PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut Hawkins, et al (2007:43) budaya diartikan sebagai komplek yang
menyeluruh yang mencakup pengetahuan, keyakinan, seni, hukum, moral,
kebiasaan dan kapabilitas lainnya serta kebiasaan-kebiasaan yang dikuasai oleh
individu sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Mowen dan Minor
(2002) kebudayaan didefinisikan sebagai seperangkat pola perilaku yang diperoleh
secara sosial dan diekspresikan melalui simbol-simbol melalui bahasa dan cara-cara
lain kepada anggota masyarakat. Dalam konsep yang lain juga dinyatakan bahwa
budaya mencakup pengetahuan, nilai, keyakinan, kebiasaan dan perilaku. Salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan.Kebudayaan
menentukan konsumen dalam mengambil keputusan untuk mengkonsumsi suatu
produk. Dalam kebudayaan beberapa hal perlu diperhatikan seperti nilai, norma,
kebiasaan maupun adat istiadat yang berlaku dalam suatu masyarakat. Pemasar
harus dapat mengenali kebudayaan dimana suatu produknya akan dipasarkan di
suatu negara. Jika perusahaan gagal memahami kebudayaan dimana produknya
akan dipasarkan maka produk tersebut akan kurang diminati oleh konsumen dimana
produk tersebut diedarkan. Hal ini karena produknya tidak sesuai dengan nilai-nilai
budaya masyarakat itu. Perubahan zaman juga berpengaruh terhadap kebudayaan
masyarakat. Salah satu contohnya adalah konsumen saat ini menuntut hasrat akan
kenyamanan. Seperti menginginkan produk-produk yang dikemas dalam aneka
bentuk, ukuran dan kuantitas serta kebijakan distribusi yang menyediakan lokasi
toko serta jam buka yang sesuai dengan hasrat konsumen akan kenyamanan. Pada
makalah ini akan dibahas pengaruh budaya terhadap perilaku konsumen. Pengaruh
budaya yang akan dibahas meliputi pengaruh faktor-faktor budaya, etnis, ritual dan
mitos budaya yang akan mempengaruhi perilaku konsumen.
1
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh faktor budaya dalam perilaku konsumen.
b. Bagaimana pengaruh etnis dalam perilaku konsumen.
c. Bagaimaana pengaruh ritual budaya dan mitos dalam perilaku konsumen.
d. Bagaimana pengaruh budaya,etnis, mitos dan ritual budaya dalam keputusan
konsumen.
3. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengaruh faktor budaya dalam perilaku konsumen.
b. Untuk mengetahui pengaruh etnis dalam perilaku konsumen.
c. Untuk mengetahui pengaruh ritual budaya dan mitos dalam perilaku
konsumen.
d. Untuk mengetahui pengaruh budaya,etnis, mitos dan ritual budaya dalam
keputusan konsumen.
