Anda di halaman 1dari 13

Tekanan Intrakranial

BAB I
PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Peninggian tekanan intrakranial (TIK/ICP, Intracranial Pressure) merupakan bencana sejak masa awal bedah saraf, dan tetap merupakan penyebab kematian paling sering pada penderita bedah saraf. Ini terjadi pada penderita cedera kepala, stroke hemorrhagic dan trombotik, serta lesi desak ruang seperti tumor otak. Massa intracranial bersama pembengkakkan otak meninggikan TIK dan mendistorsikan otak. Cara untuk mengurangi TIK dengan cairan hipertonik yang mendehidrasi otak, menjadi bagian penting pada tindakan bedah saraf. Beberapa proses patologi yang mengenai otak dapat menimbulkan peninggian tekanan intrakranial. Sebaliknya hipertensi intrakranial mempunyai konsekuensi yang buruk terhadap outcome pasien. Jadi peninggian TIK tidak hanya menunjukkan adanya masalah, namun sering bertanggung-jawab terhadapnya Walau hubungan antara pembengkakan otak dengan hipertensi. intrakranial dan tanda-tanda neurologi yang umum terjadi pada herniasi tentorial, hingga saat ini sedikit informasi direk tentang kejadian, derajat dan tanda klinik yang jelas dari peninggian TIK. Sebabnya adalah bahwa tekanan jarang yang langsung diukur intrakranial. Untuk itu, pengukuran dilakukan pada rongga subarakhnoid lumbar dan hanya kadang-kadang dicatat serta pada waktu yang singkat pula. Pungsi lumbar tidak hanya memacu herniasi tentorial atau tonsilar, namun juga tekanan yang terbaca lebih rendah dari yang sebenarnya. Sejak Lundberg memperkenalkan pemantauan yang sinambung terhadap TIK dalam praktek bedah saraf tahun 1960, telah banyak peningkatan pengetahuan atas TIK dan pengelolaannya. Pada saat yang sama timbul kontroversi atas pemantauan TIK. Sebagian menganggap teknik ini merupakan bagian dari perawatan intensif dan berperan dalam pengelolaan setiap pasien koma. Lainnya mengatakan bahwa tidak ada hubungan bahwa pemantauan TIK mempengaruhi outcome dan hanya menambah risiko karena tindakan yang invasif tersebut. Pemantauan sinambung sebenarnya sudah dikenalkan oleh Guillaume dan Janny 1951. Sejak awal 1970 lebih mendapat perhatian seiring dengan majunya tehnologi yang bersangkutan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemantauan TIK merupakan satu-satunya cara untuk memastikan dan menyingkirkan hipertensi intrakranial. Bila hipertensi terjadi, pemantauan TIK merupakan satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk menilai tentang kerja pengobatan dan memberikan kesempatan dini untuk mengubah pilihan terapi bila tampak kegagalan. Bila tak terdapat peninggian TIK, pengobatan yang potensial berbahaya dapat dihindari. Bila pasien dalam keadaan paralisa atau tidur dalam, pengamatan neurologis konvensional tidak ada gunanya dan pemantauan TIK dapat memberikan nilai tekanan perfusi serebral dan indeks dari fungsi serebral.

B. TUJUAN

a. -

Tujuan Umum mahasiswa mampu memahami dan mengerti asuhan keperawatan pada pasien yang menderita tekenen intra kranial

b. Tujuan Khusus Menjelaskan pengertian dari tekenen intra kranial Menyebutkan dan menjelaskan etiologi dari tekenen intra kranial Menyebutkan manifestasi klinis dari tekenen intra kranial Menjelaskan patofisiologi dari tekenen intra kranial Menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan dari tekenen intra kranial Menyebutkan komplikasi dari tekenen intra kranial Membuat dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita tekenen intra kranial

c. Metode penulisan 1. Bab I terdiri dari latarbelakang yang menjelaskan tentang enekanan intrakarnial 2. Bab II terdiri dari Pengertian, Tanda Dan Gejala Spesifik Peningkatanantekananintrakranial,Etiologi,Pathofisiol-Ogi Anatomi Dan Fisiolog Manifestasi Klinik, Komplikasi, Pemeriksaan Diagnostik, Pengkajian, Diagnosa Keperawatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal dalam ventrikel otak. Secara umum istilah Penekanan tekanan intrakarnial adalah fenomena dinamik yang berfluktuasi sebagai respon dari berbagai faktor penyebab. Dalam keadaan normal Penekanan tekanan intrakarnial harus kurang dari 10 mmHg, bila diukur dengan alat pengukur yang dipasang setinggi foramen Monro dalam posisi bwebaring. Beberapa pakar menganggap nilai normal antara0 10 mmHg. Meninggikan letak kepala atau berdiri akan menurunkan Penekanan tekanan intrakarnial, sedangkan batuk, bersin, atau mengeden (manuver Vaisava) akan meningkatkan Penekanan tekanan intrakarnial. Istilah Penekanan tekanan intrakarnial jangan dianggap sebagai peninggian menyeluruh di dalam kranial. Karena tekanan sebenarnya berbeda-beda didalam otak. Sebagai contoh, tekanan pada jaringan otak yang berdekatan dengan suatu tumor mungkin dapat meningkat, tetapi tekanan di dalam ventrikel beluym tentu. Penekanan tekanan intrakarnial juga tidak selalu dapat disamakan dengan adanya meninggian tekanan dispinal saat melakukan punksi lumbal. Berarti dikenal adanya istilah Penekanan tekanan intrakarnial Regional (Penekanan tekanan intrakarnial pada suatu daerah tertentu diotak). A. TANDA DAN GEJALA SPESIFIK PENINGKATANAN TEKANAN INTRA KRANIAL Tanda dan gejala spesifik Penekanan tekanan intrakarnial adalah sebagai berikut :

1. Awal - Penurunan derajat kesadaran (mis : delirium, gelisah, letargi) - Disfungsi pupil - Kelemahan motorik (mono atau hemiparesis) - Defisit sensorik - Paresis nervus kranial - Kadang-kadang disertai nyeri kepala - Kadang-kadang disertai bangkitan / kejang 2. Lanjut - Lebih memburuknya derajat kesadaran (mis : stupor, soporokomatus, koma) - Mungkin disertai muntah - Nyeri kepala - Hemiplegia, dekortiasi, atau deserebasi - Pemburukan tanda vital - Pola pernafasan ireguler - Gangguanreflek batang otak (mis : gangguan reflrks kornea, refleks muntah) 1. 2. 3. Perwujudan klinis gejala dan tanda klinik Penekanan tekanan intrakarnial tergantung dari : Lokasi kompartemen mana terdapatnya kelainan Lokasi spesifik dari massa ( hemisfer cerebral, batang otak atau cerebelum0 Derajat kemampuan kompensasi bagian otak yersebut. Karena pentingnya mengenali gejala-gejala tersebut diatas, maka perlu sekali mengetahui cara pemeriksaan neurologik. Untuk memudahkan akan diuraikan secara singkat temuan temuan diatas. Pemburukan derajat kesadaran Pemburukan derajat kesadarn tak selalu memperburuknya umum bagian otak, tetapi merupakan peringkat sensitif dan dapat dipercaya untuk mengenali adanya kemungkinan memburukkan kondisi neurologik. Penurunan derajat kesadaran dikarenakan : Sebagian besar otak terbenrtuk dari sel sel tubuh yang sangat khusus, tetapi sensitif terhadap perubahan Kadar oksigen. Respon otak terhadap tidak mencukupinya kebutuhan oksigen terlihat sebagai somnolen dan gangguan daya nalar (kognisi) Fluktuasi tekanan intrakarnial akibat perubahan fisikpembuluh darah terminal. Oleh karena itu gejala awal dari penurunan derajat kesadaran adalah somnolen, delirium dan letargi. Penderita menjadi disorientasi, mula mula terhadap waktu, lalu tempat, dan akhirnya dalam hal memgenali seseorang, Dengan semakin meningginya TIK, derajat kesadaran semakin rendah , dimana rangsang nyeri mulai memberi reaksi adequat, hingga akhirnya komplikasi. Disfungsi pupil Akibat peninggian tekanan intrakarnial supratentorial atau oedema otak, perubahan ukuran pupil terjadi. Tidak saja ukuran pupil yang berubah, tetapi dapat juga bentuk dan reaksi terhadap cahaya. Pada tahap awal ukuran pupil menjadi berdiameter 3,5 mm atau disebut sebagaui ukuran tengah. Lalu makin melebar (dilatasi) secara bertahap. Bewntuknya dapat berubah menjadi Nmelonjong dan reaksi tyerhadap cahaya menjadi lamban. Perlambatan reaksi cahaya dan tau perubahan melonjong, merupakan gejala awal dari penekanan pada syaraf okulomotor. Karena sumber Penekanan tekanan intrakarnial cenderung berdampak sesuai kompartemen pada tahap awal, disfungsi pupil masih ipsilateral (pada sisi yang yang sam,a terhadap penyebabnya). Pada tahap lanjut Penekanan tekanan intrakarnial, pupil ipsilateral berdilatasi bilateral dan non reaktif

1.

a.

b.

