Anda di halaman 1dari 54

DIFFUSE AXONAL INJURY

Oleh : Zulmiyati
Pembimbing:
Prof. Dr. R. Arifin Limoa, Sp.S (K)
Dr. Cahyono Kaelan, Ph.D
Pendahuluan
Seseorang disebut sadar bila :
 Sadar terhadap diri
 Sadar terhadap lingkungannya.

Normal :
 sadar
 mengantuk
 Tidur  dapat disadarkan oleh rangsang
 sistem aktivitas retikuler
(mempertahankan kesadaran)
Berbagai penyebab ↓ kesadaran :
 penyakit serebrovaskuler

 gangguan metabolik

 intoksikasi

 Infeksi

 tumor otak

 trauma, dll.
Penderita trauma kepala :
 dapat sembuh sempurna
 sembuh dengan cacat
 bahkan dapat berakhir dengan kematian.

Glasgow outcome scale  5 kategori perilaku


neurologis akibat trauma kepala yaitu:
 Meninggal
 status vegetatif
 cacat berat
 cacat sedang
 sembuh sempurna.
Status vegetatif :

 merupakan keadaan tidak terdapatnya fungsi


kognitif yang digambarkan dengan abolisi total
komunikasi.
 dapat membukan mata
 memejamkan mata sebagai respon terhadap
ancaman/cahaya
 sewaktu-waktu mata bergerak /memfiksasi
matanya pada sesuatu
 tidak menyimak, tidak bicara
Status vegetatif

 tidak menunjukkan penghayatan lingkungan


sekitarnya
 tidak dapat menyatakan kebutuhannya
 Respon terbatas  gerak refleks
 Terdapat keadaan bangun dan ada siklus
bangun tidur
 tidak mempunyai penghayatan atau perilaku
yang bertujuan
 Sehingga walaupun bangun  tidak sadar
cacat berat bila :
 penderita tetap sadar
 tapi bergantung pada orang lain,
meskipun derajat ketergantungan
bervariasi.
 Termasuk dalam kategori ini
digambarkan bila penderita
bergantung pada orang lain untuk
melakukan sebagian besar aktifitas
sehari-hari.
Trauma kepala

meninggal
status vegetatif DAI
Cacat berat
Cacat sedang
sembuh sempurna

 teknik histologikal konvensional untuk


mengidentifikasi axonal bulb, telah diidentifikasi
30% kasus pada data dasar Glasgow
Adams JH. dan kawan-kawan menemukan
bahwa:
 30 kasus cacat berat setelah trauma kepala
 sebanyak 15 kasus (50%)  DAI
 35 kasus status vegetatif setelah trauma
kepala  sebanyak 28 kasus (80%)  DAI.
DIFFUSE AXONAL INJURY

 Diffuse axonal injury (DAI) adalah istilah


yang digunakan untuk menerangkan koma
bekepanjangan pasca trauma yang tidak
berhubungan dengan lesi massa atau
iskemia.
 Istilah ini pertama kali diperkenalkan pada
awal tahun 1980an untuk menggambarkan
perubahan struktural yang terjadi pada
cedera otak difus dimana perubahan yang
terjadi tidak tampak secara makroskopis
maupun tampak namun kecil.
Strich
kejadian degenerasi difus substansia alba pada
beberapa pasien demensia post trauma yang
berat yang disebebkan oleh shearing atau
terputusnya serabut saraf pada saat injury.

 beberapa sarjana
diffuse degeneration of white matter, shearing
injury, diffuse white matter shearing injury,
diffuse demage of immediate impact type, dan
inner cerebral trauma

saat ini telah diakui secara internasional istilah


DIFFUSE AXONAL INJURY.
 DAI terjadi sebagai akibat dari trauma akut
dimana kekuatan deselerasi-akselerasi dan rotasi
menekan, meregangkan dan memutuskan akson
terutama di substansia alba.

 Holbourn pada penelitiannya menghasilkan


postulat bahwa adanya shear injury segera
menyebabkan pemisahan fisik akson dan segera
menghilangkan fungsinya = Strich dan kawan-
kawan.
Pada trauma kepala berat
 DAI  50% dari cedera otak primer

 Sebanyak 50% penderita yang langsung


mengalami koma setelah trauma tanpa adanya
kontusi serebri diyakini menderita kerusakan
pada substansia alba dan diffuse axonal injury.
 Daerah  DAI :

substansia alba regio sentroaxial, pada regio


supratentorial terutama corpus callosum, area
paraventrikular dan hipocampal, pedunculus
serebri, brachium conjungtivum, colliculus
superior dan formasio retikularis bagian dalam
Diffuse axonal injury dibagi atas tiga derajat,
yaitu:

I. kelainan terbatas secara histologik : kerusakan


akson sepanjang substansia alba tanpa
penekanan fokal pada corpus callosum
maupun batang otak.
II. selain terdapat distribusi luas dari kerusakan
aksonal, juga terdapat lesi fokal pada corpus
callosum.
III. kerusakan difus akson disertai dengan lesi
fokal pada cospus callosum dan batang otak..
Tabel 1. Insidens, gambaran klinis, dan keluaran Diffuse Axonal Injury

Ringan Sedang Berat

Insidens(mendekati) 20% 45% 35%


Persentil dari seluruh
Trauma kepala berat + 8% + 20% + 16%
Hilang kesadaran 6-24 jam 24 jam hari-minggu
Tanda batang otak 30%<24 jam 35% > 24 jam mnggu-bulan
Keluaran baik 80% 40% 15%
Meninggal 15% * +25% >50%

*Umumnya disebabkan keadaan yang menyertai dan bukan akibat


langsung trauma kepala.(Dikutip dari Van Dellen JR, Becker DP, 1998)
ANATOMI MIKRO

Sel-sel yang menyusun sistem saraf pusat :


1. neuron
2. glia
3. sel-sel yang menyusun meninges dan
pembuluh darah

 Neuron merupakan unit fungsional utama.


Gambar 1. Neuron
 Diperkirakan sekitar 100 milyar neuron
terdapat pada otak manusia.
 Pada sistem saraf pusat, neuron
tersusun secara topografi baik sebagai
suatu kumpulan seperti nuklei maupun
ganglia atau sebagai kolumna yang
memanjang seperti yang terdapat
pada keenam lamina pada korteks
serebri.
Serebrum

 Korteks serebri
 Centrum semiovale
 Nuklei basalis
 Rhinensefalon
Korteks serebri
 Sel piramidal.
piramid, 1 dendrit apikalis  ke permukaan
beberapa dendrit basalis berjalan horizontal.
Axon sel: keluar dari bagian basalis badan sel 
ke dalam substansia alba.
Sel piramid raksasa terdapat pada gyrus
presentralis.
 Sel stellata.
poligonal, sebuah axon yang pendek
beberapa dendrit  berbagai arah
Terdapat pada semua lapisan korteks.
 Sel fusiformis.
Serabut dendrit  menuju permukaan
menyebar di lapisan yang sama.
Axon: kaudal sel  subs. alba.
Terletak vertikal, terutama dalam lapisan terdalam.
 Sel horizontalis dari Cajal.
fusiformis kecil, berada pada lapisan yang paling
superfisial.
 Sel dari Martinotti.
Berbentuk segitiga, kecil-kecil
axon : berjalan asendens  permukaan.
Terdapat pada semua lapisan korteks.
Arsitektur neokorteks manusia, 6 lapisan korteks serebri
Centrum Semiovale ; merupakan substansia alba

Serabut proyeksi, corona radiata


Serabut kommisural
Serabut asosiasi
PATOFISIOLOGI DAN NEUROPATOLOGI

Pada trauma kapitis


 Akselerasi
 Gerakan cepat yang terjadi secara mendadak
 Deakselerasi
 Penghentian akselerasi secara mendadak

Pada waktu akselerasi berlangsung, terjadi 2


kejadian, yaitu :
 Akselerasi tengkorak ke arah dampak
 Pergeseran otak ke arah yang berlawanan
dengan arah dampak primer.
 Alquie (1865) pada percobaannya pada
mayat dan hewan :

benturan kepala

otak mengalami rotasi sentrifugal

benturan otak pada tabula interna


Halbourn, (1943)
 rotasi otak  bidang sagital, horizontal,
koronal atau kombinasinya.

 Gerakan berputar ini tampak di semua daerah


kecuali di daerah frontal dan temporal.

 Di daerah otak dapat bergerak  kerusakan


terjadi lebih sedikit atau tidak ada.
 Kerusakan terbesar terjadi di daerah yang
tidak dapat bergerak atau terbatas
gerakannya, yaitu daerah frontal di fossa
serebri anterior dan daerah temporal di
fossa serebri media.

 Karena sulit bergerak  jaringan otak di


daerah ini mengalami regangan yang
mengakibatkan kerusakan pada pembuluh
darah dan serabut-serabut saraf.
Pudenz dan Sheldon (1946)
 pada kera macaque dengan calvarium yang
diganti dengan plastik transparan

 benturan yang subkonkusif saja sudah


meyebabkan terjadinya gerakan pada otak di
dalam cavum cranii.
 Gerakan otak tertinggal akibat
kelembamannya.
 rotasi otak  sagital dan horizontal
koronal  tidak/kurang

falks serebri, tentorium serebell


Terdapat 2 hal yang dapat terjadi pada kerusakan
serebral setelah suatu trauma serebri, yaitu:
 Kerusakan primer
sesaat setelah trauma: laserasi kulit, fraktur
tulang tengkorak, kontusio permukaan dan
laserasi, diffuse axonal injury, perdarahan
intrakranial.
 Kerusakan sekunder
- komplikasi kerusakan primer
- mulai terjadi pada saat trauma  belum
tampak secara klinis untuk waktu tertentu
 iskemia, edema, infeksi, peningggian
tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimia yang diakibatkannya.
Diffuse axonal injury

 akselerasi rotatorik
 perbedaan kepadatan fokal antara substansia
grisea dan substansia alba

putusnya akson

kerusakan integritas akson pada node of ranvier

perubahan arus /aliran aksoplasma


Diffuse Axonal Injury
Gennarelli et al, Maxwell et al, Povlishock

 tahap-tahap proses terjadinya DAI :


terlipatnya axolemma

aliran aksoplasmik terputus

edema lokal axon

pemisahan axon
 true retraction ball.

 Belangsung lama  degenerasi wallerian


Tahap perubahan struktural cedera
aksonal :

 60 menit pasca cedera


 gangguan fokal pada transport
aksoplasma.
 1 jam– 6 jam pasca cedera
 perubahan pada glial-aksonal junction.
 6 jam – 12 jam pasca cedera
 aksotomy
 24 jam – 72 jam pasca cedera
 aksotomy  segmen distal mengalami
degenerasi.
GEJALA KLINIS

 Penderita trauma serebri yang mengalami


koma lebih dari 6 jam
 tanpa bukti penyebab koma yang dapat
diidentifikasi baik dengan CT-scan atau MRI
 axonal shearing injury yang luas atau
diffuse axonal injury .
 gejala klinis bervariasi tergantung beratnya
injury  = kebingungan
= hilang kesadaran
= gejala fokal: +/-
GEJALA KLINIS

= koma dalam yang berkepanjangan


= dapat disertai gangguan fungsi otonom
seperti hipertensi, hiperhidrosis,dan
hiperpireksia.
= dekortikasi, deserebrasi,
= cacat berat
= status vegetatif
Tabel 2. karakteristik klinis dan keluaran penderita DAI (dikutip
dari Mayer SA, Rowland LP, 2000).
Diffuse axonal injury
Ringan Sedang Berat

 Hilang kesadaran segera segera segera


 Lama kesadaran menurun 6-24 jam > 24 jam hari-mgg
 Deserebrasi Jarang kadang-kadang ada
 Amnesia post trauma beberapa jam beberapa hari beberapa mgg
 Defisit memori ringan-sedang ringan-sedang berat
 Defitis motorik - ringan berat
 Keluaran (3 bulan/%)
- Penyembuhan baik 63 38 15
- Defisit sedang 15 21 13
- Defisit berat 6 12 14
 Status vegetatif 1 5 7
 Meninggal 15 24 51
GAMBARAN RADIOLOGI
 Computed Tomography
CT-Scan normal  50%-80% Scan normal.
CT Scan  DAI  + 10 %
= Lesi dapat bervariasi dari udema hingga lesi
perdarahan dengan ukuran hanya beberapa
milimeter
= hanya nampak dengan follow-up CT-Scan.
= halo hipodens halus, udema yang
mengelilingi daerah perdarahan
= Setelah udema dan perdarahan direabsorbsi
 CT-Scan  normal.
Magnetic Resonance Imaging

 MRI lebih unggul dalam hal mendeteksi


adanya DAI dibanding CT-Scan.
 T1 : dapat memperlihatkan lokasi anatomis.
Lesi nonhemoragik  iso-intents terhadap
jaringan sekitarnya.
Lesi hemoragik  hiper-intens.
 T2 : Lesi nonhemoragik  hiper-intens
Gambar 6. T2 MRI. Tampak fokus hiperintens dari shearing
injury pada sisi medial lobus oksipital kanan dan splenium
korpus kallosum yang tidak tampak pada CT-scan.
PATOLOGI ANATOMI

I. GAMBARAN MAKROSKOPIS

II. GAMBARAN MIKROSKOPIK


Gambar 7. DAI. Pembesaran sistem ventrikel pada
panderita yang bertahan hidup selama 21 bulan
setelah trauma cerebri dengan klinis status vegetatif. (
Graham DI, Gennarelli TA, 1997).
Gambar 8. DAI. Lesi fokal hemoragik pada korpus
kallosum.(6 days‘ survival)
Gambar 9. DAI. (5 days survival)
II. GAMBARAN MIKROSKOPIK

Gambar 10. DAI. Axonal swellings in the brain


stem. In patients of (short)days survival,
demage to axon  eosinophylic bulb (Graham
D I, Gennarelli TA, 1997)
Argyrophylic bulb on the nerve fibers-the retraction
balls of Cajal (midbrain)
Axonal swellings in parasagittal white matter
Axonal swellings in the corpus callosum
Gambar 11. DAI. Small clusters of microglia.
(Graham DI, Gennarelli TA, 1997)
Gambar 12. DAI. Wallerian degeneration.
Degeneration of long tract. Degeneration in
ascending and descending tracts in a patient who
survived in a vegetative state for 9 month after
head injury (Graham DI, Gennarelli TA, 1997)
PENATALAKSANAAN

Penanganan peningkatan tekanan intrakranial :


– Intubasi
– Kontrol ventilasi dengan PCO2 35 mmHg
– Resusitasi volume sirkulasi
– Pertahankan normotensi
– Sedasi narkotik/blokade neuromuskuler
– Mannitol bolus 1 gram/kg
– Phenitoin 18 mg/Kg
2. Monitor keadaan penderita setelah
resusitasi awal
3. Penanganan Nutrisi
4. Penanganan Suhu tubuh
5. Profilaksis terhadap terjadinya
trombosis vena dalam
6. Profilaksis Gastric stress ulcer
7. Antibiotik.

Anda mungkin juga menyukai