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Budaya
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan symbol
bermakna lainnya yang membantu individu berkomunikasi, membuat tafsiran dan
melakukan evaluasi sebagai anggota masyarakat. Menurut Hawkins, et al (2007:43)
budaya diartikan sebagai komplek yang menyeluruh yang mencakup pengetahuan,
keyakinan, seni, hukum, moral, kebiasaan dan kapabilitas lainnya serta kebiasaan-
kebiasaan yang dikuasai oleh individu sebagai anggota masyarakat. Sedangkan
menurut Mowen dan Minor (2002) kebudayaan didefinisikan sebagai seperangkat
pola perilaku yang diperoleh secara sosial dan diekspresikan melalui symbol-simbol
melalui bahasa dan cara-cara lain kepada anggota masyarakat. Dalam konsep yang
lain juga dinyatakan bahwa budaya mencakup pengetahuan, nilai, keyakinan,
kebiasaan dan perilaku. Dalam konteks pemahaman budaya dan pengaruhnya
terhadap perilaku konsumen budaya didefinisikan sebagai keseluruhan dari
keyakinan, nilai dan kebiasaan yang dipelajari oleh suatu kelompok masyarakat
tertentu yang membantu mengarahkan perilaku konsumen. Budaya mencakup aspek
pengetahuan, nilai-nilai dan keyakinan merupakan bagian penting yang tidak dapat
dipisahkan dari budaya yang akan mempengaruhi perilaku konsumen yang
merupakan warga masyarakat yang tinggal di suatu budaya tertentu. Beberapa dari
sikap dan perilaku yang lebih penting yang dipengaruhi oleh budaya adalah sebagai
berikut:
1. Rasa diri dan ruang
2. Komunikasi dan bahasa
3. Pakaian dan penampilan
4. Makanan dan kebiasaan makan
5. Waktu dan kesadaran akan waktu
3
6. Hubungan (keluarga, pemerintah, dan sebagainya)
7. Nilai dan norma
8. Kepercayaan dan sikap
9. Proses mental dan pembelajaran
10. Kebiasaan kerja dan praktek
2. Komponen-Komponen Budaya
a. Nilai-nilai dan norma
Terdapat dua jenis norma yang umum (Mowen dan Minor, 2002), yaitu:
norma yang dijalankan dan norma kresive. Norma yang dijalankan
(enactednorm) biasanya dinyatakan dalam bentuk undang-undang atau bentuk
peraturan lainnya. Contoh undang-undang perlindungan konsumen. Norma
kresive (cresive norm) meskipun tidak tertulis secara formal namun sangat kuat
tertanam pada anggota masyarakat karena norma ini tertanam secara budaya dan
hanya dipelajari melalui interaksi yang luas dengan anggota masyarakat yang
menganut kebudayaan tersebut. Terdapat tiga jenis normakresive, yaitu:
1. Kebiasaan
Kebiasaan terkait dengan apa yang dilakukan oleh anggota masyarakat yang
dilakukan secara terus-menerus dan disepakati bersama. Contoh: Kebiasaan
yang dilakukan menjelang pernikahan.
2. Adat Istiadat
Adat istiadat merupakan kebiasaan yang lebih menekankan pada aspek
moral perilaku. Biasaya terkait dengan kebiasaan yang boleh dan tidak
boleh di masyarakat. Contoh kebiasaan berpakaian.
3. Konvensi
Konvensi merupakan pada bagaimana bertindak dalam kehidupan sehari- hari
yang dilakukan oleh konsumen sebagai anggota masyarakat. Contoh:pada
kelompok masyarakat tertentu dalam membangun rumah maka,pintu pagar
tidak boleh lurus dengan pintu rumah.
b. Mitos
4
Mitos merupakan kisah yang mengungkapkan nilai-nilai utama dan cita-cita
suatu masyarakat.
c. Simbol
Warna dalam konteks pemasaran sering digunakan sebagai simbol yang
menyiratkan makna tertentu dalam kebudayaan tertentu. Contoh: warna putih
melambangkan kenurnian dan kebahagiaan pada negara Anglo-Saxon.
d. Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi antar manusia. Dalam interaksi sosial
bahasa memainkan peran penting karena melalui bahasa inilah komunikasi dapat
terjadi. Anggota masyarakat dapat memahami apa yang diinginkan dan
diharapkan melalui bahasa yang disampaikan.
3. Pengaruh Kebudayaan
a. Tekanan pada Kualitas
Dalam kehidupan sehari-hari saat ini kualitas mulai lebih dipentingkan
daripada kuantitas. Tema yang dianut adalah “Bukannya lebih banyak, tetapi
lebih baik.”Ketika membeli barang, kita sekarang lebih mengutamakan nilai
keawetan dan keamanannya. Contoh: Membeli produk yang ramah lingkungan.
b. Perubahan Peranan Wanita
Perubahan peranan wanita merupakan salah satu kejadian yang terpenting
selama beberapa tahun terakhir ini. Berubahnya peran kaum wanita bisa dilihat
juga di Kota Blitar, dimana ada banyak wanita yang berkarier di luar rumah
sehingga fungsi untuk menjalankan aktivitas rumah tangga yang rutin mulai
dijalankan oleh pembantu.
c. Perubahan Kehidupan Keluarga
Selain perubahan dalam peranan wanita, kehidupan keluarga juga
mengalami perubahan-perubahan lain yang mempunyai implikasi pemasaran.
