Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN KASUS

PROPTOSIS OCULI DEXTRA


et causa PSEUDOTUMOR

Oleh:
Riyan Wirawan I IIII2052

SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
Tinjauan Pustaka
Anatomi Orbita
Orbita berbentuk seperti buah pear dengan
dengan kanalis optikus diibaratkan sebagai
tangkainya. Puncaknya di posterior dibentuk oleh
foramen optikum dan basisnya di bagian anterior
dibentuk oleh margo orbita. Lebar margo orbita
45 mm dengan tinggi 35 mm.
Kedalaman orbita pada orang dewasa kurang
lebih 40-45 mm sampai ke apex. Dinding medial
dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya
dari mata kanan tegak lurus terhadap dinding
lateral mata kiri.
Pertumbuhan penuh dicapai pada umur
18-20 tahun dengan volume orbita
dewasa ±30cc. Bola mata hanya
menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya.
Lemak dan otot menempati bagian
terbesarnya.
Otot-otot mata terdiri dari m. rektus
superior, m. rektus inferior, m.rektus
lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus
inferior, m. obliqus superior.
Orbita dibentuk oleh tulang-tulang, terdiri dari :
 Bagian atap orbita:
 os frontalis
 os sphenoidalis

Bagian dinding medial orbita :


 os maksilaris
 os lakrimalis
 os sphenoidalis
 os ethmoidalis
 lamina papyracea hubungan ke os sphenoidalis
(dinding ini paling tipis)
Bagian dinding lantai orbita:
 os maksilaris
 os zigomatikum
 os palatinum

Bagian dinding lateral orbita :


 os zigomatikum
 os sphenoidalis
 os frontalis
Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui
oleh pembuluh darah, saraf, yang masuk ke
dalam mata, yang terdiri dari:
 Foramen optikum yang dilalui oleh n.
Optikus, a. Oftalmika.
 Fissura orbitalis superior yang dialalui oleh n.
Lakrimalis, n. Frontalis, n. Trochlearis, v.
Oftalmika, n. Occulomotorius, n. Nasosiliaris,
serta serabut saraf simpatik.
 Fissura orbitalis inferior yang dilalui nervus,
vena dan arteri infraorbitalis.
Abnormalitas Orbita
 Evaluasi abnormalitas orbita harus dapat
membedakan orbital dari lesi periorbital
dan intraokular. Perbedaan ini dapat
mengarahkan kepada sebuah diagnosis.
Evaluasi dimulai dari anamnesis dan
pemeriksaan untuk membimbing ke arah
diagnosa dan terapi.
Pada abnormalitas orbita penting untuk
ditanyakan riwayat 6 P, yaitu
1. Pain
2. Proptosis
3. Progression
4. Palpation
5. Pulsation
6. Periorbital changes
Proptosis
Proptosis dideskripsikan sebagai
penonjolan bola mata yang abnormal, dan
disebabkan oleh lesi retrobulbar, atau pada
kasus yang jarang, karena orbita yang
dangkal.
Proptosis yang asimetris dapat dideteksi
dengan inspeksi mata pasien dari arah
depan bawah (Worm’s eye view) atau dari
arah samping.
Pemeriksaan Proptosis
Pemeriksaan medis
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Mata
3. Pemeriksaan Orbita
4. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan, Gambar orbital dapat diperoleh
pada potongan aksial, yaitu sejajar
dengan saraf optik. Pada potongan koronal,
akan menunjukkan mata, saraf optik, dan otot
luar mata, sedangkan pada potongan sagital,
sejajar dengan nasal septum.
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Ultrasonografi Orbita (USG Orbita)

Pemeriksaan Patologi pemeriksaan


penunjang akhir yang menentukan diagnosis,
spesimen jaringan didapatkan dari tindakan
orbitotomi untuk mengambil lesi tersebut.
Cara pemeriksaan yang bisa digunakan
adalah frozen section.
Pseudotumor Orbita
Pseudotumor orbita adalah suatu
peradangan yang idiopatik bukan merupakan
neoplasma yang sebenarnya dan dapat
mengenai berbagai macam jaringan orbita.
Pseudotumor orbita atau sindrom inflamasi
orbita idiopatik merupakan istilah yang biasa
digunakan untuk menggambarkan inflamasi
orbital nonspesifik tanpa disertai adanya
penyebab lokal spesifik atau sistemik.
Pseudotumor memiliki manifestasi klinis
yang luas tergantung struktur orbita apa
yang terkena, derajat inflamasi dan fibrosis.
Presentasi tersering adalah proptosis,
diplopia, nyeri orbital, edema palpebral,
ptosis, kemosis dan penglihatan menurun.
Diagnosis Banding
Terapi
Pemberian NSAID Seperti Ibuprofen, dapat
digunakan pada kasus pseudotumor orbita
ringan.
Kortikosteroid sistemik, biasanya prednisone
1 mg/kg/hari, dengan melakukkan tappering
off.Dosis inisial Prednisone 80-100 mg per
oral, 4 kali sehari, dengan gastric profilaksis
(ranitidine 150 mg po b.i d). Dosis pediatric
dimulai pada 1 mg/kg/hari. Perhatikan efek
samping sistemik obat.
Terapi lain seperti radiasi, pemberian
inhibitor calcinerin, pemberian
imunglobulin IV dan reseksi bedah bisa
dilakukan sesuai indikasi yang diperlukan
IDENTITAS PASIEN
 Nama : Tn. D
 Umur : 30 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Status : Menikah
 Suku : Dayak
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Alamat : Desa Kayu Ara, Kec. Mandor,
Kab. Landak
 Tanggal Periksa: 11 Juli 2018
KELUHAN UTAMA
 Mata bengkak disebelah kanan sejak 4
bulan terakhir dan dirasa semakin
membesar
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

 Pasien datang ke poli mata Rumah Sakit


Univeritas Tanjungpura dengan terjadinya
pembengkakakan di mata sebelah kanan
yang dirasakan semakin membesar.
Keluhan sudah dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu, selama sakit pasien terkadang
merasakan ada keluhan nyeri pada mata,
keluhan penglihatan kabur, demam, sakit
kepala disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengaku belum pernah sakit seperti ini
sebelumnya. Pasien mengatakan selama sakit tidak
pernah melakukan pengobatan, karena akses
pengobatan yang sulit dan tidak ada keluhan penyerta
lain yang meebuat pasien merasa harus berobat ke
faskes terdekat, hanya saja semenjak mata pasien
terasa semakin membesar secara kosemtik pasien
merasa terganggu, sehingga memutuskan untuk
melakukan pengobatan.
Riwayat merokok dan konsumsi alkohol (+), riwayat
trauma pada pasien disangkal, riwayat hipertensi pada
pasien disangkal. Riwayat penggunaan obat steroid
dan obat tradisional topikal disangkal. Riwayat DM (-),
Alergi (-).
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
 Tidak ada anggota keluarga maupun
orang-orang di dekat pasien yang memiliki
keluhan sama seperti yang dialami pasien.
Riwayat HT (-), DM (-), Alergi (-) dalam
keluarga. Riwayat penyakit menular pada
keluarga (-).
RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

 Keadaan sosial ekonomi pasien terkesan


baik. Pekerjaan pasien adalah seorang
wiraswata.
PEMERIKSAAN FISIK
 K. Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tanda Vital: Nadi : 84x/menit
 Respirasi : 24x/menit
 Tekanan Darah : 130/70 mmHg
 Suhu : 36,6 ˚ C
 Kepala : Normocephali
 THT : Tidak Dilakukan
 Thoraks : Tidak Dilakukan
 Abdomen : Tidak Dilakukan
 Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-)
 Kelenjar Getah Bening : Tidak didapatkan pembesaran
FOTO KLINIS PASIEN
FOTO KLINIS PASIEN
VISUS

Okuli Okuli
Dekstra Sinistra
6/7.5 Visus 6/6

- Koreksi dan -
Addisi
- Pinhole -

- Persepsi Baik
cahaya
- Persepsi Baik
warna
KEDUDUKAN BOLA MATA

Okuli Dekstra Okuli Sinistra

Ada Eksoftalmus Tidak ada

Tidak ada Enoftalmus Tidak ada

Ke arah Deviasi Tidak ada


inferonasal
Baik ke Gerakan Bola Baik ke semua
semua arah, Mata arah, tanpa
tanpa hambatan
hambatan
PERGERAKAN BOLA MATA
INSPEKSI
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Pergerakan (+), ptosis (- Palpebra Superior dan Pergerakan (+), ptosis (-),
), lagoftalmos (-), edema Inferior lagoftalmos (-), edema (-),
(-), eritema (-), nyeri eritema (-), nyeri tekan (-),
tekan (-), ektropion (-), ektropion (-), entropion (-),
entropion (-), trikiasis (- trikiasis (-), sikatriks (-), fisura
), sikatriks (-), Fisura palpebra dalam batas normal
Palpebra dalam batas
normal

Hiperemis (-), Folikel (- Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-), Folikel (-), Papil
), Papil (-), Sikatriks (-), (-), Sikatriks (-), Anemis (-),
Anemis (-), Kemosis (-) Kemosis (-)
INSPEKSI (2)
Sekret (-), injeksi Konjungtiva Bulbi Sekret (-), injeksi
konjungtiva (-), injeksi konjungtiva (-), injeksi siliar
siliar (-), penebalan epitel (-), penebalan epitel
konjungtiva (-), nodul (-), konjungtiva (-), nodul (-),
perdarahan perdarahan subkonjungtiva
subkonjungtiva (-) (-)
Sklera inferior agak Sklera Warna putih,
hiperemis, Ikterik (-), nyeri tekan (-)
Ikterik (-), nyeri tekan (-)
Permukaan keruh dan Kornea Permukaan jernih dan
licin, sensibilitas baik, licin,Edema (-), infiltrat (-), ulkus
edema (+), infiltrat (-), (-), perforasi (-), sikatriks (-),
ulkus (-), perforasi (-), arkus senilis (-)
sikatriks (-), arkus senilis
(-)
INSPEKSI (3)
Dangkal, Hipopion (-), Bilik Mata Depan Dalam, Hipopion (-
hifema (-) ),hifema (-)

Iris : berwarna coklat, Iris dan Pupil Iris : berwarna coklat, pupil :
pupil : bulat, diameter bulat, diameter ±3 mm,
±3 mm, isokor, reflek isokor, reflek cahaya (+),
cahaya (+), shadow shadow test (-)
test (-)

Jernih dan bening, Lensa Jernih dan bening, shadow


shadow test (-) test (-)

Tidak dilakukan Vitreous Tidak dilakukan pemeriksaan


pemeriksaan
Tidak dilakukan Fundus Tidak dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Slit lamp
 Tonometri
 Didapatkan tekanan intraokular (TIO)
yang cukup tinggi di mata kanan dan kiri
pasien OD 23 mmHg, OS 24 mmHG
 CT Scan dengan kontras IV
HASIL CT SCAN
INTERPRETASI HASIL CT-SCAN
Kesan:
 Penebalan dari m.superior, inferior, medial
dan lateral rectus dextra hingga ke tendon
mengarah gambaran orbital pseudotumor
dextra
 Tidak tampak kelainnan intracerebri
maupun intracerebelli yang tervisualisasi
RESUME

 Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang


dilakukan pada pasien Tn. D, 30 tahun yang datang ke
poli mata Rumah Sakit Universitas Tanjungpura ,
pasien mengeluhkan terjadinya pembengkakan di mata
kanan dan semakin membesar sejak 4 bulan yang lalu,
terkadang mata yang bengkak mengalami nyeri.
Keluhan tidak disertai turunnya tajam penglihatan,
nyeri kepala disangkal, nyeri saat ditekan disangkal,
riwayat trauma disangkal.
 Pada pemeriksaan tajam penglihatan didapatkan tajam
penglihatan OD adalah 6/7.5 dan tajam penglihatan
OS adalah 6/6. Pada inspeksi ditemukan sklera OD
bagian inferior mengalami hiperemis. Pada
pemeriksaan tonometri didapatkan TIO pasien cukup
tinggi OD 23 mmHg dan OS 24 mmHg.
DIAGNOSIS KERJA

 Proptosis OD et causa pseudotumor


DIAGNOSIS BANDING
 Graves Opthalmology
 CCF: Carotid Cavernosus Fistula
 Tumor mata (lymphoma, hemangioma,
vascular malformation)
PENATALAKSANAAN
 Dilakukan pemberian obat tetes mata timolol maleate
0,5 % untuk menurunkan TIO. 2 kali sehari ODS jika
TIO turun pemberian dilanjutkan 1 kali sehari.
 Pemberian kortikosteroid biasanya prednisone 1
mg/kg/hari, dengan melakukkan tappering off.Dosis
inisial Prednisone 80-100 mg per oral, 4 kali sehari,
 Re-evaluasi pada 1-2 hari. Pasien yang merespon
steroid dipertahankan untuk dosis inisial sampai hari
3-5, diikuti tappering slow sampai 40 mg/hari sampai 2
minggu dan tappering slower hingga dibawah 20
mg/hari, biasanya beberapa minggu setelahnya.
PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
 Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit yang
dialaminya bukan termasuk penyakit yang
berbahaya
 Meminta pasien memperbaiki gaya hidup
 Pasien diminta untuk meneteskan dan
menggunakan obat secara teratur dan istirahat
yang cukup untuk mempercepat penyembuhan
 Menjelaskan kepada penderita mengenai
komplikasi yang mungkin terjadi dan kontrol ulang
untuk melihat apakah obat bekerja atau tidak dan
melihat apakah perlu biopsi pada pseudotumor
tersebut
PROGNOSIS

Okuli Okuli
Dekstra Sinistra
Ad Vitam Dubia ad Dubia ad
Bonam Bonam
Ad Dubia ad Dubia ad
Sanationam Bonam Bonam
Ad Dubia ad Dubia ad
Functionam Bonam Bonam
Pembahasan
Pasien laki-laki berusia 30 tahun datang
ke poli mata Rumah Sakit Univeritas
Tanjungpura dengan keluhan terjadinya
pembengkakakan di mata sebelah kanan
yang dirasakan semakin membesar.
Keluhan sudah dirasakan sejak 4 bulan
yang lalu, selama sakit pasien terkadang
merasakan ada keluhan nyeri pada mata,
keluhan penglihatan kabur, demam, sakit
kepala disangkal.
Riwayat hipertensi, trauma, DM, demam
dan alergi disangkal. Pasien selama sakit tidak
pernah melakukan pengobatan, karena akses
pengobatan yang sulit dan tidak ada keluhan
penyerta lain yang memebuat pasien merasa
harus berobat ke faskes terdekat, hanya saja
semenjak mata pasien terasa semakin
membesar secara kosemtik pasien merasa
terganggu, sehingga memutuskan untuk
melakukan pengobatan. Riwayat merokok
dan konsumsi alkohol (+).
pada pemeriksaan fisik ditemukan visus
mata kanan 6/75 dan visus mata kiri 6/6,
keduanya tidak dikoreksi. Pada inspeksi
mata kanan ditemukan sklera inferior agak
hiperemis. Pada pemeriksaan tonometri
didapatkan TIO yang tinggi di kedua bola
mata yaitu OD 23 mmHg dan OS 24
mmHg.
 Gejala-gejala yang muncul pada pasien seperti
proptosis di mata unilateral, adanya hiperemis di
sklera, visus tidak mengalami penurunan, TIO yang
abnormal dan mata yang kadang terasa agak nyeri,
tanpa adanya riwayat penyakit lain seperti yang
biasanya mucul pada sindroma graves
(hipertiroidisme, mata kering, mata merah, double
vision) mengarahkan ke kecurigaan bahwa pasien
mengalami pseudotumor orbita atau munculnya
massa tumor dimata sehingga disarankan pasien
melakukan pemeriksaan CT Scan untuk
menyingkirkan diagnosis banding lainnya.
Hasil CT Scan menunjukan terjadi penebalan
dari m.superior, inferior, medial dan lateral
rectus dextra hingga ke tendon mengarah
gambaran orbital pseudotumor dextra dan
tidak tampak kelainan intracerebri maupun
intracerebelli yang tervisualisasi sehingga
kecurigaan pasien mengalami trauma juga
bisa disingkirkan. Berdasarkan hal tersebut
dapat ditegakan diagnosis bahwa pasien
mengalami proptosis diakibatkan
pseudotumor orbita.
Penatalaksaan pasien diilakukan pemberian obat tetes mata
timolol maleate 0,5 % untuk yang efektif untuk menurunkan
TIO. 2 kali sehari ODS jika nanti dievaluasi TIO turun
pemberian dilanjutkan 1 kali sehari.

Pemberian kortikosteroid biasanya prednisone 1 mg/kg/hari,


dengan melakukkan tappering off. Re-evaluasi pada 1-2 hari.
Pasien yang merespon steroid dipertahankan untuk dosis
inisial sampai hari 3-5, diikuti tappering slow sampai 40
mg/hari sampai 2 minggu dan tappering slower hingga
dibawah 20 mg/hari, biasanya beberapa minggu setelahnya.
pengobatan kortikosteroid masih yang paling umum terapi
pilihan pertama dengan hasil baik.
Pasien diminta untuk kontrol sekurangnya 2
minggu pasca pengobatan untuk melihat
reaksi obat terhadap pseudotumornya dan
untuk mengontrol pemberian
kortikosteroidnya.
Pemberian kortikosteroi dilakukan pada
pasien karena berdasarkan literatur ;ebih
dari 75 % pasien menunjukkan perbaikan
dramatis dalam waktu 24 hingga 48 jam
setelah pengobatan, jadi pengobatan paling
efektif saat ini pada kasus pseudotumor
adalah pemberian kortikosteroid.
KESIMPULAN

Tn. D 30 tahun menderita proptosis oculi dextra


disebabkan pseudotumor. Dari anamnesis,
pemeriksaan status oftalmologis dan penunjang
pada pasien didapatkan hasil yang mendukung
suatu diagnosa pseudotumor.
Adapun penatalaksanaan pada pasien ini adalah
pemberian obat tetes mata timolol maleate 0,5 %
2x1 dan Pemberian kortikosteroid biasanya
prednisone 1 mg/kg/hari, dengan melakukkan
tappering off, jadi pasien diminta kontrol kembali
sebisa mungkin 2 minggu pasca pemberian obat
untuk melihat apakah terjadi perbaikan dari
pseudotumornya, dan untuk mengontrol
pemberian kortikosteroidnya.

Anda mungkin juga menyukai