Anda di halaman 1dari 21

Shinta Ayu Purnamawati, SH.,MH.

 Menurut Prof Soepomo:


Himpunan perarturan – perarturan baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang
berkenaan dengan suatu kejadian dimana
seseorang bekerja pada orang lain dengan
menerima upah.
1. Perarturan tertulis maupun tidak tertulis
2. Adanya suatu kejadian
3. Adanya orang yang bekerja pada orang lain
4. Adanya upah
 Perarturan tertulis dapat dibuat oleh penguasa
maupun majikan.
 Perarturan tertulis yang dibuat oleh penguasa
disebut dengan hukum perburuhan heteronom,
sedangkan perarturan tertulis yang dibuat oleh
majikan bersama dengan buruh disebut Otonom
1) Sebelum terjadi perjanjian kerja (pre
employment)
2) Selama terjadi perjanjian kerja
(employment)
3) Sesudah terjadi perjanjian kerja /
berakhirnya aktivitas kerja (post
employment), ex: pensiun, jaminan hari
tua, cacat tetap
1. Untuk melindungi buruh yang perekonomiannya
lemah dari perbuatan sewenang – wenang oleh
majikan

Dari segi yuridis: buruh adalah bebas


Dari segi sosiologis : buruh tidak bebas karena
buruh adalah pihak yang lemah yang harus kerja
pada majikan.

2. Untuk mencapai adanya keadilan sosial dalam


perimbangan antara kepentingan buruh dengan
kepentingan majikan.
Adalah:
Hubungan buruh dan majikan atau pengusaha
(seseorang / badan hukum yang
memperkerjakan seorang buruh atau lebih di
perusahaan, yang mewajibkan membayar
tunjangan)
1. Adanya pemimpin
2. Adanya petunjuk melakukan pekerjaan
3. Adanya buruh
4. Adanya upah
 Kapan hubungan kerja terjadi?
Hubungan kerja terjadi setelah adanya perjanjian
kerja (BW ps 1601a)

Dalam pasal tersebut disebutkan :


Pihak I (yaitu buruh) yang mengikatkan diri dibawah
pimpinan pihak lain (yaitu majikan) untuk waktu
tertentu melakukan pekerjaan dengan menerima
upah.
 Menurut Prof. Supomo:
Suatu perjanjian dimana pihak I (yaitu
buruh)mengikatkan diri untuk bekerja
dengan menerima upah pada pihak lain,
yaitu majikan yang mengikatkan diri untuk
memperkerjakan buruh dengan membayar
upah.
1. Majikan
2. Pekerjaan
3. Buruh
4. Bekerja
5. Upah
(menurut Edi Saputro)
 Pernyataanatau kesanggupan dari kedua
belah pihak (buruh dan majikan) dimana
buruh menyatakan keanggupannya untuk
melakukan pekerjaan dengan menerima
upah, dan majikan menyatakan kesanggupan
untuk memperkerjakan dengan membayar
upah.
 Orang yang berhak melakukan perjanjian kerja:
Mereka yang sudah berusia 19 thn keatas

 Orang yang tidak dapat melakukan perjanjian kerja:


1. Belum dewasa
2. Istri yang melakukan perjanjian kerja dengan
suami (dalam BW diatur istri yang bekerja harus
atas ijin suami)
PT

Badan
Yayasan
Hukum

Koperasi
Korporasi

CV
Non Badan
Hukum
Firma
1. Bersifat Hukum Perdata (Privaatrechtelijk)
karena mengatur hubungan orang perorangan
(buruh dan majikan).
Dilihat dari sanksinya berupa tuntutan ganti rugi
2. Bersifat hukum publik (Publiekrechtelijke)
karena berkaitan dengan negara dan sanksinya
berupa tuntutan kurungan/ penjara dan denda

Denda : masuk ke kas negara untuk kepentigan


umum
Ganti rugi: masuk ke perorangan
1. Orang : Buruh dan Majikan
2. Organisasi Perburuhan
3. Badan – badan resmi , ex : Arbitrase
1. Sumber hukum formil:
Perundang – undangan
1.
2. Kebiasaan
3. Keputusan
4. Traktat
5. Perjanjian
2. Sumber Hukum Materiil
a. Imperatif : disertai dengan kata – kata
keharusan mutlak
b. Fakultatif : karena hukum itu mudah
dikesampingkan (dengan perjanjian)
1. Tenaga kerja adalah setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaanbaik dalam
bentuk hubungan kerja maupun diluar
hubungan kerja untuk menghasilkan barang
/ jasa demi memenuhi kebutuhan
masyarakat.
2. Pekerja adalah setiap orang yang
melakukan pekerjaan dalam hubungan
kerja
3. Buruh adalah orang yang bekerja pada
orang lain dengan menerima upah.
 Penggantian istilah buruh menjadi pekerja
didasarkan pada alasan:
1. Kata “buruh” tidak memberikan motivasi yang
baik;
2. Tidak menimbulkan semangat kekeluargaan;
3. Tidak menimbulkan kegotong royongan;
4. Tidak cocok dengan landasan idiil Pancasila.
Penggantian kata “buruh” menjadi “pekerja suah
disepakati lembaga tripartit (lembaga pekerja,
pengusaha/ majikan, dan pemerintah)
Penggantian kata perjanjian kerja bersama (PKB)
menjadi Kesepakatan Kerja Bersama (KKB)
dikarenakan karena PKB masih bersifat
individualisme dan liberalisme
1. Wadah penyalur aspirasi para anggotanyadalam
masalah masalah yang menyangkut
pelaksanaan tugas dan tanggung jawab,
sebagai pekerja/ buruh;
2. Memberi perlindungan dan memperjuangan hak
– hak dan kepentingan anggota dalam
meningkatkan ekonomi;
3. Meningkatkan ketrampilan dan pengabdian
para anggotanya pada perusahaan;
4. Meningkatkan aspirasi dan tanggung jawab
dalam pelaksanaan hubungan perburuhan.
Menyusun kesepakatan kerja bersama,
kelembagaan bipartid, maupun tripartid, dan
menyelesaikan / sengketa.

Anda mungkin juga menyukai