Anda di halaman 1dari 180

Bipolar Junction Transistor (BJT)

1
Stuktur divais dan cara kerja fisik

Struktur yang Disederhanakan dan Mode Operasi

Gambar 1. Struktur sederhana transistor npn

Gambar 2. Struktur sederhana transistor pnp

2
Mode kerja BJT

Mode EBJ CBJ

Cutoff Reverse Reverse

Active Forward Reverse


Reverse Active Reverse Forward

Saturation Forward Forward

Cara Kerja Transistor npn Pada Mode Aktif

Gambar 3: Aliran arus pada transistor npn pada mode aktif


3
Gambar 4: Profil pembawa muatan minioritas pada base dan
emitter pada transistor npn yang bekerja pada mode aktif.

np 0  np0ev BE / VT

np(0) = konsentrasi pembawa muatan minoritas (elektron)


pada base
vBE = tegangan forward bias base-emitter
VT = tegangan termal → 25 mV pada suhu ruangan.

4
Pengurangan pembawa muatan minoritas menyebabkan
elektron yang disuntikkan ke base akan merembas
melalui base ke collector. Arus elektron ini sebanding
dengan koefisien arah dari profil konsentrasi
dnp ( x )
In  AE qDn
dx
 n (0 ) 
 AE qDn   p 
 W 

AE = luas penampang base-emitter junction


q = muatan elektron
Dn = kemampuan difusi elektron pada base
W = lebar efektif base

Tanda (-) menunjukkan bahwa arah arus In adalah dari


kanan ke kiri (arah x negatif).

Arus Collector

iC  IS ev BE / VT
IS  AE qDn np 0 W
np 0  ni2 N A
AE qDn ni2
IS 
N AW

ni = kerapatan pembawa instrinsik


NA = konsentrasi doping pada base 5
Perhatikan: arus iC tidak tergantung dari vCB.

Arus jenuh IS berbanding terbalik dengan lebar base W.


IS sebanding dengan luas penampang EBJ → scale
current.
IS mempunyai harga antara 10-18 A sampai 10-12 A.
IS sebanding dengan ni2 yang merupakan fungsi suhu,
kira-kira menjadi dua kali setiap kenaikan suhu 5°C

Arus Base
Terdiri dari iB1 yang disebabkan oleh holes yang
disuntikkan dari base ke emitter dan iB2 yang
disebabkan oleh holes yang dicatu dari rangkaian luar
untuk menggantikan holes yang hilang akibat proses
rekombinasi
AE qDpni2 v BE / VT
i B1  e
NDLp

Dp = kemampuan difusi holes di emitter


Lp = panjang difusi holes di emitter
ND = konsentrasi doping di emitter

6
Qn
iB 2 
b

τb = waktu rata-rata bagi sebuah elektron (minoritas) ber-


rekombinasi dengan sebuah holes (mayoritas) di base.
(disebut minority-carrier lifetime)
Qn = muatan pembawa minoritas yang ber-rekombinasi
dengan holes pada waktu τb

Pada gambar (4) Qn digambarkan dengan luas segitiga


di bawah distribusi garis lurus pada base.

Qn  AE q  21 np 0 W
AE qWni2 v BE / VT
Qn  e
2N A
1 AE qWni2 v BE / VT
iB 2  e
2  bN A
 Dp N A W 1 W 2  v BE / VT
i B  IS   e
D N L 
 n D p 2 Dn b 
i
iB  C

I 
i B   S ev BE / VT
 
 Dp N A W 1 W 2 
  1   

D
 n D pN L 2 D 
n b 

7
β adalah suatu konstanta untuk transistor tertentu.
Untuk transistor npn, harga β berkisar antara 50 – 200.
Untuk divais khusus β bisa mencapai 1000.
β disebut penguatan arus common-emitter.

β dipengaruhi oleh: lebar dari daerah base, W, dan


perbandingan doping daerah base dan daerah emitter
(NA/ND).

Arus Emitter

i E  iC  i B
 1
iE  iC

 1 v
iE  IS e BE / VT


iC  i E


 1
i E  IS  ev BE / VT


1 

8
α≈1
Perubahan yang kecil pada α menyebabkan perubahan
yang besar pada β.
α disebut penguatan arus common-base.

Karena α dan β menunjukkan karakteristik transistor


yang bekerja pada mode ‘forward active’, kadang
dituliskan sebagai αF dan βF.

Rekapitulasi dan Model Rangkaian Pengganti

•Tegangan forward bias vBE menyebabkan arus iC


mengalir ke collector mempunyai hubungan
eksponensial.
•Arus iC tidak tergantung dari tegangan vCB selama CBJ
reverse bias, vCB ≥ 0
•Pada mode aktif, collector berkelakuan seperti sebuah
sumber arus ideal yang konstan di mana harga arus
ditentukan oleh vBE.
•iB = 1/βF x iC
•iE = iB + iC
•Karena iB << iC → iE ≈ iC
•iE = αF x iC
•αF ≈ 1

9
Gambar 5: Model rangkaian pengganti sinyal besar untuk
BJT npn yang bekerja pada mode forward active.

10
Struktur Transistor

Gambar 6. Tampak melintang sebuah BJT jenis npn

Collector mengelilingi emitter sehingga sulit untuk


elektron yang disuntikkan ke base yang tipis untuk tidak
terkumpul pada collector → αF ≈ 1 dan βF besar.

Divais tidak simetris berarti jika collector dan emitter


ditukar dan transistor bekerja pada mode reverse
active, α = αR dan β = βR yang mempunyai harga yang
berbeda dengan αF dan βF.

Karena divais dirancang untuk bekerja optimum pada


mode forward active, αR << αF dan βR << βF.
αR berkisar antara 0,01 – 0, 5 dan βR berkisar antara
0,01 – 1.

11
Gambar 7: Model transistor npn yang bekerja pada
mode reverse active.

Struktur pada gambar (6) terlihat bahwa CBJ


mempunyai luas yang lebih besar dari EBJ.

Pada gambar 7 dioda DC menunjukkan CBJ yang


mempunyai arus skala ISC >> arus skala ISE dari dioda
DE. Kedua arus ini berbanding lurus dengan luas
junction
.
αFISE = αRISC = IS

ISC yang besar mempunyai dampak bahwa untuk arus


yang sama, CBJ mempunyai penurunan tegangan yang
lebih kecil jika di-bias maju daripada penurunan
tegangan maju pada EBJ, VBE. 12
Model Ebers-Moll

Gambar 8: Model Ebers – Moll dari transistor npn

iE = iDE – αRiDC
IC = - IDC + αFiDE
IB =(1 – αF) iDE + (1 – αR) iDC

13

i DE  ISE ev BE VT  1 
i DC  I e
SC
v BC VT
 1

iE
I 
  e

S v BE VT
  
 1  IS ev BC VT  1
 F 

 I 

iC  IS ev BE VT  1   S  ev BC VT  1  
 R 
I 
 I 

i B   S  ev BE VT  1   S  ev BC VT  1  
 F   R 
F
F 
1 F
R
R 
1 R

Penggunaan pertama dari model EM adalah untuk


memperkirakan arus pada terminal dari transistor yang
bekerja pada mode forward active.
vBE positif antara 0,6 – 0,8 V dan vBC negatif.

ev BC VT kecil dan dapat diabaikan

14
 IS  v BE VT  1 
i E   e 
 IS  1  
 F   F 
 1 
iC  IS ev BE VT  IS   1
 R 
I   1 1 
i B   S ev BE VT  IS   
 F   F R 

Dari ketiga persamaan di atas, suku kedua dapat


diabaikan.

Selama ini, kondisi untuk cara kerja mode forward


active adalah vCB ≥ 0 agar CBJ dalam keadaan
reverse bias. Pada kenyataannya, sebuah pn junction
tidak dalam keadaan forward bias jika tegangannya
tidak melebihi kira-kira 0,5 V.
Jadi cara kerja transistor npn pada mode forward
active masih tetap bisa dicapai bila vCB turun sampai
mencapai – 0.4 V.

15
Gambar 9: Karakteristik iC – vCB dari transistor npn yang
dicatu dengan arus IE yang tetap.

Pada gambar 9 terlihat, arus iC tetap konstan pada αFiE


untuk vCB sampai –0,4 V
Di bawah harga ini,CBJ akan ‘on’ dan meninggalkan
mode forward active memasuki daerah kerja mode
jenuh, di mana iC menurun.

16
Cara Kerja pada Mode Jenuh

Pada gambar 9 terlihat jika vCB berkurang sampai di


bawah –0,4 V, BJT memasuki cara kerja mode jenuh.
Pada keadaan ideal, dalam mode forward active, vCB
tidak mempengaruhi iC, tetapi pada mode jenuh,
dengan meningkatnya vCB ke arah negatif, iC
berkurang.

 IS  v BC VT
iC  ISe v BE VT
  e
 R 
Suku pertama adalah hasil dari forward-biased EBJ,
dan suku kedua adalah hasil dari forward-biased CBJ.
Jika vBC melebihi 0,4 V, iC akan berkurang dan akhirnya
mencapai nol.

17
Gambar 10: Profil konsentrasi pembawa muatan
minoritas (elektron) pada base dari sebuah transistor npn

Karena CBJ forward biased, konsentrasi elektron pada


v V
sisi collector tidak nol, tapi sebanding dengan e
BE T

Koefisien arah dari profil konsentrasi sebanding dengan


pengurangan iC

18
Transistor pnp

Gambar 11: Aliran arus pada transistor pnp untuk bekeja


pada mode forward active.

19
Gambar 12: Model sinyal besar untuk transistor pnp
yang bekerja pada mode aktif.

Hubungan arus – tegangan pada transistor pnp sama


dengan pada transistor npn hanya vBE diganti dengan
vEB.

Gambar 12 menunjukkan rmodel angkaian pengganti


sinyal besar, yang juga mungkin digantikan dengan
sumber arus yang dikendalikan sumber arus, CCCS,
αFiE.

Transistor pnp dapat bekerja pada mode jenuh seperti


pada transistor npn
20
Karakteristik Arus – Tegangan

Gambar 13: Simbol rangkaian BJT

Gambar 14: Polaritas tegangan dan aliran arus dalam


transistor yang di bias dalam mode aktif

21
Ringkasan hubungan arus – tegangan dari BJT pada
mode aktif
iC  IS ev BE VT
iC  IS  v BE VT
i B    e
  
i I 
i E  C   S ev BE VT
  
Catatan: untuk transistor pnp, gantilah vBE dengan vEB

i B  1   i E 
iE
i C  i E
 1
iC   i B i E    1i B
 
 
 1  1

VT = tegangan termal = kT/q ≈ 25 mV pada suhu kamar

22
Konstanta n

Untuk BJT, konstanta n mendekati satu kecuali pada


kasus tertentu:
• pada arus yang tinggi, hubungan iC – vBE menunjukkan
harga n mendekati 2
• pada arus yang rendah, hubungan iB – vBE
menunjukkan harga n mendekati 2

Jika tidak disebutkan n=1

Arus balik collector – base (ICBO)


Adalah arus balik dari collector menuju base dengan
emitter hubung terbuka. Arus ini mempunyai harga
dalam orde nanoamper. ICBO mempunyai komponen
arus bocor, dan harganya tergantung dari vCB. ICBO
sangat tergantung pada suhu, rata-rata harganya
menjadi dua kali lipat dengan kenaikan 10°C.

23
Contoh soal 1:

Gambar 15: Rangkaian untuk contoh soal 1

Transistor pada gambar (15.a) mempunyai β = 100 dan


vBE = 0,7 V pada iC =1mA.
Rancanglah rangkaian sehingga arus 2 mA mengalir
melalui collector dan tegangan pada collector = +5 V

24
Jawab:
VC = 5 V → CBJ reverse bias → BJT pada mode aktif
VC = 5 V → VRC = 15 – 5 = 10 V
IC = 2 mA → RC = 5 kΩ

vBE = 0,7 V pada iC = 1 mA → harga vBE pada iC = 2 mA:

2
VBE  0,7  ln   0,717 V
 1

VB = 0 V → VE = -0,717 V

β = 100 → α = 100/101 =0,99


IC 2
IE    2,02 mA
 0,99

Harga RE diperoleh dari:


VE   15
RE 
IE
 0,717  15
  7,07 k
2,02

25
Penampilan Grafis dari Karakteristik Transistor

Gambar 16: Karakteristik iC – vBE dari sebuah transistor


npn
iC  ISev BE VT
Karakteristik iC – vBE identik dengan karakteristik i – v
pada dioda.

Karakteristik iE – vBE dan iB – vBE juga exponensial


dengan IS yang berbeda: IS/α untuk iE dan IS/β untuk iB.
Karena konstanta dari karakteristik ekponensial, 1/VT,
cukup tinggi (≈ 40), kurva meningkat sangat tajam.
Untuk vBE < 0,5 V, arus sangat kecil dan dapat
diabaikan. Untuk harga arus normal, vBE berkisar antara
0,6 V – 0,8 V. Untuk perhitungan awal, vBE = 0,7 V.
Untuk transistor pnp, karakteristik iC- vBE tampak identik,
hanya vBE diganti dengan vEB.

26
Gambar 17: Pengaruh suhu pada karakteristik iC – vBE

Seperti pada dioda silikon, tegangan pada junction


base - emitter menurun 2 mV untuk setiap kenaikan
suhu 1°C pada arus yang tetap.

Karakteristik Common – Base

Gambar (18.a) menunjukkan cara kerja BJT dengan


membuat kurva iC – vCB dengan iE yang berbeda.
Pada pengukuran ini tegangan base tetap dan base
berperan sebagai terminal bersama (common)
masukan dan keluaran.
Jadi kurva ini disebut juga kurva karakteristik common
– base

27
Gambar 18: karakteristik iC – vCB dari sebuah transistor npn

28
Dalam daerah aktif, vCB ≥ –0,4 V, kurva iC – vCB
berbeda dengan yang diharapkan karena:
– Kurva tidak tidak datar tapi menunjukkan koefisien
arah yang positif. Hal ini disebabkan adanya
ketergantungan iC terhadap vCB
– Pada harga vCB yang relatif besar, iC meningkat
dengan cepat, karena terjadinya ‘breakdown’

Pada gambar (18.b), setiap kurva karakteristik


memotong sumbu vertikal pada harga arus = αIE (IE
konstan untuk setiap kurva).
α untuk sinyal besar = iC/iE yang merupakan penguatan
arus common-base.
α untuk sinyal kecil ≡ ∆iC/∆iE.

Dengan menggunakan persamaan Ebers-Moll, untuk


daerah jenuh: iE = IE:
 1  v BC VT
iC   E IE  IS    F e

 R 

CBJ lebih besar dari EBJ, penurunan tegangan vBC


akan lebih kecil dari vBE, sehingga menghasilkan
tegangan vCE jenuh pada vCE = 0,1 V – 0,3 V.

29
Ketergantungan iC pada tegangan collector –
The Early effect

Gambar 19.(a): Rangkaian konseptual untuk mengukur


karakteristik iC – vCE dari sebuah BJT
(b): Karakteristik iC – vCE dari sebuah BJT

30
Ketergantungan linier iC terhadap vCE:

 vCE 
iC  ISe v BE VT
1  
 VA 
Koefiisien arah dari kurva iC – vCE yang tidak nol
menunjukkan bahwa resistansi keluaran dilihat ke arah
collector mempunyai harga tertentu (≠∞)
1
 i 
ro   C

 v CE v BE  kons tan 
V  VCE
ro  A
IC
IC dan vCE adalah koordinat titik kerja BJT pada kurva
iC – vCE .

VA
ro 
IC'
IC'  IS ev BE VT

31
Gambar 20: Model rangkaian pengganti sinyal besar dari
BJT npn yang bekerja di daerah aktif dalam konfigurasi
common-emitter.
32
Karakteristik Common-Emitter

Gambar 21: Karakteristik common-emitter

33
Penguatan arus common-emitter β.

β didefinisikan sebagai perbandingan antara total arus


pada collector dan total arus pada base.
β mempunyai harga yang konstan untuk sebuah
transistor, tidak tergantung dari kondisi kerja.

Pada gambar 21, sebuah transistor bekerja pada


daerah aktif di titik Q yang mempunyai arus collector
ICQ, arus base IBQ dan tegangan collector – emitter VCEQ.
Perbandingan arus collector dan arus base adalah β
sinyal besar atau dc.

ICQ
 dc 
IBQ

βdc juga dikenal sebagai hFE.

Pada gambar 21 terlihat, dengan tegangan vCE tetap


perubahan iB dari IBQ menjadi (IBQ + ∆iB) menghasilkan
kenaikan pada iC dari ICQ menjadi (ICQ + ∆iC)

iC
 ac 
i B v CE  kons tan

βac disebut β ‘incremental’.


34
βac dan βdc biasanya berbeda kira-kira 10% – 20%.
βac disebut juga β sinyal kecil yang dikenal juga dengan
hfe.
β sinyal kecil didefinisikan dan diukur pada vCE konstan,
artinya tidak ada komponen sinyal antara collector dan
emitter, sehingga dikenal juga sebagai penguatan arus
hubung singkat common-emitter.

Gambar 22: Ketergantungan β pada IC dan suhu

35
Tegangan jenuh VCEsat dan Resistansi jenuh RCEsat

Gambar 23: Karakteristik common-emitter pada daerah


jenuh

Pada daerah jenuh kenaikan β lebih kecil dibandingkan


dengan di daerah aktif.

Perhatikan titik kerja X di daerah jenuh → arus base IB,


arus collector ICsat dan tegangan collector – emitter VCEsat.
ICsat < βFIB

36
Karena harga ICsat ditentukan oleh perancang rangkaian,
sebuah transistor jenuh dikatakan bekerja pada ‘forced β’

ICsat
 forced 
IB
 forced   F

Perbandingan antara βF dan βforced disebut ‘overdrive


factor’. Makin besar ‘overdrive factor’, makin dalam
transistor dipaksa ke daerah jenuh dan makin kecil
VCEsat.

Kurva iC – vCE pada daerah jenuh cukup tajam


menunjukkan bahwa transistor jenuh mempunyai
resistansi collector – emitter,RCEsat yang rendah:

v CE
RCEsat 
iC i B I B
i C  I Cs at

RCEsat mempunyai harga berkisar beberapa ohm sampai


beberapa puluh ohm.

37
Gambar 24. (a) transistor npn beroperasi pada mode
jenuh dengan arus base yang tetap IB.
(b) Kurva karakteristik iC – vCE pada iB = IB dengan
koefisien arah 1/RCEsat.
(c) Rangkaian ekivalen transistor jenuh
(d) Model rangkaian ekivalen yang disederhanakan dari
transistor jenuh
38
Perhatikan pada gambar (24.b):
• kurva memotong sumbu vCE pada VTln (1/αR). Harga
ini sama untuk semua kurva iC – vCE
• tangent pada titik kerja X sama dengan 1/RCEsat. Jika
diekstrapolasikan, tangent ini akan memotong sumbu
vCE pada tegangan VCEsat yang mempunyai harga kira-
kira 0,1V.

Pada gambar (24.c) pada sisi collector, transistor


direpresentasikan dengan RCEsat diserikan dengan
sebuah batere VCEsat. Jadi:

VCEsat = VCEoff + ICsatRCEsat

Harga VCEsat berkisar antara 0,1V – 0,3V.


Tegangan offset pada transistor jenuh menyebabkan
BJT kurang menarik untuk dijadikan saklar jika
dibandingkan dengan MOSFET.

Gunakan model Ebers-Moll untuk menurunkan ekspresi


analisis untuk karakteristik sebuah transistor jenuh.

  I 

iC  IS ev BE VT  1   S  ev BC VT  1 
 R 
I 
  I 
 
i B   S  ev BE VT  1   S  ev BC VT  1
 F   R 

39
Gantikan iB = IB dan abaikan suku yang tidak
mempunyai fungsi eksponensial

IS IS
IB  ev BE VT  ev BC VT
F R
IS
iC  IS ev BE VT  ev BC VT
R

Bagilah persamaan IB dengan persamaan iC dan tulis


vBE =vBC+vCE , sehingga diperoleh:
 v CE VT 1 
e  

iC  F IB  R 
 v CE VT F 
e 
 R 

Ini adalah persamaan kurva karakteristik iC – vCE yang


diperoleh jika base dipaksa dengan arus tetap IB.

40
Gambar 25: Plot iC (normalisasi) terhadap vCE untuk
transistor npn dengan βF = 100 dan αR = 0,1

41
Kurva dapat didekati dengan garis lurus pada titik
βforced/βF = 0,5. Koefisien arah pada titik ini kira-kira
10 V-1, tidak tergantung dari parameter transistor.

RCEsat = 1/10βFIB

Ganti iC = ICsat = βforcedIB dan vCE = VCsat, diperoleh:

1  forced  1 R
VCEsat  VT ln
1  forced F 

Transistor breakdown

Tegangan maksimum yang dapat dipasangkan pada


sebuah BJT dibatasi oleh efek breakdown pada EBJ
dan CBJ.

Pada konfigurasi common-base, karakteristik iC –vCB


menunjukkan bahwa untuk iE = 0 (emitter hubung
terbuka), CBJ breakdown pada tegangan BVCBO. Untuk
iE > 0, breakdown terjadi pada tegangan lebih kecil dari
BVCBO. Biasanya BVCBO > 50 V

42
Untuk konfigurasi common-emitter, breakdown terjadi
pada tegangan BVCEO. Harga BVCEO kira-kira setengah
harga BVCBO. Pada lembaran data transistor, BVCBO
disebut ‘sustaining voltage’, LVCEO

Breakdown pada CBJ baik pada konfigurasi common-


emitter atau common-base tidak merusak selama daya
disipasi pada divais masih dalam batas normal.

Breakdown pada EBJ yang disebabkan fenomena


avalanche terjadi pada tegangan BVEBO yang jauh lebih
kecil dari BVCBO. Biasanya BVEBO berkisar antara 6 V –
8 V, dan breakdown ini merusak dalam arti β dari
transistor berkurang secara permanen. Cara ini tidak
mencegah pemakaian EBJ sebagai sebuah dioda
zener untuk menghasilkan tegangan rujukan dalam
perancangan IC. Dalam aplikasi ini tidak dilihat sebagai
efek β-degeneration.

43
Ringkasan Karakteristik arus – tegangan dari BJT

Simbol rangkaian dan arah aliran arus

Transistor npn Transistor pnp

Cara kerja pada mode aktif (untuk pemakaian sebagai


penguat)

Kondisi:
1. EBJ forward biased:
npn: vBE > VBEon; VBEon ≈ 0,5 V
biasanya vBE = 0,7 V
pnp: vEB > VEBon; VEBon ≈ 0,5 V
biasanya vEB = 0,7 V

44
2. CBJ reverse biased
npn: vBC ≤ VBCon : VBCon ≈ 0,4 V → vCE ≥ 0,3 V
pnp: vCB ≤ VCBon : VCBon : ≈ 0,4 V → vEC ≥ 0,3 V

Hubungan arus – tegangan:


npn: iC  ISev BE VT pnp: iC  ISev EB VT

i B  iC   iC   i B
i E  iC   iC  iC
 
  
1   1

Model rangkaian ekivalen sinyal besar

npn:

I 
i B   S ev BE VT
 
 v 
iC  IS ev BE VT 1  CE 
 VA 

ro  VA IS ev BE VT 

45
pnp
I 
i B   S ev EB VT
 
 v 
iC  IS ev EB VT 1  EC 
 VA 

ro  VA IS ev EB VT 

Model Ebers-Moll
npn pnp


i DE  ISE ev BE VT  1  
i DE  ISE ev EB VT  1 
i DC  ISC e v BC VT
 1 i DC  ISC e v CB VT
 1

46
 F ISE   RISC  IS
ISC  F luas CBJ
 
ISE  R luas EBJ

Cara kerja pada mode jenuh


Kondisi:
1. EBJ forward biased:
npn: vBE > VBEon; VBEon ≈ 0,5 V
biasanya vBE = 0,7 – 0,8 V
pnp: vEB > VEBon; VEBon ≈ 0,5 V
biasanya vEB = 0,7 – 0,8 V

2. CBJ forward biased


npn: vBC ≥ VBCon : VBCon ≈ 0,4 V
biasanya: vBC = 0,5 – 0,6 V
→ vCE = VCEsat = 0,1 – 0,2 V
pnp: vCB ≥ VCBon : VCBon ≈ 0,4 V
biasanya: vCB = 0,5 – 0,6 V
→ vEC = VECsat = 0,1 – 0,2 V

Arus: ICsat = βforcedIB

βforced ≤ βF

F
 Overdrive factor
 forced

47
Rangkaian ekivalen

npn pnp

1  forced  1 F 
VCEsat  VT ln  
 1   forced  F 

Untuk: βforced = βF/2; RCEsat = 1/10βFIB

48
BJT sebagai Penguat dan sebagai Saklar

Pemakaian BJT:
– sebagai penguat:
• BJT bekerja pada mode aktif.
• BJT berperan sebagai sebuah sumber arus
yang dikendalikan oleh tegangan (VCCS).
• Perubahan pada tegangan base-emitter,vBE,
akan menyebabkan perubahan pada arus
collector, iC.
• BJT dipakai untuk membuat sebuah penguatan
transkonduktansi.
• Penguatan tegangan dapat diperoleh dengan
melalukan arus collector ke sebuah resistansi,
RC.
• Agar penguat menjadi penguat linier, transistor
harus diberi bias, dan sinyal akan
ditumpangkan pada tegangan bias dan sinyal
yang akan diperkuat harus dijaga tetap kecil
– sebagai saklar
• BJT bekerja pada mode cutoff dan mode jenuh

49
Cara kerja sinyal besar – Karakteristik Transfer

Gambar 26. (a) Rangkaian dasar penguat common –


emitter
(b) Karakteristik transfer dari rangkaian (a)

50
Rangkaian dasar penguat common-emitter terlihat
pada gambar 26.
– Tegangan masukan total vI (bias + sinyal) dipasang
di antara base dan emitter (ground)
– Tegangan keluaran total vO (bias + sinyal) diambil di
antara collector dan emitter (ground)
– Resistor RC mempunyai 2 fungsi:
• Untuk menentukan bias yang diinginkan pada
collector
• Mengubah arus collector, iC, menjadi tegangan
keluaran vOC atau vO
– Tegangan catu VCC diperlukan untuk memberi bias
pada BJT dan untuk mencatu daya yang diperlukan
untuk kerja penguat.

Karakteristik transfer tegangan dari rangkaian CE


terlihat pada gambar 26(b).

vO = vCE = VCC – RCiC

vI = vBE < 0,5 V → transistor cutoff.


0 < vI < 0,5 V, iC kecil sekali, dan vO akan sama dengan
tegangan catu VCC (segmen XY pada kurva)

51
vI > 0,5 V → transistor mulai aktif, iC naik, vO turun.
Nilai awal vO tinggi, BJT bekerja pada mode aktif yang
menyebabkan penurunan yang tajam pada kurva
karakteristik transfer tegangan (segmen YZ), Pada
segmen ini:

iC  IS ev EB VT
 IS e v I VT

vO  VCC  RCIS ev I VT

Mode aktif berakhir ketika vO = vCE turun sampai 0,4 V di


bawah tegangan base (vBE atau vI) → CBJ ‘on’ dan
transistor memasuki mode jenuh (lihat titik Z pada kurva).
Pada daerah jenuh kenaikan vBE menyebabkan vCE turun
sedikit saja. vCE = VCEsat berkisar antara 0,1 – 0,2 V. ICsat
juga konstan pada harga:

VCC  VCEsat
ICsat 
RC

Pada daerah jenuh, BJT menunjukkan resistansi yang


rendah, RCEsat antara collector dan emitter. Jadi ada
jalur yang mempunyai resistansi rendah antara collector
dan ground, sehingga dapat dianggap sebagai saklar
tertutup.

52
Sedangkan ketika BJT dalam keadaan cut off, arus
sangat kecil (idealnya nol), jadi beraksi seperti saklar
terbuka, memutus hubungan antara collector dan
ground.
Jadi keadaan saklar ditentukan oleh harga tegangan
kendali vBE.

Penguatan Penguat.

Agar BJT bekerja sebagai penguat, maka harus diberi


bias pada daerah aktif yang ditentukan oleh tegangan
dc base – emitter VBE dan tegangan dc collector –
emitter VCE. Arus collector IC pada keadaan ini:

IC  ISeVBE VT
VCE  VCC  RCIC

Jika sinyal vi akan diperkuat, sinyal ini


ditumpangkan pada VBE dan harus dijaga kecil
(lihat gambar 26(b)) agar tetap pada segmen yang
linier dari kurva transfer di sekitar titik bias Q.
Koefiesin arah dari segmen linier ini sama dengan
penguatan tegangan dari penguat untuk sinyal
kecil di sekitar titik Q.
53
Penguatan sinyal kecil Av:

v O  VCC  RCIS ev i VT

dv O
Av 
dv I v I VBE

1
Av   IS eVBE VT RC
VT
IC RC V
Av     RC
VT VT
VRC  VCC  VCE
Perhatikan:
• penguat CE: inverting, artinya sinyal keluaran
berbeda 180° dengan sinyal masukan.
• peguatan tegangan dari penguat CE adalah
perbandingan antara penurunan tegangan pada
RC dengan tegangan termal VT.
• untuk memaksimumkan penguatan tegangan,
penurunan tegangan pada RC harus sebesar
mungkin, artinya untuk harga VCC tertentu
penguatan harus bekerja pada VCE yang lebih
rendah.

54
• pada gambar 26(b) terlihat, jika VCE lebih rendah
→ titik bias Q dekat pada ujung daerah aktif, →
tidak mempunyai ruang yang cukup untuk
simpangan negatif tegangan keluaran tanpa
penguat memasuki daerah jenuh → puncak
negatif dari gelombang vO akan terpotong. jadi
diperlukan ruang yang cukup untuk simpangan
sinyal keluaran yang menentukan posisi yang
efektif untuk titik bias Q pada segmen daerah aktif
YZ.
• jika Q ditempatkan pada posisi yang terlalu tinggi
pada segmen ini, tidak hanya akan mengurangi
penguatan tapi juga membatasi simpangan positif
dari sinyal keluaran. Pada sisi positif, pembatasan
ini ditentukan oleh BJT memasuki cut off, pada
keadaan ini puncak positif akan terpotong pada
level VCC. Secara teoritis penguatan maksimum Av
diperoleh dengan mem-bias BJT pada ujung
keadaan jenuh, tetapi tidak akan mempunyai
ruang untuk simpangan sinyal negatif.

VCC  VCEsat
Av  
VT
VCC
Av  
VT
55
Contoh soal 2
Sebuah rangkaian CE menggunakan sebuah BJT
yang mempunyai IS = 10-15 A, sebuah resistansi
collector RC = 6,8 kΩ dan catu daya VCC = 10 V.
a. Tentukan harga tegangan bias VBE yang
diperlukan untuk mengoperasikan transistor
pada VCE = 3,2 V. Berapakah harga IC nya?
b. Carilah penguatan tegangan Av pada titik bias.
Jika sebuah sinyal masukan sinusoida dengan
amplitudo 5 mV ditumpangkan pada VBE,
carilah amplitudo sinyal keluaran sinusoida.
c. Carilah kenaikan positif vBE (di atas VBE) yang
mendorong transistor ke daerah jenuh, dimana
vCE= 0,3 V.
d. Carilah kenaikan negatif vBE yang mendorong
transistor ke daerah 1% cut off (vO = 0,99 VCC)

Jawab:
a.
VCC  VCE
IC 
RC
10  3,2
  1 mA
6,8
1 10  3  10 15 eVBE VT
VBE  690,8 mV
56
b.
VCC  VCE
Av  
VT
10  3,2
  272 V/V
0,025

V o  272  0,005  1,36 V

c. Untuk vCE = 0,3 V


10  0,3
iC   1,617 mA
6,8

Untuk menaikkan iC dari 1 mA ke 1,617 mA, vBE


harus dinaikkan:

 1,617 
v BE  VT ln 
 1 
 12 mV

57
d. Untuk vo = 0,99 VCC = 9,9 V
10  9,9
iC   0,0147 mA
6,8

Untuk menurunkan iC dari 1 mA ke 0,0147 mA, vBE


harus diturunkan

 0,0147 
v BE  VT ln 
 1 
  105,5 mV

Analisis Grafis

Gambar 27 Rangkaian yang akan dianalisa


secara grafis
58
Perhatikan gambar 27 yang mirip dengan rangkaian
terdahulu hanya ada tambahan resitansi pada base, RB.

Gambar 28. Konstruksi grafis untuk menentukan arus


dc base pada rangkaian di gambar 27

Analisis grafis dilakukan sebagai berikut:


1. Tentukan titik bias dc; set vi = 0 dan gunakan cara
seperti pada gambar 27 untuk menentukan arus dc
pada base IB.
2. Gunakan karakteristik iC–vCE seperti yang terlihat
pada gambar 29. Titik kerja akan terletak pada kurva
iC–vCE yang mempunyai arus base yang diperoleh
(iB = IB)

59
Gambar 29. Konstruksi grafis untuk menentukan arus dc
collector IC dan tegangan collector–emitter VCE pada
rangkaian pada gambar 27

vCE = VCC – iCRC

VCC 1
iC   v CE
RC RC

Hubungan di atas adalah hubungan linier yang


digambarkan dengan sebuah garis lurus seperti pada
gambar 29. Garis ini dikenal dengan garis beban.
60
Gambar 30 (a). Penentuan grafis komponen sinyal vbe
dan ib ketika komponen sinyal vi ditumpangkan pada
tegangan dc VBB.

61
Gambar 30 (b). Penentuan grafis komponen sinyal vce
dan ic ketika komponen sinyal vi ditumpangkan pada
tegangan dc VBB.

62
Pengaruh letak titik bias pada simpangan sinyal

Gambar 31. Pengaruh lokasi titik bias pada


simpangan sinyal

63
Cara kerja sebagai saklar.

BJT bekerja sebagai saklar: gunakan mode cut off dan


mode jenuh.

Gambar 32: Rangkaian sederhana yang digunakan


untuk menunjukkan mode operasi yang berbeda dari
BJT.

Harga masukan vI bervariasi.


vI < 0,5 V → iB = 0, iC = 0 dan vC = VCC → simpul C
terputus dari ground → saklar dalam keadaan terbuka.
vI > 0,5 V → transistor ‘on’. Pada kenyataannya agar
arus mengalir, vBE harus sama dengan 0,7 V, dan vI
harus lebih tinggi.
64
Arus base akan menjadi:

v I  VBE
iB 
RB

Dan arus collector menjadi:


iC = βiB

Persamaan ini hanya berlaku untuk daerah aktif artinya


CBJ tidak forward bias atau vC > vB – 0,4 V.
vC = VCC – RCiC

Jika vI naik, iB akan naik, dan iC akan naik juga, Akibatnya


vCE akan turun. Jika vCE turun sampai vB– 0,4V, transistor
akan meninggalkan daerah aktif dan memasuki daerah
jenuh. Titik ‘edge-of-saturation’ (EOS) ini didefinisikan:
VCC  0,3
IC ( EOS ) 
RC

Dengan asumsi VBE ≈ 0,7 V dan


IC ( EOS )
IB( EOS ) 

65
Harga vI yang diperlukan untuk mendorong transistor
ke EOS dapat ditentukan dengan persamaan:

VI(EOS) = IB(EOS)RB + VBE

Menaikkan vI > VI(EOS) → menaikkan arus base yang


akan mendorong transistor ke daerah jenuh yang
semakin dalam. VCE akan sedikit menurun.
Asumsikan untuk transistor dalam keadaan jenuh, VCEsat
≈ 0,2 V. Arus collector akan tetap konstan pada ICsat
VCC  VCEsat
ICsat 
RC

Memaksakan lebih banyak arus pada base mempunyai


pengaruh yang kecil pada ICEsat dan VCEsat. Pada
keadaan ini saklar tertutup dengan resistansi RCEsat
yang rendah dan tegangan offset VCEsat yang rendah.

Pada keadaan jenuh, transistor dapat dipaksa bekerja


pada harga β yang diinginkan.yang lebih rendah
harga normal.
ICEsat
forced 
IB

Perbandingan antara IB dan IB(EOS) disebut faktor ‘overdrive’

66
Contoh soal 3:
Transistor pada gambar 33 mempunyai β berkisar
antara 50 – 150.
Carilah harga RB yang menyebabkan transistor pada
keadaan jenuh dengan faktor ‘overdrive’ lebih besar dari
10.

Gambar 33

Jawab:
Transistor dalam keadaan jenuh, tegangan collector:
VC = VCEsat ≈ 0,2 V

Arus collector:
 10  0,2
ICsat   9,8 mA
1

67
Untuk membuat transistor jenuh dengan β yang paling
rendah, diperlukan arus base paling sedikit:

ICsat 9,8
IB ( EOS )    0,196 mA
min 50

Untuk faktor ‘overdrive’ = 10, arus base harus:


IB = 10 x 0,196 = 1,96 mA

Jadi RB yang diperlukan:

 5  0,7
 1,96
RB
4,3
RB   2,2 k
1,94

68
Rangkaian BJT pada DC

Rangkaian BJT pada contoh-contoh soal berikut ini,


hanya tegangan DC yang akan dipasangkan.
Rangkaian-rangkaian ini akan menggunakan model
sederhana di mana |VBE| pada saat transistor ‘on’ sama
dengan 0,7V dan |VCE| pada saat transistor jenuh sama
dengan 0,2 V, dan pengaruh tegangan Early diabaikan.

Dalam menganalisa sebuah rangkaian, langkah


pertama harus menentukan pada mode apa transistor
bekerja. Caranya:
• asumsikan transistor beroperasi pada mode aktif.
• tentukan harga-harga tegangan dan arus yang terkait.
• periksa apakah hasil-hasilnya memenuhi syarat mode
aktif yaitu vCB dari transistor npn > – 0,4 V (atau vCB
dari transistor pnp < 0,4 V).
• jika hasilnya memenuhi syarat itu, maka analisa
selesai.
• jika tidak memenuhi syarat, asumsikan transistor
bekerja pada mode jenuh.
• tentukan tegangan dan arus
• periksa apakah hasilnya memenuhi syarat mode
jenuh yaitu dengan menghitung perbandingan IC/IB < β
yang paling rendah.

69
Contoh soal 4:

Perhatikan gambar 34(a) dan 34(b). Analisa rangkaian


ini untuk menentukan tegangan semua simpul dan arus
pada semua cabang. Asumsikan β = 100

Gambar 34 70
Jawab:

Asumsikan EBJ forward bias dengan tegangan VBE =


0,7V
VE = 4 – VBE ≈ 4 – 0,7 = 3,3 V

VE  0 3,3
IE    1 mA
RE 3,3

Asumsikan transistor dalam mode aktif.


IC = αIE

 100
   0,99
  1 101
IC  0,99  1  0,99 mA

VC = 10 – ICRC = 10 – 0,99 x 4,7 ≈ +5,3 V

Karena VB = 4 V, CBJ reverse biased dengan tegangan


1,3 V, jadi transistor dalam mode aktif.
IE 1
IB    0,01mA
  1 101

71
Contoh soal 5:

Perhatikan rangkaian pada gambar 35(a).

Gambar 35
72
Tentukan tegangan pada semua simpul dan arus pada
semua cabang. Rangkaian pada gambar 35 identik
dengan rangkaian pada gambar 34, kecuali tegangan
pada base = +6 V. Asumsikan transistor mempunyai β
terkecil = 50.

Jawab:
Asumsikan transistor bekerja pada mode aktif
VE  6  VBE  6  0,7  5,3 V
5,3
IE   1,6 mA
3,3
VC  10  4,7  IC  10  4,7  1,6  2,48 V

Karena tegangan collector 3,52 V lebih rendah dari


tegangan base, maka transistor tidak mungkin bekerja
pada mode aktif. Berarti transistor bekerja pada mode
jenuh.

VE  6  VBE  6  0,7  5,3 V


5,3
IE   1,6 mA
3,3
VC  VE  VCEsat  5,3  0,2  5,5 V

73
 10  5.5
IC   0,96 mA
4,7
IB  IE  IC  1,6  0,96  0,64 mA
IC 0,96
 forced    1,5
IB 0,64

Karena βforced < βmin, maka transistor memang bekerja


pada mode jenuh.

Contoh soal 6:
Tentukan tegangan pada semua simpul dan arus pada
semua cabang pada rangkaian pada gambar 36.
Catatan: rangkaian ini identik dengan rangkaian pada
contoh 4 dan contoh 5 kecuali tegangan base = 0 V.

Jawab:
Karena tegangan base = 0 dan emitter terhubung ke
ground melalui RE, maka EBJ tidak dapat ‘on’ dan arus
emitter = 0. CBJ juga tidak dapat ‘on’ karena collector
jenis –n terhubung ke catu daya positif melalui RC dan
base jenis –p terhubung ke ground. Jadi arus collector =
0. Arus base juga akan = 0, sehingga transistor bekerja
pada mode cutoff. Tegangan emitter = 0, tegangan
collector = +10 V, karena tidak ada penurunan tegangan
pada RC. 74
Gambar 36.

75
Contoh soal 7:

Hitung tegangan di semua simpul dan arus di semua


cabang pada rangkaian pada gambar 37.

Gambar 37

76
Jawab:
Pada transistor pnp, base terhubung ke ground dan
emitter terhubung ke catu daya positif (V+ = +10 V)
melalui RC. Jadi EBJ forward biased dengan

VE = VEB = 0,7 V
V   VE 10  0,7
IE    4,65 mA
RE 2

Karena collector terhubung pada catu daya negatif


(lebih negatif daripada tegangan base) melalui RC,
maka dapat diasumsikan transistor bekerja pada mode
aktif.
IC = αIE

Asumsikan β = 100 → α = 0,99

IC = 0,99 x 4,65 = 4,6 mA


VC = V- + ICRC
= -10 + 4,6 x 1 = -5,4 V

Jadi CBJ reverse biased dengan 5,6 V → transistor


dalam mode aktif.

IE 4,65
IB    0,05 mA
  1 101

77
Contoh soal 8:

Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus


pada semua cabang. Asumsikan β = 100

Gambar 38

78
Jawab:
EBJ forward biased, jadi:
 5  VBE 5  0,7
IB    0,043 mA
RB 100

Asumsikan transistor bekerja pada daerah aktif:

IC = βIB = 100 x 0,043 = 4,3 mA


VC = +10 – ICRC = 10 – 4,3 x 2 = +1,4 V
VB = VBE = +0,7 V

Jadi CBJ reverse biased dengan tegangan 0,7 V →


transistor bekerja pada aktif

IE = (β+1)IB = 101 x 0,043 ≈ 4,3 mA

Catatan:
Harga β sangat berpengaruh pada harga IB.
Pada contoh soal 7, harga β tidak terlalu berpengaruh
pada mode kerja transistor.
Pada contoh soal 8, kenaikan β 10% akan
menyebabkan transistor memasuki mode jenuh.
Jadi dalam merancang rangkaian BJT harus
diperhatikan agar kinerja rangkaian diusahakan tidak
terlalu sensitif terhadap harga β.

79
Contoh soal 9:

Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus


pada semua cabang. Harga β minimum = 30

Gambar 39.

80
Jawab:
Asumsikan transistor bekerja pada mode aktif dan
abaikan arus base: VB ≈ 0, VE ≈ +0,7 V, IE ≈ 4,3 mA.
Arus collector maksimum yang dapat menunjang
transistor bekerja pada daerah aktif ≈ 0,5 mA, ternyata
transistor bekerja pada mode jenuh.

Asumsikan transistor bekerja pada mode jenuh.


VE =VB + VEB ≈ VB + 0,7

VC = VE – VECsat ≈ VB + 0,7 – 0,2 = VB + 0,5

 5  VE 5  VB  0,7
IE    4,3  VB mA
1 1
V
IB  B  0,1VB mA
10
V  ( 5) VB  0,5  5
IC  C   0,1VB  0,55 mA
10 10
IE  IB  IC
4,3  VB  0,1VB  0,1VB  0,55
3,75
VB   3,13 V
1,2

81
VE  3,83 V
VC  3,63 V
IE  1,17 mA
IC  0,86 mA
IB  0,31 mA

Jadi jelas transistor bekerja pada mode jenuh

0,86
forced   2,8
0,31

βforced < β

82
Contoh soal 10:

Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus


pada semua cabang. Asumsikan β = 100

Gambar 40
83
Jawab:
Gunakan teori Thévenin untuk menyederhanakan
rangkaian pada base.

RB 2 50
VBB  15  15  5 V
RB1  RB 2 100  50
RBB  RB1 // RB 2   100 // 50   33,3 k
VBB  IB RBB  VBE  IE RE
IE
IB 
 1
VBB  VBE
IE 
RE  RBB   1
5  0,7
IE   1,29 mA
3  33,3 101
1,29
IB   0,0128 mA
101
VB  VBE  IE RE
 0,7  1,29  3  4,57 V

Asumsikan transistor bekerja pada mode aktif:

IC = αIE = 0,99 x 1,29 = 1,28 mA


VC = +15 – ICRC = 15 – 1,28 x 5 = 8,6 V

Jadi tegangan collector > 4,03 V dari tegangan base →


transistor bekerja pada mode aktif
84
Contoh soal 11:

Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus


pada semua cabang. Asumsikan β = 100

Gambar 41 85
Jawab:
Rangkaian ini identik dengan rangkaian pada contoh
soal 10. Perbedaannya ada transistor Q2 dengan RC2
dan RE2 nya.

Asumsikan transistor Q1 bekerja pada mode aktif.

VB1 = +4,57 V IE1 = 1,29 mA


IB1 = 0,0128 mA IC1 = 1,28 mA

Tegangan collector akan berbeda karena ada bagian


dari arus collector yang mengalir ke base Q2 (IB2).
Asumsikan IB2 << IC1 → arus yang mengalir melalui RC1
hampir sama dengan IC1.

VC1 ≈ +15 – IC1RC1


= 15 – 1,28 x 5 = +8,6 V

Perhatikan transistor Q2, emitter terhubung pada +15V


melalui RE2. Jadi dapat diasumsikan EBJ Q2 akan
forward biased. Jadi emitter Q2 akan mempunyai
tegangan VE2.

VE2 = VC1 + VEB|Q2 ≈ 8,6 +0,7 = +9,3 V

 15  VE 2 15  9,3
IE 2    2,85 mA
RE 2 2
86
Karena collector Q2 terhubung dengan ground melalui
RC2, asumsikan Q2 bekerja di mode aktif

IC2 = α2IE2
= 0,99 x 2,85 = 2,82 ( asumsikan β= 100)

VC2 = IC2RC2 = 2,82 x 2,7 = 7,62 V

Tegangan collector <0.98 V dari tegangan base.


Jadi transistor Q2 bekerja dengan mode aktif.

Pada tahap ini kita harus memperbaiki kesalahan yang


muncul karena mengabaikan IB2.
IE 2 2,85
IB 2    0,028 mA
 2  1 101

Jadi harga-harga baru yang diperoleh:

IRC1 = IC1 – IB2 = 1,28 – 0,028 = 1,252 mA


VC1 = 15 – 5 x 1,252 = 8,74 mA
VE2 = 8,74 + 0,7 = 9,44 V
15  9,44
IE 2   2,78 mA
2

87
IC2 = 0,99 x 2,78 = 2,75 mA
VC2 = 2,75 x 2,7 = 7,43 V
2,78
IB 2   0,0275 mA
101

Pada contoh-contoh ini kita gunakan harga α yang


presisi untuk menghitung arus collector. Karena α ≈ 1,
kesalahan akan kecil jika diasumsikan α = 1 dan iC =
iE. Oleh karena itu kita dapat meng-asumsikan α
=1, kecuali dalam perhitungan yang tergantung
dari harga α (misal penghitungan arus base)

88
Contoh soal 12:

Tentukan harga tegangan pada semua simpul dan arus


pada semua cabang. Asumsikan β = 100

Gambar 42

89
Jawab:
Transistor Q1 dan Q2 tidak akan sama-sama ‘on’.
Jadi jika Q1 ‘on’ maka Q2 ‘off’, dan sebaliknya.

Asumsikan Q2 ‘on’. Arus akan mengalir dari ground


melalui resistor beban 1 kΩ ke emitter Q2. Jadi tegangan
base Q2 akan negatif dan arus base akan mengalir
keluar dari base melalui resistor 10 kΩ dan ke catu +5 V.
Keadaan ini tidak mungkin, karena jika tegangan base
negatif, arus pada resistor 10 kΩ akan mengalir ke arah
base.
Jadi asumsi bahwa Q2 ‘on’ tidak benar → Q2 akan ‘off’
dan Q1 akan ‘on’

Pertanyaan berikutnya: apakah Q1 aktif atau jenuh.


Karena base dicatu oleh +5 V dan karena arus base
mengalir ke base Q1, maka tegangan base akan lebih
rendah dari +5V.Jadi CBJ Q1 reverse biased dan Q1
bekerja pada mode aktif.
Untuk menghitung tegangan dan arus, gunakan teknik
yang telah dipakai secara rinci. Hasilnya terlihat pada
gambar 42(b).

90
Pemberian bias pada rangkaian BJT

Masalah pemberian bias berkaitan dengan:


• penentuan arus dc pada collector yang harus dapat
dihitung, diprediksi dan tidak sensitif terhadap
perubahan suhu dan variasi harga β yang cukup besar.
• penentuan lokasi titik kerja dc pada bidang iC – vCE
yang memungkinkan simpangan sinyal tetap linier.

Contoh pemberian bias yang tidak baik

Gambar 43. Pemberian bias pada BJT


(a) Menetapkan harga VBE yang tetap
(b) Menetapkan harga IB yang tetap

91
Cara klasik pengaturan bias untuk rangkaian diskrit

Gambar 44. Cara klasik pemberian bias untuk BJT


menggunakan sebuah catu daya.

Gambar 44(b) menunjukkan rangkaian yang sama


dengan menggunakan rangkaian ekivalen Thévenin-nya.
R2
VBB  VCC
R1  R2
R1R2
RB 
R1  R2
VBB  VBE
IE 
RE  RB   1
92
Untuk membuat IE tidak sensitif terhadap suhu dan
variasi β, rangkaian harus memenuhi dua syarat
berikut:
VBB  VBE
RB
RE 
 1

Untuk memenuhi persyaratan di atas.


• Sebagai ‘rule of thumb’, VBB ≈ ⅓ VCC, VCB (atau VCE) ≈
⅓ VCC dan ICRC ≈ ⅓ VCC
• Pilih R1 dan R2 sehingga arus yang melaluinya
berkisar antara 0,1IE – IE.

Pada rangkaian pada gambar 44, RE memberikan


umpan balik negatif sehingga dapat men-stabil-kan arus
dc emitter.

Jika IE ↑ → VRE dan VE ↑. Jika tegangan pada


base hanya ditentukan oleh pembagi tegangan R1,
R2, yaitu bila RB kecil, maka tegangan ini akan
tetap konstan, sehingga jika VE ↑ → VBE ↓ → IC
(dan IE) ↓.

93
Contoh soal 13:
Rancanglah rangkaian pada gambar 44 sehingga IE =
1 mA dengan catu daya VCC = +12V. Transistor
mempunyai harga nominal β = 100.

Jawab:
Ikuti ‘rule of thumb’:
⅓ tegangan catu daya dialokasikan untuk tegangan
pada R2, ⅓ lainnya untuk tegangan pada RC dan
sisanya untuk simpangan sinyal pada collector.

VB = +4 V
VE = 4 – VBE ≈ 3,3 V

VE 3,3
RE    3,3 k
IE 1

Pilih arus pada pembagi tegangan = 0,1IE = 0,1 x 1


= 0,1 mA
Abaikan arus base, jadi
12
R1  R2   120 k
0,1
R2
VCC  4 V
R1  R2

Jadi R2 = 40 kΩ dan R1 = 80 kΩ
94
Pada tahap ini, dapat dihitung IE yang lebih akurat
dengan memperhatikan arus base yang tidak nol.
4  0,7
IE   0,93 mA
3,3(k) 
80 // 40 k 
101

Ternyata lebih kecil dari harga yang diinginkan. Untuk


mengembalikan IE ke harga yang diinginkan kurangi
harga RE dari 3,3 kΩ dengan suku kedua dari penyebut
(0,267 kΩ). Jadi harga RE yang lebih tepat adalah RE =
3 kΩ yang akan menghasilkan IE = 1,01 mA ≈ 1 mA.

Disain 2:
jika diinginkan untuk menarik arus yang lebih tinggi dari
catu daya dan resistansi masukan penguat yang lebih
kecil, kita dapat menggunakan arus pada pembagi
tegangan sama dengan IE (yaitu 1 mA), maka R1 = 8 kΩ
dan R2 = 4 kΩ
4  0,7
IE   0,99  1mA
3,3  0,027

Pada disain ini harga RE tidak perlu diganti

95
12  VC
RC 
IC
IC  IE  0,99  1  0,99 mA  1 mA
12  8
RC   4 k
1

Cara klasik pengaturan bias dengan


menggunakan dua catu daya

Gambar 45. Pemberian bias pada BJT dengan


menggunakan dua catu daya

96
VEE  VBE
IE 
RE  RB   1

Persamaan ini sama dengan persamaan sebelumnya


hanya VEE menggantikan VBB. Jadi kedua kendala tetap
berlaku.
Jika base dihubungkan dengan ground (konfigurasi
common-base), maka RB dihilangkan sama sekali.
Sebaliknya, jika sinyal masukan dihubungkan pada
base, maka RB tetap diperlukan.

Pemberian bias dengan menggunakan resistor


umpan balik collector-ke-base.

Gambar 46(a) menunjukkan sebuah rancangan


pemberian bias yang sederhana tapi efektif yang cocok
untuk penguat common-emitter.

Resistor RB berperan sebagai umpan balik negatif, yang


membantu kestabilan titik bias dari BJT

97
Gambar 46 Penguat common-emitter yang diberi bias
dengan resistor umpan balik RB.

VCC  IE RC  IBRB  VBE


IE
 IE RC  RB  VBE
 1
VCC  VBE
IE 
RC  RB   1

Untuk mendapatkan IE yang tidak sensitif terhadap


variasi β, RB/(β+1) << RC. Harga RB menentukan
simpangan sinyal yang terdapat pada collector, karena
RB
VCB  IBRB  IE
 1

98
Pemberian bias dengan menggunakan sumber arus

Gambar 47(a) Sebuah BJT diberi bias dengan sumber


arus I.
(b) Implementasi rangkaian sumber arus I.

Rangkaian ini mempunyai keunggulan:


• yaitu arus emitter tidak tergantung dari harga β dan RB
→ RB dapat dibuat besar → resistansi masukan pada
base meningkat tanpa mengganggu kestabilan bias.
• menyederhanakan rangkaian.

99
Implementasi sederhana dari sumber arus konstan I,
terlihat pada gambar 47(b). Rangkaian menggunakan
sepasang transistor yang ‘matched’ Q1 dan Q2, dengan
Q1 dihubungkan sebagai dioda dengan menghubung –
singkat collector dan base nya.
Jika diasumsikan Q1 dan Q2 mempunyai harga β yang
tinggi, arus base dapat diabaikan. Jadi arus melalui Q1
hampir sama dengan IREF.

VCC   VEE   VBE


IREF 
R

Karena Q1 dan Q2 mempunyai VBE yang sama, arus


collectornya akan sama

VCC  VEE  VBE


I  IREF 
R

Dengan mengabaikan efek Early pada Q2, arus collector


akan tetap konstan selama Q2 tetap pada daerah aktif.
Hal ini akan tetap terjaga jika tegangan collector lebih
tinggi dari tegangan base (-VEE + VBE).

Hubungan Q1 dan Q2 seperti pada gambar 47(b) dikenal


sebagai ‘current mirror’

100
Cara kerja dan model sinyal kecil

Gambar 48 (a) Rangkaian konseptual untuk


menunjukkan cara kerja transistor sebagai penguat
(b) Rangkaian (a) tanpa sinyal vbe untuk analisa DC (bias)

EBJ diberi forward bias oleh sebuah batere VBE. CBJ


diberi reverse bias oleh catu daya DC VCC melalui resistor
RC. Sinyal yang akan diperkuat, vbe, ditumpangkan pada
VBE.

Langkah pertama keadaan bias DC dengan men-set vbe


sama dengan nol. (Lihat gambar 48(b))

101
Hubungan antara arus dan tegangan DC:

IC  IS eVBE VT
IE  IC 
IB  IC 
VC  VCE  VCC  IC RC

Untuk bekerja pada mode aktif, VC harus lebih besar


dari (VB – 0,4) dengan harga yang memungkinkan
simpangan sinyal pada collector,

Arus collector dan transkonduktansi.

Jika sinyal vbe dipasangkan seperti pada gambar 48(a)


total tegangan base – emitter vBE menjadi

vBE =VBE + v be
,
Dan arus collector menjadi:

IC  IS eVBE VT  IS e VBE v be  VT
 IS e VBE VT e v be VT 

102
iC  ICev be VT

Jika vbe << VT maka:


 v be 
iC  IC 1  
 VT 
Persamaan (pendekatan) di atas hanya berlaku untuk
vbe lebih kecil dari 10 mV, dan ini dikenal dengan
pendekatan sinyal kecil. Maka arus collector total:

IC
iC  IC  v be
VT
IC
ic  v be
VT
i c  g mv be
v be
gm 
ic

gm disebut transkonduktansi

103
Gambar 49.Cara kerja linier dari transistor dengan
sinyal kecil

104
Transkonduktansi BJT sebanding dengan arus bias
collector IC.
BJT mempunyai transkonduktansi yang cukup tinggi
dibandingkan dengan MOSFET, misal untuk IC = 1 mA,
gm ≈ 40 mA/V

Interpretasi grafis gm dapat dilihat pada gambar 49, di


mana gm sama dengan kemiringan kurva karakteristik iC
– vBE pada iC = IC (titik bias Q). Jadi
iC
gm 
v BE i C IC

Pendekatan sinyal kecil → amplitudo sinyal harus dijaga


cukup kecil → transistor bekerja pada daerah terbatas
pada kurva iC – vBE di mana segmen masih bisa
dianggap linier.

Untuk sinyal kecil (vbe << VT), transistor berperan seperti


sebuah sumber arus yang dikendalikan oleh tegangan
(VCCS).
Terminal masukan VCCS : antara base dan emitter,
terminal keluaran di antara collector dan emitter.
Transkonduktansi dari VCCS ini: gm dan resistansi
keluaran tidak terhingga (untuk keadaan ideal). Pada
kenyataannya BJT mempunyai resistansi keluaran yang
terbatas karena ada efek Early.
105
Arus base dan resistansi masukan pada base

Untuk menentukan resistansi masukan, pertama hitung


total arus base iB
iC IC 1 IC
iB    v be
   VT
i B  IB  i b
IC
IB 

1 IC
ib  v be
 VT
IC
gm 
VT
gm
ib  v be

106
Resistansi masukan sinyal kecil antara base dan emitter,
melihat ke arah:base, disebut rπ dan didefinisikan
sebagai v be
r 
ib

r 
gm
VT
r 
IB
jadi rπ berbanding lurus dengan β dan berbanding
terbalik dengan arus bias IC.

Arus emitter dan resistansi masukan pada emitter

Total arus emitter iE dapat ditentukan dari


iC IC ic
iE   
  
i E  IE  i e
IC
IE 

ic IC I
ie   v be  E v be
 VT VT 107
Resistansi masukan sinyal kecil antara base dan emitter,
melihat ke arah:emitter, disebut re atau resistansi emitter
dan didefinisikan sebagai

v be
re 
ie
VT
re 
IE
 1
re  
gm gm

Hubungan antara rπ dan re dapat diperoleh dengan


mengkombinasikan definisinya masing-masing

vbe = ibrπ = iere

Jadi: rπ = (ie/ib)re
rπ = (β+1)re

108
Penguatan tegangan

Untuk mendapatkan tegangan sinyal keluaran, maka


kita alirkan arus collector melalui sebuah resistor. Total
tegangan collector:

vC = VCC – iRRC
= VCC – (IC + ic)RC
= (VCC – ICRC) – icRC
= VC – icRC

VC adalah tegangan bias dc pada collector, dan


tegangan sinyal adalah:

vc = –icRC = –gmvbeRC
= (–gmRC)vbe

Jadi penguatan tegangan dari penguat, Av adalah


vc
AV   g mRC
v be

gm sebanding dengan arus bias collector, jadi

IC RC
Av  
VT

109
Memisahkan sinyal dengan harga-harga DC

Arus dan tegangan pada rangkaian penguat terdiri dari


dua komponen: komponen dc dan komponen sinyal.

Komponen DC ditentukan dari rangkaian dc pada


gambar 48(b), sedangkan cara kerja sinyal BJT dapat
diperoleh dengan menghilangkan sumber DC, seperti
pada gambar 50.

Gambar 50 Rangkaian penguat pada gambar 48


dengan sumber DC dihilangkan (di hubung singkat)

110
Model Hybrid - π

Gambar 51 (a) BJT sebagai VCCS (penguat


transkonduktansi

Gambar 51 (b) BJT sebagai CCCS (penguat arus)

111
Pada gambar 51(a), BJT digambarkan sebagai VCCS
yang mempunyai resistansi masukan (melihat ke arah
base) rπ, dengan sinyal kendali vbe. Hubungan arus dan
tegangan pada rangkaian ini:

i c  g mv be
v be
ib 
r

 g mv be  be 1  g m r 
v be v
ie 
r r
 r 

v be
1     v be  
r  1  
 v be re

Pada gambar 51(b) BJT digambarkan sebagai CCCS,


dengan sinyal kendali ib. Hubungan arus sebagai
berikut:

g mv be  g m i b r 
 g m r i b

112
Model T

Gambar 52 (a) BJT sebagai VCCS


Gambar 53 (b) BJT sebagai CCCS
Pada kedua gambar yang ada adalah re, bukan rπ

113
Pada gambar 52(a), BJT digambarkan sebagai VCCS
yang mempunyai resistansi masukan (melihat ke arah
emitter ) re dengan sinyal kendali vbe Hubungan arus dan
tegangan pada rangkaian ini:

ib 
v be
 g mv be 
v be
1  g m re 
re re
  

v be
1     v be 1  
re re    1
v be v be
 
  1re r
Pada gambar 52(b) BJT digambarkan sebagai CCCS,
dengan sinyal kendali ie. Hubungan arus sebagai
berikut:

g mv be  g m i e re 
 g m re i e  i e

114
Aplikasi rangkaian ekivalen sinyal kecil.

Proses yang sistimatis dalam menganalisa penguat


transistor:
1. Tentukan titik kerja dc BJT, terutama arus
collector dc IC.
2. Hitung harga-harga parameter model sinyal kecil:
gm = IC/VT, rπ = β/gm dan re = VT/IE = α/gm.
3. Hilangkan semua sumber dc dengan mengganti
sumber tegangan dc dengan hubung singkat,
dan sumber arus dc dengan hubung terbuka.
4. Ganti BJT dengan salah satu model rangkaian
ekivalen.
5. Analisa rangkaian yang didapat untuk
menentukan penguatan tegangan, resistansi
masukan dan lain-lain.

115
Contoh soal 14:
Analisa penguat transistor pada gambar 53(a) dan
tentukan penguatan tegangannya. Asumsikan β = 100

Gambar 53 (a) rangkaian (b) analisa dc (c) model


sinyal kecil

116
Tentukan titik kerja. Asumsikan vi = 0.

VBB  VBE
IB 
RBB
3  0,7
  0,023 mA
100

IC  IB  100  0,023  2,3 mA

VC  VCC  IC RC
 10  2,3  3  3,1 V

Karena VB (+0,7 V) < VC → transistor bekerja pada mode


aktif.

Tentukan parameter model sinyal kecil:


VT 25 mV
re    10,8 
IE 2,3 0,99  mA

IC 2,3 mA
gm    92 mA/V
VT 25 mV

 100
r    1,09 k
gm 92
117
Model rangkaian ekivalen terlihat pada gambar 53(c).
Perhatikan tidak ada sumber tegangan dc. Terminal
rangkaian yang terhubung ke sebuah sumber tegangan
dc yang konstan selalu dapat dianggap sebagai sinyal
‘ground’.
r
v be  v i
r  RBB
1,09
 vi  0,011v i
101,09

v o  g mv be RC
 92  0,011v i  3  3,04v i

vo
Av   3,04 V/V
vi

Tanda negatif menunjukkan pembalikan fasa.

118
Contoh soal 15:
Untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam
dari cara kerja penguat transistor, kita akan melihat
bentuk gelombang pada berbagai titik pada
rangkaian yang telah dianalisa pada contoh
sebelumnya. Untuk hal ini asumsikan vi
merupakan gelombang segitiga. Pertama tentukan
amplitudo maksimum dari vi yang dimungkinkan
pada rangkaian ini. Kemudian dengan amplitudo
ini, gambarkan bentuk gelombang pada iB(t),
vBE(t), iC(t) dan vC(t).

Jawab:
Satu kendala pada amplitudo sinyal adalah
pendekatan sinyal kecil, dimana vbe tidak boleh
melebihi 10 mV.Jika digunakan bentuk gelombang
segitiga vbe dengan 20 mV peak-to-peak dan bekerja
mundur,


Vbe 10
Vi    0,91 V
0,011 0,011

119
Untuk memeriksa apakah transistor masih bekerja pada
mode aktif dengan vi beramplitudo Vi = 0,91 V, periksa
harga tegangan collector. Tegangan pada collector akan
terdiri dari gelombang segitiga yang ditumpangkan pada
harga dc VC = 3,1 V. Tegangan puncak dari bentuk
gelombang segitiga:
 
V c  V i  penguatan  0,91 3,04  2,77 V

Pada saat simpangan negatif, tegangan collector


mencapai harga minimum:
VCmin = 3,1 – 2,77 = 0,33 V
Tegangan ini lebih rendah dari tegangan base
kurang dari 0,4 V, jadi transistor masih bekerja
pada daerah aktif. Walaupun demikian kita akan
menggunakan harga amplitudo yang lebih rendah,
yaitu 0,8 V. Analisa selengkapnya adalah sebagai
berikut:


Vi 0,8
Ib    0,008 mA
RBB  r 100  1,09

Sinyal ini ditumpangkain pada arus base IB seperti yang


terlihat pada gambar 54(b)

120
Gambar 54. Bentuk gelombang sinyal. 121
Tegangan base – emitter terdiri dari komponen
gelombang segitiga yang ditumpangkan pada tegangan
dc VBE = 0,7V. Puncak dari gelombang segitiga:
 
r 1,09
V be  V i  0,8  8,6 mV
r  RBB 100  1,09

Total vBE terlihat pada gambar 54(c)

Sinyal arus segitiga pada collector akan mempunyai


puncak:
 
I c   I b  100  0,008  0,8 mA

Arus sinyal akan ditumpangkan pada arus collector dc


IC (=2,3 mA), seperti yang terlihat pada gambar 54(d).

Tegangan sinyal pada collector dapat diperoleh dengan


mengalikan vi dengan penguatan tegangan

Vc  3,04  0,8  2,43 V

Tegangan total pada collector dapat dilihat pada gambar


54(e)

122
Contoh soal 16:
Analisa-lah rangkaian pada gambar 55(a) untuk
menentukan penguatan tegangan dan bentuk gelombang
pada berbagai titik. Kapasitor C adalah kapasitor coupling
yang berfungsi untuk menghubungkan sinyal vi dan mem-
block dc. Dengan cara ini bias dc hanya ditentukan oleh
V+ dan V- serta RE dan RC. Untuk hal ini harga C
diasumsikan sangat besar, idealnya ∞, sehingga akan
menjadi hubung singkat untuk frekuensi sinyal yang
diinginkan. Demikian juga kapasitor yang dipakai untuk
menghubungkan sinyal keluaran vo.

Jawab:
Tentukan titik kerja dc:

 10  VE 10  0,7
IE    0,93 mA
RE 10

Asumsikan β = 100, α= 0,99

IC = 0,99 IE = 0,92 mA
VC = –10 + RCIC
= –10 + 0,92 x 5 = –5,4 V

Jadi transistor bekerja pada mode aktif

123
Gambar 55

124
Sinyal pada collector dapat mempunyai simpangan dari
–5,4 V sampai +0,4 V (yaitu 0,4 V di atas tegangan
base) tanpa memasuki daerah jenuh. Tetapi 5,8 V
simpangan negatif pada tegangan collector akan
menyebabkan tegangan minimum collector menjadi
–11, 2V. Tegangan ini lebih negatif dari tegangan catu
daya. Jika kita memaksakan untuk memasangkan
sebuah masukan yang akan menghasilkan sebuah
keluaran yang demikian, maka transistor akan cut off
dan puncak negatif akan terpotong, seperti yang terlihat
pada gambar 56. Bentuk gelombang pada gambar 56
tetap linier hanya saja puncak negatifnya terpotong;
yaitu pengaruh non linier tidak diperhitungkan. Hal ini
tidak benar, karena kita telah mendorong transistor ke
daerah cut off pada puncak sinyal negatif yang berarti
kita melebihi batas sinyal kecil.

Tentukan penguatan tegangan sinyal kecil. Gunakan


model rangkaian ekivalen T dan menghilangkan semua
sumber dc. (Lihat gambar 55(c)).

  0,99
VT 25 mV
re    27 
IE 0,93 mA

125
Gambar 56. Sinyal terdistorsi karena cut off.

vi
ie  
re
RC
v o  i eRC  vi
re
v o RC
Av    183,3 V/V
vi re

126
Perhatikan penguatan tegangan positif berarti keluaran
mempunyai fasa yang sama dengan masukan yang
dipasangkan pada emitter.

Besaran sinyal yang diperbolehkan, perhatikan gambar


55(c) di mana vi = veb. Jadi bila diinginkan kerja sinyal
kecil yang linier, maka puncak vi harus dibatasi kira-kira
10 mV. Dengan harga amplitudo ini, seperti terlihat pada
gambar 57, harga amplitudo Vc:

V c  183,3  0,01  1,833 V

Gambar 57 127
Penambahan model sinyal kecil dengan
memperhatikan efek Early

Efek early menyebabkan arus collector tergantung tidak


hanya pada vBE, tetapi juga pada vCE. Ketergantungan
pada vCE dapat dimodelkan dengan menempatkan
resistansi keluaran ro.
VA  VCE VA
ro  
IC IC

VA = tegangan Early; VCE dan IC adalah koordinat titik


kerja dc.

Pengaruh ro pada cara kerja transistor sebagai penguat


dapat dilihat pada persamaan berikut

v o  gmv be RC // ro 

Jadi penguatan akan berkurang. Jika ro >> RC,


pengurangan penguatan ini dapat diabaikan. Secara
umum pengaruh ro diabaikan jika ro > 10RC.

128
Gambar 58. Model sinyal kecil hybrid-π dengan ro

129
Ringkasan Model Sinyal Kecil dari BJT

Model hybrid-π
versi (gmvπ) versi (βib)

Model T
versi (gmvπ) versi (βib)

130
Parameter model sebagai fungsi arus bias dc
IC
gm 
VT
VT V 
re     T 
IE  IC 
V 
r    T 
 IC 
V
ro  A
IC

Parameter model sebagai fungsi gm


re 
gm

r 
gm

131
Parameter model sebagai fungsi re


gm 
re
r    1re
1 1
gm  
r re

Hubungan antara α dan β



1 


 1
1
 1
1 

132
Penguat BJT satu tingkat

Struktur dasar
Gambar menunjukkan rangkaian dasar penguat BJT
dengan pemberian bias dengan arus yang konstan.
Yang perlu diperhatikan adalah memilih RB yang besar
untuk menjaga resistansi masukan pada base yang
besar. Tetapi penurunan tegangan dan pengaruh β
pada RB harus dibatasi. Tegangan dc VB menentukan
simpangan sinyal yang dibolehkan pada collector.

Gambar 59. Struktur dasar rangkaian yang dipakai


untuk merealisasikan penguat BJT diskrit satu tingkat.
133
Penguat BJT satu tingkat

Struktur dasar
Gambar menunjukkan rangkaian dasar penguat BJT
dengan pemberian bias dengan arus yang konstan.
Yang perlu diperhatikan adalah memilih RB yang besar
untuk menjaga resistansi masukan pada base yang
besar. Tetapi penurunan tegangan dan pengaruh β
pada RB harus dibatasi. Tegangan dc VB menentukan
simpangan sinyal yang dibolehkan pada collector.

Gambar 59. Struktur dasar rangkaian yang dipakai


untuk merealisasikan penguat BJT diskrit satu tingkat.
134
Karakterisasi Penguat BJT

Tabel 5. Parameter karateristik penguat

Rangkaian:.

Definisi:

Resistansi masukan tanpa beban:

vi
Ri 
ii RL  

Resistansi masukan:

vi
Rin 
ii

135
Resistansi keluaran

vx
Rout 
ix v sig  0

Penguatan tegangan hubung terbuka


vo
Avo 
vi RL  

Penguatan tegangan
vo
Av 
vi

Penguatan arus hubung singkat


io
Ais 
ii RL 0

Penguatan arus
io
Ai 
ii

136
Penguatan tegangan menyeluruh hubung terbuka
vo
Gvo 
v sig RL  

Penguatan tegangan menyeluruh


vo
Gv 
v sig

Transkonduktansi hubung singkat


io
Gm 
vi RL  0

Resistansi keluaran penguat ‘proper’


vx
Ro 
ix v i 0

137
Rangkaian ekivalen

A.

138
Persamaan:

vi Rin

v sig Rin  Rsig

RL
Av  Avo
RL  Ro

Avo  GmRo

Rin RL
Gv  Avo
Rin  Rsig RL  Ro

Rin
Gvo  Avo
Rin  Rsig

RL
Gv  Gvo
RL  Ro

139
Contoh soal 17:
Sebuah penguat transistor dicatu oelh sebuah sumber
sinyal yang mempunyai tegangan hubung terbuka vsig =
10 mV dan mempunyai resistansi dalam Rsig = 100 kΩ.
Tegangan vi pada masukan penguat dan tegangan
keluaran vo diukur tanpa dan dengan resistansi
beban.RL = 10 kΩ yang dihubungkan pada keluaran
penguat. Hasil pengukuran itu adalah sebagai berikut:

vi (mV) vo (mV)
Tanpa RL 9 90
Dengan RL terhubung 8 70

Carilah parameter penguat.

Jawab:
Dengan data RL= ∞, tentukan Avo dan Gvo
90
Avo   10 V/V
9
90
Gvo   9 V/V
10
Ri
Gvo  Avo
Ri  Rsig
Ri
9  10
Ri  10
Ri  900 k 140
Dengan menggunakan data RL = 10 kΩ tentukan Av dan
Gv
70
Av   8,75 V/V
8
70
Gv   7 V/V
10

Harga Av dan Avo dapat dipakai untuk menentukan Ro

RL
Av  Avo
RL  Ro
10
8,75  10
10  Ro
Ro  1,43 k

Harga Gv dan Gvo dapat dipakai untuk menentukan Rout

RL
Gv  Gvo
RL  Rout
10
79
10  Rout
Rout  2,86 k

141
Harga Rin dapat ditentukan dari

vi Rin

v sig Rin  Rsig
8 Rin

10 Rin  100
Rin  400 k

Transkonduktansi hubung singkat Gm dapat dihitung


seperti berikut
Avo 10
Gm    7 mA/V
Ro 1,43

Penguatan arus Ai dapat ditentukan sebagai berikut:


v o RL v o Rin
Ai  
v i Rin v i RL
Rin 400
 Av  8,75   350 A/A
RL 10

142
Penguatan arus hubung singkat dapat ditentukan
sebagai berikut. Dari rangkaian ekivalen A, arus
keluaran hubung singkat adalah

iosc  Avo v i Ro

Untuk menentukan vi perlu diketahui harga Rin yang


diperoleh dengan RL = 0. Dari rangkaian pengganti C,
arus keluaran hubung singkat adalah:
i osc  Gvo v sig Rout

Dari kedua persamaan untuk iosc dan ganti Gov dengan:


Ri
Gvo  Avo
Ri  Rsig

Dan vi dengan

Rin R 0
v i  v sig L

Rin R 0
 Rsig
L

143
Maka:
 Rsig  Ro  
Rin R  R 1     1
L 0
sig
 Ri  Rout  
 81,8 k

i osc  Avoi i Rin R 0


Ro
L

i osc
Ais   10  81,8 / 1,43  572 V/V
ii

144
Penguat Common Emitter

Gambar 60 (a) Struktur Penguat Common Emitter


(b) Model Rangkaian Pengganti Hybrid-π

145
CE adalah kapasitor bypass yang mempunyai harga
cukup besar, yang fungsinya membuat ground untuk
sinyal atau ac ground pada emitter. Artinya untuk sinyal
ac, impedansi CE kecil sekali (idealnya nol), jadi arus
sinyal akan men-bypass resistansi keluaran dari sumber
arus I.

CC1 dan CC2 adalah kapasitor coupling yang fungsinya


menghubungkan sumber sinyal dan resistansi beban
dengan penguat tanpa mengganggu arus tegangan
bias. Jadi kapasitor ini akan memblock dc dan menjadi
hubung singkat untuk sinyal ac.

Untuk menentukan karakteristik terminal dari penguat


CE, yaitu resistansi masukan, penguatan tegangan dan
resistansi keluaran, gunakan model rangkaian
pengganti sinyal kecil hybrid-π. Penguat ini penguat
unilateral, jadi Rin = Ri dan Rout = Ro. Analisa rangkaian
ini akan di mulai dari sisi masukan.

vi
Rin   RB || Rib
ii
Rib adalah resistansi masukan melihat ke arah base.

146
Karena emitter terhubung ke ground:
Rib  r

Biasanya dipilih RB >> rπ, sehingga:

Rin  r

Jadi resitansi masukan dari penguat CE biasanya


beberapa kilo-ohm.
Tegangan pada masukan penguat:
Rin
v i  v sig
Rin  Rsig

 v sig
RB || r 
RB || r   Rsig

Untuk RB >> rπ

r
v i  v sig
r  Rsig

Catatan:
v  v i

147
Pada sisi keluaran penguat:
v o  gmv ro || RC || RL 

Ganti vπ dengan vi, maka penguatan tegangan penguat,


yaitu penguatan tegangan dari base ke collector:
Av  gm ro || RC || RL 

Penguatan tegangan hubung terbuka diperoleh dengan


men-set RL = ∞
Avo  gm ro || RC 

Efek dari ro adalah mengurangi penguatan tegangan


sedikit saja karena ro >> RC, jadi
Avo  gmRC

Resistansi keluaran diperoleh dengan melihat ke arah


terminal keluaran dengan menghubung singkat sumber
vsig. Hal ini akan menghasilkan vπ = 0
Rout  RC || ro

148
Jadi ro mengurangi resistansi keluaran penguat hanya
sedikit saja karena biasanya ro >> RC
Rout  RC

Untuk penguat unilateral ini Ro = Rout, kita bisa


menggunakan Avo dan Ro untuk mendapatkan
penguatan tegangan Av
RL
Av  Avo
RL  Ro

Penguatan tegangan menyeluruh dari sumber ke


beban, Gv, dapat diperoleh dengan mengalikan (vi/vsig)
dengan Av

Gv  
RB || r  g r || R || R 
R B || r   Rsig m o C L
Untuk RB >> rπ
 ro || RC || RL 
Gv  
r  Rsig

149
Dari persamaan ini didapatkan jika Rsig >> rπ,
penguatan menyeluruh sangat tergantung dari β. Hal ini
tidak diinginkan karena β bervariasi.

Pada sisi lain, jika Rsig << rπ, penguatan menyeluruh


akan menjadi:

Gv  gm ro || RC || RL 

Yang sama dengan penguatan Av, yang tidak


tergantung dari β.Biasanya penguat CE dapat
memberikan penguatan pada orde ratusan. Hanya
saja respon pada frekuensi tingginya agak terbatas.

Untuk menghitung penguatan arus hubung singkat, Ais

i os  g mv 
v   v i  i i Rin
i os
Ais   g mRin
ii

Gantilah Rin = RB || rπ. Jika RB >> rπ, |Ais| = β


Kesimpulan: CE mempunyai penguatan tegangan dan
arus yang besar dengan Rin rendah dan Rout tinggi.

150
Penguat Common Emitter dengan Resistansi Emitter

Gambar 61(a) Penguat CE dengan resistansi emitter


(b) Model rangkaian pengganti T
151
Model rangkaian pengganti yang dipakai adalah model T
karena adanya resistansi emitter RE yang dapat
diserikan dengan re.
Pada model rangkaian ini tidak disertakan resistansi
keluaran ro karena akan membuat analisa lebih rumit
dan pada rangkaian penguat diskrit pengaruh ro kecil.

Rin adalah resistansi paralel antara RB dan Rib

Rin  RB || Rib

Rib adalah resistansi pada base


vi
Rib 
ib

i b  1   i e 
ie
 1
vi
ie 
re  Re
Rib    1re  Re 

Jadi, resistansi masukan melihat ke arah base sama


dengan (β+1) kali resistansi total pada emitter. Faktor
(β+1) disebut ‘resistance-reflection rule’.

152
Pada persamaan tersebut terlihat bahwa dengan
penambahan resistansi pada emitter akan menambah
Rib. Rasio penambahan pada Rib adalah
Rib dengan Re    1re  Re 

Rib tanpa Re    1re
Re
 1  1  g mRe
re
Jadi, Re dapat dipakai untuk mengendalikan harga Rib
yang juga merupakan harga Rin. Agar pengendalian ini
menjadi efektif, RB harus jauh lebih besar dari Rib,
artinya Rib adalah resistansi masukan yang dominan.

Untuk menentukan penguatan tegangan:


v o  i c RC || RL 
 i e RC || RL 
vo  RC || RL 
Av  
vi re  Re
RC || RL
  1  Av  
re  Re

Jadi, penguatan tegangan dari base ke collector sama


dengan perbandingan resistansi total pada collector
dengan resistansi total pada emitter.

153
Penguatan tegangan hubung terbuka: RL = ∞
RC
Avo  
re  Re
 RC
Avo  
re 1  Re re
g R g R
Avo   m C   m C
1  Re re 1  g mRe

Jadi, penambahan Re akan mengurangi penguatan


tegangan dengan faktor (1+gmRe) yang sama dengan
faktor penambahan resistansi masukan Rib.

Resistansi keluaran:
Rout = RC

Untuk penguat ini Rin = Ri dan Rout =Ro


Penguatan arus hubung singkat:
i os  i e
i i  v i Rin
Rin i e
Ais  
vi
 Rib || RB 
Ais  
re  Re
154
Untuk RB >> Rib
    1re  Re 
Ais   
re  Re

Penguatan tegangan menyeluruh dari sumber ke beban:


v Rin  RC || RL 
Gv  i  Av  
v sig Rsig  Rin re  Re

Ganti Rin = RB||Rib dan asumsikan RB >> Rib


Rib    1re  Re 
 RC || RL 
Gv  
Rsig    1re  Re 

Catatan: penguatan lebih kecil dari penguatan penguat


CE. Tetapi penguatan ini lebih tidak sensitif terhadap β.

Dengan penambahan Re, penguat dapat menangani


sinyal masukan yang lebih besar tanpa menimbulkan
distorsi non linier, karena hanya sebagian kecil dari
sinyal masukan yang ada pada base, vi, yang nampak
antara base dan emitter
v re 1
 
vi re  Re 1  g mRe
155
Jadi untuk vπ yang sama, sinyal pada terminal masukan
penguat, vi, dapat lebih besar dengan faktor (1+gmRe)
jika dibandingkan dengan sinyal pada penguat CE.

Kesimpulan:
Dengan penambahan resistansi Re pada emitter,
penguat CE mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Resistansi masukan Rib meningkat dengan faktor
(1+gmRe)
2. Penguatan tegangan dari base ke collector, Av,
berkurang dengan faktor (1+gmRe).
3. Untuk distorsi non linier yang sama, sinyal masukan
vi dapat meningkat dengan faktor (1+gmRe)
4. Penguatan tegangan menyeluruh tidak terlalu
tergantung dengan β.
5. Respons terhadap frekuensi tinggi menjadi lebih
baik.

Re juga merupakan umpan balik negatif pada


rangkaian penguat.
Re juga disebut emitter degeneration resistance

156
Penguat Common Base

Base dihubungkan ke ground. Sinyal masukan


dipasangkan pada emitter dan sinyal keluaran
diambil dari collector. Base merupakan terminal
bersama.

Dengan terhubungnya base ke ground, tegangan


ac dan dc pada base sama dengan nol, maka RB
tidak ada. Kapasitor CC1 dan CC2 berfungsi
sebagai kapasitor coupling.

Model rangkaian pengganti T terlihat pada gambar


62(b). Di sini ro tidak disertakan karena
pengaruhnya tidak terlalu besar pada kinerja
penguat CB diskrit.

Dari gambar 62(b) dapat ditentukan resistansi


masukan:
Rin  re
re mempunyai harga antara beberapa ohm sampai
beberapa kilo ohm. Jadi CB mempunyai resistansi
masukan yang kecil
157
Gambar 62(a) Rangkaian penguat Common Base
(b) Model rangkaian pengganti T
158
Untuk menentukan penguatan tegangan:

vo  ie RC || RL 
vi
ie  
re
vo 
Av   RC || RL 
vi re
Penguatannya sama dengan penguatan pada penguat
CE. Hanya tidak ada pembalikan fasa.

Penguatan tegangan hubung terbuka, RL = ∞

Avo  g m RC

Avo sama dengan Avo pada penguat CE. Hanya tidak


ada pembalikan fasa.

Resistansi keluaran:

Rout  RC

159
Jika ro diabaikan, penguat CB adalah penguat unilateral,
maka Rin = Ri dan Rout = Ro

Penguatan arus hubung singkat Ais:


 ie  ie
Ais   
ii  ie
Walaupun penguatan dari penguat ‘proper’ CB sama
dengan penguatan pada CE, penguatan
menyeluruhnya tidak demikian halnya. Dengan
resistansi masukan yang kecil, maka sinyal masukan
akan teredam cukup besar.
vi Ri re
 
vsig Ri  Rsig re  Rsig

Kecuali pada kondisi Rsig pada orde yang sama


dengan re, faktor transmisi sinyal vi/vsig akan kecil
sekali.
Salah satu pemakaian rangkaian CB adalah
untuk memperkuat sinyak frekuensi tinggi yang
muncul pada kabel coaxial. Untuk menghindari
refleksi sinyal pada kabel, penguat CB harus
mempunyai resistansi masukan sama dengan
resistansi karakteristik kabel yang biasanya
berkisar antara 50 Ω - 75 Ω. 160
Penguatan menyeluruh, Gv

g m RC || RL 
re
Gv 
re  Rsig
 RC || RL 

re  Rsig
Karena α ≈ 1, penguatan menyeluruh merupakan
perbandingan antara resistansi total pada rangkaian
collector dengan resistansi total pada rangkaian emitter.
Penguatan penyeluruh tidak tergantung dari harga β.

Kesimpulan:
Penguat CB mempunyai resistansi masukan yang
rendah, penguatan arus hubung singkat yang hampir
sama dengan satu, penguatan tegangan hubung
terbuka yang positif (non inverting) dan resistansi
keluaran yang tinggi.
Penguat CB mempunyai respon yang baik pada
frekuensi tinggi.
Penggunaan penguat CB yang paling menonjol adalah
sebagai penguat arus dengan penguatan satu atau
disebut current-buffer. Artinya menerima arus sinyal
masukan dari resistansi masukan yang rendah dan
mengirimkan arus yang sama ke resistansi keluaran
yang tinggi pada collector.
161
Penguat Common Collector atau Emitter Follower

Gambar 63(a) Rangkaian penguat Emitter Follower


(b) Model rangkaian pengganti T dengan penambahan ro

162
Gambar 63(c) Rangkaian pengganti seperti pada
gambar 63(b) dengan ro paralel dengan RL.

Pada penguat ini collector dihubungkan dengan


ground, jadi RC dihilangkan. Sinyal masukan
dipasangkan pada base, dan sinyal keluaran diambil
dari emitter yang dihubungkan melalui kapasitor
coupling ke resistansi beban.

Pada analisa sinyal resistansi beban RL diserikan


dengan emitter sehingga model rangkaian pengganti
yang digunakan adalah model T. Pada rangkaian ini
resistansi ro nampak paralel dengan resistansi beban
RL.(lihat gambar 63(c)).
163
Rangkaian emitter follower tidak unilateral, artinya
resistansi masukan tergantung dari RL dan resistansi
keluaran tergantung dari Rsig.

Dari gambar 63(c) terlihat bahwa BJT mempunyai


sebuah resistansi (ro || RL) yang diserikan dengan
resistansi emitter re. Dengan menggunakan ‘resistance-
reflection rule’ menghasilkan rangkaian seperti pada
gambar 64(a). (resistansi pada sisi base sama dengan
(β+1) resistansi pada sisi emitter)

Resistansi masukan pada base, Rib:


Rib    1re  ro || RL 

Resistansi masukan total:


Rin  RB || Rib

Untuk mendapatkan efek penuh dari kenaikan Rib,


dapat dipilih RB sebesar mungkin (dengan
memperhatikan titik kerja). Dan jika memungkinkan CC1
dapat juga dihilangkan, jadi sumber sinyal dihubungkan
langsung dengan base.

164
Gambar 64(a) Rangkaian ekivalen emitter follower
dengan merefleksikan semua resistansi pada emitter ke
sisi base.
(b) Penggunaan teori Thévenin pada rangkaian masukan.

Penguatan menyeluruh Gv:

Gv 
RB   1ro || RL 
Rsig  RB Rsig || RB     1re  ro || RL 

Perhatikan: penguatan tegangan lebih kecil dari satu.


Untuk RB >> Rsig dan (β+1)[re+(ro || RL)] >> (Rsig || RB),
penguatan menjadi mendekati satu. Jadi tegangan
pada emitter mengikuti tegangan pada masukan.Itulah
sebabnya disebut emitter follower
165
Gambar 65(a) Rangkaian ekivalen emitter follower
dengan merefleksikan semua resistansi pada base ke sisi
emitter.
(b) Penggunaan teori Thévenin pada rangkaian masukan

Alternatif lainnya, kita dapat merefleksikan resistansi


base ke sisi emitter. Agar tegangan tidak berubah, semua
resistansi di sisi base dibagi dengan (β+1). Hasilnya
dapat dilihat pada gambar 65(a). Dengan menggunakan
teori Thévenin pada sisi masukan, diperoleh rangkaian
seperti pada gambar 65(b)

166
Penguatan tegangan menyeluruh, Gv:

Gv 
RB ro || RL 
Rsig  RB Rsig || RB
 re  ro || RL 
 1

Untuk RB >> Rsig dan ro >> RL:


vo RL

v sig Rsig
 r  RL
 1 e

Penguatan mendekati satu jika Rsig/(β+1) << RL atau


(β+1)RL >> Rsig. Hal ini adalah peran penyangga
(buffering action) dari emitter follower, yang akan
menghasilkan penguatan arus hubung singkat hampir
sama dengan (β+1).

Tegangan keluaran hubung terbuka menjadi Gvovsig, di


mana Gvo diperoleh dengan RL= ∞

RB ro
Gv 
Rsig  RB Rsig || RB
 re  ro
 1

167
Catatan: biasanya ro besar dan suku kedua menjadi
hampir sama dengan satu. Suku pertama mendekati
satu jika RB >> Rsig. Resistansi Thévenin adalah
resistansi keluaran Rout. Kurangi vsig menuju nol, lihat
resistansi dari terminal emitter ke arah rangkaian

 R || RB 
Rout  ro ||  ro  sig 
   1 

Biasanya ro >> komponen yang diparalelkan dalam


tanda kurung dan dapat diabaikan, jadi

Rsig || RB
Rout  ro 
 1

Jadi resistansi keluaran emitter follower rendah.


Rangkaian ekivalen Thévenin dari rangkaian keluaran
emitter follower dapat digunakan untuk mencari vo dan
Gv untuk harga RL sembarang. (lihat gambar 66).

Kesimpulan: emitter foilower mempunyai resistansi


masukan yang tinggi, resistansi keluaran yang rendah,
penguatan tegangan yang lebih kecil dari satu dan
penguatan arus yang cukup besar.

168
Gambar 66. Rangkaian ekivalen Thévenin dari rangkaian
keluaran emitter follower

Jadi pemakaian ideal dari emitter follower adalah untuk


menghubungkan sumber yang mempunyai resistansi
yang tinggi ke beban yang mempunyai resistansi yang
rendah, biasanya sebagai tingkat terakhir dari penguat
bertingkat (multistage amplifier) yang tujuannya bukan
untuk memperkuat tegangan tetapi untuk memberikan
penguat bertingkat ini resistansi keluaran yang rendah.

169
Pada emitter follower hanya sebagian kecil dari sinyal
yang akan tampak antara base dan emitter. Jadi
emitter follower dapat bekerja secara linier untuk
variasi amplitudo sinyal yang cukup besar. Tetapi harga
absolut batas atas amplitudo tegangan keluaran
ditentukan oleh kondisi cut off dari transistor.

Perhatikan gambar 63(a) jika sinyal masukan adalah


gelombang sinusoida. Jika masukan negatif, keluaran
vo akan negatif dan arus pada RL akan mengalir dari
ground ke terminal emitter. Transistor akan cut off bila
arus ini menjadi sama dengan arus bias I. Jadi harga
amplitudo dari vo adalah:

Vo
I
RL

V o  IRL

Maka harga vsig menjadi:



IR L
V sig 
Gv
Jika amplitudo vsig lebih besar dari harga di atas,
tansistor akan cut off dan amplitudo negatif sinyal
gelombang keluaran akan terpotong

170
Kesimpulan dan perbandingan
1. Konfigurasi CE cocok digunakan untuk penguat
yang menghendaki penguatan yang besar.
2. Dengan menambahkan Re pada CE dapat
memperbaiki kinerja penguat tetapi penguatan akan
berkurang.
3. Konfigurasi CB dipergunakan sebagai penguat
frekuensi tinggi, karena mempunyai respon yang
baik pada frekuensi tinggi, hanya saja resistansi
masukannya kecil.
4. Emitter follower dipakai sebagai penyangga
tegangan, untuk menghubungkan sumber yang
mempunyai resistansi yang tinggi dengan beban
yang mempunyai resistansi rendah. Konfigurasi ini
digunakan juga sebagai tingkat keluaran dari
penguat bertingkat.

171
Tabel 5.Karakteristik dari penguat diskrit satu tingkat
Common Emitter

Rin  RB || r  RB ||   1re
Av  g m ro || RC || RL 
Rout  ro || RC

Gv  
RB || r  g r || R || R 
RB || r   Rsig m o C L
 ro || RC || RL 

r  Rsig
Ais  g mRin   

172
Common Emitter dengan Resistansi Emitter

Abaikan ro

Rin  RB ||   1re  Re 
 RC || RL   g m RC || RL 
Av   
re  Re 1  g mRe
Rout  RC
 RC || RL 
Gv  
Rsig    1re  Re 
v 1

v i 1  g mRe

173
Common Base

Abaikan ro

Rin  re
Av  g m RC || RL 
Rout  RC
 RC || RL 
Gv 
Rsig  re
Ais  

174
Common Collector atau Emitter Follower

Rin  RB ||   1re  ro || RL 

Av 
ro || RL 
re  ro || RL 
 R || RB 
Rout  ro || re  sig
   1 

Gv 
RB ro || RL 
Rsig  RB Rsig || RB
 re  ro || RL 
 1
Ais    1

175
Inverter digital BJT

Gambar 67. Rangkaian dasar inverter digital BJT

Pada inverter logika, rangkaian bekerja pada


mode cutoff dan daerah jenuh.
Jika tegangan masukan vI ‘high’ mendekati
tegangan catu daya VCC (menyatakan logika ‘1’)
transistor akan ‘terhubung’ dan dalam keadaan
jenuh (dengan memilih harga RB dan RC yang
tepat). Sehingga tegangan keluaran akan VCEsat ≈
0,2V, yang menyatakan logika ‘0’.
Sebaliknya, jika tegangan masukan ‘low’ pada
tegangan mendekati ‘ground’ (misal VCEsat),
sehingga transistor ‘cutoff’, iC akan nol dan vO =
VCC, yang merupakan logika ‘1’ 176
Pemilihan keadaan ‘cutoff’ dan ‘jenuh’ sebagai
mode operasi dari BJT pada rangkaian
inverter didasari oleh 2 faktor:
1. Disipasi daya pada rangkaian relatif rendah
pada keadaan ‘cutoff’ dan ‘jenuh’. Pada
keadaan ‘cutoff’ semua arus sama dengan nol
dan pada keadaan ‘jenuh’ tegangan pada
transistor juga rendah.
2. Level tegangan keluaran (VCC dan VCEsat)
terdifinisi dengan baik. Sebaliknya, jika
transistor bekerja pada daerah aktif, vO = VCC
– iCRC = VCC – βiBRC yang sangat tergantung
pada parameter β.

177
Karakteristik transfer tegangan

Gambar 68. Karakteristik transfer tegangan rangkaian


inverter dengan RB =10 kΩ, β = 50 dan VCC = 5 V

178
1. Pada vI = VOL = VCEsat = 0,2 V, vO = VOH = VCC = 5 V

2. Pada vI = VIL, transistor mulai ‘on’ → VIL ≈ 0,7 V

3. Untuk VIL < vI < VIH, transistor berada pada daerah


aktif dan beroperasi sebagai penguat dengan
penguatan sinyal kecil:

vo RC
Av   
vi RB  r

RC
r  RB  Av   
RB

4. Pada vI =VIH, transistor memasuki daerah jenuh → VIH


adalah harga yang menyebabkan transistor berada pada
ambang saturasi.

IB 
VCC  VCEsat  RC

Dengan harga-harga yang digunakan, IB = 0,096 mA dan


VIH = IBRB + VBE = 1,66 V

179
5. Untuk vI = VOH = 5 V, transistor berada pada
keadaan jenuh yang dalam dengan vO = VCEsat =
0,2 V, dan

forced 
VCC  VCEsat  RC
VOH  VBE  RB

6. Noise margin:
NMH = VOH – VIH = 5 – 1,66 = 3,34 V
NML = VIL – VOL = 0,7 – 0,2 = 0,5 V

7. Penguatan pada daerah transisi dapat dihitung dari


koordinat pada titik X dan Y

5  0,2
Penguatan tegangan    5 V/V
1,66  0,7

180

Anda mungkin juga menyukai