(COMBUSTIO )
Oleh : Puti Intan Shubury
(1102009227)
Pembimbing : dr. Risman Fadjar, Sp.B
IDENTITAS PASIEN :
Kepala : normosefal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak
ikterik, pupil bulat isokor, refleks pupil +/+ normal
Leher : pembesaran KGB (-)
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : bentuk dada cembung simetris kanan dan kiri
pada saat statis maupun dinamis
– Suara napas vesikuler (+/+), Rhonki ( -/-), wheezing (-/-)
Abdomen : supel, NT/NL (-/-), BU (+) N
Ekstremitas : akral hangat (+), udem (-)
STATUS LOKALIS :
– LED
– Albumin
– Na+
– K+
– ASTO
– EKG
PENATALAKSANAAN :
Umum :
– Observasi tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, input dan urin output
Bedah :
– Debrideman
– Amputasi
PROGNOSIS :
Posterior trunk 18 18
Leg (groin to toe) 14 18
Perineum 5 1
PATOFISIOLOGI
FASE LUKA BAKAR
1. Fase awal/ akut/ shock
Terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan
elektrolit.
3. Fase lanjut
Periode penutupan luka sampai maturasi. Masalah yang
mungkin timbul berupa kontraktur, jaringan parut dan
deformitas jaringan/ organ.
PENATALAKSANAAN
3 hal penting :
1. Burn Shock : timbul dalan 48 jam
2. Infeksi
3. Rehabilitasi
Prinsip terapi :
o Rawat luka
Analgetik
ATS
Antasida
antibiotik sistemik
Skin Grafting
Nutrisi
Suplemen
o Vitamin A, B dan D
o Vitamin C 500 mg
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Penatalaksanaan :
Lakukan ABC traumatologi
Perhatikan khusus pada kelainan yang merupakan dampak aliran
listrik pada tubuh, antara lain :
o Ensefalopati
o Kardiomiopati
o Gagal ginjal akut
Penatalaksaanaan lainnya sebagaimana penanganan luka bakar pada
umumnya. Namun karena kerusakan jaringan yang terjadi pada luka
bakar listrik memiliki kekhususan maka penanganan luka tidak
terlalu agresif.
Evaluasi status neurologis berulang selama masa penyembuhan,
karena trauma listrik dapat disertai trauma tumpul dan trauma
kepala.
Terapi cairan. Kerusakan jaringan yang luas akan menyebabkan
hilangnya cairan (hipovolemi) dan asidosis metabolik maka
diperlukan cairan kristaloid untuk rehidrasi dan natrium bikarbonat
sebanyak 200 – 400 mmol untuk mengoreksi asidosis.
Pada luka bakar yang dalam dan berat perlu
pembersihan jaringan mati secara bertahap
karen tidak semua jaringan mati tampak pada
hari pertama. Bila luka pada ekstremitas,
mungkin perlu fasiotomi pada hari pertama
untuk mencegah sindrom kompartemen.
Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10
% pada anak atau > 15 % pada orang dewasa.
Terancam udem laring akibat terhirupnya asap atau udara
hangat.
Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat,
seperti pada wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum
(Mansjoer, 2000)
TINDAKAN BEDAH
Eskarotomi dilakukan juga pada luka bakar
derajat III yang melingkar pada ekstremitas
atau tubuh. Hal ini dilakukan untuk sirkulasi
bagian distal akibat pengerutan dan penjepitan
dari eskar.
1. De Jong W., 1997, Luka bakar, dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah,
bag.3, hal. 1058-1064, penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
2. Mansjoer, Arif, 2000, Bedah plastik,Luka bakar, dalam: Kapita
Selekta Kedokteran ed.3 jilid ke-2, hal. 365-372, Media
Aesculapsius FK UI, Jakarta
3. Schwartz, 2000, Luka bakar, dalam: Intisari Prinsip-prinsip Ilmu
Bedah, ed. 6, hal. 97-145, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
4. American College of Surgeons, 1997, Trauma Termal, dalam :
Advanced trauma Life Support for Doctors, hal. 299 – 318, Komisi
Trauma IKABI, Jakarta.
TERIMA KASIH