Contoh moralitas baru telah berkembang sebagai akibat dari sikap orang yang
semakin bebas terhadap seks. Sekarang ini produk-produk yang berkaitan dengan
seks bebas di pasarkan dan diiklankan. Orang-orang muda menangguhkan
5
perkawinan mereka sampai kondisi yang cukup matang secara emosional dan
lebih mampu secara financial.
6
kuantitas. Konsumen juga menginginkan lokasi toko serta jam buka yang sesuai
dengan hasrat konsumen akan kenyamanan.
7
kantor dan karier lain di belakang meja, industri daging sapi harus mengubah
daya tariknya pada “Masakan ringan dengan daging sapi.”
d. Budaya Bersifat Adaptif
Budaya bersifat adaptif. Pandangan materialism dialektis, percaya
bahwa budaya bergerak dalam arah yang sudah ditetapkan melalui suatu proses
pertukaran dan interaksi sosial dalam kompetisi untuk sumber daya langka.
Strategi pemasaran yang didasarkan pada nilai-nilai masyarakat harus pula
bersifat adaptif.
8
Nilai-nilai suatu mikrobudaya etnis mungkin bertentangan dengan nilai-nilai
makrobudaya. Individu memperlihatkan suatu sintesis dari makrobudaya dan
barangkali lebih dari satu mikrobudaya. Sebagai contoh, gaya hidup dan pola
konsumsi orang berkulit hitam maupun barat dan barang kali suatu kelompok
agama, dan juga nilai-nilai makrobudaya Amerika. Ingatlah juga bahwa individu
tertentu mungkin tidak mencerminkan nilai-nilai kelompok etnis yang dengannya
mereka umumnya mengidentifikasikan diri. Orang berkulit hitam atau Spanyol
mungkin, secara sengaja atau sebaliknya, tidak mencerminkan budaya yang
mungkin di tunjukan oleh warna dan nama keluarga, dan konsumen Inggris
mungkin mengasimilasi dan mencerminkan musik, bahasa, makanan, atau aspek
lain dari mikrobudaya etnis.
Berikut adalah salah satu contoh kelompok etnis yang sering dijumpai yaitu,
1. Kelompok Etnis Agama
Kelompok agama mempunyai pengaruh penting pada konsumsi.
Penganut Mormon, misalnya, mungkin tidak mau membeli tembakau, minuman
keras, dan stimbulan lain, tetapi merupakan prospek utama untuk sari buah yang
di sosokong oleh Marie dan Donnie Osmond. Kristian Science Monitor bukan
tempat terbaik bagi iklan untuk Anacin atau Tylenol. Penganut Atfen Hari ke-7
membatasi pembelian daging mereka, tetapi mungkin merupakan target utama
untuk makanan dengan bahan dasar sayur.
Penganut Born Again Christian (Kristen baru lahir) kurang materialistis
dan kurang berminat akan barang konsumen di bandingkan orang amerika lain,
jarang menggunakan kredit, dan preferensi kurang dari rata-rata untuk merk
nasional. Namun, mereka mempunyai konsumsi perkapita yang lebih tinggi
untuk mobil, motor, bahan makanan dan fast food, toko pakaian, peralatan olah
raga, asuransi, dan produk dari toko besi, dan toko kain dan pola.
Etnisitas yahudi adalah religious dan nasional merupakan pasar yang menarik
bagi banyak perusahaan. Produk makanan memberikan identifikasi spesifik
untuk sertifikasi halal. Maxswell Hous Coffee dan Tetley Tea berusaha memberi
merk mereka daya Tarik khusus untuk konsumen Yahudi dengan menonjolkan
9
Bagels di dalam iklan mereka. Star-kist mengatakan, “percantik bialy dengan
kejutan selada tuna star-kist”, Chef Boy- Ar-Dee mempromosikan makaroninya
dengan, olah macaroni mayvin anda dengan selera italia yang riil.
Penelitian sekarang ini berkonsentrasi pada perbedaan dalam
pengolahan kognitif dan variable lain yang berhubungan dengan etnisitas.
Hirschman mendapatkan bahwa norma Yahudi menciptakan lebih banyak
pemaparan informasi masa kanak-kanak dibandingkan di kalangan kelompok
lain, lebih banyak pencarian informasi orang dewasa, keinovativan konsumsi,
transfer informasi konsumsi, dan lebih banyak kapasitas ingatan yang aktif.
Konsumen Yahudi lebih cenderung kea rah kepuasan dan pembangkitan indera
dibandingkan dengan kelompok bangsa lain, seperti dibuktikan oleh jenis
kegiatan senggang yang mereka pilih dan motif mereka untuk terlibat di dalam
kegiatan ini. Konsumen Yahudi (dan juga Spanyol) tampak lebih berorientasi
pada perilaku sensual (misalnya, bercinta) dalam kegiatan senggang dari pada
kelompok bangsa lain yang sudah diperiksa, dan sangat berbeda dengan orang
Kristen dalam peringkat kemenonjolan produk. Penelitian oleh Hirschman jelas
menunjukan bahwa etnisitas (Yahudi atau sebaliknya) adalah variable dari
pengaruh potensial yang besar. Semakin konsumen individual
mengidentivikasikan diri dengan kelompok etnis bersangkutan, semakin benar
kemungkinan pengaruhnya.
10
dari hasil budi dan karyanya. Lebih lanjut, budaya memiliki tiga wujud. Pertama,
budaya itu sebagai suatu komplek ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan. Kedua,
budaya sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam
masyarakat dan ketiga, budaya sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Budaya merupakan alat yang ampuh untuk membangun motivasi, gaya hidup,
dan pilihan produk (Tse, et al., 1989). Tingkatan Budaya. Budaya dapat dipandang
dari beberapa tingkatan. Mengacu pada Mokoginta (2001), budaya terdiri dari tiga
tingkatan yaitu asumsi dasar (basic assumption), nilai-nilai (values) dan benda-
benda budaya (artifact). Asumsi dasar, menempat level paling bawah, dan benda-
benda budaya (artifact) menempati tingkatan paling atas. Semakin ke bawah dari
11
level budaya semakin sulit diamati, dan semakin ke atas dari level budaya semakin
mudah untuk diamati.
Sebagian aspek dari budaya dapat diamati, dan sebagian yang lain sulit untuk
diamati, dan tidak disadari. Asumsi dasar cenderung sulit untuk diamati, dan
terkadang tidak disadari, sedangkan artefak mudah untuk dilihat dan keberadaannya
disadari oleh orang. Kita dengan mudah melihat pakaian, lukisan, patung, brosur
dan lain sebagainya sebagai benda budaya. Namun kita lebih sulit untuk mengamati
nilai-nilai budaya, dan asumsi dasar, dengan hanya pengamatan sehari dua hari.
Dari waktu ke waktu trend pakaian, makanan kesukaan, cara berpakaian, mobil,
trend musik, ataupun produk lain berganti di sesuaikan dengan selera pasar yang
berubah. Dalam contoh lain, masyarakat Indonesia di perkotaan mulai
mengkonsumsi cereal ataupun makan roti di pagi hari sebagai pengganti nasi.
Demikian halnya dengan masyarakat Irian yang dahulu mengkonsumsi sagu, mulai
beralih ke makan nasi. Di sisi lain, terdapat juga nilai-nilai budaya yang sampai kini
relatif tetap ataupun berubah secara perlahan. Sebagai contoh keyakinan masyarakat
terhadap nilai-nilai keluarga, pernikahan, masa depan, dan kematian cenderung
mengalami perubahan yang lebih lambat. Dalam masyarakat Jawa misalnya, masih
banyak yang mempunyai keyakinan tentang berapa lama orang meninggal akan
tetap berada di lingkungan sekitar rumah sebelum pergi ke alam baka.
12
Keyakinan ini tergambar dalam ritual 7 hari, 40 hari, dan 100 hari. Demikian
juga dengan konsep tentang kapan roh akandiitiupkan ke dalam calon bayi yang ada
dikandungan, melahirkan ritual 7 bulanan, sampai dengan saat ini masih orang Jawa
mempercayainya. Masyarakat China masih percaya dengan hari keberuntungan,
posisi letak rumah terkait dengan rejeki (Fengshui), ataupun keterkaitan hari
kelahiran dengan rezeki. Nilai Budaya (Culture Value). Ketika kita berbicara
tentang keterkaitan pemasaran dan budaya, maka kita dapat menelusur dari
perbedaan pemahaman mengenai konsep kebutuhan dan keinginan. Kebutuhan
adalah segala sesuatu yang dirasakan kurang oleh manusia, sehingga mendorong
manusia untuk melakukan pemenuhan terhadapnya. Tiap orang mempunyai
kebutuhan yang sama di semua tempat tanpa terkecuali. Mereka membutuhkan
makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian dan rasa aman. Keinginan berbeda
dengan kebutuhan. Keinginan dipengaruhi oleh budaya dan adat kebiasaan. Sebagai
contoh, Kotler memberikan gambaran bahwa orang sama-sama membutuhkan
pakaian.
Namun pakaian yang dipakai orang Irian berbeda dengan orang Amerika dan
orang Jepang. Demikian juga dengan apa yang dimakan. Orang Jawa suka makan
nasi sebagai makanan pokok, sementara orang Amerika makan roti atau segala
sesuatu yang terbuat dari gandum. Dalam pemasaran, menurut Assael (1998) nilai
budaya sangat mungkin mempengaruhi anggota masyarakat dalam pola pembelian
dan pola konsumsi. Seorang konsumen mungkin akan memberikan nilai yang tinggi
pada pencapaian dan akan memperlihatkan kesuksesan dengan kemewahan dan
prestise. Konsumen yang lain, akan menyampaikannya lewat kesan awet muda dan
aktif.
13
7. Pegaruh Budaya, Etnis, Mitos, dan Ritual Budaya dalam Keputusan Konsumen
14
kelemahan afiliasi orang yang mempunyai kelompok etnis sehingga tingkat
dimana orang didalam kelompok etnis berbagi persepsi dan kognisi yang
sama dan yang berbeda dengan persepsi dan kognisi kelopok etnis yang lain,
mereka merupakan kelompok pasar yang berbeda.
Di Indonesia terdapat berbagai macam keanekaragaman etnis, budaya,
suku, kebiasaan, nilai serta norma yang berkaitan erat satu dengan lainnya.
Hal ini digunakan oleh para produsen dalam merancang produk yang akan
dipasarkan pada masyarakat diberbagai penjuru pulau tanpa mengurangi
nilai-nilai yang sudah ada didalamnya. Mereka berusaha untuk
menyesuaikan cita rasa setiap produk dengan para konsumennya. Seperti:
produsen Indofood yang menciptakan berbagai rasa pada produk Indomie,
misalnya mie goreng cakalang dari Ambon, mie rasa soto betawi dari
Jakarta, dll. Hal ini tentunya disesuaikan dengan lidah para konsumen yang
berasal dari berbagai etnis. Hingga dapat membuat konsumen merasa berada
di kampung halamannya dengan menyantap Indomie yang disediakan
dengan berbagai macam pilihan rasa.
15
binatang pembawa keberuntungan, Oleh karena itu masyarakat ada yang
membeli mobil dengan merek Kijang agar mereka diberikan
keberuntungan.
16
‘wedding organizer’ dan persewaan gedung, serta peralatan dan
perlengkapan pesta lainnya. Strategi iklan juga dapat dikaitkan dengan
ritual budaya seperti pada tema-tema perkawinan yang menonjolkan
hadiah ‘berlian’ untuk pengantin perempuan, dan produk sarung untuk
ritual keagamaan dan ibadah.
17
BAB III
KESIMPULAN
1. faktor budaya,
2. etnis,
3. mitos,
18