Anda di halaman 1dari 14

BUDAYA POPULER DAN

GAYA HIDUP (LIFE STYLE)

Teologi dan Budaya Populer


Program Pascasarjana Teologi
UKDW
Faktor-faktor yang membentuk gaya
hidup masa kini

• Media elektronik
• Budaya konsumen (consumer culture)
Perubahan sosial yang didorong oleh
perkembangan media elektronik

• Proses “deteritorialisasi”  berkurangnya


keterikatan orang pada komunitas, adat
istiadat dan tradisi lokal
• Komunitas lokal bukan lagi tempat utama
untuk mendapatkan berita/informasi dan
hiburan
• Meningkatnya keterlibatan dalam
komunitas elektronik
• Jaringan penggemar (fans) selebriti dan
tayangan TV
• Anggota milis dan kelompok semacam
friendster
• Komunikasi antar HP
• Konsep, simbol, citra dan cerita yang
dikomunikasikan melalui media elektronik
mempengaruhi cara orang memahami
identitas diri dan memaknai kehidupan
dalam konteks sosial yang luas
Peran lokalitas
• Keterikatan pada lokalitas berkurang tetapi tidak
lenyap sama sekali
• Media elektronik dapat memfasilitasi komunikasi
lokal
• Cara orang menginterpretasi komunikasi media
tetap dibentuk oleh keterikatannya pada lokalitas
• Audience dari media elektronik tidak sama
sekali pasif  sebuah interaksi yang
kompleks menyangkut baik keterbatasan
pesan media maupun keterbukaan respon
audience
Konsumsi sebagai gaya hidup
• Konsumsi bukan sekadar cara orang
memenuhi kebutuhan pokok, tetapi juga
merupakan cara mengekspresikan identitas
sosial dan personal serta pemahaman akan
makna hidup
• Model dan merk pakaian, peralatan
elektronik yang dipakai (HP, laptop), alat
transportasi, gaya bahasa, jenis kartu kredit,
parfum dan jenis makanan menjadi faktor
yang menentukan kelayakan seseorang
Produk Tiruan
• Banyak orang mengalami benturan antara
kebutuhan mengidentikkan diri dengan
gaya hidup tertentu (pola konsumsi tertentu)
dengan keterbatasan kemampuan
ekonominya
• Solusi yang ditawarkan pasar adalah:
produk tiruan dan produk mirip asli (misli)
• Hasilnya adalah terbentuknya kelas sosial
baru: kelas konsumen produk tiruan dan
misli
• Kebiasaan mengkonsumsi produk tiruan
dan misli dapat berkembang ke arah
mentalitas yang membenarkan segala
bentuk penjiplakan dan imitasi 
mengancam kreatifitas dan penghargaan
terhadap keaslian
• Konsep “hak cipta” dan praktik razia
terhadap produk tiruan/misli dilakukan
demi alasan moral (kejujuran, penghargaan
terhadap kreatifitas)
Pertanyaan etis
• Dapatkan produksi dan konsumsi produk
tiruan dan produk misli dinilai sebagai
tindakan pelanggaran moral?
• Bagaimana seharusnya respon gereja
terhadap maraknya penggunaan produk
tiruan dan misli?

Anda mungkin juga menyukai