Anda di halaman 1dari 47

KEBIJAKAN NASIONAL MALARIA

MENUJU ELIMINASI

dr. Elvieda Sariwati,M.Epid.


Kasubdit Malaria – Direktorat P2PTVZ
Ditjen P2P, Kemenkes RI
Curriculum Vitae
• Nama : dr. Elvieda Sariwati,M.Epid
• Tempat/tgl lahir : Bengkulu, 20 Januari 1976
• Alamat email : vielang@yahoo.com
• No HP : 081316033031
• Pekerjaan
• Dokter Puskesmas Long Bawan-Kec Krayan, Kab Nunukan – Kaltim, 2000 - 2002
• Staff Teknis Subdit Surveilans 2003 - 2010
• Kepala Seksi Bimbev Subdit Malaria 2010 - 2014
• Kepala Subdit ISPA 2014-2016
• Kepala Subdit Malaria 2016 - sekarang
• Pendidikan
• Dokter - Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia(FKUI) – 1999
• Magister Epidemiologi – FKM UI – 2011
Sistematika

• Latar Belakang
• Situasi Malaria
• Kebijakan dan Strategi
• Isu Resistensi
• Tantangan
• Kesimpulan
LATAR BELAKANG
Golongan Kaya dan terkenal meninggal akibat Malaria Golongan kaya dan terkenal pernah sakit Malaria
Penduduk yg berakitfitas dekat dan tinggal di Penduduk yang tinggal daerah kurang
hutan spt penambang emas ilegal, penyamak karet
dll
terpelihara lingkungannya
PERMASALAHAN MALARIA
Turunnya PAD

Turunnya kunjungan Turunnya Turunnya kecerdasan


wisata produktivitas kerja anak

MENINGKATNYA
KASUS MALARIA

Faktor Faktor Faktor


EPIDEMIOLOGI MANAJEMEN DUKUNGAN
PROGRAM KEMITRAAN

-Tingginya mobilitas penduduk -Terbatasnya mikroskop malaria -Masyarakat menganggap


-Tingginya keterpaparan penduduk -Terbatasnya sarana dan malaria bukan masalah
akan gigitan nyamuk prasarana program -Banyak mitra potensial
-Terdapatnya TPN alamiah maupun -Terbatasnya kwalitas SDM menganggap malaria urusan
“MAN MADE BREEDING PLACES” Program sektor kesehatan saja
KOMITMEN REGIONAL

• Negara negara ASEAN bersama dengan United States, Japan, China, Republic
of Korea, India, Australia dan New Zealand.
• Mempercepat pengendalian malaria menuju eliminasi di kawasan Asia Pasifik
pada tahun 2030.
PROGRAM PRIORITAS: PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT

RKP 2017 RKP 2018


PROYEK PRIORITAS
Advokasi NASIONAL
Regulasi
Pencegahan 1. Pencegahan dan
Gerakan
Masyarakat
dan Pengendalian TB dan
Pengendalian
Hidup
Penyakit HIV/AIDS
Penurunan Sehat
Kampanye Menular 2. Pengendalian
Stress dan
Hidup
Keselamatan
Berkendara Sehat Malaria
3. Pengendalian
2 Penyakit Tropis
Terabaikan/
Percepatan Pencegahan Neglected Tropical
Kawasan
Pelaksanaan dan Diseases
Tanpa Rokok Preventif Konsumsi Pengendalian
Narkoba dan Promotif Pangan
Minuman “Gerakan Sehat Penyakit
Keras Masyarakat Surveilans, Pencegahan
Sehat” Imunisasi, dan
Penyakit dan Pengendalian
Karantina Penyakit Tidak
Kesehatan Menular

Aktifitas Fisik
dan
Lingkungan
Konektivitas
Antarmoda Sehat PROYEK PRIORITAS PROYEK PRIORITAS
Transportasi
Pencegaha NASIONAL NASIONAL
n Penyakit
dan Deteksi 1. Peningkatan 1. Pengendalian Faktor
Dini Cakupan Imunisasi Risiko Penyakit Tidak
Dasar Lengkap Menular
11
PEMBIAYAAN PROGRAM MALARIA

• Studi merupakan hasil olah data Pembiayaan Program per Kapita (US$)
pembiayaan dari seluruh intervensi Menurut tingkat Endemisitas
$4.00
yang dilakukan terkait program $3.61
$3.50
malaria di Indonesia $3.00
• Berdasarkan studi yang dilaksanakan $2.50
pada tahun 2016, menunjukkan hasil $2.00 $1.68
bahwa pembiayaan malaria per kapita $1.50 $1.25

di daerah bebas dibanding daerah $1.00


$0.50
endemis rendah cukup besar bedanya $0.19
$-
($ 0,19 & $ 1,25). Bebas Endemis Endemis Endemis
Rendah Sedang Tinggi
Situasi dan Progres Pengendalian Malaria
INDIKATOR UTAMA (2015-2019)

• Jumlah Kab/kota yang mencapai eliminasi malaria  RPJMN


• Jumlah Kab/Kota yang mencapai API < 1 per 1000  Renstra
Kemenkes
• % Kasus malaria yang dikonfirmasi Laboratorium  Janji Presiden
• % Kasus malaria yang diobati dengan ACT (sesuai standard) Janji
Presiden
API dan Kasus Positif Malaria Per Provinsi di Indonesia 2016
Papua 39.93 Papua 128,066
Papua Barat 10.20 26,907
NTT 5.17 Papua Barat 9,110
Maluku 3.83 6,569
Maluku Utara 2.44 Sumatera Utara 3,503
Bengkulu 1.36 3,298
Sulawesi Utara 0.72 Maluku Utara 2,888
Kalimantan Selatan 0.52 2,595
Sulawesi Tengah 0.48 Sumatera Selatan 2,233
Sulawesi Tenggara 0.48 2,117
Sulawesi Utara
Lampung
Kepulauan Riau
0.40
0.36
1,752
1,410
API Nasional Sebesar 0,84
Kalimantan Timur 0.35 Kalimantan Timur 1,228
1,226
dengan kasus sebanyak
Sumatera Selatan 0.27
Sumatera Utara 0.25 NTB 1,168 200.183, 87% Kasus berasal
NTB 0.24 1,091
Kalimantan Tengah 0.19 Sulawesi Selatan 992 dari KTI.
Gorontalo 0.15 532
Jambi 0.14 Kepulauan Riau 526
Sulawesi Selatan 0.12 490
Bangka Belitung 0.11 Kalimantan Tengah 474
Sumatera Barat 0.10 323
Sulawesi Barat 0.09 Jawa Timur 303
Kalimantan Barat 0.06 297
Aceh 0.05 Aceh 243
Kalimantan Utara 0.03 176
Jateng 0.03 Riau 166
Riau 0.03 160
DIY 0.03 Sulawesi Barat 119
Jawa Timur 0.01 95
Jawa Barat 0.01 DKI 70
Banten 0.00 28
Bali 0.00 Kalimantan Utara 22
DKI 0.00 6

API per provinsi Tahun 2015


31.93

31.29

35.00
30.00
25.00
20.00
7.04

5.81

15.00
2.77

2.03

1.08

0.88
0.85

0.68

0.68

0.57

0.49

0.49
0.47

0.46

0.42

0.42

0.41

0.35

0.31

0.17

0.14

0.13

0.08
0.10

0.10

0.06

0.03

0.03
0.00

0.00

0.00

0.00

0.00
10.00
5.00
0.00
Progress Situasi Malaria menurut Kab/Kota Tahun 2009-2016
2016
2009

Kabupaten/Kota
No Kategori
JUMLAH %
1 Bebas Malaria 247 48 %
2 Endemis Rendah 166 33 %
3 Endemis Menengah 60 11 %
4 Endemis Tinggi 41 8%
Total 514 100.0 %
PENCAPAIAN ELIMINASI MALARIA KAB/KOTA
s.d 2016
NO PROVINSI KAB/KOTA ELIMINASI % NO PROVINSI KAB/KOTA ELIMINASI %
17 Sulawesi Utara 15 3 20%
1 Aceh 23 18 75%
18 Sulawesi Barat 6 1 17%
2 Sumatera Utara 33 18 52% 19 Sulawesi Tenggara 14 8 57%
3 Sumatera Barat 19 16 84% 20 Sulawesi Tengah 13 3 23%
4 Riau 12 7 58% 21 Sulawesi Selatan 24 14 58%
5 Kepulauan Riau 7 3 30% 22 Gorontalo 6 2 33%
6 Jambi 11 3 27% 23 Kalimantan Tengah 14 5 36%
24 Kalimantan Barat 14 2 14%
7 Bengkulu 10 3 30%
25 Kalimantan Timur 10 3 30%
8 Sumatera Selatan 17 7 41% 26 Kalimantan Selatan 13 4 31%
9 Bangka Belitung 7 5 71% 27 Jawa Barat 27 23 85%
10 Lampung 15 5 33% 28 Jawa Tengah 35 28 80%
11 NTB 10 3 30% 29 Jawa Timur 38 37 97%
30 DIY 5 4 80%
12 NTT 22 0 0%
31 Banten 8 6 75%
13 Maluku 11 0 0% 32 Bali 9 9 100%
14 Maluku Utara 10 0 0% 33 DKI 6 6 100%
15 Papua Barat 13 0 0% 34 Kalimantan Utara 5 1 20%
16 Papua 29 0 0% NASIONAL 511 247 48%
17
Capaian Indikator KSP per Provinsi Tahun 2016
Persentase Konfirmasi Laboratorium
120%
100%
80%
60%
40%
20%
0%

% Konfirmasi Target

120% Persentase Pengobatan Sesuai Standar


100%
80%
60%
40%
20%
0%

% Pengobatan Target
Persentasi Kasus Malaria Per Parasit Tahun 2016
100%

90%

80%

70%

60%

50%

40%

30%

20%

10%

0%

Pf Pv Lainnya
Kebijakan dan Strategi
Eliminasi malaria adalah suatu upaya untuk
menghentikan penularan malaria setempat dalam satu
wilayah geografi tertentu, dan bukan berarti tidak ada
kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor di
wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan
kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali
SKEMA PENTAHAPAN ELIMINASI MALARIA
MASUK TAHAP PEMELIHARAAN

MASUK TAHAP PRA ELIMINASI MASUK TAHAP ELIMINASI

Kasus
Indigenous nol
< 1 kasus/1000
SPR < 5% penduduk berisiko
3 Tahun

Pemberantasan Pra Eliminasi Eliminasi Pemeliharaan

Reorientasi Reorientasi
program menuju program menuju
eliminasi pemeliharaan
Milestone Pencapaian Eliminasi Malaria di Indonesia

2025 2027
Semua Semua
kab/kota provinsi
Target : 300
2030
kab/kota
Eliminasi
Target : 265 2019 malaria
kab/kota nasional
Capaian s.d. 2018
Target : 225 Agust : 251
Target : 285
kab/kota 2017
Capaian : 232
kab/kota
kab/kota 2016
Target : 245 kab/kota
Capaian : 247 kab/kota
2015
Intervensi Utama untuk Eliminasi Malaria
Lima elemen utama :
1 Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
2 Penemuan dan tata laksana kasus
3 Surveilans epidemiologi
4 Promosi kesehatan untuk pemberdayaan
masyarakat
5 Peningkatan sumber daya manusia

Dua elemen pendukung :


1 Memperkuat lingkungan strategis: komitmen
politik, dukungan lintas sektor, pembiayaan,
penguatan sistem kesehatan.
2 Memperluas riset dan inovasi untuk perbaikan
layanan pencegahan, penemuan dan
pengobatan kasus Malaria
KEBIJAKAN

Promotif Preventif Kuratif

Media KIE :
cetak, Kelambu Diagnostik :
elektronik Mikroskop dan
(TV/Radio IRS RDT
Spot),medsos
Larvasida Pengobatan :
Pemberdayaan Repellen ACT, Primakuin
masyarakat

KEBIJAKAN UMUM KEBIJAKAN


1. Pengendalian1.malaria dilaksanakan
Diagnosis sesuai
Malaria dengan
harus azas desentralisasi
dilakukan yaitu kabupaten/kota
dengan konfirmasi Laboratorium mikroskop
KEBIJAKAN
sebagai titik beratatau
manajemen program
1. Pencegahan tes diagnosis
penularan cepat (Rapid Diagnostic Test /RDT)
2. Penguatan kebijakan ditujukan untukmalaria melalui
meningkatkan manajemen
komitmen pemerintah vektor terpadu
pusat dan daerah dan
2. Pengobatan menggunakan Terapi kombinasi berbasis Artemisin (Artemisinin
upaya yang
dan meningkatkan lain
tatakelolayang terbukti
program efektif,
yang baik efisien,
serta peningkatanpraktis dan
efektifitas, aman.
efisiensi dan
mutu program. Based Combination Therapy /ACT) sesudah konfirmasi laboratorium.
3. Promosi program3. dilakukan
Layanan tatalaksana kasus malaria
dengan memanfaatkan Forumdilaksanakan oleh seluruh
Kemitraan Nasional fasilitas Pelayanan
Gebrak Malari
dan Memperkuat Kesehatan dan
inisiatif Upaya dilakukan
Kesehatan secara
Berbasis terintegrasi
Masyarakat. ke dalamJMD).
(Posmaldes, sistem layanan kesehatan
dasar nasional, regional dan internasional.
4. Memperhatikan komitmen
• Memperluas cakupan dan akses layanan yg bermutu.
• Penemuan dini dan pengobatan penderita sesuai standar
• Pencegahan dan Pengendalian Vektor serta faktor risiko secara terpadu
• Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat
• Menggalang dan penguatan kemitraan
• Penguatan dan pemanfaatan sistem informasi strategis
• Penelitian dan pengembangan program
• Promosi, advokasi dan mobilisasi sosial
• Meningkatkan kualitas SDM dan
ketersediaan logistik program
• Mendorong komitmen pemerintah daerah
dan pusat
STRATEGI SPESIFIK ELIMINASI MALARIA
Strategi spesifik Sasaran Tujuan Kegiatan Utama
•Kampanye kelambu berinsektisida secara
massal
daerah endemis tinggi
menurunkan
(khususnya Papua, •IRS di desa dengan API > 20 ‰ &
AKSELERASI jumlah kasus
Papua Barat, NTT, pengendalian vektor lain sesuai bukti lokal
secepat mungkin
Maluku)
•Perluasan Diagnosis Dini - Pengobatan
tepat
•Kelambu berinsektisida untuk
focus/kelompok berisiko tinggi
daerah yang
•Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan
mempunyai fokus- Menghilangkan
INT ENSIFIKASI komplit
fokus (daerah endemis fokus aktif
•IRS pada KLB & pengendalian vektor lain
sedang)
sesuai bukti lokal
•Penemuan kasus aktif
•Penemuan Dini - Pengobatan tepat dan
menghentikan komplit serta jejaringnya
penularan • Penyelidikan Epid. setiap kasus &
ELIMINASI daerah endemis rendah setempat/ respons dengan formula 1-2-5
menghilangkan •Pengamatan daerah reseptif dan
kasus indigenus pengendalian vektor sesuai bukti lokal
•Penemuan kasus aktif - MBS
• Surveilans Migrasi
mencegah • Penyelidikan Epid. setiap kasus &
PEMELIHARAAN daerah bebas malaria munculnya respons dengan formula 1-2-5
penularan malaria • Penguatan jejaring tatalaksana kasus
•Pengamatan daerah reseptif dan
pengendalian vektor sesuai bukti lokal
Salah satu strategi meningkatkan
akses layanan adalah dengan Public
Private Mix (PPM) / Kemitraan
pemerintah-swasta
Permenkes Tatalaksana Malaria
Perubahan Kebijakan Obat Anti Malaria

2011 DHP
secara
2008 DHP nasional
di Papua
and Papua
2004
Barat
ACT
(artesunate +
1973 amodiaquine
Resistensi
Klorokuin
Saat ini OAM yang digunakan program nasional adalah derivat
artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu:

 Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri


atas Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP).
1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihidroartemisinin
dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per – oral selama
tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut:
 Dihidroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB;

 Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB


Obat Anti Malaria Utama

• Malaria Falciparum :
DHP 3 hari + Primakuin 1 hari
• Malaria Vivaks & Ovale :
DHP 3 hari + Primakuin 14 hari
• Malaria Malariae :
DHP 3 hari
OBAT ANTI MALARIA

34
ISU & MEKANISME RESISTENSI
Resistensi P. falciparum di Dunia

WHO, 2004
Anti Malaria
RESISTENSI Drug Resistance
PLASMODIUM THD In Indonesia,
OBAT MALARIA
DI1978
INDONESIA
- 2003
Resistensi obat anti malaria (OAM)

 Tahun 1990an resistensi obat anti-malaria yaitu Klorokuin dan Sulfadoksin Pirimetamine
(SP) mengkhawatirkan di negara-negara endemis malaria termasuk Indonesia
 Tahun 2004 Kemenkes merubah kebijakan obat program dari klorokuin dan SP menjadi
Artemisinin based-Combination Therapy (ACT)  saat ini : Diidroartemisinin-Piperakuin
(DHP)
 Tahun 2005 WHO merekomendasikan agar seluruh negara menggunakan ACT untuk
pengobatan malaria.
 Resistensi aremisinin pertama kali dilaporkan di Kamboja bagian barat dan meluas ke
beberapa negara di Asia Tenggara.
 Per Juli 2016, telah terjadi resistensi artemisinin di 5 negara di kawasan Greater Mekong
(Cambodia, Lao PDR, Myanmar, Thailand dan Vietnam).
 Penyebab resistensi : penggunaan obat yang tidak rasional (tanpa konfirmasi lab, tanpa
resep dokter), penggunaan monoterapi artemisinin (tanpa kombinasi obat lain), obat sub
standard/palsu.
Efikasi Terapi dan Resistensi ACT di Indonesia: 2005-2013
Samarinda (2005): Tomohon
2010, 2011, Jayapura (2007):
AAQ for Pf malaria 2005: AAQ for Pf malaria
2012 : DHP for DHP vs AN for
2011, 2012 : DHP 2007: AL for Pf malaria
Pf and Pv Jayapura (2010, Pf and Pv
for Pf and Pv 2010, 2011, 2012, 2013 : malaria
malaria 2011, 2012):
malaria DHP for Pf and Pv malaria DHP for Pv and
Pf malaria

Timika (2010,
Keterangan: 2011, 2012): Timika (2005): DHP vs
• DHP=dihydroartemisinin-piperaquine; DHP for Pv AAQ for Pv and Pf
• AAQ=artesunate-amodiaquine; and Pf malaria malaria
• AL=artemether-lumefantrine; West Sumba East Sumba Timika (2005): DHP vs
• AN=artemisinin-naphtoquine; (2005): AAQ (2005): AAQ AL for Pv and Pf
malaria
• SP=sulphadoxine-pyrimethamine; for Pf vs SP for Pf
• Pf=P. falciparum; Pv=P. vivax malaria malaria
ISU DAN Tantangan
TANTANGAN PROGRAM MALARIA

 Koordinasi multi sektoral yang semakin kompleks dan kurang optimal


dalam upaya pengendalian yang lebih komprehensif dan terpadu.
 Belum optimalnya pemanfaatan potensi mitra, (sektor pemerintah,
swasta, masyarakat dan pasien)
 Pendekatan integratif, komprehensif, sinergis belum optimal
 Keterbatasan sumber daya pemerintah
 Kecenderungan donor dependence  ancaman bagi kesinambungan
program
 Meningkatnya potensi faktor risiko (lingkungan, iklim)
 Keterbatasan akses pelayanan kesehatan, daerah remote, terpencil.
Isu dan Tantangan Pengobatan
1. Akses dan Cakupan layanan (RS, klinik, DPS) – konsep PPM
2. Sosialisasi Standar Tatalaksana Malaria
3. Mutu layanan (morbiditas, pengobatan irrasional)
4. Layanan kefarmasian dan Directly Observed Treatment
5. Pengendalian Resistensi OAM  one gate policy, reserve drug policy, free market
control
6. Rujukan layanan.
7. Obat palsu (fake drug), Penggunaan OAM yg resisten
8. Ketersediaan OAM (Good Logistic Management Practice)
9. Kemasan obat (seleksi)
10.Sertifikasi  IDI, IAI
11.SPM, akreditasi RS.
12.Penggunaan ACT  Janji presiden
Update tentang Klorokuin dan SP
1. Klorokuin sudah tidak termasuk dalam kelompok obat malaria di DOEN maupun
Fornas sejak 2014.
2. SP sudah tidak termasuk dalamkelompok obat malaria di DOEN dan akan
diberlakukan juga untuk di Fornas (dalam proses)
3. Pertemuan BPOM, Program Malaria, Farmalkes, Industri Farmasi tentang
Klorokuin :
• Ditarik dari peredaran dengan mekanisme facing out, direlokasi ke 15 RS
sentra SLE hanya untuk pengobatan SLE
• Tidak ada registrasi dan ijin produksi baru
• Klorokuin digunakan untuk SLE sambil menunggu produksi dalam negeri
untuk Hidroksi klorokuin
KESIMPULAN
• Burden malaria tertinggi ada di Kawasan Timur Indonesia
• Stop Malaria Klinis
• Gunakan obat program yang terbukti efektif dan ampuh yaitu ACT (DHP)
• Penemuan dini dan pengobatan tepat merupakan langkah awal menuju
eliminasi
• Pengobatan bukan hanya untuk menyembuhkan perorangan namun
untuk memutus rantai penularan.
• Tenaga kesehatan mempunyai tanggungjawab kesehatan masyarakat
• Komitmen dan keterlibatan seluruh komponen bangsa diperlukan untuk
membebaskan masyarakat dari penularan malaria

Anda mungkin juga menyukai