Anda di halaman 1dari 32

Distosia

Kepaniteraan Obstetri & Ginekologi RS Sumber Waras


 Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologists
pada tahun 2003, sekitar 60% pelahiran caesar diakibatkan oleh
diagnosis distosia.
 Secara harafiah, distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai
dengan kemajuan persalinan yang lambat.
Pendahuluan  Diakibatkan 3 abnormalitas berbeda:
 Powers – kontraktilitas uterus dan usaha mendorong ibu
 Passenger – janin
 Passage- jalan lahir/ pelvis
Diagnostik
(Friedman’s
Curve)
Diagnostik
Diagnostik
(Partograf)
Inersia uteri (hypotonic uterine
contraction)
Distosia
karena His terlampau kuat (hypertonic
Kelainan uterine contraction)

Tenaga
Incoordinated uterine action
Etiologi Penanganan Umum

 Terutama ditemukan pada  Keadaan umum harus diawasi.


primigravida, khususnya Tanda-tanda vital diukur tiap 4
primigravida tua. jam. Denyut jantung janin tiap
30 menit/ lebih sering
Etiologi dan  Penyebab yang penting dalam
kelianan his, khususnya inersia  Awasi kemungkinan dehidrasi
Penanganan uteri, adalah kelainan letak
janin (disproporsi sefalopelvik)
dan asidosis
 Pemberian infus larutan
Umum  Peregangan rahim berlebihan glukosa 5% dan NaCl 0.9%
bergantian
(kehamilan ganda, hidramnion)
merupakan penyebab inersia  Pethidin 50 mg dapat diberikan
uteri murni untuk mengurangi nyeri
 Kelainan bentuk uterus (uterus  Apabila ketuban sudah pecah,
bikornis unikollis) keputusan untuk
menyelesaikan persalinan
 Idiopatik pada 50% kasus tidak boleh ditunda
 Inersia uteri:
 Inersia uteri primer
 Inersia uteri sekunder

 His di fundus normal (berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu


daripada bagian lain), kelainannya terletak pada kontraksi uterus
Inersia Uteri lebih singkat, jarang, dan tekanan yang dihasilkan tidak cukup
untuk mendilatasi serviks  Inersia uteri primer
(Hypotonic  Keadaan umum biasanya baik, tidak terlalu nyeri.
Uterine  Persalinan tidak dibiarkan berlangsung lama karena dapat
menimbulkan kelelahan otot uterus
Contraction)  Harus dibedakan dengan kontraksi palsu
 Setelah diagnosis ditetapkan, harus diperiksa keadaan serviks,
presentasi serta posisi janin, penurunan kepala, dan keadaan
panggul
 Apabila ada disproporsi sefalopelfik  seksio sesarea
 Apabila kepala atau bokong janin sudah masuk ke dalam panggul,
Inersia Uteri pasien disarankan untuk mobilisasi aktif
(Hypotonic  Bila ketuban belum pecah saat pemeriksaan dalam, ketuban boleh
dipecahkan
Uterine  Dapat diberikan terapi oksitosin 5 satuan yang dimasukan ke
Contraction) dalam larutan glukosa 5%, diberikan secara IV (12-50 tetes/
menit). Infus dihentikan bila kontraksi >60 detik atau denyut
jantung janin menjadi cepat atau lambat.
 His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
selesai dalam waktu yang sangat singkat.
His Terlampau  Partus yang sudah selesai < 3 jam  partus presipitatus : his
normal, tonus otot diluar his juga biasa, kelainannya terletak pada
Kuat kekuatan his.
(Hypertonic  Bahaya partus presipitatus: terjadinya perlukaan luas pada jalan
lahir, khususnya serviks uteri, vagina, perineum, ruptur uteri, dan
Uterine perdarahan pasca partum; sedangkan bayi dapat mengalami
Contraction) perdarahan dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami
tekanan kuat dalam waktu singkat
 Tonus otot uterus meingkat walau diluar his, kontraksinya tidak
ada sinkronisasi antara bagian-bagiannya.
 Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan
bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan
 Tonus otot uterus yang terus meningkat menyebabkan rasa nyeri
Incoordinated yang lebih bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia pada
janin.
Uterine Action  Dapat menyebabkan distosia serviks
 Kelainan ini hanya dapat diobati secara simtomatis. Usaha yang
dapat dilakukan ialah mengurangi tonus otot dan mengurangi
ketakutan penderita (pemberian analgetika seperti morphin dan
pethidin)
 Pertimbangkan seksio sesarea
 Keadaan ini meliputi:
 Asinklitismus
Distosia  Posisi oksiput posterior persisten
karena  Posisi oksiput transversal persisten
 Presentasi wajah atau dahi
Kelainan Letak  Posisi melintang
dan Bentuk  Presentasi gabungan
 Hidrosefalus
Janin  Distensi abdomen janin
 Distosia bahu
Asinklitismus
 Kemungkinan pelahiran per vagina adalah:
 Pelahiran spontan  kepala diarahkan ke perineum untuk
menghasilkan kekuatan yg lebih besar daripada kekuatan untuk
posisi oksiput anterior. Tindakan episiotomy dan foseps biasanya
diperlukan
 Pelahiran dengan forseps pada posisi oksiput posterior 
Posisi Oksiput ditempatkan bilateral disepanjang diameter mentooksipital
 Rotasi manual menjadi oksiput posterior yang diikuti pelahiran
Posterior spontan atau dengan forseps  mencari telinga posterior,kepala
digenggam dengan jari-jari pada salah satu telinga dan ibu jari pada
Persisten telinga lainnya dan diusahakan rotasi oksiput ke posisi anterior
 Rotasi forseps menjadi oksiput anterior dan pelahiran  syarat:
kepala telah masuk, serviks terdilatasi penuh, pelvis adekuat.

 Komplikasi pelahiran lebih sering ditemukan pada oksiput


posterior persisten dan menyebabkan peningkatan efek samping
jangka pendek pada keluaran neonatus
 Biasanya bersifat sementara, kecuali jika kontraksinya hipotonik,
Posisi Oksiput rotasi anterior secara spontan biasanya diselesaikan dengan
Transversal cepat.
 Dapat dilakukan rotasi manual atau sebagai alternativ, dapat
Persisten menggunakan forseps Kielland.
 Presentasi wajah: kepala dalam
keadaan hiperekstensi sehingga
oksiput berkontak dengan
punggung janin dan mentum adalah
bagian terendah
 Etiologi dan faktor predisposisi:
 Bayi premature : dimensi
Presentasi kepalanya yang lebih kecil dapat
engage sebelum berubah ke posisi
verteks.
Wajah atau  Malformasi janin
Dahi  Hidramnion
 Pintu atas panggul yang sempit
 Paritas tinggi
 Didiagnosis melalui pemeriksaan
vagina dan palpasi gambaran wajah
 Tatalaksana: pelahiran caesar
 Presentasi dahi: bagian kepala janin
di antara margo supraorbitalis dan
fontanel anterior berada di pintu
atas panggul.
 Pelahiran tidak dapat terjadi selama
masih dalam presentasi dahi, kecuali
jika kepala janin kecil atau panggul
sangat besar.
 Sutura frontalis, fontanel anterior
yang besar, margo supraorbitalis,
mata, dan dasar hidung dapat
dirasakan.
 Engagement tidak mungkin terjadi
sampai terdapat molding yang nyata
atau menjadi presentasi wajah
 Dapat terjadi caput succedaneum
 Prognosisnya buruk untuk pelahiran
per vagina.
 Aksis memanjang janin tegak lurus terhadap ibu.
 Biasanya bahu berada di pintu atas panggul, kepala berada pada
salah satu fossa iliaca, dan bokong di fossa lainnya.
 Keadaan ini menciptakan presentasi bahu dan arah posisi janin
ditentukan dari letak akromion.
Posisi  Penyebab yang sering untuk posisi melintang meliputi:
Melintang  Relaksasi dinding abdomen pada paritas tinggi
 Janin prematur
 Plasenta previa
 Anatomi uterus abnormal
 Hidramnion
 Panggul sempit
 Diagnosis:
 Pada inspeksi, abdomen terlihat lebar dan fundus uteri hanya sedikit
meluas di atas umbilicus
 Tidak ada kutub janin yang terdeteksi di fundus
 Pada pemeriksaan vagina , di tahap awal persalinan, jika sisi toraks
dapat diraih, dapat diketahui dengan merasakan “struktur yang
berjajar pararel” pada iga

 Pelahiran spontan tidak mungkin terjadi dengan posisi melintang


yang persisten
 Komplikasi yang mungkin terjadi: ruptur uterus, kecenderungan
meningkatnya prolapses tali pusat, dan perlunya operatif major.
 Janin kecil (< 800g) dan panggul luas, pelahiran spontan mungkin
terjadi. Kepala dan toraks kemudian melewati rongga panggul
pada waktu yang sama (conduplicato corpore)
 Tatalaksana: pelahiran Caesar atau usaha versi eksternal.
 Ekstremitas menonjol di sisi bagian
terbawah janin dan keduanya tampak
secara bersamaan di dalam panggul
 Penyebab presentasi gabungan adalah
kondisi yang mencegah oklusi komplit
pintu atas panggul oleh kepala janin,
termasuk persalinan kurang bulan.
 Pada sebagian besar kasus, bagian yang
Presentasi mengalami prolapses seharusnya
dibiarkan saja, karena kebanyakan tidak
Gabungan akan mengganggu jalannya persalinan
 Jika tampaknya menghalangi
penerunan kepala, lengan yang
prolapses sebaiknya didorong perlahan
ke atas dan kepala secara simultan akan
terdorong ke bawah.
 Komplikasi: nekrosis iskemik lengan
bawah  amputasi
 Makrosefali karena akumulasi berlebihan cairan serebrospinal
dapat menghambat pelahiran per vagina
 Lingkar kepala janin cukup bulan normal berkisar 32 – 38 cm. Pada
hidrosefalus lingkar kepala dapat berkisar antara 50 – 80 cm.
 Volume cairan biasanya 500 dan 1500mL.
 Sering disebabkan oleh defek, terutama cacat tabung – saraf.
Hidrosefalus  Presentasi bokong ditemukan pada setidaknya 1/3 janin.
 Tatalaksana:
 Jika diameter BPD < 10 cm atau lingkar kepala <36 cm, pelahiran per
vagina mungkin diperbolehkan
 Dahulu sefalosentesis adalah cara utama penatalaksanaan
intrapartum hidrosefalus di masa lalu.
 Sekarang direkomendasikan semua janin untuk dilahirkan secara
caesarea.
 Pembesaran abdomen janin yang cukup untuk menyebabkan
distosia biasanya disebabkan oleh:
 Kandung kemih yang sangat terdistensi
Distensi  Asites
Abdomen  Pembesaran ginjal atau hati

Janin  Didiagnosis dengan sonografi sebelum pelahiran


 Secara umum, prognosis janin buruk, tanpa memandang metode
pelahiran
 Waktu rata-rata untuk pelahiran kepala sampai badan pada
kelahiran normal adalah 24 detik dibandingkan dengan 79 detik
pada janin yang mengalami distosia bahu.
 Pelahiran kepala sampai badan yang melebihi waktu 60 detik
dapat digunakan untuk memastikan distosia bahu.
 Konsekuensi bagi ibu: atoni uteri, laserasi vagina dan serviks.
 Konsekuensi bagi janin: kelainan pleksus brakialis Erb atau
Duchene transien terjadi pada 2/3 cedera, fraktur klavikula, fraktur
Distosia Bahu humerus, paralisis Klumpke.
 Faktor resiko:
 Obesitas
 Multiparitas
 Diabetes
 Post term
 Makrosomia
Distosia
karena
Kelainan Jalan
Lahir
 Terjadi akibat berkurangnya kapasitas pelvis, ukuran janin yang
sangat besar, atau yang lebih umum, kombinasi keduanya.
 Pintu atas panggul yang sempit
 Jika diameter anteroposterior yang terpendek kurang dari 10 cm
atau jika diameter transversal yang paling besar kurang dari 12 cm.
 Biasanya diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonalis
secara manual. ( Konjugata diagonalis < 11.5 cm )
 Rata-rata diameter biparietal janin 9.5 - 9.8 cm
Disproporsi
 Panggul tengah yang sempit
Fetopelvik  Lebih sering daripada pintu atas panggul yang sempit
 Panggul tengah biasanya sempit jika jumlah diameter interspinosus
dan sagitalis posterior 13.5cm atau kurang. (normal 15.5 cm)

 Pintu bawah panggul yang sempit


 Didefinisikan sebagai diameter tuberositas interiskial 8 cm atau
kurang.
 Perkiraan kapasitas panggul
 Kepala janin yang unengaged dapat mengindikasikan ukuran kepala
Disproporsi janin yang sangat besar atau berkurangnya kapasitas pintu atas
panggul
Fetopelvik  Pelvimetri sinar-x
 CT-Scan
 MRI
 Komplikasi bagi ibu
 Korioamnionitis intrapartum dan infeksi panggul pascapartum
 Perdarahan pascapartum akibat atoni
 Ruptur uterus ( cincin retraksi patologis Bandl)
Komplikasi  Pembentukan fistula (vesikovaginal, vesikoservikal, rektovaginal)
 Cedera dasar panggul (dapat menyebabkan inkontinensia urin, alvi,
bagi Ibu dan atau prolapses organ panggul)
 Cedera saraf pascapartum pada ekstermintas bawah
Janin dengan
 Komplikasi perinatal
Distosia  Sepsis
 Caput succedaneum
 Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong
CY. Williams Obstetrics. 23rd ed. McGraw – Hill, 2010
Daftar Pustaka  Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta: PT Bina
Pustaka Mandiri, 2016

Anda mungkin juga menyukai