Anda di halaman 1dari 95

KEBIJAKAN &

PENGENDALIAN VEKTOR
TERPADU
drs. Budi Pramono,MKes
Direktorat Pencegahan & Pengendalian Penyakit
Tular Vektor dan Zoonotik
Ditjen PP dan P, Kemenkes RI

Disampaikan pada Pertemuan Workshop penemuan kasus aktif 1-2-5 di Serang 2018
TEROBOSAN PROGRAM P2P UNTUK PERCEPATAN CAPAIAN
INDIKATOR PENGENDALIAN PENYAKIT MENULAR

Meningkatnya Derajat Kesehatan


Masyarakat

Menurunkan
Penyehatan Menurunkan AKI Morbiditas, Mortalitas Upaya
dan AKB dan Disabilitas
Lingkungan Penyakit Menular Penunjang
(6 upaya) (5 Upaya)
Menurunkan Menurunkan
1. Penyehatan air Morbiditas, Mortalitas 1. Imunisasi
minum Stunting dan Disabilitas PTM
2. Penyehatan 2. Surveilans
sanitasi dasar 3. Karantina
3. Pengamanan Kesehatan
limbah Remaja Putri, Wanita Usia
4. Higene sanitasi Subur, Ibu Hamil, Ibu Semua Golongan Umur 4. Pengendalian
Menyusui, Bayi Baru Lahir
dasar vektor
5. Kawasan sehat Pencegahan Primer, Sekunder dan Tersier 5. Upaya
6. Penyehatan Kesehatan
TTU Pengendalian
Pengendalian
Matra
Penyakit Tidak
Penyakit Menular
Menular
(30 Penyakit)
(15 Penyakit)
STRUKTUR ORGANISASI

Cara penularan Struktur Organisasi


DIREKTURAT PENGENDALIAN
PENYAKIT TULAR VEKTOR
dan ZOONOTIK

Kepala Sub
Bagian Tata
Usaha

Subdit
13 Subdit Subdit Subdit Subdit Pengendalian
Pengendalian Pengendalian Pengendalian Pengendalian Penyakit
Penyakit Vektor dan Penyakit Penyakit Filaria&
Malaria BPP Arbovirosis Zoonosis Kecacingan
PROGRAM UNGGULAN, INTERVENSI DAN TEROBOSAN
DIREKTORAT P2PTVZ
Program Unggulan Terobosan Intervensi
1. Eliminasi 1.Akselerasi, 1. Kampanye kelambu massal,
intensifikasi pengendalian di
Malaria 2030 Intensifikasi dan daerah fokus, surveilans migrasi
2. Eliminasi Eliminasi & assesment utk sertifikasi
eliminasi.
Filariasis 2020 2.Pelaksanaan Bulan
2. Pemberian Obat Massal
Eliminasi Kaki Gajah Pencegahan (POPM) Filariasis
3. Penurunan (BELKAGA) serentak pada total penduduk di
Insidens DBD daerah endemis filariasis setiap
3.Gerakan “ 1 rumah bulan Oktober
4. Eliminasi 1 Jumantik ” untuk 3. Pembentukan petugas
Rabies 2020 mencegah demam pemantau jentik pada setiap
5. Pengendalian berdarah Rumah Tangga, Instansi
Pemerintah / Swasta, Sekolah &
Vektor Terpadu 4.Pendekatan “One Tempat-tempat Umum
(IVM) Health” 4. Kegiatan pengendalian rabies
secara multi sektor mulai dari
5.Intensifikasi perencanaan, pelaksanaan
surveilans vektor sampai evaluasi
5. Peningkatan kapasitas SDM dan
kwalitas surveilans vektor serta
teknik pengendalian vektor yg
komprehensif

Seluruh program ini berdampak pada penurunan AKI, AKB, Stunting,


kejadian penyakit menular dan penyakit tidak menular
RENSTRA 2015-2019
Target
Sasaran Indikator
2015 2016 2017 2018 2019
Meningkatnya Persentase Kab/Kota yang
Pencegahan dan melakukan pengendalian vektor
40% 50% 60% 70% 80%
Penanggulangan terpadu
Penyakit
Bersumber Jumlah Kab/Kota dengan API<1 per
Binatang (P2PTVZ) 1.000 penduduk 340 360 375 390 400

Jumlah Kab/Kota endemis Filaria


berhasil menurunkan angka mikrofilaria
35 45 55 65 75
menjadi <1%

Persentase Kab/Kota dengan IR DBD <


49 per 100.000 penduduk 60% 62% 64% 66% 68%

Persentase Kab/Kota endemis yang


eliminasi Rabies 25% 40% 55% 70% 85%
PENYAKIT TULAR VEKTOR dan ZOONOTIK
DI INDONESIA :
DISTRIBUSI LUAS / BERAT:
MALARIA  eliminasi 2030
DBD & DEMAM DENGUE
CHIKUNGUNYA
FILARIASIS  eliminasi 2020

DISTRIBUSI LOKAL/FOKUS:
PES
JAPANESE ENCEPHALITIS (JE)
LEPTOSPIROSIS
HANTA VIRUS
Shistosomiasis  eliminasi kapan??

VEKTOR: PUBLIC HEALTH PROBLEM YG LAIN:


LALAT
KECOAK
RODENT
PETA DAERAH ENDEMIS PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN
ZOONOTIK

Keterangan
Rabies
Flu Burung Malaria endemis rendah
Schistosomiasi IR DBD ≥ 65/ 100.000 pddk
Leptospirosi
sAntraks Malaria endemis sedang sEndemis Filariasis IR DBD 49 - 65/ 100.000 pddk

Pes Malaria endemis tinggi Endemis IR DBD < 49 / 100.000 pddk


Cacingan
Capaian Target Nasional
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit 2015-2050

1. Eliminasi Rubela
2. Eliminasi Filariasis
Penyakit Tular
3. Eradikasi Schistomiasis
1.PIN Vektor dan
4. Eliminasi Rabies
2.Switch Zoonotik
5. Reduksi DBD
tOVP-
6. Eradikasi Frambusia
bOVOP Indonesia
3.Intro IVP 7. Eliminasi campak
8. E- MTCT Bebas TB

2015 2016 2017 2018 2019 2020 2024 2025 2030 2050

Eliminasi 2017-
2018 Eliminasi 1. Eliminasi Malaria
Maternal
MR Kusta 2. Getting To Three
Neonatal Zero HIV-AIDS
Campai
Tetanus gn 3. Eliminasi Hep- C
MASALAH DAN TANTANGAN VBPP
MASALAH DAN TANTANGAN
PENGENDALIAN VEKTOR DAN BPP
• Masih menjadi masalah kesehatan masyarakat
(malaria,DBD dan Filaria) KLB,Kematian, Kecacatan
• Penanggulangan Vektor yang tidak Optimal ( Fogging
salah sasaran,tempat dan waktu, distribusi LLIN dll)
dan kurangnya keterlibatan masyarakat
• Penggunaan insektisida yang tidak rasional dan masih
menjadi prioritas utama
• Terjadinya resistensi vektor terhadap insektisida
• Data vektor belum digunakan dalam pengambilan
keputusan/evaluasi
MASALAH DAN TANTANGAN
PENGENDALIAN VEKTOR DAN BPP (2)
• Masih minimnya data vektor ( resistensi vektor,
pemetaan dan bionomik vektor, sibling spesies dan
mekanisme terjadinya resistensi pada vektor,
transovarial,kapasitas vektor)
• Perbedaan Endemisitas antar wilayah di Indonesia
yang beragam
• Belum terlaksananya kegiatan surveilans vektor
sehingga masih terjadi KLB untuk beberapa penyakit
TVZ antara lain DBD, Malaria, Cikungunya
• Tidak terkontrolnya penggunaan Insektisida termasuk
penggunaan dalam Rumah tangga
MASALAH DAN TANTANGAN
PENGENDALIAN VEKTOR DAN BPP (3)
• Penyakit menular tidak mengenal batas wilayah
• Mobilitas penduduk  dari/ke daerah endemis ke / dari
daerah non endemis
• Perubahan lingkungan sebagai pemicu munculnya berbagai
penyakit
• Diketahuinya reservoar baru yi kera ekor panjang untuk
Plasmodium knowlesi
• Kesepakatan global untuk melakukan monitoring resistensi
vektor dan mekanisme resistensi
• Kegiatan pengamatan dan pengendalian vektor merupakan
upaya paling hulu untuk keberhasilan mencegah penularan
penyakit tular vektor belum optimal
NYAMUK
Merupakan vektor (perantara) potensial penular
penyakit
• Di Dunia Di Indonesia sudah diketahui:
- Genus : 41 a. 25 jenis nyamuk sbg penular
- Spesies : 3500 malaria
• Di Indonesia b. 22 jenis nyamuk sbg penular
- Genus : 5 filariasis
(Anopheles, Aedes, Culex, c. 2 jenis nyamuk sbg penular
Mansonia, Armigeres) DBD dan Chikungunya
d. 11 jenis nyamuk sbg penular
- Spesies : 321, diantaranya 41 Japanese Encephalitis
sbg vektor penular penyakit
Nyamuk yang Berperan sebagai Vektor, a.l:

1. Nyamuk Anopheles sp.


 vektor malaria dan filariasis

2. Nyamuk Aedes sp.,


 vektor DBD, Chikungunya, West Nile Virus, Yellow Fever

3. Nyamuk Culex sp.


 vektor Japanese Encephalitis (JE), Filariasis, West Nile Virus
(WNV), St Louis Encephalitis (SLE), Western Equine Encephalitis
(WEE)

4. Nyamuk Mansonia sp.  vektor Filariasis

5. Nyamuk Armigeres sp.  vektor Filariasis


Di Indonesia Leptospirosis pada Rodent
dilaporkan di:
1. DKI Jakarta 11. Sumatera Barat
2. Jawa Barat 12. Sumatera Utara
3. Jawa Tengah 13. Bali
4. DI Yogyakarta 14. NTB
5. Jawa Timur 15. NTT
6. Lampung 16. Sulawesi Utara
7. Sumatera Selatan 17. Sulawesi Selatan
8. Bengkulu 18. Sulawesi Tengah
9. Riau 19. Kalimantan Barat
10. Kepri 20. Kalimantan Timur
21. PAPUA
MEKANISME TRANSMISI VIRUS
TRANSOVARIAL
• Menurut Thavara (2006), mekanisme
transmisi transovarial ada 3 macam:
1. Nyamuk betina yang terinfeksi  bertelur 
larva infeksius.
2. Nyamuk betina tidak terinfeksi kawin dengan
nyamuk jantan yang terinfeksi secara
transovarial  penularan secara seksual 
ovarium nyamuk betina terinfeksi.
3. Nyamuk betina yang terinfeksi ovariumnya akan
diturunkan ke generasi berikutnya secara
genetik.
Salah satu penyebab terjadinya KLB DBD adalah :
berkaitan kelemahan imunitas populasi terhadap
pergesaran dominasi serotype

Dominasi serotype virus


Infeksi oleh serotype dominan

Swift kemampuan transmisi


Oleh imunitas populasi Barier Ab thd serotype sebelumnya
KLB oleh serotype baru
Distribusi serotype di beberapa kota di Indonesia

Palembang 1998
8%
8%
20%
19% 41%
42%
Jayapura 1994
Jakarta 2004 32%
30%
Yogyakarta 1996
Makassar 2007-2010 Merauke 2001
Bandung 2002 Sasmono et.al (2010)
4 1
3 2
Corwin 2001; Suwandono 2006; Porter 2005; Graham 1999; Richards 1997; Sukri 2003 Serotype Legend
Keterlambatan terstruktur (10-14
hari)

INKUBASI EKSTRINSIK (5-7 hari)

Infected Transmiss
ible

10-14 hari
INKUBASI INTRINSIK (5-7 hari)

Onset Infected
Fever
Transmiss
ible
PROSES ADMINISTRATIF (5-7 hari)

Fogging / Kill
Self Visit Report to Health
Mosquito
medicati Clinics/ Office
Virus had been
on Diagnosis Confirmation (PE)
SATUAN EPIDEMIOLOGI ( Rumah, TTU,TTS dll)
Rumah Sakit / Puskesmas

ABJ dalam denah (seluruh area tersebut yang terdiri dari Rumah
penduduk,Perkantoran, tempat-tempat umum ) harus > 95%
SEBARAN VEKTOR dan RESEPTIVITAS
PENYEBARAN VEKTOR MALARIA DI INDONESIA Capaian Persentase Kabupaten/Kota yang Melakukan
Mapping Vektor dari Tahun 2010 – Mei 2014
16 2
Indikator TARGET (RENSTRA KEMENKES TH 2010-2014)
12 12 8 2 26 16 24 11 4 22

14 8
2010 2011 2012 2013 2014
16
10
9 7 13
Persentase kab/ kota yang 30 40 50 60 70
6 melakukan mapping vektor
16 s/d Mei :
16
3 5 7 13 64,78 %
26.09 % 40 % 51.61 % 61,52 %
16 15
18

16 17
10 2 6
Kab/Kota yang melakukan mapping vektor
12
15
23
25
20
21 350 303

16 16 1 300 256

250
10 16 177
13 19 200

150 115
6 24 16 4 24 16
100
SPECIES YANG TELAH DIKONFIRMASI 50
1. An. aconitus 11. An. minimus 21. An. leucosphyrus
2. An. balabacensis 12. An. nigerrimus 22. An. parangensis 0
3. An. bancrofti 13. An. punctulatus 23. An. umbrosus
4. An. barbirostris 14. An. sinensis 24. An. vagus 2010 2011 2012 2013
5. An. farauti 15. An. subpictus 25. An. tesselatus
6. An. flavirostris 16. An. sundaicus 26. An. peditaeniatus
7. An. koliensis 17. An. annularis
8. An. letifer 18. An. barbumbrosus
9. An. ludlowae 19. An. karwari
10. An. maculatus 20. An. kochi

- Vektor melimpah/beragam & belum semua area reseptif


terpetakan dan dilakukan Intervensi
- Daerah yg sudah menerima sertifikat eliminasi tdr : daerah
yg masih reseptif dan daerah sudah tidak reseptif
Malaria DAPAT di Eliminasi TRANSMISI
KE MANUSIA HATI
TRANSMISI Sporozoi
KE MANUSIA tNukleus
HIpnozoit
Sporozoit

15-30 menit
Stadium P.
Ookista
9-12 vivax
Ookinet hari dormant
5.4 Sel hati
12-36 hari terinfeksi
Sigot
Diploi jam Sison O
IRS
d 1 jam A
LLIN Eksflagelas
Larvasida i
15 DARAH M
Makro- menit
gametosit
9 hari Merozoit

Siklus
TRANSMISI KE menyebabka
NYAMUK n gejala klinis
Gametosit 43 – 48
jam
cinci
Sison
n
Trophozo
it
FAKTOR EPIDEMIOLOGI DLM PENULARAN PPTVZ

MAN U SIA VEKTOR


I I
S S N N
A F N F
K
I
E
H PEJAMU E
C
T
O
N
E
C
A T
T I I
T F F

SOSIO-EKONOMI BIOLOGI
LINGKUNGAN
FISIK

Virus Parasit
PENYEBAB
dll Plasmodium
SURVEILANS DALAM PENDEKTESIAN
PENYAKIT TULAR VEKTOR dan
ZOONOTIK
Surveilans
Vektor
140

Surveilans Penularan
120
meningkat
Faktor Resiko Surveilans
100
Kasus
80

60

40

20

0
J P M A M J J A S O N D
PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN
FAKTOR RESIKO
 Di wilayah dengan tingkat reseptivitas
vektor yang sesuai di lokasi tersebut seperti
larvasida atau manajemen lingkungan
tinggi,untuk menurunkan reseptivitas bila
perlu dilakukan pengendalian

 di Lokasi fokus dengan penularan setempat


dilakukan pengendalian vektor yang sesuai di
lokasi tersebut seperti IRS atau pembagian
kelambu berinsektisida
CONTOH HASIL RISKHUS

KONFIRMASI PATOGEN PADA TIKUS DAN KASUS


2. b.HASIL PEMERIKSAAN LAB (RESERVOIR) BELUM TERLAPORKAN

Tabel 2.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Tular Reservoir


Tabel 5.2 Patogen pada Tikus yang baru/belum terlaporkan
Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Tular Reservoir Tikus positif penyakit Tikus positif penyakit
Tikus Leptospirosis Kasus Terlaporkan Hantavirus Kasus Terlaporkan
Provinsi
Prov Keterangan Keterangan
Leptospirosis Hantavirus (%) (2014) (%) (2014)
MAT PCR ELISA PCR MAT PCR ELISA PCR
S S S S S S S S
Diperiksa Positif Diperiksa Positif Diperiksa Positif Diperiksa Positif DKK,Puskesmas,Ru
1. SUMSEL 2,0 11,5 - 9,2 63,6 - DKK,Pusk,RS
293 8 (2,7%) 357 49 (13,7%) 355 33 (93%) 33 21 (63,6%) mah Sakit
1. SUMSEL

215 5 (2,3%) 222 15 (6,8%) 233 37 (15,9%) 37 17 (45,9%) DKK=32,Puskesmas


2.JATENG 2,2 6,7 81 14,3 45,9 - DKK,Pusk,RS
2. JATENG =15,Rumah Sakit=34

256 7 (2,7%) 277 28(10,1%) 317 15 (4,7%) 15 8 (53,3) DKK,Puskesmas,Ru


3. SULTENG 3. SULTENG 2,7 11,3 - 5,5 53,3 - DKK,Pusk,RS
mah Sakit
4. PAPUA 230 5 (2,2%) 233 38 (16,3%) 241 4 (1,7%) 4 4 (100%)

DKK,Puskesmas,Ru
TOTAL 994 27 (2,7%) 1089 136 (12,5%) 1146 86 (7,5%) 86 77 (89,5%) 4. PAPUA 3,5 16,3 - 1,7 100 - DKK,Pusk,RS
mah Sakit
APA ITU VEKTOR ??
VEKTOR
Permenkes 374/2010 , Vektor adalah Artropoda
yang dapat menularkan, memindahkan dan/atau
menjadi sumber penular penyakit terhadap
manusia
IHR 2005, Vektor adalah serangga atau hewan lain
yang biasanya membawa bibit penyakit yang
merupakan suatu risiko bagi kesehatan masyarakat
VEKTOR
 Binatang yg dpt menularkan/memindah- kan
dan atau menjadi sumber penular penyakit thd
manusia seperti :
-serangga,
-tikus
-anjing
-kucing
-binatang lainnya
SIKLUS HIDUP NYAMUK
TELUR NYAMUK
PERBEDAAN JENTIK BEBERAPA GENUS

1 CULEX 2 3
AEDES MANSONIA

4
ANOPHELES
SPESIES NYAMUK
MORFOLOGI NYAMUK

Thorax Antene

Palpi

Sayap (costa)

Femur Proboscis
Tarsus
PERKIRAAN UMUR NYAMUK

1-2 hr

6-8 hr 8-12 hr

1-2 hr

Betina 1-3 bln


KEBIJAKAN
oPeningkatan Pencegahan & Pengendalian Faktor Risiko
oPeningkatan Penemuan & Tatalaksana Penderita/Kasus
oPeningkatan Surveilans Epidemiologi & Penanggulangan
Wabah
oPeningkatan KIE dlm Pencegahan & Pengendl Penyakit
oPengendalian Vektor Terpadu
oPeningkatan PSM & Jejaring Kemitraan
SURVEILANS / SURVEILANS
VEKTOR
Pengertian ;
Survei....?? Surveilans... ?? & Surveilans Vektor...??

Pengumpulan Data.. ??

Penyelidikan dan
penanggulangan KLB.. ??

Surveilans Vektor...?? 37
Berdasarkan sasaran penyelenggaraan,
Surveilans Kesehatan terdiri atas:

a. surveilans penyakit menular;


b. surveilans penyakit tidak menular;
c. surveilans kesehatan lingkungan;
d. surveilans kesehatan matra;dan
e. surveilans masalah kesehatan lainnya.
Surveilans kesehatan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:

a. Surveilans sarana air bersih;


b. Surveilans tempat-tempat umum;
c. Surveilans pemukiman dan lingkungan perumahan;
d. Surveilans limbah industri, rumah sakit dan kegiatan lainnya;
e. Surveilans vektor dan binatang pembawa penyakit;
f. Surveilans kesehatan dan keselamatan kerja; dan
g. Surveilans infeksi yang berhubungan dengan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
RUANG LINGKUP SURVEILANS VEKTOR DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN PPBB
MENGENALI SITUASI PENYAKIT Identifikasi Vektor
- Endemis Penyakit P2B2 & Lingkungan
- Riwayat PenyakitP2B2 /Receptivitas

Mapping/efikasi/
IDENTIFIKASI TINGKAT TINGKAT Uji kerentanan
INDIKATOR
Breeding, KEPADATAN KERENTANAN
PREVALENSI
Feeding, Resting VEKTOR VEKTOR
P2B2
Places

REVIEW BERBAGAI CARA VECTOR CONTROL P2B2

ALTERNATIF PILIHAN METODE VECTOR CONTROL:


1Manajemen Lingkungan PENGENDALIAN
2Mencegah Kontak dg Vektor (Individu & Keluarga)
3Biological Control
4Chemical Control

PERENCANAAN PROGRAM

MONITORING PROGRAM
Bio assay,
uji presipitin
EVALUASI PENCAPAIAN INDIKATOR

TUJUAN PENURUNAN POPULASI VEKTOR & TRANSMISI P2B2 DICAPAI


SURVEI AEDES AEGYPTI DEWASA
PEMANTAUAN &
PENGENDALIAN TELUR AEDES
PEMANTAUAN DAN PEBERANTASAN JENTIK
Pengamatan Perilaku Nyamuk Menghisap Darah
(Outdoor-Indoor)
Pengamatan dan Pengukuran Karakteristik Habitat
Jenis habitat, luasan, kedalaman, ketinggian, dasar habitat, suhu air, pH air,
salinitas air, arus air, dan keberadaan gulma air.
Nyamuk A. sundaicus Hinggap di Badan Per Orang Per Jam
(MHD) di Padangcermin

8.00

6.00
MHD

4.00

2.00

0.00
18-19 19-20 20-21 21-22 22-23 23-24 24-01 01-02 02-03 03-04 04-05 05-06

MHD di luar rumah 4.09 3.22 2.91 3.44 4.56 5.43 6.64 6.71 6.97 6.21 4.43 3.08
MHD di dalam rumah 3.66 2.71 2.31 2.76 3.78 4.48 5.21 5.49 5.69 4.99 3.33 2.12
MHD Rata-rata 3.88 2.97 2.61 3.10 4.17 4.96 5.93 6.10 6.33 5.60 3.88 2.60
Jam pengamatan
Tempat Anopheles spp. Beristirahat Pagi Hari
di Padangcermin
Lokasi Anopheles Beristirahat Persen
1. Luar Rumah
- Rumput 44,34
- Dinding luar rumah 55,66
Jumlah 100
2. Dalam rumah
- Kelambu 30,5
- Pakaian menggantung 15,25
- Dinding dalam rumah 32,55
- Sapu lidi 9,38
- Tumpukan kayu 12,32
Jumlah 100
Bedah Nyamuk Untuk
Melihat Paritas
• UMUR NYAMUK
• KONTAK DENGAN MANUSIA
• FREKUENSI MENGGIGIT
• KERENTANAN
• KEPADATAN
DASAR PENGENDALIAN VEKTOR

• INDENTITAS VEKTOR SASARAN


• BIOEKOLOGI VEKTOR SASARAN
• PILIH ALTERNATIF CARA CONTROL
• PILIH PESTISIDA (MANAGEMENT)
• TENTUKAN CARA & WAKTU APLIKASINYA
KONSEP VEKTOR KONTROL:
Putuskan mata rantai siklus populasi
vektor !
INTERVENSI INTERVENSI
Hujan Kering Hujan

LEDAKAN POPULASI POPULASI MINIMUM LEDAKAN POPULASI


Jenis-jenis Habitat Perkembangbiakan Anopheles

Tambak terbengkalai Bak benur terbengkalai Kolam Lagun Rawa-rawa

Parit Sungai Sawah Saluran irigasi Sumur

Tambak dan bak benur


terbengkalai merupakan
habitat utama A.sundaicus.

Kubangan Kobakan Bak air


INDOOR OUTDOOR

P
S
N
54
Hasil Survei di Bandarlampung, Februari 2012
STRATEGI PENGENDALIAN VEKTOR
 Peningkatan dukungan peraturan dan perundangan
 Peningkatan profesionalisme
 pengendalian vektor dilaksanakan secara
terintegrasi-terpadu : (integrasi kegiatan, sdm,
lokasi, metode, waktu, dll).
 tindakan pengendalian vektor harus berdasarkan
fakta (evidance based) , pengendalian faktor resiko
dan Ramah Lingkungan/go green,
 pengendalian vektor melibatkan peran serta
masyarakat ( psn dbd, pengelolaan lingkungan,
penggunaan kelambu, dll) dan Menggalang
Kemitraan
 Pengaturan penggunaan insektisida mengacu pd
standar who dan komisi pestisida.
Pengendalian Vektor Organochlorin
Metode
Organofosfat
Fogging
Karbamat IRS
Pyrethroid ULV
Kimia
Repelen

Dewasa Biologis ? Jantan mandul

Pengelolaan/Manipulasi Cattle barier


Vektor
lingkungan
Kimia Larvisida - Abate dll
Abate, IGR
- Penyemprotan/pelepasan
Bacillus (Pathogen)
Biologis Parasit - Pelepasan/pemeliharaan ikan
Pra Dewasa
Predator - Mesocyclop
- Pengeringan berkala
Pengelolaan/Manipulasi
lingkungan - Pengaturan pola tanam
- Pembersihan lumut - Pembersihan lumut/sampah/rumput
- Penimbunan - Pemanfaatan kolam secara intensif
- Mengalirkan
- Penggelontoran dgn membuat Dam
- Mengalirkan genangan air
-Penimbunan TP

Alamiah Hujan, Banjir


INSEKTISIDA (PENGENDALIAN SECARA KIMIA)
UNTUK VEKTOR PENYAKIT

ORGANOKHLORIN
DDT, BHC, DIELDRIN

ORGANOFOSFAT
MALATHION, FENITROTHION, TEMEPHOS

KARBAMAT
BENDIOCARB

PYRETHOID
DELTAMETHRIN, BIFENTHRIN, PERMETHRIN,
ALPHAMETHRIN
NN
Metode Pengendalian Vektor
(PP 66/2014 tentang Kesling)

• Fisik
• Bilogi
• Kimia
• Pengelolaan lingkungan
• Terpadu
ALAT UNTUK PENGENDALIAN VEKTOR
SECARA KIMIAWI
1. Space spraying.
Space spraying bersifat knock down effect.
• Terdapat 2 macam cara space spraying:
1) Sistim panas (Thermal fogging)
2) Sistim dingin (Cold spraying) - ULV.

2. Residual / Surface spraying


Insektisida yang digunakan bersifat racun perut.
Indoor, Serangga merayap, high volume surface spray,
efek residual.
contoh : Mist Blower,
Spraycan (Compression sparayer),
ULV electric portable (high pressure)
1. SPACE SPRAYING

Sistim panas (Thermal fogging)

Sistim dingin (Cold spraying)


ALAT PENGENDALIAN VEKTOR
Mesin fog ULV
Spay Can

Mist Blower

Kelambu
2. RESIDUAL SPRAYING
Mist Blower

Spraycan (Compression sparayer),

ULV electric portable (high pressure)


Bahan (Insektisida) yang digunakan :
1. Sudah terdaftar di Komisi Pestisida (KOMPES)
2. Sesuai rokomendasi WHO (WHOPES)
3. Tahun produksi
4. Ramah lingkungan, toksisitas rendah (LD 50)
5. Efektif sesuai tujuan (mempunyai daya bunuh
terhadap target vektor dan tidak membunuh predator
lain).
6. Efisien (mempunyai daya residu panjang).

Referensi : Pedoman Penggunaan Insektisida


(Pestisida), Kemenkes 2012
ALAT PELINDUNG DIRI
1. Helmet
2. Masker
3. Sarung tangan
4. Wearpack
5. Sepatu boot

ALAT PENDUKUNG
Membantu pencahayaan : senter kepala, dll
Pemantauan Status
Resistensi/Kerentanan Nyamuk
(Pedoman Penggunaan Insektisida, 2012)

• Dilakukan secara berkala 1-2 tahun sekali


• Untuk setiap sasaran di satuan eko-
epidemiologi
Konsep Pengendalian Vektor Secara
Kimia
Permenkes 374/ 2010

• Pengendalian dengan metode kimia


merupakan alternatif pilihan terakhir
• Pengendalian vektor yang menggunakan
bahan-bahan kimia harus dilakukan oleh
tenaga entomolog kesehatan dan tenaga lain
yang terlatih
KENAPA PERLU KETERPADUAN
• Setiap metode pengendalian (baik fisik, biologi, kimia) mempunyai kelebihan dan
kekuranganperlu ada keterpaduan 2/lebih metode sehingga saling melengkapi
• Nyamuk mempunyai 2 siklus hidup yi dewasa (di udara) dan pra dewasa (di Air) 
meningkatkan keberhasilan pengendalian harus mengendalikan dewasa dan pra
dewasanya sekaligus ( 2 /lebih metode sekaligus),mis PSN Plus dan
fogging/penanaman tanaman anti nyamuk
• Dalam satu kegiatan bisa memberikan dampak pada lebih dari satu penyakit
misalnya PSN Plus disamping menurunkan DBD juga Zika ( vektornya sama yi
Aedes aegypti)
• Masalah pengendalian Vektor(nyamuk) menyangkut masalah yang komplek (tidak
hanya sektor kesehatan) dan karena ada keterbatasan Sumber Daya di salah satu
unit/sektor maka perlu ada keterpaduan dengan unit/sektor lain yang mempunyai
tujuan yang sama.
• PengendalianVektor harus ramah lingkungan sehingga mengurangi penggunaan
pestisida/bahan kimia (alternatif terakhir)
• Pengendalian vektor harus berlangsung secara terus menerus dan mempunyai
cakupan yang luas sehingga harus melibatkan masyarakat dan dipilih yang paling
ekonomis
Pemilihan
METODE PENGENDALIAN VEKTOR
DAN INSEKTISIDA

Metode Keuntungan Keterbatasan


Environmental
management

Chemical control

Biological control
DAUR HIDUP NYAMUK
Pengertian Pengendalian Vektor
Terpadu (PVT)
• Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
merupakan pendekatan yang menggunakan
kombinasi beberapa metode pengendalian
vektor yang dilakukan berdasarkan azas
keamanan, rasionalitas dan efektifitas
pelaksanaannya serta dengan
mempertimbangkan kelestarian
keberhasilannya (Permenkes 374/2010 tentang
Pengendalian Vektor)
Kriteria IVM - PVT

Pengendalian penyakit tular vektor

IVM/PVT

Evidense
* Ekonomis &
Partisipasi Penggunaan Dukungan
base masyarakat Pestisida peraturan berkelanjutan
rasional
Pengendalian Vektor Terpadu

Fisik (PSN
3M, kelambu,
dll)

Penyuluhan Pengendalian Biologi


/pemberda
yaan
Vektor (bakteri,
Terpadu ikan, dll)
masyarakat

Kimia
(larvasida,
fogging)
Konsep IVM
• Konsep IVM : target penggunaan metode vektor control
secara tunggal atau kombinasi untuk mencegah/menurunkan
kontak vektor-manusia dan transmisi , secara cost efektif, dan
secara berkesinambungan (WHO, Adler,1998)
• Karakteristik IVM :
– Environtmently sound
– Intersectoral
– Selektif
– Targeted
– Cost efektif
– Sustainable
• IVM menggunakan rentang intervensi, termasuk manajemen
lingkungan, penggunaan insektisida yang bijaksana dan aman.
Guidelines : Integrated Vector Management (IVM)

IVM training IVM policy IVM handbook IVM M&E

2009-2012
PENTINGNYA KEMITRAAN
• Kerjasama meningkatkan efisiensi dan
menambah sumber tenaga atau keahlian yang
ada
• Memperluas networking
• Memudahkan advokasi ke segala arah
• Mempermudah dan mempercepat
komunikasi/diseminasi informasi
• Mendapat dukungan dari banyak arah
TEKNOLOGI TEPAT GUNA
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan Spesifikasi :
1. Botol bekas 1,5LPlastik hitam
Pemberdayaan Masyarakat 2. Steples
3. Solasi hitan
4. Kassa Ø 2mm 15 x 15 cm

Panduan operasional
1. Isi Larvatrap dengan air maximal 1
(satu) cm diatas barier tengah.
2. Letakkan Larvatrap di tempat yang
dimungkinkan nyamuk akan bertelur
3. Amati Larvatrap kurang labih 2 minggu
sekali untuk melihat adanya telur
nyamuk.
4. Apabila membuang air dari larvatrap
dengan cara buang air Larvatrap di
Larvatrap (BBTKLPP Jakarta) tanah yang kering (agar air tidak
tergenang)
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan Spesifikasi :
1. Ban bekas
2. Besi Ø 5mm 1m
3. Kran
Pemberdayaan Masyarakat

Panduan Operasional
1. Satu ban tergantung ukurannya dibuat menjadi ovilanta menjadi
beberapa bagian. Dibuat lubang yang berfungsi sebagai saluran
buang di tengah cekungan, diisi air, lalu pada ujung kanan dan kiri
taruh kertas untuk tempat nyamuk betina bertelur nantinya.
2. Gantungkan alat di tempat teduh yang tak terganggu air hujan
dalam 1 minggu air yang ada harus dikuras minimal 2 kali.
3. Siapkan wadah yang diatasnya dilengkapi saringan seperti kaos
putih, lalu membuka saluran yang ada di tengah cekungan ban
sehingga air mengalir keluar
4. Cek kertas untuk telur nyamuk dan bila ada hancurkan dengan
cara membakar/ merendamnya dalam cairan klorin.
5. Tempatkan di tempat terbuka agar bisa ditempati oleh nyamuk
untuk bertelur
6. Amati ovilanta kurang labih 1 minggu sekali untuk melihat adanya
telur nyamuk
7. Apabila ada telur nyamuk segera buang airnya dengan cara
membuka kran di bagian bawah ovilanta
8. Buang air dari ovitrap pada tanah yang kering ( agar tidak
Ovilanta Ulibari (Laurentian University) tergenang)
dan (BBTKLPP Surabaya)
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan Spesifikasi :
1. Timba 3L
PENDEKATAN PROGRAM 2. Corong plastik Ø 20 cm
3. Lembaran mika Ø 18 cm

Perkiraan Biaya /Unit


Rp. 20.000/ unit

Panduan operasional
1. Isi Larvatrap dengan air maximal 1
(satu) cm diatas barier tengah.
2. Letakkan Larvatrap di tempat yang
dimungkinkan nyamuk akan bertelur
3. Amati Larvatrap kurang lebih 2 minggu
sekali untuk melihat adanya telur
nyamuk.
4. Apabila membuang air dari larvatrap
dengan cara buang air Larvatrap di
tanah yang kering (agar air tidak
tergenang)
Penjebak Nyamuk (BBTKLPP Surabaya)
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan Spesifikasi :
1. Gelas 50 cc
Lilin Pengusir Nyamuk Ramah Lingkungan 2. Lilin parafin
(BBTKLPP Surabaya) 3. Minyak sereh (Andropogon sp)

Perkiraan Biaya /Unit


Rp. 2500/ unit

Panduan Operasional
1. Nyalakan lilin pengusir nyamuk dengan
korek api
2. Tempatkan lilin pengusir nyamuk pada
ruangan yang diinginkan

Catt.
1 lilin pengusir nyamuk dapat bekerja efektif
untuk ruangan dengan ukuran 4 x 4 m
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan Spesifikasi :
1. Pot plastik warna hitam Ø 15cm
PENDEKATAN PROGRAM 2. Fan Ø 4”
3. Kabel
4. Knop no/off
5. Lampu penarik serangga (warna ungu)
6. Kayu 15 x 15 x 2 cm (sebagai dasar)

Perkiraan Biaya /Unit


Rp. 75.000

Panduan Operasional
1. Nyalakan Mosquito trap dengan
menyambungkan kabel dengan power listrik
220Volt.
2. Kemudian tekan saklar untuk menghidupkan
alat (posisi ON)

Perangkap Nyamuk
(BBTKLPP Yogyakarta)
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan Spesifikasi :
1. Paralon Ø 4”
2. Dop Tutup Ø 4”
3. Fan Ø 4”
PENDEKATAN PROGRAM 4. Aerator DC 10 cm
5. Lem
6. Kabel
7. Knop no/off
8. Lampu indicator
9. Asesories paralon

Perkiraan Biaya /Unit


Rp. 350.000/ unit

Panduan Operasional
1. Buka penutup bagian atas pipa, lalu isi air bersih sebanyak 2L
2. Masukkan minyak sereh sebanyak 2 sendok makan kedalam
pipa utama yang berisi air bersih, kemudian pipa ditutup
rapat memakai penutup yang tersedia
3. Bawa dan tempatkan alat pengusir nyamuk pada ruangan
yang diinginkan
4. Sambungkan kabel dengan power listrik 220Volt.
5. Perhatikan lampu indikator yang menyala dengan warna
merah (indikator alat bekerja baik)
Pengusir Nyamuk Insect Contro Air 6. Kemudian tekan saklar untuk menghidupkan alat
System (ICASS) (BTKLPP Batam)
Opsi TTG Pengendalian Vektor DBD
Bahan dan spesifikasi :
1. Plat aluminiun 2mm” 1m2
2. Fan Ø 4”
PENDEKATAN PROGRAM 3. Kabel
4. Knop no/off
5. Lampu indicator
6. Lampu penarik serangga
7. Minyak sreh (Andropogon sp)

Perkiraan Biaya /Unit


Rp. 1.250.000/ unit

Panduan Operasional
1. Buka penutup bagian atas alat dengan cara
menarik pengait, lalu isikan 1 (satu) sendok
minyak sereh pada tempat yang disediakan
2. Tutup kembali penutupnya
3. Nyalakan Mosquito trap dengan
menyambungkan kabel dengan power listrik
220Volt.
4. Perhatikan lampu indikator yang menyala
dengan warna merah (indikator alat bekerja
baik)
Mosquito Trap (BBTKLPP Surabaya) 5. Kemudian tekan saklar untuk menghidupkan
alat (posisi ON)
WHO recommendation

PESTICIDES USED IN PUBLIC


HEALTH
1. Susceptibility status or target organisms
2. Safety to humans.
3. Impact on the environment.
4. Method of application
5. Application equipment
6. Cost
Monitoring & Evaluasi Penggunaan
Insektisida
Susceptibility Test
Tujuan : mengetahui kerentanan vektor terhadap
insektisida yang sudah atau sedang digunakan untuk
pengendalian vektor di suatu lokasi.

Manajemen resistensi : rotasi penggunaan pestisida


PETA HASIL UJI RESISTENSI DI
INDONESIA Status N %
Rentan 54 9,80
Toleran 75 13,61
Resisten 422 76,59
Sumber : Badan Litbangkes, 2016

89
Sumber : Insecticide Resistance Action Committee (IRAC), 2006
CARA MENCEGAH TERJADINYA
RESISTENSI VEKTOR
1. Menggunakan satu golongan dan jenis insektisida yang
sama di satu kawasan epidemiologi/penularan.

2. Menggunakan dosis insektisida yang tepat, agar dosis tepat


perlu :
- Mesin fog yang terpelihara dan terkalibrasi.
- Pelatihan petugas, terutama yang baru.
- Pengenceran formulasi yang tepat
- Kecepatan aplikasi yang standar
- Waktu aplikasi yang tepat.

3. Pemantauan tk resistensi vektor (tiap tahun)

4. Rotasi pemakaian insektisida.


(Srt Dirjen PPM-PL: PL.04.01.7.877, tgl 31 Oktober 2005)
ROTASI PENGGUNAAN PESTISIDA

• Pengelolaan penggunaan pestisida untuk


pengendalian vektor dalam satu satuan eko-
epidemiologi tidak bisa menggunakan pestisida
dengan jenis dan cara kerja (mode of action)
yang sama secara terus menerus.
• Pergantian jenis dan cara kerja pestisida untuk
pengendalian vektor harus dilakukan dalam
periode waktu maksimal 2-3 tahun atau 4-6 kali
aplikasi. Penggantian bisa dipercepat sesuai
dengan hasil monitoring status kerentanan.
TANTANGAN
 PENGENDALIAN VEKTOR BELUM KOMPREHENSIF,BERKESINAMBUNGAN dan
CAKUPAN RENDAH
 PENGENDALIAN VEKTOR SECARA KIMIAWI MASIH MENJADI PILIHAN UTAMA DALAM
PPBB  kurang ramah lingkungan
 PENGGUNAAN INSEKTISIDA YANG TIDAK RASIONAL
 INFORMASI VEKTOR BELUM MENJADI KEKUATAN UTAMA UNTUK DIGUNAKAN
SEBAGAI DASAR PENGENDALIAN VEKTOR  kurangnya data vektor
 RESISTENSI VEKTOR TERHADAP INSEKTISIDA
 MOBILITAS PENDUDUK
 TUNTUTAN MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN PRIMA DALAM PENGENDALIAN
VEKTOR & SERANGGA PENGGANGGU.
 PERUBAHAN IKLIM
 PERAN SERTA MASYARAKAT ,SWASTA dan LS/LP KURANG
 MAKIN KUATNYA TUNTUTAN TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP (GO GREENS)
Contoh Fogging yang tidak tepat
sasaran
Berantas nyamuk dengan fogging, puluhan santri justru keracunan hirup asap
Senin, 21 November 2016 16:25 WIB | 3.256 Views
Pewarta: Destyan Hendri Sujarwoko

Ahad , 20 August 2017, 20:20 WIB


Rescue Perindo Fogging Pemukiman Padat di
Tangsel
Red: Bilal Ramadhan
Humas Perindo
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai