individualisasi
• Perhatikan segi ekonomi pasien.
2. Prinsip khusus (untuk dermatoterapi topikal) :
• Pemilihan vehikulum tergantung pada :
– Stadium gambaran klinis penyakit, distribusi dan lokalisasi
penyakit, efek yang diinginkan
• Makin akut/produktif penyakit kulitnya, makin rendah
konsentrasi bahan aktif yang digunakan
• Beri penjelasan kepada penderita mengenai cara pemakaian
obat
• Hindarkan pemberian obat topikal yang bersifat sensitizer
• Batasi obat yang tidak stabil atau tidak dapat disimpan lama
• Pemberian obat topikal berdasarkan stadium perjalanan
penyakit.
Berdasarkan Gambaran Klinis/Lesi/Stadium

KRONIK
AKUT
KERING
BASAH

KOMPRES EMULSI KRIM SALEP


Lokalisasi Pemakaian Dermatoterapi Topikal
Lokalisasi Bedak Air Tinktura Salep B.kocok Pasta Krim
Generalisata + -* - - + - +

Kulit kepala - + + - - - +
Wajah + + +# + + + +
Badan,ekstre + + + + + + +
mitas
Genitalia + + - - + - +

Daerah + + + +@ + - +
lipatan
Keterangan:
+ : Boleh digunakan @ : Boleh pada istirahat
- : Tidak boleh digunakan # : Keadaan tertentu harus hati-hati
* : Kecuali pada saat istirahat (harus ada jeda)
KLASIFIKASI DERMATOTERAPI
Topikal
Medikamentosa
Sistemik

Bedah:
Dermatoterapi - Bedah skalpel
- Bedah kimia
- Bedah beku
Non- - Bedah listrik
Medikamentosa
Non-bedah:
- Penyinaran
- Psikoterapi
-Radioterapi
DERMATOTERAPI TOPIKAL
Bedak

Bedak
Kocok
Pasta
Pasta
pendingin

Solusio Krim: W/O Salep


Tinktura Emulsi : O/W

TERDIRI DARI : 1. Bahan Aktif


2. Vehikulum
3. Suspending agent
Cairan
Cairan terdiri atas :
• Solusio adalah suatu dermatoterapi topikal dengan
vehikulum dasar monofasik aqua yang digunakan
dengan cara kompres terbuka
• Tinktura suatu dermatoterapi topikal dengan
vehikulum dasar monofasik selain aqua, yang sering
digunakan adalah etil alhokol dan spiritus dilutus.
Cara penggunaan dengan ditotol atau dioles.
Contoh penulisan resep solusio
Contoh penulisan resep tinktura
Bedak

• Bedak suatu dermatoterapi topikal dengan


vehikulum dasar monofasik talk venetum yang
digunakan dengan cara ditabur.
Salep (Unguentum, Zalf, Ointment)
Salep adalah suatu dermatoterapi topikal dengan vehikulum dasar
monofasik lemak, yaitu vaselin (album/flavum) dan adaepslanae
dengan cara pemakaian dioles
Contoh Penulisan Salep
Bedak kocok
Bedak kocok adalah suatu dermatoterapi topikal
yang vehikulum dasar bifasik, campuran bedak
dan aqua, yang digunakan dengan cara dikocok
terlebih dahulu kemudian dibalurkan.
Krim
• Krim adalah suatu dermatoterapi topikal dengan vehikulum
dasar bifasik, campuran W/O, cara pemakaian dioles.
ANTIBIOTIKA TOPIKAL

R/ Krim Gentamisin sulfat 2% tube No. I (5 gr)


ʃ u.e ₰
R/ Krim Mupirosin 2% tube No. I (5 gr)
ʃ u.e ₰
R/ Krim Neomisin 0,5% tube No. I (10 gr)
ʃ u.e ₰
R/ Krim As. Fusidin 2% tube No. I (5 gr)
ʃ u.e ₰
R/ Krim Bacitracin 0,2% tube No. I (5 gr)
ʃ u.e

Antimikotik topikal
R/ Krim ketoconazole 2% tube No. I (10 gr)
ʃ u.e
R/ Krim mikonazole 2% tube No. I (10 gr) ₰
ʃ u.e
R/ Krim kotrimazole 1% tube No. I (15 gr) ₰
ʃ u.e
R/ Krim terbinafin 1% tube No. I (10 gr)

ʃ u.e
R/ Krim butenafin 1% tube No. I (15 gr) ₰
ʃ u.e
R/ Krim tolnaftat 1% tube No. I (15 gr)

ʃ u.e

ANTIVIRUS TOPIKAL

R/ Krim Asiklovir 5% tube No. I (5gr)


ʃ u.e

ANTI SKABIES

R/ Krim permetrin 5% tube No. I (10 gr)


ʃ u.e

EMULSI
Suatu dermatoterapi topikal dengan vehikulum
dasar bifasik berupa campuran aqua dan lemak
(O/W). Cara pemakaian dioles.

EBB (Emulsi Benzyl Benzoat)


R/ Benzil benzoat 20%
Gliserin 5%
Spiritus dilutus ad 100
m.f.l.a em
ʃ ue ₰
Pasta dan Pasta Pendingin
• Pasta adalah suatu dermatoterapi dengan vehikulum trifasik
talk venetum dengan salep yang cara pemberiannya di oles.
• Pasta pendingin adalah suatu dermatoterapi dengan vehikulum
trifasik talk, aqua, dan salep dengan cara penggunaannya di
oles. Efek pasta lebih melekat dibandingkan salep, mempunyai
daya penetrasi dan daya maserasi lebih rendah dari salep.
Contoh resep pasta:
R/ Oxyd zincii 5%
Talk Venetum ad 2000 mg
Vaselin ad 5000
m. f. l. a pasta
ʃ u.e

Kortikosteroid topikal
Lemah Sedang Kuat Super poten
Hidrocortisone Desonide 0.05% Bethamethason Beclomethasone
asetat 0,1-2,5% Deksametason e dipropionate dipropionate
  0,25% 0.05% 0.025%

Hidrocortisone Triamcinolone Bethamethason Diflucortolone


asetat 2.5% acetonide 0.1% e valerate 0.1% valerate 0.3%
Prednisolon Fluticasone Halcinonide Diflucortolone
0.25% proplanate 0.01% valerate 0.1%
0.05%
Metilprednosolo Fluocinolone Desoximetasone Halobetasol
n 0.25% acetonide 0.05% proprionate
0.025% 0.05%
Deksamethason Mometasone Desoximetasone Clobetasol
e 0.04% fuorate 0.1% 0.025% propionate0.03
%
Kortikosteroid sangat kuat
R/ Krim klobetasol diproprionate 0,05% tube No. I (5 g)
ʃ u.e

Kortikosteroid kuat
R/ Krim bethametasone valerat 0,1% tube No. I (5 g)
ʃ u.e

Kortikosteroid sedang
R/ Krim triamcinolone acetonide 0,1% tube No. I (5 g)
ʃ u.e

Kortikosteroid lemah
R/ Krim hidrokortisone asetat 1% tube No. I (5 g)
ʃ u.e

Efek samping kortikosteroid topikal

Pada pemberian kortikosteroid topikal yang lama dan


berlebihan akan menimbulkan efek antimitotik yang berlebihan
sehingga menimbulkan atrofi kulit. Atrofi kulit menngakibatkam
hipopigmentasi karena kulit menipis. Akibat hipopigmentasi akan
terjadi telangiektasi. Serabut elastin menipis mengakibatkan
timbulnya striae.
Di satu sisi kortikosteroid topikal sebagai fotosensitizer
sehingga terjadi hiperpigmentasi. Efek samping kortikosteroid
topikal terhadap folikel mengakibatkan hipertrikosis.
Efek Kerja Sistemik Kortikosteroid
Kortikosteroid sebagai obat mempunyai efek kerja :
1. Antiinflamasi
Pemberian kortikosteroid memiliki efek kerja antieritema, vasokontriksi,
antipruritus, antiproliferasi (antimitotik).
2. Immunosupresan
• Kortikosteroid menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler, dan
mengurangi sintesis berbagai molekul peradangan (IL-1, IL-2, IL-6, IFN-α,
TNFα). Kortikosteroid akan berikatan dengan reseptor glukokortikoid di
sitoplasma sel yang akan mengakibatkan perubahan ekspresi gen, sehingga
terjadi penurunan sintesa molekul peradangan.
• Pada kasus ini kortikostreroid bekerja sebagai antiinflamasi yang bekerja
menghambat enzim Phospolipase sehingga tidak terbentuknya mediator-
mediator inflamasi. Kortikosteroid sistemik memiliki efek samping ulkus
peptikum, hipertensi , penyakit jantung , dan diabetes melitus.
DERMATOTERAPI SISTEMIK

Antihistamin
Kortikosteroid
Antivirus
Antifungi
ANTIHISTAMIN
Antihistamin digolongkan menjadi 3 kategori yaitu antihistamin
penghambat reseptor H1 (AH-1), antihistamin penghambar
reseptor H2 (AH-2), dan antihistamin penghambat reseptor H3
(AH3).
Antihistamin H1 Generasi pertama
Golongan Contoh Obat
Etilendiamin Tripelenamin
Etanolamin Difenhidramin
Alkilamin Klorfeniramin (CTM)/ Klortimeton
Fenotiazin Prometazine/ fenergen
Piperazine Meklizin
Piperidin Siprohetadin
MEKANISME KERJA ANTIHISTAMIN

Antihistamin :
Antagonis reseptor
H1, H2, H3
Antihistamin H2

Nama Nama
Sediaan Dosis Lama Kerja Efek Samping
Generik Dagang
Simetidin Cimet tablet 200, Untuk pasien Masa paruh 2 jam. Jarang: nyeri kepala, pusing,
300, 400 tukak Absorbsi pada menit malaise, mialgia, mual, diare,
mg duodeni: ke-60. konstipasi, ruam kulit, pruritus,
sirup 300 Dewasa: 4 x kehilangan libido, impoten.
mg/5ml 300 mg. Pemberian ketokonazol adalah 2
larutan jam sebelum pemberian simetidin
suntik 300
mg/2 ml
Ranitidin Rantin tablet 150 Dewasa: 2 x 8-12 jam Karena absorbsi ketokonazol
mg 150 mg berkurang sekitar 50% bila
larutan diberikan bersama simetidin.
suntik 25 Ranitidin jarang berinteraksi
mg/ml dengan obat lain
Antihistamin H2
Nama Nama
Sediaan Dosis Lama Kerja Efek Samping
Generik Dagang
Famotidin Famocid tablet 20 Dewasa: pada Kadar puncak Jarang: sakit kepala, pusing,
mg, 40 tukak plasma 2 jam konstipasi, diare.
mg. duodenum 1 x Masa paruh 3-8
40 mg jam
(menjelang
tidur)
Nizatidin   tablet Dewasa: 300 10 jam Jarang menimbulkan efek samping:
150 mg, mg/hari efek samping ringan pada saluran
300 mg menjelang tidur cerna dapat terjadi
Antihistamin tipe 1
Generasi pertama
R/ CTM 4 mg No. XXI
ʃ 1 dd tab 1 pc

Generasi kedua
R/ Cetirizin dihidroklorida 10 mg No. VII
ʃ 3 dd cap 1 pc
R/ Loratadine10 mg No. VII

ʃ 1 dd tab 1 pc

KORTIKOSTEROID SISTEMIK

Definisi:
Kortikosteroid adalah suatu hormon yang disekresi di
oleh kelenjar suprarenal.
Fisiologi Hormon Steroid

• Kortikosteroid merupakan hormon yang dihasilkan korteks adrenal zona


fasikulata, atas pengaruh dari ACTH yang disekresikan oleh kelenjar
hipofisis anterior yang distimulasi oleh hipotalamus dengan mekanisme
feedback negatif.

• Kortikosteroid dari korteks adrenal mempengaruhi fungsi fisiologis


termasuk metabolisme karbohidrat, protein dan lemak, keseimbangan
elektrolit dan air, dan fungsi normal sistem kardiovaskuler, sistem saraf,
ginjal dan otot skeletal.
Mekanisme Negatif
Feedback

Keterangan :
CRH : corticotropin-releasing hormon
ACTH : Adrenocorticotropic hormon
Kortisol sebagai glukokortikoid
Aldosteron sebagai mineralokortikoid, diaktifkan oleh angiotensin II.
SEKRESI HORMON STEROID
FASE DIURNAL
Efek Kerja Kortikosteroid Sistemik

Kortikosteroid sistemik (KS) banyak digunakan dalam bidang


dermatologi karena obat tersebut memiliki efek anti-inflamasi dengan
cara menghambat enzim fosfolipase sehingga fosfolipid tidak diubah
menjadi asam arakhidonat yang menyebabkan tidak terjadinya COX I
dan COX II sehingga prostaglandin tidak terbentuk dan imunosupresi.

Klasifikasi kortikosteroid berdasarkan waktu kerja obat:


• Kerja singkat (8-12 jam): hidrokortison & kortison.
• Kerja sedang (12-36 jam): metilprednisolon, prednisolon,
prednison, triamnisolon.
• Kerja lama (36-72 jam): betametason, deksametason, parametason.
Efek kortikosteroid sebagai obat
– Antiinflamasi
KORTIKOSTEROID SEBAGAI IMUNOSUPRESAN
Efek Kortikosteroid Sebagai Obat
• Kortikosteroid sebagai obat mempunyai efek kerja :
1. Antiinflamasi
- Antieritema
- Vasokonstriksi
- Antipruritus
- Antiproliferasi
2. Immunosupresan
Kortikosteroid menghambat proliferasi sel limfosit T, imunitas seluler, dan mengurangi
sintesis berbagai molekul peradangan (IL-1, IL-2, IL-6, IFN-α, TNFα). Kortikosteroid akan
berikatan dengan reseptor glukokortikoid di sitoplasma sel yang akan mengakibatkan
perubahan ekspresi gen, sehingga terjadi penurunan sintesa molekul peradangan.
Pada kasus ini kortikostreroid bekerja sebagai antiinflamasi yang bekerja menghambat
enzim Phospolipase sehingga tidak terbentuknya mediator-mediator inflamasi.
Kortikosteroid sistemik memiliki efek samping ulkus peptikum, hipertensi , penyakit jantung
, dan diabetes melitus.
Kortikosteroid Sistemik
Nama Obat Sediaan
Betamethasone Tab: 0,5mg
Amp: 4mg/mL
Dexamethasone Tab: 0,5mg, 0,75mg
Amp: 5mg/mL
Methylprednisolone Tab: 4mg, 8mg, 16mg
Vial: 40mg/mL
Prednison Tab: 5mg
Triamcinolone Tab: 4mg
Vial: 40mg/mL
Dosis prednisone:
- Maintenance: 0,5-1 mg/kgBB/hari
- Theurapeutik: 1-2 mg/kgBB/hari
KORTIKOSTEROID GOLONGAN GLUKOKORTIKOID DAN
MINERALOKORTIKOID
Efek Samping kortikosteroid sistemik
• Glukokortikoid: mempengaruhi metabolisme glukosa dengan
peningkatan glukoneogenesis dari lemak dan protein, sehingga dapat
meningkatkan glukosa dalam darah.
• Mineralokortikoid: Mempengaruhi metabolisme mineral yaitu
kortikosteroid dapat menyebabkan retensi Na+ dan ekskresi K+.
• Ion Na+ lebih banyak di cairan intersisial (ekstraseluler). Adanya
retensi Na+ menjadi hipertonis pada intersisial sehingga
intravaskuler seolah-olah menjadi hipotonis. Sehingga cairan akan
ditarik dari intravaskuler yang akan menyebabkan vasokonstriksi
sehingga akan terjadi hipertensi. Cairan yang ditarik dari
intravaskuler ke ekstravaskuler (intersisial) selanjutnya akan
menyebabkan moon face, edema anasarka, dan bull neck.
• Ion K+ lebih banyak di intraseluler. Dengan adanya ekskresi K+
yang berlebih terutama di sel-sel jantung, dapat menyebabkan
kelemahan jantung sampai mengakibatkan kematian.
Contoh Penulisan Resep Kortikosteroid Sistemik

• R/ Metilprednisolon 4 mg No. VI
ʃ 2 dd tab III pc

• R/ Deksametason 5 mg No. III
ʃ 1 dd amp I I.V

Contoh:

Seorang pria didiagnosis sindrom steven’s johnson dengan BB:


50 kg. Maka cara pemberian kortikosteroid sistemik adalah
sebagai berikut.

Prednison 1-2 mg/kgBB/hari = 50 – 100 mg/hari (dosis yang


diambil yang tertinggi, maka pada pasien ini diberikan 100
mg/hari)
Sediaan deksametason = ampul 5 ml (setara dengan 5 mg)
pasien membutuhkan 3 ampul deksametason sehari, maka pada
resep tertulis:

Deksametason =
100 X 0,75 = 15 mg/ hari
5
Sediaan deksametason = ampul 5 ml (setara dengan 5 mg) 🡪
pasien membutuhkan 3 ampul deksametason dalam sehari, maka
pada resep tertulis:
R/ Deksametason 5 mg amp no. IX
ʃ 2 dd I (IV)

Dosis deksametason diturunkan pada hari ke-4 jika ada
perbaikan gejala klinis, dengan resep:
R/ Deksametason 5 mg amp no. VIII
ʃ 2 dd I (IV)

Dosis deksametason diturunkan pada hari ke-7 jika ada perbaikan
gejala klinis, dengan resep:
R/ Deksametason 5 mg amp no. VI
ʃ 2 dd I (IV)

Contoh:
Apabila kondisi pasien baik (bisa menelan)  diberikan
prednison (peroral) dengan dosis 30-40 mg/hari resep sebagai
berikut:
R/ Prednison 5 mg no. XVIII
ʃ 2 dd III tab pc  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-4, dengan resep:
R/ Prednison tab. 5 mg no. XII
ʃ 2 dd tab II pc  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-7, dengan resep:
R/ Prednison tab. 5 mg no. IX
ʃ 3 dd tab I pc  Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-10, dengan resep:
R/ Prednison 5 mg no. VI
ʃ 2 dd tab I pc 🡪 Selama 3 hari

Dosis prednison diturunkan pada hari ke-13, dengan resep:


R/ Prednison 5 mg no. III
ʃ 1 dd tab 1 pc 🡪 Selama 3 hari

ANTIMIKOTIK
Antimikotik

Fungisidal Fungistatik

Azole Griseofulvin

Allylamine Flucytosine

Polyenes

Echinocandins
Fungisidal
• Fungisidal adalah senyawa yang dapat membunuh jamur.
• Golongan:
1. Polyenes: Nystatin, Amphotericin B
2. Azol:
a.Imidazol: Ketokonazol, mikonazol, dan klotrimazol
b.Triazol: Itrakonazol, flukonazol, varikonazol, dan
posakonazol
3. Allylamine: Terbinafin
4. Echinocandins : Caspofungin, Micafungin
ANTIMIKOTIK
• Antimikotik sistemik
Griseofulvin
Bersifat fungistatik
Mekanisme : Golongan fungistatik masuk
ke mikrotubul

Menghambat pembentukan
spindle mikotik
Nukleus tidak bisa membelah
diri

Menghambat sel jamur

Asam nukleat tidak terbentuk

Dinding jamur terhambat

Efek curling
Polyenes (Amfoterisin B)
Bersifat fungistatik atau fungisida tergantung pada
dosis dan sensitivitas jamur yang dipengaruhi.
Mekanisme : Berikatan dengan ergosterol 
meningkatkan permeabilitas membran  kebocoran
sel. Dosis : 1,5 mg/hari i.v.

Flusitosin
Bersifat fungistatik dengan inhibisi purin dan
pirimidin untuk pembentukan DNA dan RNA. Dosis
50-150 mg/kgBB/hari yang terbagi dalam 4 dosis
Golongan Azol :
Terdiri dari golongan imidazole dan triazol
Mekanisme : inhibisi lanosterol 14alpha-demetylase
yang mengubah lanesterol menjadi ergosterol 
peningkatan permeabilitas membran  kebocoran sel

Golongan alil-amin
Bersifat keratofilik dan fungisidal.
Mekanisme : Menghambat enzim epoksidase skualen
pada membran sel jamur  peningkatan permeabilitas
membran  kebocoran sel
c/terbinafin: 250mg/hari
Struktur Membran Sel dan Dinding Sel Fungi

• Mikroorganisme
Eukaryotic
(mempunyai
membran inti)
• Dinding sel: kitin,
glucan, mannan dan
peptidoglikan
• Membran sel :
ergosterol
Ergosterol Pathway
Efek Samping Sistemik
• Hepatotoksik
Karena antimikotik menghambat aktivitas sitokrom
p450 di hepar yang berfungsi sebagai katalis
oksidator 🡪 metatabolit bersifat lipofilik tidak bisa
diubah manjadi hidrofilik🡪 nekrosis hepatosit 🡪
SGOT/SGPT pada sitosol keluar🡪 SGOT/SGPT
meningkat
ANTIMIKOTIK SISTEMIK
Contoh Penulisan Resep:

R/ Griseovulfin 500 mg no. XVI


ʃ 2 dd tab I

R/ Ketokonazol 200 mg no. XVI


ʃ 1 dd tab I

SIKLUS HIDUP VIRUS & TEMPATKERJA ANTI VIRAL
ANTIVIRUS
• Antivirus sistemik terdiri atas golongan Asiklovir, valasiklovir,
famsiklovir.
• Asiklovir merupakan antivirus yang efektif untuk HSV tipe I
dan II dengan mekanisme kerja mempengaruhi polimerase
DNA untuk menghambat replikasi DNA virus melalui
terminasi rantai DNA. Bioavaliabilitas oral 15-30%.
• Valasiklovir merupakan derivat asiklovir dengan
bioavaliabilitas oral lebih tinggi dibandingkan asiklovir
sehingga lebih efektif dibandingkan asiklovir. Mekanisme
kerja valasiklovir yakni dikonversi menjadi asiklovir oleh
metabolisme intestinal dan hepatik, berkompetisi dengan
deoksiguanin trifosfat untuk polimerase DNA virus sehingga
sintesis DNA dan replikasi virus terhambat.
Contoh Penulisan Resep Antivirus

• Pada herpes zoster dengan etiologi virus varisela zoster,


diberikan obat Asiklovir dengan dosis 5x800 mg selama 7 hari
karena herpes zoster tidak rekuren dan timbul erupsi kulit
yang biasanya gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu
dermatom) berupa makula kemerahan.
• Pada herpes simpleks dengan etiologi VHS tipe I dan II,
diberikan asiklovir dosis 2x500 mg selama 7 hari karena
penyakit berlangsung singkat dan masa rekurens lebih
panjang.
Untuk Varisela dan Herpes Zoster
R/ Asiklovir 400 mg no. LXXX
ʃ 5 dd tab II pc

Untuk herpes simpleks episode pertama
R/ Asiklovir 200 mg no. XXXV
ʃ 2 dd tab I pc

R/ Valasiklovir 500 mg no. XX
ʃ 2 dd cap I pc

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai