Anda di halaman 1dari 16

Klasifikasi Distosia

1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan)


Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang menghambat
kemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan pendataran/effacement (kekuatan primer), dan
atau kemajuan penurunan (kekuatan sekunder). Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktor
yang dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai berikut:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) Kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi yangberlebihan,
kehamilan ganda, atau hidramnion)

c) Kelainan bentuk dan posisi janin

d) Disproporsi cephalopelvic (CPD)

e) Overstimulasi oxytocin

f) Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan kecemasan

g) Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya

Kontraksi uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus primer (hipotonik)
dan disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).

a) Disfungsi Hipotonik

Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap kontraksi persalinan aktif
akan menjadi lemah dan tidak efisien, atau berhenti sama sekali.
Uterus mudah “indented”, bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan intrauterin selama
kontraksi (biasanya kurang dari 25 mmHg) tidak mencukupi untuk kemajuan penipisan
serviks dan dilatasi. CPD dan malposisi adalah penyebab umum dari jenis disfungsi dari
uterus.
HIS bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu
daripada bagian lain, kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih aman,
singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum penderita biasanya baik dan rasa nyeri
tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya baik bagi ibu
ataupun janin. Apabila his terlampau kuat maka akan terjadi disfungsi hipertonik
b) Disfungsi Hipertonik

Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi tidak efektif
menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan effacement. Kontraksi ini biasa terjadi pada
tahap laten,yaitu dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak terkoordinasi. Kekuatan
kontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari pada di fundus, karena uterus tidak
mampu menekan kebawah untuk mendorong sampai ke servik. Uterus mungkin mengalami
kekakuan diantara kontraksi (Gilbert, 2007).
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan organik pada servik, misalnya
karena jaringan parut atau karsinoma. Dengan HIS kuat serviks bisa robek, dan robekan ini
bisa menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu setiap wanita yang pernah mengalami
operasi pada serviks selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit. Kondisi distosia ini
jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak diberi pengawasan yang baik waktu
persalinan.
Perbedaan antara Disfungsi Hipertonik dan Disfungsi Hipotonik
Disfungsi Hipertonik Disfungsi Hipotonik
Kontraksi
· Tidak teratur dan tidak terorganisasi· Terkoordinasi tetapi lemah
· Intensitas lemah dan pendek, tetapi · Frekuensi kurang dan pendek
nyeri dan kram selama durasi kontraksi
· Ibu mungkin kurang nyaman
Uteri resting tone karena kontraksi lemah
· Diatas normal, hampir sama dengan
karakteristik ablusio plasenta. · Tidak meningkat
Fase persalinan
· Laten, terjadi sebelum dilasi 4 cm.
· Lebih jarang terjadi daripada
hypotonik disfungsi
Manajemen terapeutik · Aktif, biasanya terjadi setelah
dilasi 4 cm
· Koreksi penyebab jika bisa
· Lebih sering terjadi dari pada
diidentifikasi
hipertonik
· Pemberian obat penenang untuk bisa
beristirahat
· Hidrasi · Amniotomy
· Tocolytics untuk mengurangi “high· Augmentasi oksitoksin
uterine tone” danpromote perfusi · seksio sesaria jika tidak ada
plasenta peningkatan
Nursing Care
· Promote aliran darah uterus
· Promote istirahat, kenyamanan, dan
relaksasi
· Menghilangkan nyeri
· Dukungan emosional: terima
kenyataan tentang nyeri dan frustasi.· Intervensi berhubungan dengan
Jelaskan alasan tindakan untuk amniotomy dan augmentasi
menyelesaikan persalinan abnormal, oksitosin.
tujuan dan akibat yang dipresiksi. · Mendorong perubahan posisi.
· Ambulasi jika tidak kontraindikasi
dan bisa diterima oleh ibu
· Dukungan emosional: jelaskan
tindakan yang diambil untuk
meningkatkan ketidakefektifan
kontraksi. Libatkan anggota
keluarga dalam mendukung emosi
ibu untuk mengurangi kecemasan
Etiologi Distosia karena kelainan tenaga
1. Faktor herediter memegang peranan dalam kelainan ini.
2. Faktor emosi (ketakutan )

3. Bagian bawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah uterus seperti misalnya
pada kelainan letak janin/disproporsi cephalopelvic.

4. Pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui.

5. Kelainan tenaga terutama ditemukan pada primigravida, khususnya primigravida tua.

Penatalaksanaan
Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun harus diawasi dengan
seksama. Tekanan darah, denyut jantung janin, kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus
dipantau secara berkala. Untuk mengurangi rasa nyeri perlu diberikan analgetik. Pemeriksaan
dalam perlu diadakan. Apabila persalinan berlangsung dalam 24 jam tanpa kemajuan yang
berarti perlu diadakan penilaian yang seksama seperti penilaian keadaan umum, apakah
persalian benar-benar sudah mulai atau masih dalam false labour, apakah ada inersia uteri.
Untuk menetapkan hal ini perlu dilakukan pelvimetri rontgenologik/MRI.
Pada keadaan HIS terlalu kuat persalinan perlu diawasi dan episiotomi dilakukan pada
waktu yang tepat untuk menghindari terjadinya ruptura perinei tingkat 3. Bila mana HIS
terlalu kuat dan ada rintangan yang menghalangi lahirnya janin dapat timbul lingkaran
retraksi patologik, yang merupakan tanda bahaya terjadinya ruptura uteri. Dalam keadaan ini
janin harus segera dilahirkan dengan cara yang memberikan trauma sedikit-sedikit nya bagi
ibu dan anak.
Penatalaksanaan disfungsi uterus hipertonik dilakukan melalui upaya istirahat
terapeutik. Upaya ini dilakukan melalui pemberian analgesik yang effektif, seperti morfin
atau meperidin, untuk mengurangi nyeri dan menyebabkan wanita tertidur. Penatalaksanaan
disfungsi uterus hipotonik biasanya menyingkirkan kemungkinan disproporsi
sefalopelvis(CPD) dengan melakukan pemeriksaan menggunakan ultrasound atau
pemeriksaan sinar X yang diikuti dengan augmentasi disfunctional dengan
oksitosin. Kekuatan sekunder atau upaya mengejan dapat menjadi lebih berat akibat
penggunaan analgesik dalam jumlah besar, pemberian anastesi, ibu keletihan, hidrasi yang
tidak adekuat dan posisi ibu.
2. Distosia karena Kelainan struktur Pelvis

Jenis-jenis panggul:
a) Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang lebih panjang sedikit
daripada diameter anteroposterior dan dengan panggul tengah dan pintu bawah panggul yang
cukup luas.
b) Panggul Antropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter transversa dengan arkus
pubis menyempit sedikit
c) Panggul Android
Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan dengan penyempitan
kedepan, dengan spina iskiadika menonjol kedalam dan arkus pubis menyempit.
d) Panggul Platypelloid
Diameter anteroposterior yang jelas lebih pendek daripada diameter transversa pada
pintu atas panggul dengan arkus pubis yang luas.
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter pelvis yang mengurangi
kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis inlet (pintu atas panggul), pelvis bagian
tengah,pelvis outlet (pintu bawah panggul), atau kombinasi dari ketiganya.

Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia.Kontraktur pelvis


mungkin disebabkan oleh ketidak normalan kongenital, malnutrisi maternal, neoplasma atau
kelainan tulang belakang. Ketidakmatangan ukuran pembentukan pelvis pada beberapa ibu
muda dapat menyebabkan distosia pelvis.

Kesempitan pada pintu atas panggul


Kontraktur pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata kurang dari 11,5
cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu meningkat.Karena bentuk interfere dengan
engagement dan bayi turun, sehingga beresiko terhadap prolaps tali pusat.

Kesempitan panggul tengah

Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior
persisten atau posisi kepaladalam posisi lintang tetap.

Kesempitan pintu bawah panggul


Agar kepala janin dapat lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian
belakang pintu bawah panggul. Dengan distansi tuberum bersama dengan diameter sagittalis
posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran normal.
Penanganan
Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kemajuan pembukaan serviks, apakah
gangguan pembukaan seperti: pemanjangan fase laten; pemanjangan fase aktif; sekunder
arrest, bagaimana kemajuan penurunan bagian terbawah janin (belakang kepala), apakah ada
tanda-tanda klinis dari ibu atau janin yang menunjukkan adanya bahaya bagi ibu atau anak
(seperti: gawat janin, rupture uteri)
Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan bahwa persalinan
pervaginam tidak mungkin dan harus dilaksanakan seksio sesaria. Bila ada kemajuan
pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancer, maka persalinan pervaginam bisa
dilaksanakan.
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a) Kelainan letak, presentasi atau posisi
Ø Posisi oksipitalis posterior persisten
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui pintu atas
panggul dengan sutura sagittalis melintang atau miring sehingga ubun-ubun kecil dapat
berada di kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau kanan
belakang. Namun keadaan ini pada umumnya tidak akan terjadi kesulitan perputarannya
kedepan, yaitu bila keadaan kepala janin dalam keadaan fleksi dan panggul mempunyai
bentuk serta ukuran normal.
Penyebab terjadinya posisi oksipitalis posterior persisten ialah usaha penyesuaian
kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul.
Mekanisme persalinan
Bila hubungan antara panggul dan kepala janin cukup longgar, persalinan pada posisi
oksipitalis posterior persisten dapat berlangsung secara spontan, tetapi pada umumnya lebih
lama. Kepala janin akan lahir dalam keadaan muka dibawah simfisis dengan mekanisme
sebagai berikut: Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar berada dibawah
simfisis, dengan ubun-ubun besar tersebut sebagai hipomoklion, oksipitalis akan lahir melaui
perineum diikuti bagian kepala yang lain.

Prognosis
Persalinan pada umumnya berlansung lebih lama kemungkinan kerusakan jalan janin
lebih besar, kematian perinatal lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan ubun-ubun kecil
berada didepan.
Penanganan
Pada persalinan ini sebaiknya dilakukan pengawasan yang seksama, tindakan untuk
mempercepat jalannya persalinan dilakukan apabila kala II terlalu lama atau ada tanda-tanda
bahaya terhadap janin. Pada persalinan letak belakang kepala akan lebih mudah apabila letak
ubun-ubun kecil berada di depan, maka harus diusahakan agar ubun-ubun kecil dapat diputar
kedepan. Perputaran kepala dapat dilakukan dengan tangan penolong yang dimasukkan ke
dalam vagina atau dengan cunam.
Ø Presentasi puncak kepala
Kondisi ini kepala dalam keaadaan defleksi. Berdasarkan derajat defleksinya maka
dapat terjadi presentasi puncak kepala, presentasi dahi atau presentasimuka. Presentasi
puncak kepala (presentasi sinsiput) terjadi apabila derajat defleksinya ringan sehingga ubun-
ubun besar berada dibawah. Keadaan ini merupakan kedudukan sementara yang kemudian
berubah menjadi presentasi belakang kepala.
Mekanisme persalinan
Penangannya hamper sama dengan posisi oksipitalis posterior persisten. Perbedaanya
ialah pada presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal.
Ø Presentasi muka
Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi kepala maksimal sehingga muka bagian
terendah. Kondisi ini dapat terjadi pada panggul sempit atau janin besar. Multiparitas dan
perut gantung juga merupakan faktor yang menyebabkan persentasi muka.

Diagnosa
Untuk mendiagnosa kondisi ini, selain pemeriksaan luar pada umumnya perlu
dilakukan pemeriksaan dalam. Apabila muka sudah masuk kedalam rongga panggul jari
pemeriksa dapat meraba dagu, mulut, hidung, dan pinggir orbita. Pemeriksaan rontgenologik
atau MRI perlu dilakukan.
Mekanisme persalinan
Kepala turun melalui pintu atas panggul dengan sirrkumferensia trakelo-parietalis dan
dengan dagu melintang atau miring. Setelah muka mencapai dasar panggul terjadi putaran
paksi dalam, sehingga dagu memutar kedepan dan berada dibawah arkus pubis. Dengan
daerah submentum sebagai hipomoklion, kepala lahir dengan kepala fleksi sehingga dahi,
ubun-ubun besar, dan bagian belakang kepala melewati perineum. Setelah kepala lahir terjadi
putaran paksi luar dan badan janin lahir seperti pada persentasi belakang kepala. Apabila
dagu berada dibelakang, pad waktu putaran dalam dagu harus melewati jarak yang lebih jauh
supaya dapat berada didepan. Apabila dagu tidak dapat berputar kedepan (posisi mento
posterior persisten) dan janin tidak dapat lahir spontan, kondisi ini harus segera dilakukan
tindakan untuk menolong persalinan.
Kesulitan persalinan dapat terjadi karena ada kesempitan panggul dan janin yang
besar. Pada persentasi muka tidak dapat melakukan dilatasi servik secara sempurna dan
bagian terendah harus turun sampai ke dasar panggul sebelum ukuran terbesar kepala
melewati pintu atas panggul.
Penanganan
Bila selama pengamatan kala II terjadi posisi mento posterior persisten, maka
diusahakan untuk memutar dagu kedepan dengan satu tangan dimasukkan ke vagina. Jika
usaha ini tidak berhasil maka dilakukan secsio sesaria.
Ø Presentasi dahi
Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi kepalanya lebih berat, sehingga dahi
merupakan bagian yang paling rendah. Kondisi ini merupakan kedudukan yang bersifat
sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi muka atau presentasi belakang
kepala. Penyebab terjadinya kondisi ini sama dengan presentasi muka.
Diagnosis
Pemeriksaan luar menunjukkan denyut jantung janin lebih jelas didengar dibagian
dada. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba sutura frontalis, yang bila diikuti pada ujung
yang satu diraba pada ubun-ubun besar dan pda ujung lain teraba pangkal hidung dan
lingkaran orbita. Pada presentasi dahi mulut dan dagu tidak dapat diraba.
Mekanisme persalinan
Kepala masuk melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia maksilloparietalis
serta sutura frontalis melintang atau miring. Setelah terjadi moulage, dan ukuran terbesar
kepala telah melalui pintu atas panggul, panggul memutar kedepan. Sesudah dagu berada
didepan, dengan fosa kanina sebagai hipomoklion, terjadi fleksi sehingga ubun-ubun besar
dan belakang kepala lahir melewati perineum. Kemudian terjadi defleksi, sehingga mulut dan
dagu lahir dibawah simfisis yang menghalangi presentasi dahi untuk berubah menjadi
presentasi muka, biasanya karena moulage dan kaput suksedaneum yang besar pada dahi
waktu kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan defleksi. Persalinan
membutuhkan waktu yang lama dan jarang berlangsung spontan, sedangkan persalinan
pervaginam berakibat perlukaan luas pada perineum dan jalan lahir lainnya.
Prognosis
Janin yang kecil masih mungkin lahir spontan, tetapi janin dengan berat dan besar
normal tidak dapat lahir spontan pervaginam.
Penanganan
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak akan dapat lahir
spontan melalui vagina sehingga harus dilahirkan dengan secsio sesaria. Bila persalinan
mengalami kemajuan dan ada harapan presentasi dahi dapat berubah menjadi presentasi
belakang kepala tidak perlu dilakukan tindakan. Jika pada akhir kala I kepala belum masuk
kedalam rongga panggul, dapat diusahaakan mengubah presentasi dengan perasat Thorn.
Tapi jika tidak berhasil maka lakukan secsio sesaria. Meskipun kepala sudah masuk ke
rongga panggul, tetapi bila kala II tidak mengalami kemajuan, juga dilakukan secsio sesaria.
Bayi yang lahir dalam presentasi dahi menunjukkan kaput suksedaneum yang besar pada dahi
yang disertai moulage kepala yang hebat.
Ø Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
di fundus uteri dan bokong berada dibawah cavum uteri. Beberapa jenis letak sungsang yakni
:
- Presentasi bokong
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat keatas
sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Sehingga pada pemeriksaan
dalam hanya dapat diraba bokong.
- Presentasi bokong kaki sempurna
disamping bokong dapat diraba kedua kaki.
- Presentasi bokong kaki tidak sempurna
Hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain terangkat keatas.
- Presentasi kaki
Pada presentasi kaki bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.
Etiologi
Faktor- faktor yang memegang peranan terjadinya letak sungsang adalah multiparitas,
hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit, kelainan uterus
dan kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang karena plasenta mengurangi luas ruangan didaerah fundus.

Mekanisme persalinan
Bokong masuk kedalam rongga panggul dengan garis pangkal paha melintang atau
miring. Setelah menyentuh dasar panggul terjadi putaran paksi dalam, sehingga di pintu
bawah panggul garis panggul paha menempati diameter ante posterior dan trokanter depan
berada dibawah simfisis. Kemudian terjadi fleksi lateral pad badan janin, sehingga trokanter
belakang melewati perineum dan lahirlah seluruh bokong diikuti oleh kedua kaki. Setelah
bokong lahir terjadi putaran paksi luar dengan perut janin berada di posterior yang
memungkinkan bahu melewati pintu atas panggul dengan garis terbesar bahu melintang atau
miring. Terjadi putaran paksi dalam pada bahu, sehingga bahu depan berada dibawah simfisis
dan bahu belakang melewati perineum. Pada saat tersebut kepala masuk kedalam rongga
panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring. Didalam rongga panggul terjadi
putaran paksi dalam kepala sehingga muka memutar ke posterior dan oksiput kearah simfisis.
Dengan suboksiput sebagai hipomoklion, maka dagu, mulut, hidung, dahi, dan seluruh kepala
lahir berturut-turut melewati perineum.
Prognosis
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan letak kepala. Adanya kesempitan panggul sudah harus diduga pada waktu
pemeriksaan antenatal khususnya pada seorang primigravida dengan letak sungsang. Untuk
itu harus dilakukan pemeriksaan panggul atau MRI. Multiparitas dengan riwayat obstetrik
yang baik, tidak selalu menjamin persalinan dalam letak sungsang akan berlansung lancar,
sebab janin yang besar dapat menyebabkan disproporsi meskipun ukuran panggul normal.
Penanganan
a. Dalam kehamilan
Mengingat bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang dihindarkan. Untuk
itu sewaktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak sungsang terutama pada primigravida
hendaknya dilakukan versi luar menjadi presentasi kepala. Versi luar ini sebaiknya dilakukan
pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Kalau pada sebelum minggu ke 34 kemungkinan
besar janin masuh dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke 38 versi luar akan
sulit berhasil dikarenakan janin sudah besar dan jumlah air ketuban relatif telah berkurang.
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti dan denyut jantung janin
harus dalam keadaan baik. Kontaindikasi untuk versi luar adalah:
- panggul sempit
sebenarnya tidak ada gunanya melakukan versi luar karena jika berhasil perlu juga dilkukan
secsio sesaria. Jika kesempitan panggul hanya ringan maka versi luar harus diusahakan
karena jika berhasil akan memungkinkan dilakukan partus percobaan.
- perdarahan antepartum
tidak boleh dilakukan karena akan menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta.
- Hipertensi
Usaha versi luar akan dapat menyebabkan solusio plasenta.
- hamil kembar
pada hamil kembar janin yang lain dapat menghalangi versi luar, yang lebih berbahaya jika
janin terletak dalam satu kantong amnion, kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling
melilit.
- plasenta previa.

b. Dalam persalinan
Letak sunsang tanpa disproporsi cefalopelvic dapat diambil sikap menunggu sambil
mengawasi kemajuan persalinan, sampai umbilikus dilahirkan. Ekstraksi pada kaki atau
bokong hanya dilakukan apabila dalam kala II terdapat tanda-tanda bahaya bagi ibu atau
janin atau apabila kala II berlangsung lama maka secsio sesaria perlu dilakukan.

Ø Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya
bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu
atas panggul. Punggung janin berada di depa, di belakang, di atas, atau di bawah.
Etiologi
Penyebab terpenting letak lintang ialah multiparitas disertai dinding uterus dan perut
yang lembek. Keadaan lain yang dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga
panggul seperti misalnya panggul sempit, tumor di daerah panggul, plasenta previa,
kehamilan prematur, hidramnion dan kehamilan kembar,kelainan bentuk rahim seperti uterus
arkuatus/uterus subseptus.
Diagnosis
Pada inspeksi uterus tampak lebih melebar dan fundus uteri lebih rendah tidak sesuai
dengan umur kehamilannya. Pada palpasi fundus uteri kosong, kepala janin berada di
samping, dan di atas simfisis juga kosong, kecuali bila bahu sudah turun ke dalam panggul.
Denyut jantung janin ditemukan di sekitar umbilikus. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba
bahu dan tulang-tulang iga. Bila ketik di raba, arah menutupnya menunjukkan letak di mana
kepala janin berada. Punggung dapat ditentukan dengan terabanya skapula dan ruas tulang
belakang, dada dengan terabanya klavikula. Kadang-kadang dapat pula diraba tali pusat yang
menumbung.
Mekanisme Persalinan
Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan janin cukup bulan, tidak dapat
terjadi persalinan spontan.Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan
kematian janin dan ruptura uteridan keadaan ini dapat membahayakan ibu akibat perdarahan
dan infeksi dan seringkali berakibat kepada kematian.
Apabila janinnya kecil, sudah mati dan lembek persalinan dapat berlangsung spontan.
Janin lahir dalam keadaan terlipat melalui jalan lahir(konduplikasio korpore)atau lahir dengan
evolusio spontanea menurut cara Denman dan Douglas. Pada cara Denman bahu tertahan
pada simfisis dan dengan fleksi kuat dibagian bawah tulang belakang, badan bagian bawah,
bokong dan kaki turun di rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan
kepala. Pada cara Douglas bahu masuk kedalam rongga panggul, kemudian dilewati oleh
bokong dan kaki sehingga bahu, bokong dan kaki lahir, selanjutnya disusul oleh lahirnya
kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak
lintang, akibat fleksi lateral yang maksimal dari tubuh janin.
Prognosis
Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun
janinnya.
Penanganan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya diusahakan
mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Ibu diharuskan masuk rumah sakit
lebih dini pada permulaan persalinan, sehingga bila terjadi perubahan letak, segera dapat
ditentukan diagnosis dan penanganannya. Pada permulaan persalinan masih dapat diusahakan
mengubah letak lintang asalkan pembukaan masih kurang dari empat sentimeter dan ketuban
belum pecah. Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera
dilakukan seksio sesarea. Persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada riwayat
obstetrik wanita yang bersangkutan baik, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan
serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi. Selama menunggu harus
diusahakan ketuban ketuban tetap utuh. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap
dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban pecah,
tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat ditunggu sampai
pembukaan lengkap, kemudian dilakukan versi ekstraksi/seksio sesaria.
Ø Presentasi ganda
Keadaan dimana disamping kepala janin di dalam rongga panggul dijumpai tangan,
lengan/kaki, atau keadaan dimana disamping bokong janin dijumpai tangan.
Etiologi
Presentasi ganda terjadi karena pintu atas panggul tidak tertutup sempurna oleh kepala
atau bokong, misalnya pada seorang multipara dengan perut gantung, pada kesempitan
panggul dan janin yang kecil.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan pemeriksaan luar sulit ditentukan, sedangkan pada
pemeriksaan dalam, disamping kepala atau bokong dapat diraba tangan,
lengan/kaki,kemungkinan dapat juga teraba tali pusat menumbung yang sangan
mempengaruhi prognosis janin.
Penanganan
Pada presentasi ganda umumnya tidak ada indikasi untuk mengambil tindakan, karena
pada panggul dengan ukuran normal, persalinan dapat spontan per vagina. Akan tetapi
apabila lengan seluruhnya menumbung disamping kepala, sehingga menghalangi turunnya
kepala dapat dilakukan reposisi lengan. Tangan penolong dimasukkan kedalam vagina dan
mendorong lengan janin keatas melewati kepalanya, kemudian kepala didorong kedalam
rongga panggul dengan tekanan dari luar.
Apabila pada presentasi ganda ditemukan prolaksus funikuli, maka penanganan
bergantung pada kondisi janin dan pembukaan serviks. Bila janin dalam keadaan baik dan
pembukaan belum lengkap sebaiknya dilakukan secsio sesaria, sedangkan bila pembukaan
lengkap, panggul mempunyai ukuran normal pada multipara, dapat dipertimbangkan
melahirkan janin per vagina. Bila janin sudah meninggal, diusahakan untuk persalinan
spontan, sedangkan tindakan untuk mempercepat persalinan hanya dilakukan atas indikasi
ibu.
b) Kelainan bentuk janin
Ø Pertumbuhan janin yang berlebihan
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Kepala
dan bahu tidak mampu menyesuaikannya ke pelvis, selain itu distensi uterus oleh janin yang
besar mengurangi kekuatan kontraksi selama persalinan dan kelahirannya. Pada panggul
normal, janin dengan berat badan 4000-5000 gram pada umumnya tidak mengalami kesulitan
dalam melahirkannya.
Etiologi
Janin besar dipengaruhi oleh faktor keturunan. Selain itu janin besar dijumpai pada
wanita hamil dengan DM, postmaturitas dan grandemultipara.
Diagnosis
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Janin besar baru diketahui
setelah tidak adanya kemajuan persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Besarnya
kepala dan tubuh janin dapat diukur dengan menggunakan alat ultrasonik.
Prognosis
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4000 gram pada
umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran terjadi karena kepala yang
besar atau kepala yang lebih keras(pada post maturitas )tidak dapat memasuki pintu atas
panggul, atau karena bahu yang lebar sulit melewati rongga panggul. Menarik kepala
kebawah terlalu kuat dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat
perlukaan pada nervus brachialis dan muskulus sternocleidomastoideus.
Penanganan
Apabila kepala sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan
episiostomi mediolateral yang cukup luas, hidung, mulut janin dibersihkan, kemudian kepala
ditarik curam kebawah secara hati-hati dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil,
tubuh janin diputar dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan
lahir di bawah simfifis.
Tindakan yang bisa dilakukan untuk membantu mencegah distocia bahu adalah
membantu memutar kepala janin dan mendorongnya kebawah.(Camune& Brucher,
2007;Lanni & Seeds, 2007;Simpson 2008).
Metode yang digunakan untuk membantu distosia bahu:
a) menurut McRobert`s maneuver adalah ibu mengfleksikan pahanya lebuh tinggi dari
perutnya, dimana dapat mengangkat lengkung pelvic metode ini memiliki efek yang sama
dengan jongkok dan menambah upaya menekan kebawah.
b) Medode suprapubic pressure dilakukan oleh yang membantu persalinan, suprapubic pressure
dilakukan untuk mendorong bagian anterior bahu janin kearah bawah untuk memindahkan
janin dari atas ke simfisis pubis ibu.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan, dapat dilakukan
kleidotomi pada satu atau kedua klavikula untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan
lahir.
Ø Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah keadaan dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinal dalam
ventrikel otak, sehingga kepala menjadi besar sehingga terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun. Hidrosefalus akan menyebabkan disproporsi sefalopelvic
Diagnosis
Pada palpasi ditemukan kepala yang jauh lebih besar dan tidak dapat masuk kedalam
panggul, denyut jantung janin paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi, pada
pemeriksaan dalam diraba sutura-sutura dan ubun0ubun melebar dan tegang, sedangkan
tulang kepala sangat tipis dan mudah ditekan.
Prognosis
Hidrosefalus dapat mengakibatkan ruptura uteri. Ruptera uteri pada hidrosefalus dapat
terjadi sebelum pembukaan servik menjadi lengkap. Pada kasus hidrosefalus ini, kepala janin
harus dikecilkan pada permulaan persalinan. Pada pembukaan 3 cm cairan serebrospinal
dikeluarkan dengan pungsi pada kepala dengan menggunakan jarum spinal. Bila janin dalam
letak sungsang, pengeluaran cairan dari kepala dilakukan dengan pungsi atau perforasi
melalui foramen oksipitalis magnum atau sutura temporalis. selain itu, ventrikulosentesis
transabdominal dengan jarum spinal juga dianjurkan.
Ø Kelainan bentuk janin yang lain
a) Janin kembar melekat(double master)
Torakopagus(pelekatan pada dada) merupakan janin kembar melekat yang paling
sering menimbulkan kesukaran persalinan.
b) Janin dengan perut besar
Pembesaran perut yang menyebabkan distocia, akibat dari asites atau tumor hati,
limpa, ginjal dan ovarium jarang sekali dijumpai.

Ø Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin
didalam jalan lahir setelah ketuban pecah. Pada presentasi kepala, prolaksus funikuli sangat
berbahaya bagi janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian terendah janin
dengan jalan lahir dengan akibat gangguan oksigenasi.
Prolaksus funikuli dan turunnya tali pusat disebabkan oleh gangguan adaptasi bagian
bawah janin terhadap panggul, sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah
janin.

Diagnosis
Adanya tali pusat menumbung atau tali pusat terdepan baru dapat diketahui dengan
pemeriksaan dalam setelah terjadi pembukaan ostium uteri. Pada prolaksus funikuli tali pusat
dapat diraba dengan dua jari; tali pusat yang berdenyut menandakan janin masih hidup.
Penanganan
Pada prolaksus funikuli janin menghadapi bahaya hipoksia, karena tali pusat akan
terjepit antara bagian terendah janin dan jalan lahir. Apabila tali pusat masih berdenyut tapi
pembukaan belum lengkap tindakan yang harus dilakukan adalah reposisi tali pusat atau
seksio sesaria.
4. Distosia karena kelainan posisi ibu
Posisi bisa menimbulkan dampak positif dan negatif pada persalinan, dimana efek
gravitasi dan bagian tubuh memiliki hubungan yang penting untuk kemajuan proses
persalinan. Misalnya posisi tangan dan lutut, posisi oksiput posterior lebih efektif dari pada
posisi lintang. Posisi duduk dan jongkok membantu mendorong janin turun dan
memperpendek proses kala II (Terry et al, 2006). Posisi recumbent dan litotomy bisa
membantu pergerakan janin ke arah bawah. Apabila distosia karena kelainan posisi ibu ini
terjadi, tindakan yang harus segera dilakukan pada proses persalinan adalah seksio sesaria
atau vakum.
5. Distosia karena respon psikologis

Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti catecholamines)


dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap wanita bervariasi, tetapi nyeri dan
tidak adanya dukungan dari seseorang merupakan faktor penyebab stress.
Cemas yang berlebihan dapat menghambat dilatasi servik secara normal, persalinan
berlangsung lama, dan nyeri meningkat. Cemas juga menyebabkan peningkatan level strees
yang berkaitan dengan hormon (seperti: β endorphin, adrenokortikotropik, kortisol, dan
epinephrine). Hormon ini dapat menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi uterus.
6. Pola persalinan tidak normal

Pola persalinan yang tidak normal diidentifikasi dan diklasifikasikan oleh Riedman
(1989) berdasarkan sifat dilasi servikal dan penurunan janin.

Persalinan normal
a) Dilasi (pembukaan) berlanjut
- Fase laten: <4 cm dan low slope

- Fase aktif: > 5 cm dan high slope

- Fase deselerasi: ≥ 9 cm

b) Penurunan: aktif pada dilasi ≥ 9 cm


Persalinan tidak normal
Pola Nulliparas Multiparas
Fase laten < 20 jam >14 jam
prolonged
Fase dilasi aktif < 1.2 cm/jam <1.5 cm/jam
protracted
Secondary arrest: ≥ 2 jam ≥ 2 jam
no change
Protracted descent < 1 cm/jam < 2 cm/jam
Arrest of descent ≥ 1 jam ≥1/2 jam
Persalinan >5 cm /hari 10 cm/hari
precipitous
Failure of descent Tidak ada perubahan selama fase
deselarasi dan kala II

7. Distosia karena kelainan traktus genitalis


a) Vulva
Kelainan pada vulva yang menyebabkan distosia adalah edema, stenosis, dan
tumor. Edema biasanya timbul sebagai gejala preeklampsia dan terkadang karena gangguan
gizi. Pada persalinan jika ibu dibiarkan mengejan terus jika dibiarkan dapat juga
mengakibatkan edema. Stenosis pada vulva terjadi akibat perlukaan dan peradangan yang
menyebabkan ulkus dan sembuh dengan parut-parut yang menimbulkan kesulitan. Tumor
dalam neoplasma jarang ditemukan. Yang sering ditemukan kondilomata akuminata, kista,
atau abses glandula bartholin.
b) Vagina
Yang sering ditemukan pada vagina adalah septum vagina, dimana septum ini
memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap dalam bagian kanan dan bagian kiri.
Septum lengkap biasanya tidak menimbulkan distosia karena bagian vagina yang satu
umumnya cukup lebar, baik untuk koitus maupun untuk lahirnya janin. Septum tidak lengkap
kadang-kadang menahan turunnya kepala janin pada persalinan dan harus dipotong terlebih
dahulu.

Stenosis vagina yang tetap kaku dalam kehamilan merupakan halangan untuk lahirnya
bayi, perlu dipertimbangkan seksio sesaria. Tumor vagina dapat menjadi rintangan pada
lahirnya janin per vaginam
c) Servik uteri
Konglutinasio orivisii externi merupakan keadaan dimana pada kala I servik uteri
menipis akan tetapi pembukaan tidak terjadi, sehingga merupakan lembaran kertas dibawah
kepala janin. Karsinoma servisis uteri, merupakan keadaan yang menyebabkan distosia.
d) Uterus
Mioma uteri merupakan tumor pada uteri yang dapat menyebabkan distosia apabila
mioma uteri menghalangi lahirnya janin pervaginam, adanya kelainan letak janin yang
berhubungan dengan mioma uteri, dan inersia uteri yang berhubungan dengan mioma uteri.
e) Varium
Distosia karena tumor ovarium terjadi apabila menghalangi lahirnya janin
pervaginam. Dimana tumor ini terletak pada cavum douglas. Membiarkan persalinan
berlangsung lama mengandung bahaya pecahnya tumor atau ruptura uteri atau infeksi
intrapartum.
B. Asuhan keperawatan Pada distosia
Diagnosa keperawatan yang mungkin bisa diidentifikasi pada wanita yang mengalami
distosia adalah:
1. Resiko cidera maternal dan fetal berhubungan dengan implementasi dari intervensi untuk
distosia
2. Kehilangan kekuatan berhubungan dengan kehilangan kontrol
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kelahiran prematur dan pecahnya membran, atau
berhubungan dengan prosedur operasi
Perencanaan
Hasil yang diharapkan pada ibu yang mengalami distosia adalah:
1. Mengerti penyebab dan treatment persalinan disfungsional.
2. Menggunakan pola koping yang positif untukmempertahankan konsep diri positif.
3. Mengekspresikan tingkat nyeri
4. Pengalaman persalinan dan kelahiran dengan minimal atau tidak ada komplikasi seperti
infeksi, cedera, atau hemoragik
5. Kelahiran bayi yang sehat, dimana tanpa mengalami cedera kelahiran
Intervensi
1. Bantu dan implementasikan intervensi untuk distosia (msl: posisi, version, peningkatan
proses persalinan, dan pematangan servikal)

2. Monitor DJJ selama proses

3. Monitor tanda-tanda vital kehamilan

4. Nilai tingkat kenyamanan selama prosedur yang menyakitkan.

5. Berikan penjelasan dan dukungan untuk ibu dan keluarganya

Evaluasi
Evaluasi keefektifan asuhan keperawatan pada ibu yang mengalami distosia
berdasarkan hasil yang diharapkan

Diagnosa keperawatan berdasarkan NANDA


1. Nyeri Akut
2. Kecemasan

NANDA NOC NIC


1. Nyeri persalinan Outcome yang disarankan Manajemen Nyeri
ditandai dengan1. Kontrol nyeri · melakukan tidakan yang
adanya tekanan Indicator : komprehensif mulai dari
perineal · Mengakui faktor kausal lokasi nyeri, karakteristik,
· Mengakui onset nyeri durasi, frequensi, kualitas,
· Menggunakanlangkah- intensitas, atau keratnya nyeri
langkahpencegahan dan factor yang berhubungan.
· Menggunakanlangkah- · observasi isyarat ketidak
langkahbantuannon- nyamanan khususnya pada
analgesik ketidak mamapuan
· Menggunakananalgesik mengkomunikasikan secara
yang tepat efektif.
· memberi perhatian perawatan
2. Tingkat ketidaknyamanan analgesic pada pasien.
· menggunakan strategi
komunikasi terapeutik untuk
menyampaikan rasa sakit dan
menyampaikan penerimaan
dari respon pasien terhadap
nyeri.
· mengeksplorasi pengetahuan
pasien dan keyakinan tentang
rasa sakit.
· mempertimbangkan pengaruh
budaya pada respon nyeri.
· menentukan dampak dari
pengalaman rasa sakit dari
pengalaman nyeri pada
kualitas hidup (tidur, nafsu
makan, aktivitas, kognisi,
mood, hubungan, kinerja kerja,
dan tanggung jawab peran).
· memberi tahu pasien tentang
hal-hal yang dapat
memperburuk nyeri
· kaji pengalaman nyeri klien
dan keluarga, baik nyeri kronik
atau yang menyebabkan
ketidaknyamanan.
· ajarkan prinsip manajemen
nyeri
· ajarkan tentang metode
farmakologis mengenai
gambaran nyeri
· ajarkan penggunaan teknik
non farmakologi, seperti
relaksasi, terapi music, terapi
bermain, terapi aktifitas,
sebelum,sesudah,dan jika
memungkinkan selama nyeri
berlangsung, sebelum nyeri itu
terjadi atau meningkat dan
lama dengan gambaran nyeri
lainnya.
2. Ansietas b/d Kontrol cemas Penurunan Kecemasan
ancaman pada status Indikator: Aktivitas:
terkini ditandai · Monitor intensitas
· Tenagkan klien
wajah tegang dan kecemasan · Kaji tingkat kecemasan dan
gelisah · Menyingkirkan tanda- reaksi fisik
tanda kecemasan · Sediakan aktivitas untuk
· Menggunakan teknik menurunkan ketegangan.
relaksasi untuk Peningkatan Koping:
menghilangkan kecemasan Aktivitas:
Koping · Sediakan informasi actual
Indikator: tentang diagnose, penanganan,
· Melibatkan anggota dan prognosis.
keluarga dalam pembuatan
keputusan
· Menunjukkan strategi
penurunan stress
· Menggunakan dukungan
social

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek,Gloria M, dkk. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). United States of
America: Mosby

Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Buku ajar patologi obstetric untuk mahasiswa kebidanan.
Jakarta:EGC

Chandranita, ida ayu, dkk. 2009. Memahami kesehatan reproduksi wanita. Jakarta:EGC

Doenges, Marilyn E dan Mary Frances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan


Maternal/Bayi. Jakarta:EGC.
Farrer, Helen. 2001. Perawatan meternitas edisi II. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2009. NANDA International Nursing Diagnoses : Definition & Classification
2009-2011. United Kingdom : Wiley-Blackwell.

Mckinney, Emily Slone, dkk. 2009. Maternal Child Nursing. Canada: Library of Congress
Catologing in Publication Data

Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcome Classification (NOC). United States of America:
Mosby

Prawirohardjo, sarwono. 1997. Ilmu kebidanan edisi 4. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Perry, Shannon E, dkk. 2010. Maternal child nursing care edisi 4. Canada: Mosby elseveir

Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan ibu-bayi baru lahir edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai