Anda di halaman 1dari 11

PEGADAIAN SYARIAH (RAHN)

Oleh :
MAIZA FIKRI, ST, M.M
maizafikri@rocektmail.com
Blog : Meiza86
Pendahuluan:
 Salah satu produk dalam pembiayaan syariah yang
berkembang cukup pesat di Indonesia dan khususnya
dalam praktik perbankan syariah adalah Rahn.
 Kekhasan produk perbankan syariah ini diminati
masyarakat karena memberikan dukungan dalam
memperoleh modal dalam mendukung kegiatan
usaha masyarakat.
 Pelaksanaanya yang mudah dan cepat serta halal
menjadi salah satu pertimbangan mengapa produk ini
menjadi pilihan bagi konsumen.
A. DEFINISI RAHN:
Menjadikan suatu benda berharga
dalam pandangan syara’ sebagai
jaminan hutang dengan
kemungkinan hutang tersebut bisa
dilunasi dengan barang tersebut
atau sebagiannya.
B. DASAR HUKUM RAHN
1. Al-Quran: “Jika kamu dalam perjalanan (dan
bermu’amalah secara tidak tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang).” al-Baqarah:283
2. Hadis: Riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra., ia
berkata: “Sesungguhnya Rasulullah saw. membeli
makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi dan
menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”.
3. Ijma’: Para ulama mujtahidin berijma’ atas
disyariatkannya rahn. (al-Zuhaili, al Fiqh al Islami wa
Adillatuhu, 1985, V:181).
C. RUKUN
DAN SYARAT RAHN
1. RAHIN: Yaitu orang yang menggadaikan.
2. MURTAHIN:Yaitu orang yang menerima gadai.
Syarat keduanya adalah keduanya harus ahli tasarruf
(orang yang tindakannya itu berakibat hukum menurut
syara’).
3. MARHUN: Yaitu borg/barang jaminan).
Syaratnya:
a. Mempunyai nilai menurut syariat;
b. Harus ada pada waktu akad;
c. Harus bisa diserahkan seketika kepada Murtahin atau
wakilnya.
4. MARHUN BIH/DAIN:Yaitu hutang.
Syaratnya:
a. Harus jelas bagi Rahin dan Murtahin;
b. Harus tetap dapat dimanfaatkan;
c. Harus lazim (mengikat) pada waktu akad.
5. IJAB DAN QABUL:Yaitu pernyataan gadai dari para
pihak.
Syaratnya:
a. Keduanya jelas mengungkapkan
keinginan membuat akad rahn.
b. Kesesuaian qabul dengan ijab.
c. Masing-masing orang yang berakad mengetahui maksud
lawannya.
d. Persambungan qabul dengan ijab dalam majlis akad.
D. BERAKHIRNYA AKAD RAHN
1. Barang jaminan telah diserahkan kepada pemiliknya.
2. Rahin membayar hutangnya.
3. Barang gadai dijual dengan perintah hakim atas perintah
Rahin.
4. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak
disetujui Rahin.
-2-
PERKEMBANGAN
PEGADAIAN
SYARIAH
DI INDONESIA
1. Tahun1998: Beberapa General Manager melakukan studi
banding ke Malaysia. Setelah melakukan studi banding, mulai
dilakukan penggodokan rencana pendirian Pegadaian Syariah.
2. Tahun 2000: Konsep bank syariah mulai marak. Saat itu,
Bank Muamalat Indonesia (BMI) menawarkan kejasama dan
membantu dari segi pembiayaan dan pengembangan.
3. Tahun 2002: MOU musyarakah antara Perum Pegadaian dan
BMI ditandatangani.
4. Tahun 2003: 14/1/2003 Pegadaian syariah resmi
dioperasikan atas kerjasama Perum pegadaian dengan BMI.
BMI mensupport dana (1,55 M) sementara Perum Pegadaian
menyediakan tenaga ahli dan operasional.
5. Tahun 2005: Sistem gadai syariah sudah berjalan di 13
kantor WIlayah (Kanwil) dengan dana yang telah
disalurkan sebesar Rp 151 Milyar.
6. Tahun 2006:
A. Omzet dan pendapatan: Pertumbuhan Pegadaian
Syariah mencapai 105 persen. Bank & Asuransi Syariah
hanya 40-50 persen. Pegadaian Konvensional hanya 35-40
persen.
B. Nilai Pinjaman: Hingga April 2006, nilai pinjaman
yang disalurkan meningkat jadi Rp 158,564 miliar.
C. Kantor Cabang: Saat ini Pegadaian Syariah telah
memiliki 36 outlet di seluruh Indonesia.
MENGAPA PRODUK RAHN BERKEMBANG
DENGAN PESAT?
1. Loyalitas nasabah: Loyalitas itu terjadi karena kesadaran
nasabah dan pelayanan yang cukup baik (praktis, cepat dan
ramah).
2. Produk halal: Tidak terlibat dengan bunga/riba
(menentramkan).
3. Resiko tidak terlalu besar: Sebab seluruh pinjaman yang
diajukan telah dijamin dengan barang gadaian yang nilainya
melebihi nilai pinjaman.
4. Berkah.

Anda mungkin juga menyukai