Anda di halaman 1dari 13

Kortikosteroid Topikal, Jenis

Penggolongan dan Efek Sampingnya


Pemberian obat alergi untuk penderita alergi bukan jalan keluar utama yang terbaik. Pemberian
obat jangka panjang adalah bentuk kegagalan mengidentifikasi dan menghindari penyebab.
Kortikosteroid topikal masih memegang peran besar dalam inflamasi kulit. Steroid topikal
adalah bentuk topikal kortikosteroid. Steroid topikal adalah obat topikal yang paling sering
diresepkan untuk pengobatan ruam, eksim dermatitis, dan. Steroid topikal memiliki sifat anti-
inflamasi, dan diklasifikasikan berdasarkan kemampuan vasokonstriksi. Ada banyak produk
steroid topikal. Semua persiapan di kelas masing-masing memiliki sifat anti-inflamasi yang
sama, tetapi dasarnya berbeda dalam dasar dan harga. Namun ada kekhawatiran yang cukup
besar, terkait efek samping. Dua yang terbesar adalah penipisan kulit dan efek sisitemik yaitu
supresi HPA-axis dan sindrom Cushing.

Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat
mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh.
Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk
mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas
antiinflamasinya,misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali
lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh


kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk
mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama
yaituglukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah
kortikosteroidyang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat
anti-inflamasinyanyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit
kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang
merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya
prednisolon,triamsinolon, dan betametason.

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yangefek utamanya terhadap


keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan
glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron.
Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasiyang berarti, kecuali 9 α-
fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-
inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air danelektrolit terlalu besar.

Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid


sistemik dan kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di
kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para
ahli kulit dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan,
diantaranya termasuk melembabkan kulit, melicinkan, ataumendinginkan area yang
dirawat

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun


siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D.
Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada
efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapatditambahkan pada posisi
10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17.

Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin


kolestroldengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentana. Hormon steroid adrenal
disintesis darikolestrol yang terutama berasal dari plasma. Korteks adrenal mengubah
asetat menjadikolestrol, yang kemudian dengan bantuan enzim diubah lebih lanjut
menjadikortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah dengan 19 atom
karbon.Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan perbedaan
pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya,
dan pada konfigurasi stereo kimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan
formulasi kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul
C21)memungkinkan terjadinya stereo isomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18)
pada posisi 10 dan 13 berada di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan.

Substitusi nukleus dalam bidang yang sama dengan bidang gugus ini diberi simbol
cisatau “β”. Substitusi yang berada di belakang bidang sistem cincin diberi simbol trans
atau“α”. Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom karbon yang mendahului.
Hormonsteroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon tersebut
mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil
bersudut (androstan, 19atom karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai – samping
karbon pada C17(pregnan, 21 atom karbon)
Penggolongan menurut USA system

The USA system menggunakan 7 kelas, yang diklasifikasikan oleh kemampuan mereka
untuk menyempitkan kapiler. Kelas I adalah yang terkuat atau superpotent. Kelas VII
adalah yang paling lemah dan paling ringan.

Group I
Sangat poten dan kuat potensinya 600 kali lebihkuat dibandingkan hydrocortisone

 Clobetasol propionate 0.05% (Dermovate)


 Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprolene)
 Halobetasol proprionate 0.05% (Ultravate, Halox)
 Diflorasone diacetate 0.05% (Psorcon)
Group II
 Fluocinonide 0.05% (Lidex)
 Halcinonide 0.05% (Halog)
 Amcinonide 0.05% (Cyclocort)
 Desoximetasone 0.25% (Topicort)
Group III
 Triamcinolone acetonide 0.5% (Kenalog, Aristocort cream)
 Mometasone furoate 0.1% (Elocon ointment)
 Fluticasone propionate 0.005% (Cutivate)
 Betamethasone dipropionate 0.05% (Diprosone)
Group IV
 Fluocinolone acetonide 0.01-0.2% (Synalar, Synemol, Fluonid)
 Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort)
 Hydrocortisone butyrate 0.1% (Locoid)
 Flurandrenolide 0.05% (Cordran)
 Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort A ointment)
 Mometasone furoate 0.1% (Elocon cream, lotion)
Group V
 Triamcinolone acetonide 0.1% (Kenalog, Aristocort,kenacort-a vail, cream, lotion)
 Fluticasone propionate 0.05% (Cutivate cream)
 Desonide 0.05% (Tridesilon, DesOwen ointment)
 Fluocinolone acetonide 0.025% (Synalar, Synemol cream)
 Hydrocortisone valerate 0.2% (Westcort cream)
Group VI
 Alclometasone dipropionate 0.05% (Aclovate cream, ointment)
 Triamcinolone acetonide 0.025% (Aristocort A cream, Kenalog lotion)
 Fluocinolone acetonide 0.01% (Capex shampoo, Dermasmooth)
 Desonide 0.05% (DesOwen cream, lotion)
Group VII
Kelas terlemah dari steroid topikal. Memiliki permeabilitas lipid yang lemah, dan tidak
dapat menembus membran mukosa baik.

 Hydrocortisone 2.5% (Hytone cream, lotion, ointment)


 Hydrocortisone 1% (Many over-the-counter brands)

Penggolongan Steroid Topical sesuai


Potensinya
Nama merek dagang Nama Generik
CLASS 1—Potensi sangat kuat
Clobex Lotion/Spray/Shampoo, 0.05% Clobetasol propionate
Cormax Cream/Solution, 0.05% Clobetasol propionate
Diprolene Ointment, 0.05% Betamethasone dipropionate
Olux E Foam, 0.05% Clobetasol propionate
Olux Foam, 0.05% Clobetasol propionate
Temovate Cream/Ointment/Solution, 0.05% Clobetasol propionate
Ultravate Cream/Ointment, 0.05% Halobetasol propionate
Vanos Cream, 0.1% Fluocinonide
Psorcon Ointment, 0.05% Diflorasone diacetate
Psorcon E Ointment, 0.05% Diflorasone diacetate
CLASS 2—Potensi Kuat
Diprolene Cream AF, 0.05% Betamethasone dipropionate
Elocon Ointment, 0.1% Mometasone furoate
Florone Ointment, 0.05% Diflorasone diacetate
Halog Ointment/Cream, 0.1% Halcinonide
Lidex Cream/Gel/Ointment, 0.05% Fluocinonide
Psorcon Cream, 0.05% Diflorasone diacetate
Topicort Cream/Ointment, 0.25% Desoximetasone
Topicort Gel, 0.05% Desoximetasone
CLASS 3—Potensi Sedang Kuat
Cutivate Ointment, 0.005% Fluticasone propionate
Lidex-E Cream, 0.05% Fluocinonide
Luxiq Foam, 0.12% Betamethasone valerate
Topicort LP Cream, 0.05% Desoximetasone
CLASS 4—Potensi Sedang Kuat
Cordran Ointment, 0.05% Flurandrenolide
Elocon Cream, 0.1% Mometasone furoate
Kenalog Cream/Spray, 0.1% Triamcinolone acetonide
Synalar Ointment, 0.03% Fluocinolone acetonide
Westcort Ointment, 0.2% Hydrocortisone valerate
CLASS 5—Potensi Sedang Lemah
Capex Shampoo, 0.01% Fluocinolone acetonide
Cordran Cream/Lotion/Tape, 0.05% Flurandrenolide
Cutivate Cream/Lotion, 0.05% Fluticasone propionate
DermAtop Cream, 0.1% Prednicarbate
DesOwen Lotion, 0.05% Desonide
Locoid Cream/Lotion/Ointment/Solution, 0.1% Hydrocortisone
Pandel Cream, 0.1% Hydrocortisone
Synalar Cream, 0.03%/0.01% Fluocinolone acetonide
Westcort Cream, 0.2% Hydrocortisone valerate
CLASS 6—Potensi Sedang
Aclovate Cream/Ointment, 0.05% Alclometasone dipropionate
Derma-Smoothe/FS Oil, 0.01% Fluocinolone acetonide
Desonate Gel, 0.05% Desonide
Synalar Cream/Solution, 0.01% Fluocinolone acetonide
Verdeso Foam, 0.05% Desonide
CLASS 7—Potensi Lemah
Cetacort Lotion, 0.5%/1% Hydrocortisone
Cortaid Cream/Spray/Ointment Hydrocortisone
Hytone Cream/Lotion, 1%/2.5% Hydrocortisone
Micort-HC Cream, 2%/2.5% Hydrocortisone
Nutracort Lotion, 1%/2.5% Hydrocortisone
Synacort Cream, 1%/2.5% Hydrocortisone

Karena risiko efek samping, banyak penelitian dilakukan untuk mencari derivate baru
kortikosteroid, dengan tingkat keberhasilan bervariasi. Yang diinginkan tentunya obat
dengan daya larut lemak lebih baik, aksi yang lebih terlokalisir, dan terbebas efek
samping sistemik. Penelitian yang relatif baru menunjukkan bahwa derivate halogenasi
dari androstan menunjukkan harapan. Fluticasone adalah salah satu kortikosteroid
sintestis yang dikembangkan dari modifikasi struktur 19-carbon androstane.

Tidak seperti androstone original, fluticasone propionate sangat selektif terhadap


reseptor glukokortikoid dan memiliki aktivitas androgenik yang bisa diabaikan.
Fluticasone sangat lipofilik membuatnya waktu paruhnya panjang, sekitar 8-12 jam.
Selain itu sangat tipis peluangnya diserap secara sistemik dan proses metabolisnya
cepat.

Mekanisme Kerja
 Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon
memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian
bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak
menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA
dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein inimerupakan perantara efek fisiologis
steroid.
 Efek katabolik dari kortikosteroid bisadilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan
sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel
atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi
epidermal, re-epitalisasilambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar
(atropi dermal, striae),efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif
vaskuler (telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan
granulasiyang lambat).
 Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti- proliferatif, dan
imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalaminti sel-sel lesi,
berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebutmengalami
perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapatmembentuk atau
menggantikan sel-sel yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti- proliferatif),
bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapatmengadakan
stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak
dikeluarkan.
Glukokortikoid topikal

Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.
Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses
radang.

Ada beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :

1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukupmemadai
2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.
3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.
4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion,salep
berlemak (fatty ointment).

Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi didaerah


yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosomyang
menurun diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi
danmelepaskan sejumlah mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan
efek anti-inflamasi kortikosteroid. Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini
bahwa khasiat utama anti radang bersifat menghambat : tanda-tanda radang untuk
sementaradiredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya tidak diberantas, maka bila
pengobatandihentikan, penyakit akan kambuh.Efektifitas kortikosteroid topikal
bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.

 Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkanvasokontriksi pada


kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan denganstruktur kimiawi.
Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison didalam tubuh
mengalami transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses
itu. Hidrokortison efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%.
Penetrasi Ke kulit
 Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak mengalami perubahan. Pada umumnya
molekul hidrokortison yang mengandung fluor digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi
perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah vehikulum yang bersifattertutup. Di antara
jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion, salep, fattyointment (paling baik
penetrasinya).
 Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian pada kulit normal, misalnya,
kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang diberikan pada lengan bawah ventral
diabsorpsi.
 Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah, hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang
melalui daerah telapak kaki, 0,83kali yang melalui daerah telapak tangan, 3,5 kali yang
melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali melalui vulva, dan 42 kali melalui
kulit scrotum.
 Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik dan
pada penyakit eksfoliatif berat, seperti psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk
penetrasi.
 Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu
vasokontriksi, efek anti-proliferasi, immunosupresan, dan efek anti-inflamasi.
 Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisialdermis,
yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksiini biasanya
berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi inidigunakan
sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.
 Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis
danmitosis DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks
yangterdiri dari penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai
faktor inhibitor. Proses-proses ini mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid
jugadapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat
merusak jaringan tidak dikeluarkan. Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat
immunosupresifnya. Mekanisme yang terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa
studi menunjukkan bahwakortikosteroid bisa menyebabkan pengurangan sel mast pada
kulit. Hal ini bisamenjelaskan penggunaan kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria
pigmentosa.
 Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang
dimengerti.Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya
denganmenghibisi pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik.
 Mekanisme lain yang turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalahmenghibisi
proses fagositosis dan menstabilisasi membran lisosom dari sel-selfagosit.
Penggunaan Kortikosteroid Topikal
 Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihanuntuk suatu
penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif
terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatankausal.
 Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis,dermatitis atopik,
dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis numularis,
dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dandermatitis solaris
(fotodermatitis).
 Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan
harapan agar remisi lebih cepat terjadi.
 Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus erimatousus diskoid, psoriasis di telapak
tangan dan kaki, nekrobiosislipiodika diabetikorum, vitiligo, granuloma anulare,
sarkoidosis, liken planus, pemfigoid,eksantema fikstum.
 Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek sampingsedikit dan
harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan,yaitu jenis
penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas tidaknya lesi,
dalam dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi.
 Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.
 Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakittersebut
sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalahmenurunnya
respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang berupa
toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan
beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilanglagi bila
pengolesan obat tetap dilanjutkan.

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni :

 Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.
 Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu,sebaiknya jangan
lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlahsalah satu dari golongan sedang
dan bila perlu diteruskan denganhidrokortison asetat 1%.
 Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab untuk semua
dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai kortikosteroid
poten karena hal ini dapat mengaburkanruam khas suatu dermatosis. Tinea dan scabies
incognito adalah tinea danscabies dengan gambaran klinik tidak khas disebabkan pemakaian
kortikosteroid.

Efek Samping

Lengan bawah wanita usia 47 tahun yang menunjukkan kerusakan kulit karena
penggunaan topical steroid

Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striaeatrofise,
telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat,hipopigmentasi,
dermatitis peroral.

Efek samping dapat terjadi apabila :


 Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.
 Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan
sangat oklusif. Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat
potensiasinya, tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari
potensi, kecuali mungkin merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Denganini
efek samping hanya bisa dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yanglebih
lemah atau mengetahui dengan pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus
digunakan jika menggunaka
Efek Samping Kortikosteroid topical
 Diabetes Melitus
 osteoporosis
 Dermatitis kontak alergi
 steroid atrofi
Efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat:
 Efek Epidermal Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik
dermal,suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran
darikonvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretino intopikal
secara konkomitan. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah
ditemukan.Komplikasi ini muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid
intrakutan.
 Efek Dermal Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar.
Inimenyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah
akanmenyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan
intradermalyang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot
hemorrhage. Ininantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat
seperti usiakulit prematur.
 Efek Vaskular Efek ini termasuk Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya
menyebabkanvasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial. Fenomena
rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darahyang kecil
mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema,inflamasi lanjut, dan
kadang-kadang pustulasi.
 Ketergantungan atau Rebound: sindrom penarikan kortikosteroid adalah kejadian sering
terlihat, juga disebut “Sindrom Kulit Merah”. Penghentian total steroid adalah wajib dan,
sementara reversibel, dapat menjadi proses yang berkepanjangan dan sulit diatasi
 Terlalu sering menggunakan steroid topikal dapat menyebabkan dermatitis. Penarikan
seluruh penggunaan steroid topikal dapat menghilangkan dermatitis.
 Dermatitis perioral: Ini adalah ruam yang terjadi di sekitar mulut dan daerah mata yang
telah dikaitkan dengan steroid topikal.
 Efek pada mata. Tetes steroid topikal yang sering digunakan setelah operasi mata tetapi juga
dapat meningkatkan tekanan intra-okular (TIO) dan meningkatkan risiko glaukoma,
katarak, retinopati serta efek samping sistemik
 Tachyphylaxis: Perkembangan akut toleransi terhadap aksi dari obat setelah dosis berulang
tachyphylaxis signifikan dapat terjadi dari hari ke hari 4 terapi. Pemulihan biasanya terjadi
setelah istirahat 3 sampai 4 hari. Hal ini mengakibatkan terapi seperti 3 hari, 4 hari libur,
atau satu minggu pada terapi, dan satu minggu off terapi.
 Efek samping lokal: Ini termasuk hipertrikosis wajah, folikulitis, miliaria, ulkus kelamin,
dan granuloma infantum gluteale.
 Penggunaan jangka panjang mengakibatkan Scabies Norwegia, sarkoma Kaposi, dan
dermatosis yang tidak biasa lainnya.
 Jamkhedkar Preeta dkk tahun 1996 pernah melakukan studi untuk mengevaluasi keamanan
dan tolerabilitas fluticasone ini dalam terapi eksim dan psoriasis. Fluticasone propionate
0.05% dibandingkan dengan krim betamethasone valerate 0,12%. Ada 107 pasien yang
menyelesaikan studi, 61 menderita psoriasis dan 46 menderita eksim.
 Secara efikasi dan afinitas, fluticasone propionate maupun betamethasone valerate
menunjukkan hasil yang setara. Penipisan kulit, setelah dilakukan ultrasound atau biopsi
tidak signifikan dibandingkan placebo dalam terapi lebih dari 8 minggu, dengan sekali
terapi sehari. Fluticasone propionate sama sekali tidak menimbulkan efek samping sistemik
berupa supresi HPA-axis.
 Studi untuk menilai efek samping penggunaan fluticasone propionate, dalam hal ini supresi
HPA-axis, dilakukan oleh Hebert dkk dari University of Texas-Houston Medical School.
Studi dilakukan pada anak-anak (3 bulan-6 tahun) penderita dermatitis atopik skala luas,
yakni hampir 65% permukaan kulit mendapat terapi. Penilaian studi adalah absennya
supresi adrenal dengan pemberian fluticasone propionate 0,05%. Ternyata tidak ada
perbedaan signifikan dalam kadar kortisol rata-rata, sebelum dan setelah terapi. Pada pasien
usia 3 bulan, fluticasone tidak berimbas pada fungsi HPA axis serta tidak menyebabkan
penipisan kulit meskipun diberikan fluticasone secara ekstensif.
 Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu
atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewanmenunjukkan
penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada
pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia,
tetapi mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi diabsorbsi di kulit
memasuki aliran darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal
pada waktu hamil harus dihindari kecuali mendapat nasehat daridokter untuk
menggunakannya. Begitu juga pada waktu menyusui, penggunaankortikosteroid topikal
harus dihindari dan diperhatikan. Kortikosteroid juga hati-hati digunakan pada anak-anak
.

Anda mungkin juga menyukai