Anda di halaman 1dari 16

REAKSI TERHADAP STRESS BERAT

Oleh : Neni Puspita


7116891220

Pembimbing : dr. Mustafa, M.Ked. KJ, Msc, Sp. KJ (K)


KEPANITERAAN KLINIK SENIOR SMF ILMU PSIKIATRI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN SUMATERA
UTARA 2017
Stres adalah Reaksi tubuh (fisik) seseorang terhadap stresor yang dialaminya. Stres juga
dikatakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik yang berasal
Stress dari tubuh (kondisi penyakit, latihan dan lainnya) atau oleh kondisi lingkungan sosial yang
dinilai potensial membahayakan

stres menjadi
6 tahapan Stres tahap
1

Stres Stres Klasifikasi Stres


tahap 2 tahap 3

Stres Stres Stres


tahap 4 tahap 5 tahap 6 Eustres Distres
Tingkatan Stress

Stres ringan
Respon
Fisiologis
Stres sedang Stres

aktivasi
Stres berat simpatetik
terhadap
sistem
medula
adrenal hypothalamic-
Kognisi
pituitary-
adrenal
Respon Psikologis Emosi
Stres

Prilaku Sosial
Reaksi Terhadap Stress Berat

Reaksi stres akut

Gangguan stres pasca


trauma

Gangguan
penyesuaian
STRESS AKUT

Reaksi abnomal terhadap stres yang mendadak dan berlangsung maximal satu bulan. Pada dasarnya
mirip dengan reaksi normal namun sangat hebat dan ada gejala tambahan

diagnostic Reaksi Stres Akut menurut PPDGJ III

• Harus ada kaitan waktu yang jelas antara terjadinya pengalaman stres yang luar biasa (fisik atau mental)
1 dengan onset dari gejala, biasanya beberapa menit atau segera setelah kejadian

• Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya berubah-ubah, selain gejala permulaan berupa
keadaan “terpaku”. Semua hal berikut dapat terlihat depresi, ansietas, kemarahan , kecewa, overaktif
dan penarikan diri. Akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang mendominasi gambaran klinisnya
untuk waktu yang lama
2 • Pada kasus yang dapat dialihkan dari lingkup stressor-nya, gejala-gejala dapat menghilang dengan cepat
(dalam beberapa jam)dalam hal dimana stres menjadi berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala -
gejala biasanya baru mereda setelah 24-48 jam dan biasanya hampir menghilang setelah 3 hari
• Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan kambuhan mendadak dari gejala-gejala pada individu
3 yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik lainnya.
Diagnostik Banding Reaksi Stres Akut
• Gangguan Mental Organik
• Epilepsi
• Gangguan Penyalahgunaan Alkohol
• Gangguan Terkait Penyalahgunaan Zat Lain (Intoksikasi Akut atau Putus Zat)
• Gangguan Panik Dan Gangguan Kecemasan Umum
• Depresi Berat Juga Bersamaan Sering PTSD.
• Gangguan Kepribadian Borderline, Gangguan Disosiatif, Dan Gangguan Buatan

Farmakologi

Penatalaksanaan
Psioterapi
Gangguan Stres Pasca
Trauma
Gangguan stres pascatrauma (posttraumatic stress disorder – PTSD) adalah suatu
sindrom yang timbul setelah seseorang melihat, terlibat di dalam, atau mendengar
stresor traumatik yang ekstrem. Seseorang tersebut bereaksi terhadap pengalaman
tersebut dengan rasa takut dan tidak berdaya, secara menetap menghidupkan
kembali peristiwa tersebut, dan mencoba menghindari mengingat hal tersebut

Gejala klinis

Gejala utama PTSD adalah mengalami kembali secara involunter peristiwa


traumatik dalam bentuk mimpi atau “bayangan” yang intrusif, yang menerobos
masuk ke dalam kesadaran secara tiba-tiba (kilas balik).
Hal ini sering dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa
traumatik yang pernah dialami.
Kelompok gejala yang lain adalah tanda-tanda meningkatnya keterjagaan
berupa anxietas yang hebat iritabilitas, insomnia, dan kosentrasi yang buruk.
Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III.
1. Diagnosis baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan
setelah kejadian traumatis berat (masa laten berkisar antara beberapa monggu sampai
beberapa bulan , jarang melampaui 6 bulan).
2. Kemungkinan diagnosa masih dapat ditegakkan apabila tertundanya waktu mulai saat
kejadian dan onset gangguan melebihi 6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas
dan tidak didapat alternatif kategori gangguan lainnya
3. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didaoatkan bayang-bayang atau mimpi-
mimpi dari kejadian traumatik secara berulang-ulang kembali (flashback).
4. Gangguan otonomil, gangguan afek dan kelainan tingkah laku semuanya dapat mewarnai
diagnosis, tetapi tidak khas.
5. Suatu “sequele” menahun yang terjadi lambat setelah stres yang luar biasa misalnya saja
beberapa puluh tahun setelah bencana, diklasifikasikan dalam katagori F 62.0 (perubahan
kepribadian)
Diagnosa Banding
1. gangguan kepribadian ambang
2. gangguan disosiatif
3. gangguan buatan

Penatalaksanaan

Farmakolog Psioterapi
Prognosis
 PTSD biasanya berkembang beberapa waktu setelah trauma. Penundaan bisa sesingkat 1
minggu atau selama 30 tahun. Gejala dapat berfluktuasi dari waktu ke waktu dan mungkin
paling hebat selama periode stres. Bila diobati, sekitar 30 persen pasien sembuh
sepenuhnya, 40 persen terus memiliki gejala ringan, 20 persen terus memiliki gejala
sedang, dan 10 persen tetap tidak berubah atau bahkan menjadi lebih buruk. Setelah 1
tahun, sekitar 50 persen pasien akan sembuh (Nemeroff, 2006).
 Prognosis yang baik diprediksi oleh onset yang akut, durasi singkat dari gejala (kurang dari
6 bulan), fungsi premorbid yang baik, dukungan sosial yang kuat, dan tidak adanya
gangguan mental, fisik sehat, atau faktor risiko lain dan yang berhubungan dengan
penyalahgunaan zat lainnya (Sadock, 2010).
Gagguan
Penyusaian

Gangguan penyesuaian terjadi dalam satu bulan setelah stresor psikososial


dan berlangsung tidak lama dari enam bulan setelah stresor tersebut (atau
akibatnya) menghilang, kecuali pada kasus reaksi depresif berkepanjangan

Di antara anak remaja, stresor pencetus yang paling lazim adalah masalah
sekolah, penolakan orang tua dan perceraian, serta penyalahgunaan zat.
Di antara orang dewasa, stresor pencetus yang paling lazim adalah masa
pernikahan, perceraian, pindah ke lingkungan baru, serta masalah
keuangan
Diagnostik
1. Timbulnya gejala emosional atau perilaku sebagai respons terhadap stresor yang dapat
diidentifikasi, terjadi dalam 3 bulan sejak onset stresor.
2. Gejala atau perilaku ini secara klinis bermakna seperti berikut :
1. Penderitaan yang nyata dan berlebihan dari apa yang dapat diperkirakan terjadi
akibat pajanan terhadap stresor
2. Hendaya bermakna fungsi sosial atau pekerjaan.
3. Gangguan terkait stres tidak memenuhi kriteria gangguan Aksis I spesifik lainnya dan
bukan hanya perburukan dari gangguan Aksis I dan II yang telah ada sebelumnya.
4. Gejala tidak menunjukkan berkabung
5. Ketika stresor berakhir; gejala tidak berlangsung selama lebih kurang dari 6 bulan lagi.
Gangguan penyesuaian diberi kode berdasarkan subtipenya, yang dipilih
menurut gejala yang dominan. Stresor yang spesifik dapat dirinci pada Aksis IV.

1. Dengan mood depresi


2. Dengan ansietas
3. Dengan campuran mood depresi dan ansietas
4. Dengan gangguan tingkah laku
5. Dengan gangguan campuran emosi dan tingkah laku
6. Tidak terinci (Sadock, 2010).
Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama pada dasarnya adalah psikoterapi suportif


untuk meningkatkan kemampuan coping terhadap stresor yang
tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, dan untuk memberikan
dukungan yang cukup. Ventilasi atau verbalisasi perasaan dapat
berguna dalam mencegah perilaku maladptif seperti isolasi sosial,
perilaku destruktif, atau bunuh diri. Penggunaan anxiolitika atau
hipnotika dimungkinkan apabila gejala-gejala menimbulkan distres
dan persisten, misalnya depresi (Hadisukanto, 2010).
Prognosis
Dengan perawatan yang tepat, prognosis keseluruhan
gangguan penyesuaian umumnya baik. Kebanyakan
pasien kembali ke tingkat sebelumnya mereka berfungsi
dalam waktu 3 bulan. Beberapa orang (terutama remaja)
yang menerima diagnosis gangguan penyesuaian
kemudian memiliki gangguan mood atau gangguan
terkait zat. Remaja biasanya membutuhkan waktu lebih
lama untuk pulih dibandingkan orang dewasa (Sadock,
2010).
DAFTAR PUSTAKA
Hadisukanto Gitayanti. 2010. Dalam: Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin;
Hawari, D. 1997. Al Qur'an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta. Dana Bhakti prima vasa.
Lazarus RS, Folkman S. 1984. Stres, Appraisal and Copping. Springer Publishing Company. New York.
Nasution, I.K., 2008. Stres Pada Remaja. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Sadock, B.J., Sadock, V.A. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis edisi 2. EGC : Jakarta
James, Butcher, Mineka, Jill M., Hooley . 2008. Abnormal Psychology Core Concept. Pearson Education: USA
Maramis W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press.
Maramis,W.F, Maramis, A.A., 2009, Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press: Surabaya
Maslim, R. 2004. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa
McFarland BH. 2005. Introduction: Disaster dangers and decisions. Community Ment Health J. Hal;41:631-632.
Morgan CT, King RA, Weisz JR, Schopler J. 1989. Introduction to Psychology. 7th ed. Mc Graw-Hill. Singapore.
Nemeroff CB, Bremner JD, Foa EB, Mayberg HS, North CS, Stein MB. 2006. Posttraumatic stress disorder: A state-of-the-science review. J
Psychiatr Res. Hal;40: 1-21.
Rasmun. 2004. Pengertian Stres, Sumber Stres, dan Sifat Stresor. Dalam: Stres, Koping, dan Adaptasi, Edisi ke-1. Sagung Seto. Jakarta.
Rice, P.L. 1992. Stress and Health. 2nd ed. Brooks/ Cole Publishing Company. California.
Pinel, J.P.J. 2009. Stres dan Kesehatan. Biopsikologi, Edisi ke-7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijaya, N. 2007. Hubungan Antara Keyakinan Diri Akademik Dengan Penyesuaian Diri Siswa Tahun Pertama Sekolah Asrama SMA Pangudi
Luhur Van Lith Mutilan. Skripsi. Program Studi Psikologi FK Universitas Diponegoro. Semarang.
Yosep, I. 2007. Keperawatan Jiwa. Refika Aditama. Bandung.
Yulianti D. 2004. Manajemen Stres. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai