Anda di halaman 1dari 14

TERAPI PERILAKU KOGNITIF (COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY)

PADA PASIEN GANGGUAN JIWA DENGAN TENTAMINE SUICEDE DI RUANG


GATOTKOCO RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN
2018

Dosen Pembimbing : Ns. Khusnul Aini, M.Kep,Sp.Kep.J


Pembimbing Kilnik : Ns. Kandar, S.Kep, M.Kes

Nama Kelompok :
Riyan Yogi Abdillah
Oktaviana Putri
Ririn Eka Saputri
Siska
Wariq Aufa
DEFINISI

Bunuh diri didefinisikan sebagai usaha seseorang untuk mengakhiri hidupnya dengan cara suka rela atau
sengaja. Kata Suicide berasal dari kata Sui yang bearti diri (self), dan kata Caedere yang bearti (to kill)
(Husain, 2015).
Suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat
dan berupaya melaksanakan hasratnya untuk mati. Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat, percobaan
atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau menyakiti diri sendiri (Muhith Abdul,
2015).

MACAM-MACAM BUNUH DIRI ADA 2 YAITU :

1. Bunuh diri konvensional, adalah produk dari tradisi dan paksaan dari opini umum untuk mengikuti kriteria kepantasan,
kepastian sosial dan tuntutan sosial.
2. Bunuh diri personal, bunuh diri ini banyak terjadi pada masa modern, karena orang merasa lebih bebas dan tidak mau
tunduk pada aturan dan tabu perilaku tertentu.
PERILAKU

Pada umumnya, tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang
dalam rentang di antaranya (Muhith Abdul, 2015):
1. Suicidal intent
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri
2. Suicidal ideation
Tahap ini merupakan proses kontemplasi dari suicide atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/ tindakan,
bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu
menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati.
Suicidal threat
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yang dalam, bahkan ancaman untuk mengakhiri
hidupnya.
3. Suicidal gesture
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya
mengancam kehidupannya, tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini
pada umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyanyat pembuluh darah pada tangannya. Hal ingi
terjadi karena individu memahami ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati
4. Suicidal attempt
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif klien ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat
yang mematikan. Walaupun banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
KARAKTERISTIK BUNUH
DIRI

1. Fungsi umum dari bunuh diri adalah untuk mencari solusi.


2. Tujuan umum dari bunuh diri adalah penghentian kesadaran.
3. Stimulus umum dalam bunuh diri adalah penderitaan psikologis yang tidak tertahankan.
4. Stresor umum dalam bunuh diri adalah frustasi kebutuhan psikologis.
5. Emosi umum dalam bunuh diri berkaitan dengan hopelessnes – helplessness
6. Cognitive state umum dalam bunuh diri adalah ambivalen.
7. Perceptual state umum dalam bunuh diri adalah sempit.
8. Tindakan umum dari bunuh diri adalah egression.Tindakan interpersonal umum dalam bunuh diri
adalah komunikasi mengenai intensi.
9. Konsistensi umum mengenai bunuh diri adalah dengan pola koping seumur hidup

PENYEBAB BUNUH DIRI

1. Faktor genetik dan faktor biologi, faktor genetik mempengaruhi terjadina risiko bunuh diri pada keturunannya. Disamping itu
penurunan serotonin dapat menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya risiko bunuh diri.
2. Teori sosiologi, Emile Durkheim (2015) membagi dalam 3 kategori jenis bunuh diri yaitu: egoistik (orang yang tidak terintegrasi
pada kami sosial, atruistik (melakukan suicide untuk kebaikan masyarakat), dan anomic (suicide karena kesulitan dalam berhubungan
dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor)
3. Teori psikologi, Sigmund Freud meyakini bahwa bunuh diri merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penderita gangguan jiwa yang dirawat di Ruang Gatotkoco RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2018. Populasi penelitian adalah pasien gangguan jiwa sebanyak 26
orang. Data rekam medik yang terkumpul diidentifikasi data pasien yang mengalami tentamen
suicidum kemudian dibuat persentase kasusnya berdasarkan umur, jenis kelamin, metoda, agama,
status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, dan diagnosa psikiatri sehingga didapatkan gambaran
tentang angka kejadian tentamen suicidum pada penderita gangguan jiwa berdasarkan umur, jenis
kelamin, metoda, agama, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan dan diagnosa psikiatri.

Dalam kasus kelompok kami yang diangkat Ruang Gatotkoco memiliki 26 pasien pada saat
mengkaji tanggal 5 Desember 2018 dari 26 pasien terdapat 10 pasien yang memiliki riwayat
resiko bunuh diri, bermacam-macam cara yang dilakukan pasien seperti gantung diri, menyayat
lengan, memasukan kepala ke dalam air, minum obat berlebih dll.
Pada 10 pasien laki-laki menghasilkan karakteristik umur, pendidikan dan pekerjaan yaitu:
No Nama Umur Pendidikan Pekerjaan

1. Tn. E 39 tahun SMA Sopir

2. Tn. R 32 tahun SMP -

3. Sdr. A 18 tahun SMP Pelajar

4. Tn. M 45 tahun SD -

5. Tn. A 30 tahun SD -

6. Sdr. J 16 tahun SMP Pelajar

7. Tn. N 46 tahun SD -

8. Sdr. K 27 tahun SMA -

9. Tn. B 31 tahun SMP Serabutan

10 Sdr. T 17 tahun SMP Pelajar


sebelum dilakukan perlakuan terapi perilaku kognitif menghasilakan rata-rata bernilai
18 yaitu garis batas depresi klinis, Setiap kondisi pasien berbeda-beda sebelum
dilakukan terapi sehingga kebanyakan pasien masih mengalami masalah sehingga
lebih berpikiran tentang bunuh diri. Pasien dalam kasus ini kondisi pasien dapat
berbeda-beda misalanya memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan saat
berhubungan dengan orang lain, karena ada penolakan, merasa bodoh, tidak percaya
dan merasa tidak ada manfaatnya jika berhubungan dengan orang lain karena merasa
takut untuk mendapatkan penolakan untuk berhubungan dengan orang lain sehingga
responden merasa tidak nyaman yang mengakibatkan responden suka menyendiri,
lebih banyak diam, dan malas melakukan interaksi dengan orang lain.
sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif menghasilkan rata-rata bernilai 13 yaitu
gangguan mood atau rasa murung ringan, setelah dilakukan terapi perilaku kognitif pasien
mengalami penurunan tingkat depresi atau sudah lebih berfikir positif, Disimpulkan bahwa
hasil sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif ada peningkatan kemampuan interaksi
sosial dengan kemampuan afektif pasien setelah dilakukan terapi perilaku kognitif karena
pasien merasa tidak cemas selalu optimis dan dapat menghargai individu, orang lain dan
lingkungan sehingga pasien dapat mengubah perasaan yang negatif menjadi positif yang
akhirnya akan memunculkan perilaku yang positif juga setelah diajarkan mengubah
perasaan negatif untuk menjadi positif pada 5 sesi dalam penerapan terapi perilaku
kognitif. Respon emosi merefleksikan respon perilaku dan fisiologis sebagai hasil analisis
kognitif dalam mengahadapi suatu situasi yang penuh stres
Alat Ukur

 Beck Dpression Inventor–II (BDI-II). BDI-II terdiri dari 21 aitem yang bersifat
laporan diri yang digunakan untuk mengukur tingkat keparahan gejala depresi
secara subjektif. Setiap respon jawaban dinilai berdasarkan skala 0 (tidak
mengalami) sampai 3 (berat). Skala ini berisi aspek kognitif (misalnya pikiran
tentang kegagalan di masa lalu), emosi/afeksi (misalnya kesedihan), dan
somatik/vegetatif (misalnya kelelahan) Ginting, dkk. (2013).
Penerapan Terapi Kognitif Dengan Menggunakan
Beck Dpression Inventor–II (BDI-II)

Dalam pengukuran terapi kognitif perilaku dilakukan dalam lima sesi yaitu
 Sesi 1 : Mengungkapkan perasaan, pikiran otomatis yang negatif tentang diri
sendiri, orang lain dan lingkungan dialami paisen dan mengenali pikiran dan
perilaku negatif yang dialami.
 Sesi 2 : Belajar cara untuk mengatasi pikiran negatif
 Sesi 3 : Menyusun rencana perilaku dengan memberikan konsekwensi positif dan
konsekwensi negatif
 Sesi 4 : Mengevaluasi kemajuan dan perkembangan terapi, memfokuskan terapi,
dan mengevaluasi perilaku yang dipelajari berdasarkan kosekwensi yang disepakati
 Sesi 5 : Menjelaskan pentingnya psikofarmaka dan terapi modalitas lainnya untuk
mecegah kekambuhan dan mempertahankan pikiran positif dan perilaku adaptif
secara mandiri dan berkesinambungan
Intreprestasi nilai tingkat depresi

 1 – 10 : naik turunya perasaan tergolong wajar


 11 – 16 : gangguan mood atau rasa murung ringan
 17 – 20 : garis batas depresi klinis
 21 – 30 : depresi sedang
 31 – 40 : depresi parah
 40 keatas : depresi ekstrim
hasil rata-rata perlakuan terapi perilaku kognitif selama 5 sesi
dan sebanyak 2 kali pertemuan mendapatkan bahwa 10 pasien
yang mengalami:
N
o Nama Sebelum Sesudah
1
. Tn. E 21 13
2
. Tn. R 22 16
3
. Sdr. A 13 9
4
. Tn. M 14 16
5
. Tn. A 18 14
6
. Sdr. J 15 11
7
. Tn. N 18 12
8
. Sdr. K 16 10
9
. Tn. B 19 11
1
0 Sdr. T 18 13
.
kesimpulan

 Disimpulkan bahwa hasil sesudah dilakukan terapi perilaku kognitif ada


peningkatan kemampuan interaksi sosial dengan kemampuan afektif pasien
setelah dilakukan terapi perilaku kognitif karena pasien merasa tidak cemas
selalu optimis dan dapat menghargai individu, orang lain dan lingkungan
sehingga pasien dapat mengubah perasaan yang negatif menjadi positif yang
akhirnya akan memunculkan perilaku yang positif juga setelah diajarkan
mengubah perasaan negatif untuk menjadi positif pada 5 sesi dalam
penerapan terapi perilaku kognitif. Respon emosi merefleksikan respon
perilaku dan fisiologis sebagai hasil analisis kognitif dalam mengahadapi suatu
situasi yang penuh stres

Anda mungkin juga menyukai