2.

terhadap cahaya. Pupil menjadi berdilatasi bilateral dan non reaktif pada fase terminal, karena Ptik menyebabkan proses herniasi. 3. Abnormalitas visual Devisit visual dapat terjadi sejak gejala masih awal. Gangguan tersebut dapat berupa : ketajaman visus, kabur dan diplopia. Menurutnya ketajaman penglihatan dan penglihatan kabur adalah keluhan yang sering terjadi, karena diperkirakan akibat penekanan syaraf syaraf nervus optikus (N. 11) melintasi hemisfer cerebri. Diplopia berkaitan dengan kelumpuhan dari satu atau lerbih syaraf syaraf penggerak bola mata ekstra- okuler (N. III, IV, VI) Sehingga pasien melihat dobel pada posisi tertentu. Gejala gejala visual semakin menonjol seiring semakin m,eningkatnya TIK.Pemburukan fungsi motori. Pada tahap awal, monoparesis stau hemiparesis terjadi akibat penekanan traktus piramidalis kontra lateral pada massa. Pada tahap[ selanjutnya hemiplegia, dekortikasi dan deserebrasi dapat terjadi unilateral atau bilateral. Pada tahap akhir (terminal menjelang mati) penderita menjadi flasid bilateral.Secara klinis sering terjadi keracunan dengan respon primitif perkembangan manusia, yaitu reflek fleksi yang disebut trifleksi (triple fleksion). Trifleklsi terjadi akibat aktivasi motoneuron difus dengan hasil berupa aktivasi otot otot fleksosr menjauhi rangsang nyeri (otot otot fleksor dipergelangan lutut, kaki, dan panggul mengkontraksikankeempatanggota badan kearah badan). Trirefleks ini merupakan bentuk primitif refleks spinal. 4. Nyeri kepala Pada tahap paling awal Penekanan tekanan intrakarnial, beberapa penderita mengeluh nyeri kepala ringan atau samar samar. Secara umum, nyeri kepala sebenarnya tidak terlalu sering terjkadi seperti diperkirakan banyak orang. Bnyeri kepala terjadi akibat pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri (duramater, pembuluh darah besar basis kranji, sinus nervus dan bridging veins0. Nyeri terjadiakibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering dilaporkan sebagi nyeri yang bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi hari. Hari ini dikarenakan secara normal terjadi peningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi saat pagi harii, ,dimana pada saat tidur menjelang bangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi. 5. Muntah Muntah akibat Penekanan tekanan intrakarnial tidak selalu sering dijumpai pada orang dewasa. Muntah disebabkan adanya kelainan di infratentorial atau akibat penekanan langsung pada pusat muntah. Kita belum mengerti secara lengkap bagaimana mekanisme refleks muntah terjadi. Muntah dapat didahului oleh mual / dispepsia atau tidak. Seandainya didahului oleh perasaan mual / dispepesia, berarti terjadi aktivasi saraf saraf ke otot Bantu pernafasan akibat kontraksi mendadak otot otot abdomen dan thorak. 6. Perubahan tekanan darah dan denyut nadi Pada tahap awal tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil pada tahap selanjutnya karena penekanan ke batang otak terjadi perubahan tekanan darah. Penekanan ke batang otak menyebabkan susasana iskemik di pusat vasomotorik di batang otak. Seiring dengan meningkatnya TIK, refleks rtespon Chusing teraktivasi agar tetap menjaga tekanan didalam pembuluh darah serebral tetap lebih tinggi daripada TIK. Dengan meningginya tekanan darah, curah jantunmgpun bertambah dengan meningkatnya kegiatan pompa jantung yang tercermin

dengan semakin memburuknya kondisi penderita akan terjadi penurunan tekanan darah. Pada tahap awal denyut nadi masih relatif stabil dengan semakin meningkatnya TIK, denyut nadi akan semakin menurun kearah 60 kali permenit sebagai usaha kompensasi. Menurunnya denyut nadi dan isi denyut terjadi sebagai upayta jatung untuk memompa akan ireguler, cepat, halus dan akhirnya menghilang. 7. Perubahan pola pernafasan Perubahan pola pernafasan merupakan pencerminan sampai tingkat mana TIK. Bila terjadi PTIK akut sering terjadi oedema pulmoner akut tanpadistress syndrome (ARDS) atau dissminated intravaskular coangulopathy (DIC) 8. Perubahn suhu badan Peningkatansuhu badan biasanya berhubungan dengan disfungsi hipothalamus. Pada fase kompensasi, suhu badan mungkin masih dalam batas normal. Pada fase dekompensasi akan terjadi peningkatan suhu badan sangat cepat dan sangat tinggi. Menaioknya suhu badan dapat juga terjadiakibat infeksi sekunder, tetapi jarang yang mencapai sangat tinggi sebagaiman halnya akibat gangguan fungsi hipothalamus. Hilangnya reflek reflek batang otak. Pada tahap lanjut PTIK terjadi penekanan kebatang otak yang berakibat hilangnya atau disfungsi reflek reflek batang otak. Refleks refleks ini diantaranya : refleks kornea, oukosefalik, dan aukulovestibuler. Prognosis penderita akan menjadi buruk bila terjadi refleks refleks tersebut. 9. Papiludema Tergantung keadaan yang ada, pail oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan tyerjadi seandainya belum menjadi ingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya papiloedema tak beraarti tak ada PTIK. Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK terjadi secara bertahap. a. Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi venous outflow. b. Penumpukan secret atau kerusakan kulit mungkin terjadi bila posisi pasien tidak di rubah setiap 2 jam. c. Nyeri atau kegelisahan akan meningkatkan TIK. d. Herniasi batang otak di akibatkan dari peningkatan TIK yang berlebihan, bila tekanan bertambah di dalam ruang cranial dan penekanan jaringan otak ke arah batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan anoksia otak yang dapat pulih dan mati-otak. e. Diabetes insipidus (DI) merupakan hasil dari penurunan sekresi hormone anti-diuretik. Urine pasien berlebihan. Terapi yang diberikan terdiri dari volume cairan, elektrolit pengganti dan terapi vasopressin (desmopresin, DDAVP). f. Sindrom Ketidaktepatan Hormon Anti-Diuretik (SIADH) adalah akibat dari peningkatan sekresi hormon anti-diuretik. Pasien mengalami volume berlebihan dan menurunnya jumlah urine yang keluar. Pengobatan SIADH berupa pembatasan cairan dan pemberian fenitoin untuk menurunkan pengeluaran ADH atau dengan litium untuk meningkatkan pengeluaran air. B. ETIOLOGI a. Pnekanan intrakarnial secara umum dapat disebabkan oleh 4 faktor, yaitu : Peninggian cerebral blood volume. Hal ini dapat disebabkan karena peninggian central venous pressure dan vasodilatasi serebral.

b. Edema serebri. Hal ini dapat disebabkan karena penurunan tekanan sistemik yang akan menimbulkan penurunan cerebral perfusion pressure, selanjutnya akan menurunkan cerebral blood flow sehingga menimbulkan hipoksia jaringan otak. Jika hal ini berlanjut akan terjadi kerusakan otak kemudian kerusakan blood brain barrier sehingga edema serebri. c. Obstruksi aliran CSS ( cairan serebro spinal ). Hal ini dapat disebabkan karena efek massa, infeksi, perdarahan trauma, dan lain-lain. d. Efek massa. Hal ini dapat menimbulkan desakan dan peregangan mikrovaskuler akibatnya terjadi pergeseran jaringan otak dan kerusakan jaringan. a. b. c. d. e. Penyebab yang lainnya adalah : neurisma pecah dan pendarahan subarachnoid Tumor otak Pendarahan otak hipertensi Pendarahan Cedera kepala parah C. PATHOFISIOLOGI Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intracranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15 mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intracranial dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari pada normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan rusaknya kehidupan jaringan otak. Ruang intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya dengan unsure yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsure lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-Kellie memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak kearah bawah atau horizontal (herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi syaraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal. Tumor otak, cedera otak, edema otak, dan obstruksi aliran darah CSF berperan dalam peningkatan TIK. Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan TIK) disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia, iskemia otak, meningitis, dan

cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat factor penyebabnya. TIK pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala, edema terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum. Peningkatan TIK hingga 33 mmHg (450 mmH2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak (cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme kompensasi ini dikenal sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran darah otak. (akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikan tekanan intracranial). Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan TIK, walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika TIK melebihi tekanan arteria dan sirkulasi otak berhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun. Siklus deficit neurologik progresif yang menyertai kontusio dan edema otak (atau setiap lesi massa intracranial yang membesar). Seperti pada gambar dibawah peningkatan tekanan pada jaringan dan akhirnya meningkatkan TIK, yang pada gilirannya akan menurunkan CBF, iskemia, hipoksia, asidosis (penurunan pH dan peningkatan PaCO2), dan kerusakan BBB lebih lanjut. Siklus ini akan terus berlanjut sehingga terjadi kematian sel dan bertambahnya edema secara progresif kecuali bila dilakukan intervensi. D. ANATOMI DAN FISIOLOGI Kranium merupakan kerangka kaku yang berisi tiga komponen: otak, cairan serebrospinal (CSS) dan darah yang masing-masing tidak dapat diperas. Kranium hanya mempunyai sebuah lubang keluar utama yaitu foramen magnum. Ia juga memiliki tentorium yang kaku yang memisahkan hemisfer serebral dari serebelum. Otak tengah terletak pada hiatus dari tentorium. SIRKULASI CAIRAN SEREBROSPINA a. Produksi CSS diproduksi terutama oleh pleksus khoroid ventrikel lateral, tiga dan empat, dimana ventrikel lateral merupakan bagian terpenting. 70 % CSS diproduksi disini dan 30 % sisanya berasal dari struktur ekstrakhoroidal seperti ependima dan parenkhima otak. Pleksus khoroid dibentuk oleh invaginasi piamatervaskuler (tela khoroidea) yang membawa lapisan epitel pembungkus dari lapis ependima ventrikel. Pleksus khoroid mempunyai permukaan yang berupa lipatan-lipatan halus hingga kedua ventrikel lateral memiliki permukaan 40 sm2. Mereka terdiri dari jaringan ikat pada pusatnya yang mengandung beberapa jaringan kapiler yang luas dengan lapisan epitel permukaan sel kuboid atau kolumner pendek. Produksi CSS merupakan proses yang kompleks. Beberapa komponen plasma darah melewati dinding kapiler dan epitel khoroid dengan susah payah, lainnya masuk CSS secara difusi dan lainnya melalui bantuan aktifitas metabolik pada sel epitel khoroid. Transport aktif ion ion tertentu (terutama ion sodium) melalui sel epitel, diikuti gerakan pasif air untuk mempertahankan keseimbangan osmotik antara CSS dan plasma darah. b. Sirkulasi Ventrikuler Setelah dibentuk oleh pleksus khoroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventrikuler, dari ventrikel lateral melalui foramen Monro (foramen interventrikuler) keventrikel tiga, akuaduktus dan ventrikel keempat. Dari sini keluar melalui foramina diatap ventrikel keempat kesisterna magna. c. Sirkulasi Subarakhnoid Sebagian cairan menuju rongga subarakhnoid spinal, namun kebanyakan melalui pintu tentorial (pada sisterna ambien) sekeliling otak tengah untuk mencapai rongga subarakhnoid diatas konveksitas hemisfer serebral.

d. Absorpsi Cairan selanjutnya diabsorpsi kesistem vena melalui villi arakhnoid. Villa arakhnoid adalah evaginasi penting rongga subarakhnoid kesinus venosus dural dan vena epidural; mereka berbentuk tubuli mikro, jadi tidak ada membran yang terletaka antara CSS dan darah vena pada villi. Villi merupakan katup yang sensitif tekanan hingga aliran padanya adalah satu arah. Bila tekanan CSS melebihi tekanan vena, katup terbuka, sedang bila lebih rendah dari tekanan vena maka katup akan menutup sehingga mencegah berbaliknya darah dari sinus kerongga subarakhnoid. Secara keseluruhan, kebanyakan CSS dibentuk di ventrikel lateral dan ventrikel keempat dan kebanyakan diabsorpsi di sinus sagittal. Dalam keadaan normal, terdapat keseimbangan antara pembentukan dan absorpsi CSS. Derajat absorpsi adalah tergantung tekanan dan bertambah bila tekanan CSS meningkat. Sebagai tambahan, tahanan terhadap aliran tampaknya berkurang pada tekanan CSS yang lebih tinggi dibanding tekanan normal. Ini membantu untuk mengkompensasi peninggian TIK dengan meningkatkan aliran dan absorpsi CSS. Hampir dapat dipastikan bahwa jalur absorptif adalah bagian dari villi arakhnoid, seperti juga lapisan ependima ventrikel dan selaput saraf spinal; dan kepentingan relatifnya mungkin bervariasi tergantung pada TIK dan patensi dari jalur CSS secara keseluruhan. Sebagai tambahan atas jalur utama aliran CSS, terdapat aliran CSS melalui otak, mirip dengan cara cairan limfe. Cara ini kompleks dan mungkin berperan dalam pergerakan dan pembuangan cairan edem serebral pada keadaan patologis. e. Komposisi CSS CSS merupakan cairan jernih tak berwarna dengan tampilan seperti air. Otak dan cord spinal terapung pada medium ini dan karena efek mengambang, otak yang beratnya 1400 g akan mempunyai berat netto 50-100 g. Karenanya otak dilindungi terhadap goncangan oleh CSS dan mampu meredam kekuatan yang terjadi pada gerak kepala normal. Otak mempunyai kapasitas gerakan terbatas terhadap gerakan tengkorak karena terpaku pada pembuluh darah dan saraf otak. Pada dewasa terdapat 100-150 ml CSS pada aksis kraniospinal, sekitar 25 ml pada ventrikel dan 75 ml pada rongga subarakhnoid. Pencitraan Resonansi Magnetik telah digunakan untuk mengukur isi CSS intrakranial. Isi CSS kranial total meningkat bertahap sesuai usia pada tiap jenis kelamin. Tingkat rata-rata pembentukan CSS sekitar 0.35 ml/menit, atau 20 ml/jam atau sekitar 500 ml/hari. CSS terdiri dari air, sejumlah kecil protein, O2 dan CO2 dalam bentuk larutan, ion sodium, potasium dan klorida, glukosa dan sedikit limfosit. CSS adalah isotonik terhadap plasma darah dan sesungguhnya mungkin dianggap sebagai ultrafiltrat darah yang hampir bebas sel dan bebas protein. Konsentrasi protein berbeda secara bertingkat sepanjang neuraksis. Pada ventrikel nilai rata-rata protein adalah 0.256, dan pada sisterna magna 0.316. Dalam keadaan normal, TIK ditentukan oleh dua faktor. Pertama, hubungan antara tingkat pembentukan CSS dan tahanan aliran antara vena serebral. Kedua, tekanan sinus venosus dural, yang dalam kenyataannya merupakan tekanan untuk membuka system aliran. Karenanya tekanan CSS = (tingkat pembentukan X tahanan aliran) + tekanan sinus venosus Tingkat pembentukan CSS hampir konstan pada daerah yang luas dari TIK namun mungkin jatuh pada tingkat TIK yang sangat tinggi. Dilain fihak, absorpsi tergantung pada perbedaan tekanan antara CSS dan sinus venosus besar, karenanya makin tinggi tingkat absorpsi bila TIK makin melebihi tekanan vena. f. Volume Darah Serebral

Bagian yang paling labil pada peninggian TIK dan yang mempunyai hubungan yang besar dengan klinis adalah peningkatan volume darah serebral (VDS/CBV, Cerebral Blood Volume). Ini mungkin akibat dilatasi arterial yang berhubungan dengan peningkatan aliran darah serebral, atau karena obstruksi aliran vena dari rongga kranial sehubungan dengan pengurangan aliran darah serebral (ADS/CBF,Cerebral Blood Flow). Volume darah serebral normal sekitar 100 ml. Pada percobaan binatang dengan menggunakan sel darah merah yang dilabel dengan fosfor-32, khromium-51 dan albumin yang dilabel dengan iodin-131 didapatkan volume darah serebral sekitar 2 % dari seluruh isi intracranial. Pengukuran langsung VDS, ADS regional dan ekstraksi oksigen kini dapat diukur pada manusia dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET scanning). Sekitar 70 % volume darah intrakranial terdapat pada pembuluh kapasitans, yaitu bagian vena dari sistem vaskular. Pada berbagai volume intrakranial, hanya volume darah yang dapat berubah cepat sebagai respons terhadap perubahan TIK atau perubahan pada volume intrakranial lainnya. Ini adalah hubungan langsung antara vena serebral, sinus venosus dural dan vena besar dleher. Jadi tak ada yang menghalangi transmisi peninggian tekanan vena dari dada dan leher ke isi intrakranial. Fenomena ini mempunyai kegunaan terapeutik yang penting. Perubahan VDS bergantung pada mekanisme yang kompleks yang bertanggung-jawab untuk mengatur sirkulasi serebral. g. Dioksida Karbon, ADS dan VDS Pembuluh yang fisiologis paling aktif adalah arteriola serebral. Ia sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan metabolik. Artinya ADS regional bereaksi atas kebutuhan metabolik jaringan. Zat vasodilator yang paling kuat adalah CO2; ADS berubah 2-4 % untuk tiap mmHg perubahan tekanan arterial dioksida karbon, PaCO2. ADS akan mengganda pada peninggian PaCO2 40-80 mmHg dan akan tinggal setengahnya bila PaCO2 turun ke 20 mmHg. Dibawah 20 mmHg, perubahan PaCO2 hanya sedikit berpengaruh pada ADS karena aliran sangat lambat dimana terjadi hipoksia jaringan. Karenanya vasokonstriksi hipokapnik mungkin tidak menyebabkan hipoksia hingga derajat yang menyebabkan kerusakan struktur otak. Hubungan ini pada manusia telah dipastikan menggunakan sidik PET dengan mengukur reaksi VDS atas perubahan PaCO2. h. Oksigen, ADS dan VDS Penurunan tekanan arterial oksigen (PaO2) berakibat peninggian ADS. Ada ambang rangsang untuk fenomena ini dan hanya bila PaO2 dibawah 50 mmHg yang jelas menaikkan. E. MANIFESTASI KLINIK Prinsip penangganan yang harus dilakukan adalah prinsip super akut yang dilakukan oleh multidisipilin terutama kerjasama yang baik antara perawat dan tenaga medis (dokter). Diagnosa keperawatan yang dapat ditagakkan pada kasus seperti ini adalah gangguan perfusi cerebral berhubungan dengan adanya oedema, pembengkakkan atau hemoragik intracerebral. Dan lalu dikembangkan penatalaksanaan dalan upaya upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Tujuan penatalaksanan dari TIK tersebut adalah : 1. Deteksi dini dari tanda tanda peningkatan TIK akut. 2. Mengurangi munculnya oedema 3. Mencegah formasi oedema cerebral selanjutnya F. KOMPLIKASI

1.

2.

3.

4.

Berdasarkan data pengkajian, komplikasi potensial meliputi: Herniasi batang otak diakibatkan dari peningkatan tekanan intracranial yang berlebihan, bila tekanan bertambah di dalam ruang cranial dan penekanan jaringan otak kearah batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan anoksia otak yang tidak dapat pulih dan mati otak. Diabetes insipidus merupakan hasil dari penurunan sekresi hormone antidiuretik. Urine pasien berlebihan. Terapi yang diberikan terdiri dari volume cairan, elektrolit pengganti dan terapi vasopressin. Sindrom ketidaktepatan hormone antidiuretik (SIADH), adalah akibat dari peningkatan sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengalami volume berlebihan dan menurunnya jumlah urin yang keluar. Pengobatan SIADH berupa pembatasan cairan dan pemberian feniotoin untuk menurunkan pengeluaran ADH atau dengan litium untuk meningkatkan pengeluaran air. Fleksi, ekstensi atau rotasi leher akan meningkatkan TIK karena obstruksi venous outflow. G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. b. c. d. e. f.

Scan otak. Meningkatt isotop pada tumor. Angiografi serebral. Deviasi pembuluh darah. X-ray tengkorak. Erosi posterior atau adanya kalsifikasi intracranial. X-ray dada. Deteksi tumor paru primer atau penyakit metastase. CT scan atau MRI. Identfikasi vaskuler tumor, perubahan ukuran ventrikel serebral. Ekoensefalogram. Peningkatan pada struktur midline. H. PENGKAJIAN

a.

Pemeriksaan GCS. GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga komponen pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi 15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien diintubasi sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak&tertutup, tidak bisa berkomunikasi, buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai 2 poin dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius (Black&Hawks, 2005). b. Tingkat kesadaran pasien dikaji sebagai dasar dalam mengidentifikasi criteria Skala Koma Glasgow. Pasien dengan peningkatan TIK memperlihatkan perubahan lain yang dapat mengarah pada peningkatan TIK berat. Hal ini termasuk perubahan yang tidak terlihat, perubahan tanda vital, sakit kepala, perubahan pupil, dan muntah. c. Perubahan samar. Gelisah, sakit kepala, pernapasan cepat, gerakan tidak tertuju dan mental berkabut dapat merupakan indikasi klinis dini dari peningkatan TIK. Indicator pertama TIK adalah perubahan tingkat kesadaran. d. Perubahan tanda vital. Perubahan tanda vital mungkin tanda akhir dari peningkatan TIK. Pada peningkatan TIK, frekuensi nadi dan pernapasan menurun dan tekanan darah serta suhu meningkat. Tanda-tanda

spesifik yang diobservasi termasuk adanya tekanan tinggi pada arteri, bradikardia dan respirasi tidak teratur serta adanya tanda lain yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pernapasan tidak teratur yangdikaji termasuk pernapasan cheyne stokes (frekuensi dan kedalaman pernapasan bergantian dengan periode singkat apnea) dan pernapasan ataksia (pernapasan tidak teratur dengan urutan kedalaman yang acak dan pernapasan dangkal). Tanda vital pasien berkompensasi selama sirkulasi otak dipertahankan. Bila, sebagai akibat dari kompresi , sirkulasi utama mulai gagal, nadi dan pernapasan mulai cepat dan suhu biasanya meningkat tetapi tidak diikuti pola yang konsisten. Tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolic) melebar, keadaan ini berkembang serius. Perubahan cepat pada respons klinik sebelumnya selalu berada pada periode di mana fluktuasi nadi menjadi cepat, dengan kecepatan yang bervariasi dari lambat sampai cepat. Intervensi pembedahan adalah penting untuk mencegah kematian. Tanda vital tidak selalu berubah, pada keadaan peningkatan TIK. Pasien dikaji terhadap perubahan dalam tingkat responsivitas dan adanya syok, manifestasi ini membantu dalam evaluasi. e. Sakit kepala. Sakit kepala konstan, yang meningkat intensitasnya, dan diperberat oleh gerakan atau mengejan. f. Perubahan pupil dan ocular Peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan darah pada otak dapat mendesak otak pada saraf okulomotorius dan optikal, yang menimbulkan perubahan pupil. g. Muntah. Muntah berulang dapat terjadi pada peningkatan tekanan pada pusat refleks muntah di medulla. Pengkajian klinis tidak selalu diandalkan dalam menentukan peningkatan TIK, terutama pasien koma. Pada situasi tertentu, pemantauan TIK adalah bagian esensial dari penatalaksanaan. I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. 1. 2. 3. 4. 5. 6.

b.

1. 2.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan peningkatan TIK antara lain (Black&Hawks, 2005) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa : Posisikan klien terlentang dengan posisi kepala lebih tinggi 30 derajat jika tidak ada kontraindikasi Jaga posisi kepala tetap netral untuk memfasilitasi venous return dari otak lancar. Hindari rotasi dan fleksi pada leher karena dapat menghambat venous return dan meningkatkan TIK. Hindari fleksi berlebihan pada pinggang karena dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen dan intratoraks yang dapat meningkatkan TIK. Hindari valsava maneuver, minta klien ekshalasi ketika berputar atau pindah posisi. Beri obat-obatan untuk menurunkan edema serebral sesuai instruksi, seperti osmotik diuretik dan obat untuk menurunkan risiko kejang seperti antikonvulsan. Konsul dengan tim medis u/ membantu evakuasi bowel tanpa pengikatan karena dapat meningkatkan TIK. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan saraf pusat pernafasan Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa : Lakukan suctioning untuk mencegah penumpukan sekret dan CO2 yang dapat meningkatkan TIK. Beri oksigen yang cukup sebelum, antara dan sesudah melakukan suctioning.

3. Hindari suction nasal jika terdapat drainase nasal, karena drainase nasal mengindikasikan robekan di dural, sehingga berisiko terjadinya meningitis. 4. Auskultasi daerah paru 5. Monitor hasil AGD dan pulse oksimetri 6. Tinggikan posisi kepala klien dengan posisi netral. 7. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi medis. c. Risti gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan restriksi cairan untuk menurunkan edema serebral. Pada masa lampau, pembatasan cairan dilakukan untuk mengurangi edema serebral. Namun data terbaru menunjukkan pembatasan cairan menurunkan volume darah dan menurunkan sirkulasi serebral. Penurunan volume darah menyebabkan darah mengental dan menurunkan mobilisasi nutrisi dan toksin masuk/keluar dari sirkulasi. Pembatasan cairan hanya cocok untuk klien dengan SIADH. Klien sebaiknya dipertahankan pada keadaan euvolemik daripada membatasi cairan (Black&Hawks, 2005). Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berupa : 1. Monitor turgor kulit, membrane mukosa, serum dan osmolalitas urin. 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Monitor ketat intake dan output cairan 4. Observasi tanda CHF dan edema paru jika memberi manitol

BAB III
PENUTUP A. KESIMPULAN Tekanan intrakranial adalah tekanan yang diakibatkan cairan cerebrospinal dalam ventrikel otak. Secara umum istilah Penekanan tekanan intrakarnial adalah fenomena dinamik yang berfluktuasi sebagai respon dari berbagai faktor penyebab. Dalam keadaan normal Penekanan tekanan intrakarnial harus kurang dari 10 mmHg, bila diukur dengan alat pengukur yang dipasang setinggi foramen Monro dalam posisi bwebaring. Beberapa pakar menganggap nilai normal antara0 10 mmHg. Memiliki gejala-gejala awal seperti Penurunan derajat kesadaran, Kelemahan motorik, Kadang-kadang disertai nyeri kepala. Jika tidak ditanganni maka akan berakibat gejala seperti Nyeri kepala, Mungkin disertai muntah Hemiplegia, dekortiasi, atau deserebasi Pemburukan tanda vital Pola pernafasan ireguler. B. SARAN 1. Sebagai seorang perawat dan calon perawat hendaknya kita perlu memiliki pengetahuan yang lebih mengenai penekanan intrakarnial. 2. Sebagai masyarakat, kita perlu mengetahui gejala awal penekanan intrakarnial dan gejala lanjutan

DAFTAR PUSTAKA
Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical Surgical Nursing Assessment and management of clinical problems. St Louis, Mosby Comp Monahan D F, Neighbors M (1998). Medical Surgical Nursing, foundations for clinical practice.(5th ed). Philadelphia ,W.B Saunders company White Lois, Duncan Gena (2002). Medical Surgical Nursing an Integrated Approach (2nd ed).USA Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London. Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta Smeltzer, Bare, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddart Vol 3 E/8, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai