Anda di halaman 1dari 48

PROGRAM NASIONAL

FILARIASIS & KECACINGAN


Eliminasi 2020
Program Prioritas
Nasional

Filariasis

Kecacingan
Eradikasi
Schistosomiasis
Tahun
2019 2018 Intervensi Spesifik
Penanggulangan
Reduksi stunting
Cacingan
2019
PROGRAM PRIORITAS : PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

RKP 2017 RKP 2018


PROYEK PRIORITAS NASIONAL
Advokasi
Regulasi
Pencegahan
1. Pencegahan dan Pengendalian
Gerakan
Masyarakat dan
Pengendalia
TB dan HIV/AIDS
Hidup
Penurunan
Sehat n Penyakit
Menular
2. Pengendalian Malaria
Kampanye
Stress dan
Keselamatan Hidup 3. Pengendalian Penyakit Tropis
Berkendara Sehat
Terabaikan/ Neglected Tropical
2 Diseases

Percepatan Pencegahan
Kawasan Pelaksanaan dan
Tanpa Rokok Konsumsi
Narkoba
Preventif Pengendalian
Promotif Pangan
dan
“Gerakan Sehat Penyakit
Minuman
Keras Masyarakat Surveilans, Pencegahan
Sehat” Imunisasi, dan
Penyakit dan Pengendalian
Karantina Penyakit Tidak
Kesehatan Menular

Aktifitas
Fisik dan Lingkungan
Konektivitas
Antarmoda Sehat PROYEK PRIORITAS
Transportasi
Pencegaha PROYEK PRIORITAS NASIONAL
n Penyakit
NASIONAL 1. Pengendalian Faktor
dan Deteksi
Dini
1. Peningkatan Cakupan Risiko Penyakit Tidak
Imunisasi Dasar Menular
Lengkap 3
PRIORITAS NASIONAL DAN
PRORITAS BIDANG P2PTVZ

Prioritas Nasional Prioritas Bidang


Pengendalian
Arbovirosis
Pengendalian
Malaria
Pengendalian
Zoonosis
Pengendalian Filariasis
dan Schistosomiasis
Pengendalian Vektor
KEBIJAKAN & STRATEGI
PROGRAM ELIMINASI FILARIASIS
DI INDONESIA
SITUASI FILARIASIS DI INDONESIA 2002 S/D 2017

3500
3175

3000

2500 2375

2000
1765

1500
1184

1000 811
649
532 524
500 419 365
325 274
257 253 232 227 227 213 207
141 129 96 94 91 74 70 53 37 31 30 27 18 14 13
0

• Total kasus kronis se Indonesia s/d 2017 adalah: 13.039 kasus, tersebar di 418 kab/kota di 34 Provinsi
• Daerah endemis filariasis : 236 kab/kota
STRATEGI PENGENDALIAN FILARIASIS
DI INDONESIA

 Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)


Filariasis setahun sekali selama 5 tahun
berturut-turut  Memutuskan mata rantai
penularan filariasis

 Penatalaksanaan Kasus Filariasis Mencegah


dan membatasi kecacatan
TAHAPAN PROGRAM UNTUK MEMUTUS RANTAI PENULARAN

Surveilans
Pemetaan POPM pasca Validasi
POPM

1. Pemetaan untuk identifikasi daerah endemis.


2. POPM sekurang-kurangnya lima tahun untuk menurunkan jumlah
parasit ke tingkatan yang bisa mencegah nyamuk-nyamuk vektor
menularkan penyakit
3. Surveilans pasca POPM surveillance untuk memastikan
pemutusan rantai penularan berkelanjutan
4. Validasi eliminasi sebagai masalah kesehatan masyarakat
Slide 9 (9)
Monitoring dan Evaluasi
Pemetaan POPM Surveilans
Gagal

Lulus
Mf or Ag≥1% TAS1 2 3

Mid-term Tindak lanjut


(opsional) [Eligibilitas TAS]

 Peta prevalensi mikrofilaremia (Mf) atau antigenemia (Ag)


 Memantau cakupan di setiap putaran POPM untuk menentukan apakah tercapai
sekurang-kurangnya 65% dari total penduduk minum obat di setiap Kabupaten pelaksana
 Evaluasi dampak di site sentinel dan spot-check setelah lima putaran POPM efektif
 Melakukan transmission assessment survey (TAS) jika kriteria eligibilitas tercapai,
POPM bisa dihentikan jika TAS “lulus”
 TAS diulang dua kali selama surveilans pasca POPM untuk memastikan/mengkonfirmasi
eliminasi
PROGRAM FILARIASIS DI SUMATERA
BARAT 2017
SITUASI FILARIASIS DAN KECACINGAN
DI PROVINSI SUMATERA BARAT
TAHUN 2018

19
Kabupaten/Kota

9 10
Non endemis Endemis Filariasis

3 2 5
Kabupaten Kabupaten Kabupaten/Kota
Melaksanakan Pre-TAS Melaksanakan TAS-2 Melaksanakan
Surveilans Pasca
POPM Filariasis

Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Cacingan


SITUASI ELIMINASI FILARIASIS
DI PROVINSI SUMATERA BARAT S/D TAHUN 2017
35

30

25
Kabupaten/Kota

20

15

10

0
Kab/Kota
Kab/Kota Kab/Kota Kab/Kota
Berhasil
Total Kab/Kota Endemis Melaksanakan Eliminasi
Menurunkan Mf
Filariasis POPM Filariasis Filariasis
Rate < 1%
Kab/Kota 29 10 3 7 1
AKUMULASI JUMLAH KASUS KLINIS KRONIS FILARIASIS
DI PROVINSI SUMATERA BARAT S/D TAHUN 2017

50
46
45

39
40

34
35 33

30

24
25
22

20

14
15
12
11
10
10

5 3
1
0 0 0 0 0 0 0
0

Keterangan :
Tahun 2017 dilaporkan total sebanyak 249 Kasus Klinis Kronis Filariasis di Provinsi Sumatera Barat
dengan jumlah kasus terbanyak di Kabupaten Agam sebanyak 46 kasus.
SITUASI ENDEMISITAS
PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017
Status Cakupan POPM Filariasis
No Kabupaten/Kota Rencana 2018
Endemisitas
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
TAS1/PAS
1 AGAM Endemis
8 84 85 77 73 72 TAS1/FAIL 59 78 PENDING S SURV Melaksanakan TAS2
KEPULAUAN_MENTA TAS1/PAS
2 Endemis
WAI 37 82 76 72 65 37 PENDING S SURV SURV TAS2/FAIL PENDING 86.8 86.65 Melaksanakan TAS1
TAS2/PAS Surveilans Pasca POPM
3 KOTA_BUKIT_TINGGI Endemis
71 71 67 65 74 TAS1/FAIL 69 76 TAS1/PASS SURV S Filariasis
case Surveilans Pasca POPM
4 KOTA_PADANG Endemis
18 66 63 62 62 48 13 khusus 85.8 TAS1 Filariasis
5 KOTA_SAWAH_LUNTO Endemis
69 82 80 85.3 79.82 Melaksanakan TAS1
TAS1/PAS TAS2/PAS TAS3/PAS Surveilans Pasca POPM
6 LIMA_PULUH_KOTO Endemis
70 72 70 73 72 S SURV S SURV S SURV Filariasis
7 PADANG_PARIAMAN Endemis
75 75 80 81.2 81.96 Melaksanakan TAS1
TAS1/PAS Surveilans Pasca POPM
8 PASAMAN_BARAT Endemis
52 87 85 76 60 59 TAS1/FAIL D 69 71 S SURV Filariasis
PRE- TAS1/PAS
9 PESISIR_SELATAN Endemis
39 89 78 71 78 77 TAS1/FAIL 57 88 TAS/PASS S SURV Melaksanakan TAS2
Surveilans Pasca POPM
10 SIJUNJUNG Endemis
86 86 87 84 85.4 TAS1 Filariasis
11 DHARMAS_RAYA Non Endemis
KOTA_PADANG_PANJ
12 Non Endemis
ANG
13 KOTA_PARIAMAN Non Endemis

14 KOTA_PAYAKUMBUH Non Endemis

15 KOTA_SOLOK Non Endemis

16 PASAMAN Non Endemis

17 SOLOK Non Endemis

18 SOLOK_SELATAN Non Endemis

19 TANAH_DATAR Non Endemis


CACINGAN
SITUASI CACINGAN
Lebih dari 1.5 milyar orang atau 24% penduduk
dunia, terinfeksi cacingan.

Lebih dari 270 juta anak pra sekolah dan lebih


dari 600 juta anak usia sekolah di dunia tinggal di
area yang mudah tertular cacingan dan
membutuhkan pengobatan dan pencegahan
cacingan.

Lebih dari 58 juta anak menjadi sasaran


minum obat cacing di Indonesia
DISTRIBUSI CACINGAN GLOBAL
PREVALENSI CACINGAN PADA ANAK SD DI
INDONESIA, SURVEI TAHUN 2002 - 2017

Prevalensi Cacingan berkisar 0,5 – 85,9%. Rata-rata Prevalensi Nasional 28,25%


SOIL TRANSMITTED HELMINTHS

Umumnya infeksi cacingan CACING GELANG


(Ascaris lumbricoides)
disebabkan oleh cacing
tanah (STH) :
- Ascaris lumbricoides
- Trichuris trichiura CACING CAMBUK
- Ancylostoma duodenale ( Tricuris trichiura )

CACING TAMBANG
(Ancylostoma duodenale
Necator americanus)
SIKLUS CACINGAN
Telur dan larva cacing
berkembang di tanah yang
terkontaminasi
DAMPAK
CACINGAN
Cacingan

KH & Protein dihisap Darah dihisap

Anemia Anak Anemia Bumil


GIZI BURUK
Lemas
BBLR Perdarahan
STUNTING mengantuk ibu bersalin

Kemampuan belajar turun/


sering tidak masuk sekolah Kematian Kematian

Prestasi belajar menurun

Produktivitas menurun
DAMPAK KERUGIAN CACINGAN

1.AKIBAT CACING GELANG

Kehilangan Karbohidrat :
(21% x 265.015.313 x 28,25% x 6 x 0,14gr x 365 hr) : 1000 x Rp. 11.000,-
= Rp. 52.554.889.904
Kerugian  Rp 52,5 M/tahun
Kehilangan Protein:
(21% x 265.015.313 x 28,25% x 6 x 0,035gr x 365 hr) : 1000 x
Rp 110.000,- = 131.387.224.760
Kerugian  Rp. 131,4 M/tahun
*(% anak sekolah x Jml Penduduk x Prevalensi x Rata-rata Jml Cacing/orangx
*Kehilangan Karbohidrat /protein oleh1 ekor cacing/ harix 1 tahun 365hari)
*Rp. 11000 :harga1 Kgberas rate tahun 2018
*Rp. 110.000 :harga 1 KgDaging rate tahun 2018
2. KERUGIAN AKIBAT CACING TAMBANG
Kehilangan darah 
(21%x265.015.313x28,25%x0,2ccx50ekor x365hr):1000 =
56.877.586,48 liter/tahun

3. KERUGIAN AKIBAT CACING CAMBUK:


Kerugian darah 
(21%x265.015.313x28,25%x0,005ccx100ekorx365hr): 1000 =
(% anak sekolah x Jml Penduduk x Prevalensi x Jumlah darah dihisap seekor cacingper harix Rata-rata Jml Cacingdalam tubuh perorangx
2.843.879,32
1 tahun 365 hari ) liter/th
Sumber : FKM-UI
PROGRAM
PENCEGAHAN &
PENGENDALIAN
CACINGAN
TUJUAN PROGRAM P2 CACINGAN

A. TUJUAN UMUM
Menurunkan prevalensi cacingan pada anak usia Balita, anak
usia Pra-sekolah dan anak usia Sekolah Dasar

B. TUJUAN KHUSUS
1. Menurunkan prevalensi cacingan anak usia balita, anak usia
pra sekolah dan anak usia sekolah dasar menjadi < 10% di
setiap kab/kota
2. Meningkatkan capaian cakupan Pemberian Obat Pencegahan
Massal (POPM) Cacingan minimal sebesar 75%.
SASARAN

1. Anak Balita (1- 4 tahun)


2. Anak Usia Pra Sekolah (5-6 tahun)
3. Anak Usia Sekolah Dasar (7–12 tahun)

Posyandu, PAUD, TK, SD/MI, Pesantren


STRATEGI P2 CACINGAN

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Cacingan


Dengan kriteria (berdasarkan pedoman WHO) Kab/Kota dgn
prevalensi :
a. ≥ 50%  pemberian obat massal cacingan 2x setahun
b. ≥ 20% - <50%  pemberian obat massal cacingan 1x
setahun
c. <20%  pengobatan selektif

2. Pengobatan Penderita
 Pada setiap kasus yang hasil pemeriksaan tinjanya positif
cacingan.
 Yang hasil pemeriksaan klinis dinyatakan positif menderita
cacingan.
DUKUNGAN LEGAL
PENANGGULANGAN CACINGAN DI INDONESIA

 SE Mendagri No. 443/4499/SJ, tanggal 13 Agustus 2015,


tentang Program Percepatan Penanggulangan Penyakit Menular
Tropik Terabaikan
 SE Mendagri No. 443/3000/SJ, tanggal 12 Agustus 2016,
tentang Pengendalian Penyakit Menular Tropik Terabaikan
 PMK No. 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan
 Surat Menteri Kesehatan No. PV.04.02/Menkes/34/2018
tentang Pelaksanaan POPM Cacingan di daerah Intervensi
Stunting 2018
TARGET DAN CAPAIAN INDIKATOR CACINGAN
DALAM PANTAUAN KANTOR STAF PRESIDEN

KSP
Indikator 2016 2017 2018 2019

Jumlah anak minum obat cacing 33.0 jt 33.4 jt 45,1jt 45,6jt


Pencapaian 24.5 jt 30,6 jt
OBAT CACING

1. Obat Cacing untuk POPM Cacingan :


Albendazole dosis tunggal
a. anak usia 1 – 2 th : 200 mg
b. anak usia >2 tahun : 400 mg

2. Obat Cacing untuk Pengobatan Penderita :


Albendazole/Mebendazole/Pirantel Pamoat sesuai dosis
CACINGAN DALAM
INTERVENSI STUNTING
Definisi Stunting
• Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak
balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga
anak terlalu pendek untuk usianya.
• Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan
dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi
stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.
• Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severely
stunted) adalah balita dengan panjang badan (PB/U)
atau tinggi badan (TB/U) menurut umurnya
dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS
(Multicentre Growth Reference Study) 2006
nilai z-scorenya kurang dari -2SD (stunted) dan
kurang dari – 3SD (severely stunted) (Kepmenkes
1995/MENKES/SK/XII/2010). Sumber: Rebekah Pinto, World Bank untuk Review Pembelajaran
Stakeholders STBM Nasional 10 -13 Feb 2017
DAMPAKMASALAHGIZI PADA KESEHATAN

Dampak KURANGGIZIpada awal kehidupan terhadap kualitas SDM

Berat Lahir Rendah,kecil,


1. Gagal tumbuh
pendek, kurus

Hambatan
2. Berpengaruh pada perkembangan
perkembangan
otak dan keberhasilan pendidikan
kognitif & motorik

Gangguan Meningkatkan risiko penyakit


tidak menular (diabetes, obesitas,
3. metabolik padausia
stroke, penyakit jantung)
Perkembangan Otak Perkembangan Otak dewasa
Anak Stunting Anak Sehat

Source:
• Kakietek, Jakub, Julia Dayton Eberwein, Dylan Walters, and Meera Shekar. 2017. Unleashing Gains in Economic Productivity with Investments in Nutrition. Washington, DC:World Bank Group
• www.GlobalNutritionSeries.org
PREVALENSI BALITA STUNTING DI INDONESIA (RISKESDAS 2013)

Prevalensi stunting di Indonesia 37,2% merupakan masalah yang sangat serius, jauh di atas batas ambang yang
diperkenankan di setiap negara (20%). Terdapat 15 provinsi >40%, hanya 5 provinsi <30%, dan tidak ada provinsiyang
60,00%
<20%

52%
50,00% 48%
45% 45% 44%
43% 43% 43% 42% 41%
41% 41% 41% 41% 41%
40% 40% 39% 39%
Angka nasional
40,00% 39% (37,20%)
38% 37% 37% 37%
36% 35% 35%
33% 33%
29% 28% 28%
30,00% 27%
26%

20,00%

10,00%

0,00%

7
MASALAH
CACINGAN
Tidak Berperilaku Hidup
Bersih dan Sehat

Stunting/
Anemia/
Tidak Minum
Cacingan Pertumbuhan
Obat Cacing
Balita /Anak
Terhambat

AksesAir Bersih
Sulit / Linkungan
Tidak Sehat
INTERVENSI PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI MULTISEKTOR
Intervensi Gizi Spesifik (Kesehatan) Intervensi Gizi Sensitif (Non-Kesehatan)
I. Ibu Hamil 1. Penyediaan air bersih dan sanitasi
 Suplementasi besi folat  Meningkatkan kualitas dan fasilitas air bersih dan sanitasi
 Pemberian makanan tambahan pada ibu hamilKurang serta integrasi dengan lokus masalahgizi
Energi Kronik (KEK) 2. Ketahanan pangan dan gizi
 Penanggulangan kecacingan  Budidaya sumber panganlokal
 Suplementasi kalsium  Memperkuat program KRPL
3. Keluarga Berencana
 Pemberian kelambu dan pengobatan bagi ibu hamilyang
positif malaria  Pelatihan dan penguatan PLKB
 Mengembangkan kurikulum kursus calonpengantin
II. Ibu Menyusui 4. Jaminan KesehatanMasyarakat
 Promosi menyusui  Meningkatkan coverage ataujumlah
 Komunikasi perubahan perilaku untukmemperbaiki 5. Jaminan PersalinanDasar
pemberian makanan pendamping ASI  Meningkatkan kualitas layanan
6. Fortifikasi Pangan
III. Bayi 0-23 Bulan  Perluasan pengawasan garam beryodium dan implementasi
 Suplementasi zink tindak lanjut hasil pengawasan
 Zink untuk manajemen diare 7. Pendidikan Gizi Masyarakat
 Suplemen vitamin A  Memperkuat strategi KIE dan perubahan perilaku serta
 Pemberian garam iodium pelaksanaan PAUD-HI
 Pencegahan kurang gizi akut 8. Intervensi untuk Remaja Perempuan
 Pemberian obat cacing  Pendidikan kesehatan reproduksi
 Fortifikasi besi dan kegiatan suplementasi 9. Pengentasan Kemiskinan
 PKH dan bantuan pangan non-tunai
19
• Di Indonesia, sekitar 37% (hampir 9 Juta) anak balita mengalami stunting
(Riset Kesehatan Dasar/Riskesdas 2013)
• Di seluruh dunia, Indonesia adalah Negara dengan prevalensi stunting kelima
terbesar.

Kerangka Intervensi Stunting

Intervensi Gizi Spesifik Intervensi Gizi Sensitif


(Pemberian Obat Cacing)
Ibu Hamil Pemberian Obat Cacing

Ibu Menyusui dan


Anak Usia 0-6 Bulan

Ibu Menyusui dan


Anak Usia 7-23 bulan Pemberian Obat Cacing

Intervensi gizi spesifik termasuk Pemberian Obat Cacing


berkontribusi pada 30% penurunan stunting
PEMBERIAN OBAT PENCEGAHAN
MASSAL (POPM) CACINGAN
DI 100 KABUPATEN INTERVENSI STUNTING
2018

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal pada penduduk sasaran usia


1-12 tahun dilaksanakan 2x setahun, dengan interval 6 bulan
2. Pemeriksaan cacingan kepada ibu hamil dengan gejala
anemia
3. Pemberian obat cacing pada trimester kedua usia kehamilan
pada bumil yang hasil pemeriksaan cacingannya positif telur
cacing.
STRATEGI INTEGRASI PROGRAM CACINGAN DALAM
INTERVENSI STUNTING 2018

Integrasi Pemberian Integrasi Pemberian


Obat Cacing Massal pada Obat Cacing pada
Anak Usia 1-12 Tahun Bumil
a. POPM Filariasis Program Kesehatan Ibu
b. Program Kesehatan Lingkungan
c. Program Kesehatan Anak Usia Sekolah Dasar
d. Program Kesehatan Anak Balita
e. Program Gizi
f. Program Promosi Kesehatan
STRATEGI INTEGRASI POPM FILARIASIS DAN CACINGAN

• Usia 12-23 bulan mendapat:


Albendazole
Usia 1-12 tahun
• Usia 2-12 tahun mendapat:
mendapatAlbendazole
Albendazole & DEC

DAERAH
ENDEMIS FEB APR AGS OKT
FILARIASIS

DAERAH NON
ENDEMIS
FILARIASIS Pemberian Obat Cacing pada usia 1-12
tahun berintegrasi dengan kegiatan:
bulan Vit. A&UKS
Integrasi POPM Cacingan pada
PROGRAM KESEHATAN IBU

• Ibu hamil dengan pemberian Fe masih tetap anemia dilakukan


pemeriksaan tinja. Jika hasil positif diberikan obat cacing.

• Skrining (pemeriksaan tinja) bagi ibu hamil yang mengalami gejala


Cacingan atau anemi pada saat kunjungan Antenatal.

• Memberikan pengobatan bagi ibu hamil yang mempunyai hasil (+)


mulai trimester ke 2 di bawah pengawasandokter.
PEMERIKSAAN CACINGAN PADA BUMIL ANEMIA

- Dilakukan di Laboratorium Puskesmas


- Bila Puskesmas tidak memiliki laboratorium agar
ditunjuk laboratorium sebagai rujukan pemeriksaan
cacingan
SOP periksa tinja langsung 1feb2018.pdf
- Formulir pencatatan dan pelaporan terkait Bumil
merujuk formulir 3 dan formulir 7 dalam PMK No. 15
Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan.
Tahapan Menuju Reduksi Cacingan
PMK No. 15 Tahun 2017 Tentang
Penanggulangan Cacingan di Indonesia Prevalensi
Selesai Pengobatan 5 Tahun
< 1%

POPM Cacingan 5 tahun


Prevalensi berturut-turut
POPM Cacingan 5 tahun berturut-turut
≥ 1 - < 10 % 1x setiap 2 tahun
1x setahun untuk wilayah non stunting
2x setahun untuk wilayah stunting
POPM Cacingan 5 tahun
Prevalensi berturut-turut 1x setiap
≥ 10 - < 20% tahun

POPM Cacingan 5 tahun


Prevalensi berturut-turut 2x setiap
≥ 20-<50% tahun

POPM Cacingan 5 tahun


Prevalensi
berturut-turut 3x setiap
≥ 50%
tahun
MANFAAT PROGRAM PENGENDALIAN
CACINGAN

 Sumber Daya Manusia yang berkualitas & produktif


baik untuk jangka pendek dan jangkapanjang
 Menurunkan prevalensi kecacingan melalui
pemberian obat & untukmencegah dampak
kecacingan
(Gizi buruk, anemia, Persistent MalnourishStunting)
 Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Mari Bersama Wujudkan
Generasi Indonesia Bebas Filariasis & Cacingan
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai