Anda di halaman 1dari 69

KESEHATAN DAN

KESELAMATAN KERJA
RUMAH SAKIT
Tugas review jurnal
Stase HIPERKES
Fiareza Dilaga
03012108
Pembimbing
Dr magdalena Wartono, MKK
Dasar hukum yang terkait dengan pelaksanaan K3 RS :
 UU No.1 tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja
 UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
 UU No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit berisi akreditasi RS dan
syarat fisik RS
 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
 Permenaker Nomor 5/Men/1996 tentang SMK3
 Permenkes Nomor 432/Menkes/ SK/IV/2007 tentang pedoman
Manajemen K3 Rumah Sakit
 Permenkes Nomor 432/Menkes/ SK/VIII/2010 tentang Standar K3
Rumah Sakit
DEFINISI

• Menurut WHO 1995 Kesehatan Kerja bertujuan untuk


peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan fisik,
mental dan sosial yang setinggi-tingginya bag.i semua
jenis pekerjaan
• Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan
meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh
dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit
akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja,
promosi kesehatan, pengobatan dan rehabilitasi.
Beberapa isu K3 RS yang penting adalah :
• Keselamatan pasien dan pengunjung
• Keselamatan dan kesehatan petugas kesehatan
• Keselamatan bangunan
• Keselamatan lingkungan
Keselamatan dan Kesehatan Petugas

Petugas Kesehatan :
 Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
 Pemeriksaan Kesehatan Berkala
 Pemeriksaan Kesehatan Khusus
• Suatu proses pelayanan
pasien yang aman terdiri
dari:
1. Asesmen risiko
2. Identifikasi dan
manajemen risiko
3. Pelaporan dan analisis
insiden
4. Tindak lanjut dan solusi
untuk meminimalkan
timbulnya risiko
adalah terciptanya :
• cara kerja,
• lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan
• dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
karyawan RS.
Prinsip K3 RS
1. Bagi RS :
a. Meningkatkan mutu pelayanan
b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS
c. Meningkatkan citra RS.
2. Bagi karyawan RS :
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK)
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
3. Bagi pasien dan pengunjung :
a. Mutu layanan yang baik
b. Kepuasan pasien dan pengunjung
5 prinsip dasar
dalam penerapan SMK3

Peningkatan
Berkelanjutan Penetapan
Kebijakan K3
Peninjauan Ulang dan menjamin
Peninjauan Komitmen
& Peningkatan
Ulang&
SMK3 oleh
Peningkatan
Manajemen
oleh manajemen
Perencanaan
K3
Pengukuran
dan
Evaluasi Penerapan
K3
Faktor-faktor yg mempengaruhi
kesehatan tenaga kerja
Beban Lingkungan
kerja kerja
-Fisik -Fisik
-Mental -Kimia
-Biologi
-Ergonomi

Kapasitas kerja
-Psikologi
- Ketrampilan
- Kesegaran jasmani &
rohani
- Status kesehatan/gizi
- usia
- Jenis kelamin
- Ukuran tubuh
3.Mekanisme kerja pelaksana K3

Ketua :
pimpin & koord
Komunikasi rekomendasi kegiatan org
Peninjauan
Pada Direktur
Ulang&
Komunikasi pencegahan
Peningkatan
KAK & PAK pd pekerja,
olehpengunjung
pasien, manajemen Sekretaris :
pimpin & koord
kesekretariatan
Rumusan pemecahan
Masalah berdasar
Data &info berupa Anggota: laksanakan
tugas org & rapat
Rekomendasi Bahas masalah k3
Review journal 1
Pengendalian Risiko Ergonomi Kasus Low Back
Pain pada Perawat di Rumah Sakit
L. Meily Kurniawidjaja,1,2 Edy Purnomo,3 Nadia Maretti,3 Ike Pujiriani1
1Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia, 2Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,
3Program Studi Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
Abstrak
• Tujuan penelitian: menilai faktor risiko akivitas fisik dan sarana kerja yang dominan dapat
menimbulkan low back pain (LBP) pada perawat di ruang Rawat Inap dan Unit Gawat Darurat
Rumah Sakit di Jakarta serta memberikan rekomendasi pengendalian risiko LBP. Observasi
dilakukan untuk mengidentifikasi aktivitas berisiko tinggi LBP, metode rapid entirebody
assessment (REBA) menilai tingkat risiko ergonomi, kuesioner dan Nordic body map menilai
faktor risiko lainnya serta keluhan LBP
• Metode:Subjek penelitian adalah perawat yang memberi pelayanan pasien di ruang Rawat Inap
dan Unit Gawat Darurat. Penelitian ini mempergunakan metode studi kasus dengan desain
potong lintang. Variabel independen yang diteliti adalah faktor risiko ergonomi dan variabel
dependennya adalah tingkat risiko ergonomi serta keluhan LBP.
• Hasil penelitian mendapatkan prevalensi LBP cukup tinggi pada perawat UGD di RSUD
Tarakan tahun 2013 (61,1%) dan perawat rawat inap di RS Bhayangkara tahun 2012 (31,8%),
namun rendah pada perawat UGD di RSS bila dibandingkan dengan hasil survei global (43,1–
87%); aktivitas yang dominan menimbulkan LBP adalah membungkuk dan angkat angkut
pasien. Didapatkan hubungan yang bermakna postur membungkuk (p=0,031; OR=1,18–
133,89), sudut lengkung punggung (p=0,024; OR=1,65-196,31), dan transfer pasien (p=0,011;
OR=5,22–176,83) dengan tingkat risiko LBP
• Simpulan, aktivitas fisik perawat dan sarana kerjanya dapat menyebabkan LBP sehingga
disarankan menyediakan sarana kerja yang adjustable serta ‘meja’ dinding di toilet untuk
pengukuran urin, memenuhi rasio perawat-pasien minimal, SOP, mendidik perawat agar mampu
melakukan pengendalian
• Kata kunci: Ergonomi, low back pain, perawat
Pendahuluan

• Low back pain (LBP) atau nyeri pinggang bawah


adalah salah satu masalah kesehatan kerja yang
paling sering ditemukan1 dan dapat menimbulkan
absenteisme tertinggi di tempat kerja
• 3 Pekerja berisiko tingggi LBP adalah pekerja yang
bekerja dengan postur janggal, manual handling
serta dengan frekuensi dan durasi yang tinggi
termasuk pekerja kesehatan di rumah sakit
Epidemiologi(1)

• Dehlin dkk. (1976) dalam studi yang dilakukan di


rumah sakit geriatri di Swedia, mendapatkan
prevalensi LBP pada perawat sebanyak 47%.
• Arad dkk.(1986) di Rumah Sakit RNH mendapatkan
87% insidensi LBP pada 1.033 perawat. Faktor fisik,
seperti posisi janggal, manual handling, sering
membungkuk dan memutar serta gerakan
mendorong ke depan merupakan faktor risiko yang
dapat memengaruhi tingginya prevalensi LBP
tersebut.
Epidemiologi(2)

• Berdasarkan rekam medik di RS Prikasih pada


Januari– Desember 2010 menunjukkan bahwa
perawat yang terkena LBP sebanyak 59 orang
(34,7%).
• Hasil penelitian jika dibandingkan dengan prevalensi
LBP tahun 2004 pada masyarakat umum di Indonesia
yaitu pada pria sebanyak 18,2% dan wanita sebanyak
13,6%,
Tujuan penelitan

• (1) identifikasi pekerjaan, tugas atau aktivitas fisik yang


berisiko menimbulkan LBP.
• (2) menilai insidensi keluhan LBP.
• (3) menilai tingkat risiko ergonomi menurut akitivitas
perawat.
• (4) analisis asosiasi karakteristik individu dan keluhan LBP.
• (5) analisis asosiasi faktor risiko ergonomi dan keluhan
LBP.
• (6) identifikasi dan menilai sarana kerja yang dominan
menimbulkan LBP.
• 7) memberikan rekomendasi pengendalian.
Metode(1)

• Subjek penelitian adalah perawat yang memberi


pelayanan pasien di ruang Rawat Inap dan Unit
Gawat Darurat
• Penelitian ini dilakukan pada tahun 2012– 2013, di
tiga rumah sakit yang terdiri atas dua rumah sakit
pemerintah yaitu rumah sakit militer (RS
Bhayangkara) dan rumah sakit sipil yang dikelola oleh
pemerintah daerah DKI-Jakarta (RSUD Tarakan), dan
satu rumah sakit swasta RSS (nama rumah sakit tidak
bersedia dipublikasikan).
Metode(2)

• Kriteria inklusi rumah sakit adalah cukup banyak


pasiennya, mempekerjakan minimal 15 orang perawat
masing-masing di ruang rawat inap atau ruang gawat
darurat, bersedia diteliti, terletak di Jakarta,
• kriteria eksklusinya adalah rumah sakit yang baru
memberi pelayanan kurang dari 5 (lima) tahun, atau
sulit untuk dijangkau dengan kendaraan umum.
• Sampel penelitian adalah seluruh populasi yang
memenuhi syarat penelitian, yaitu 22 perawat Ruang
Rawat Inap di RS Bhayangkara, 36 perawat UGD di
RSUD Tarakan, dan 16 perawat di RSS.
Metode(3)

• Tahap kedua adalah penilaian tingkat risiko


ergonomi, yaitu dengan
• penilaian postur janggal, frekuensi, durasi dan beban
dilakukan dengan metode rapid entire body
assessment (REBA) pada pekerjaan yang
teridentifikasi berisiko tinggi LBP.
• penyebaran kuesioner dan wawancara kepada
perawat untuk menilai faktor risiko LBP lainnya serta
penilaian keluhan LBP dengan menggunakan Nordic
body map
Metode(4)

• Tahap ketiga dilakukan analisis asosiasi antara faktor


risiko ergonomi (termasuk karakteristik individu) dan
tingkat risiko/ keluhan LBP dengan menggunakan
desain penelitian potong lintang
• Tahap keempat, dengan penilaian faktor risiko alat
dan juga sarana yang teridentifikasi berasosisi kuat
dengan tingkat risiko LBP, mempergunakan alat ukur
yang sesuai seperti meteran, timbangan, dan busur.
Rapid entire body assessment (REBA)
NORDIC BODY MAP QUESTIONARE

Anda diminta untuk menilai apa yang anda rasakan pada bagian tubuh yang
ditunjukkan pada gambar. Apakah bagian tubuh yang sudah diberikan nomor tersebut
tidak terasa sakit (pilih A), sedikit sakit(pilih B), sakit (pilih C) dan sangat sakit (pilih
D). Pilih dengan memberikan tanda √ pada kolom huruf pilihan anda.
No. Lokasi Tingkat Kesakitan Peta Bagian Tubuh
A B C D
0 Sakit / kaku pada leher atas
1 Sakit pada leher bawah
2 Sakit pada bahu kiri
3 Sakit pada bahu kanan
4 Sakit pada lengan atas kiri
5 Sakit pada punggung
6 Sakit pada lengan atas kanan
7 Sakit pada pinggang
8 Sakit pada pantat (buttock)
9 Sakit pada pantat (bottom)
10 Sakit pada siku kiri
11 Sakit pada siku kanan
12 Sakit pada lengan bawah kiri
13 Sakit pada lengan bawah kanan
14 Sakit pada pergelangan tangan kiri
15 Sakit pada pergelangan tangan kanan
16 Sakit pada tangan kiri
17 Sakit pada tangan kanan
18 Sakit pada paha kiri
19 Sakit pada paha kanan
20 Sakit pada lutut kiri
21 Sakit pada lutut kanan
22 Sakit pada betis kiri
23 Sakit pada betis kanan
24 Sakit pada peergelangan kaki kiri
25 Sakit pada pergelangan kaki kanan
26 Sakit pada kaki kiri
27 Sakit pada kaki kanan
Hasil
Tabel 1 Insiden Keluhan LBP pada Perawat dalam 12 Bulan di Tiga Rumah Sakit
RS RSUD RSS*
Bhayangkara (R. Tarakan (UGD)
Keluhan LBP Rawat) (UGD)

Jumlah Jumlah Jumlah


Tidak 15 14 15
Ya 7 22 1
Total 22 36 16
Tabel 2 Tingkat Risiko Ergonomi dan Keluhan LBP Menurut Aktivitas Perawat di
RS Bayangkara
Skor Tingkat Risiko
Aktivitas Perawat REBA Ergonomi Keluhan LBP

Pengukuran tekanan 3 Rendah -


darah pasien

Pemasangan infus pasien 6 Menengah 80%

Pemasangan kateter pasien 8 Menengah -

Menjahit luka pasien 7 Menengah -

Membuang urin pasien 10 Tinggi -

Mengangkat dan 11 Sangat Tinggi 80%


memindahkan pasien
Tabel 3 Hubungan Karakteristik Individu dengan Keluhan
LBP Perawat di RS Bhayangkara (2012)

Karakteristik Individu Keluhan LBP OR 95% IK Nilai


p
Ya Tidak
Usia (tahun)
< 35 6 6 3,00 0,53–17,16 0,634
≥ 35 6 4
Jenis kelamin
Laki-laki 7 8 0,18 0,03–0,23 0,043*
Perempuan 5 2
IMT
Normal 5 5 0,71 0,13–3,87 1,000
Overweight 7 5
Tinggi badan (cm)
< 155 1 7 25,67 2,21-298,49 0,006*
≥ 155 11 3
Kebiasaan merokok
Ya 8 3 24,67 1,77-288,45 0,019*
Tidak 4 7
Kebiasaan olah raga
Ya 2 2 0,80 0,09–7,00 1,00
Tidak 10 8
Kebiasaan stretching
Ya 6 6 0,67 0,12–3,64 0,691
Tidak 6 4
Tabel 4 Hubungan Hazard Ergonomi dengan Tingkat Risiko Ergonomi
dan Keluhan LBP Perawat di RS Bhayangkara Tahun 2012

Tingkat Risiko OR (95% Keluhan LBP OR


Hazard IK) Nilai (95% Nilai p
Ergonomi IK)
Ergonomi p
Sedang Tinggi Ya Tidak

Postur kerja
membungkuk

Tidak 7 1 12,60 0,031 2 6 14,65 0,025

Ya 5 9 (1,19–133,89) 10 4 (1,37–148,46)

Sudut lengkung
punggung

<60° 8 1 18,00 0,024 2 7 11,66 0,017

≥60° 4 9 (1,65–196,31) 10 3 (1,53–89,12)

Transfer pasien
≤3x 8 1 96,00 0,011 3 10 4,33 0,002

>3x 1 12 (5,22–176,83) 9 0 (1,61–11,69)


Pembahasan(1)
• prevalensi LBP lebih tinggi pada perawat, yang paling tinggi
ditemukan pada perawat di UGD RSUD Tarakan (61,1%),
kemudian di Ruang Rawat Tahanan Rumah Sakit Bhayangkara
(31,8%), sedangkan di UGD RSS lebih rendah (6,25%),
• Tingkat risiko ergonomi terhadap aktivitas angkat angkut
pasien didapatkan skor REBA bernilai 11, menunjukkan tingkat
risiko ergonomi yang sangat tinggi, sedangkan pekerjaan yang
dilakukan dengan membungkuk, tingkat risiko ergonominya
bervariasi.
• Tingkat risiko rendah ditemukan pada pengukuran tekanan
darah, karena posisi membungkuk dikerjakan tanpa beban
dalam waktu hanya 1–2 menit.
• Tingkat risiko menengah atau sedang saat pemasangan infus,
kateter atau menjahit luka,
Pembahasan(2)

• Tingkat risiko tinggi pada pekerjaan membuang urin


pasien, karena selain postur janggal juga dibebani
berat urin dalam pot serta frekuensi yang berulang-
ulang dalam melaksanakan perawatan di UGD
maupun di unit rawat inap
Simpulan journal

• terdapat hubungan hazard ergonomi berupa postur


membungkuk, sudut lengkung punggung, dan
kekerapan transfer pasien dengan tingkat risiko LBP
• Untuk menurunkan risiko ergonomi yang
diperkirakan berhubungan dengan LBP, pihak
manajemen rumah sakit (RS) seyogianya dapat
melakukan pengendalian teknik dan pengendalian
administratif.
Review journal 2
ANALISIS RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA PETUGAS KESEHATAN
INSTALASI GAWAT DARURAT RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM
Oktaviana Zahratul Putri, Tengku Mohamed Ariff Bin Raja Hussin, Heru Subaris Kasjono
Institute for Comunity Development and Quality Of Life, University Sultan Zainal Abidin,
Kampus Gong Badak 21300 Terengganu, Malaysia.
Email: oktavianazahraa@gmail.com, tg_mariff@unisza.edu.my Politeknik Kesehatan Negeri
Yogyakarta, Jl. Tata Bumi No. 3, Banyuraden, Gamping.
Email: 3kherusubaris@gmail.com
ABSTRAK

• Tujuan dari studi ini adalah untuk melakukan analisis risiko keselamatan dan
kesehatan kerja petugas kesehatan dan administrasi di Rumah Sakit Akademik
UGM
• Metode yang digunakan yaitu observasi dan wawancara kepada petugas instalasi
gawat darurat, membuat job hazard analisis, kemudian dilakukan analisis risiko
dengan pendekatan AS/NZS 4360: 2004 dan menilai dengan tabel W.T.Fine.
• Waktu pelaksanaan penelitian pengambilan sampel dan data pada bulan Maret
sampai Juli 2017. Informan dari penelitian ini adalah petugas kesehatan di Instalasi
Gawat Darurat Rumah Sakit Akademik UGM
• Hasil studi menunjukkan bahwa faktor bahaya di instalasi gawat darurat terdiri dari
bahaya fisik, biologi, ergonomi, perilaku, dan psikologis. Faktor bahaya fisik
merupakan yang dominan yaitu jarum suntik (benda tajam) yang berdampak luka
tusuk dan tertular penyakit menular dari pasien. Nilai risiko tertinggi bahaya fisik
dan biologi pada proses pekerjaan pemasangan infus pada pasien sebesar 150
(tinggi) mengharuskan adanya perbaikan secara teknis. Nilai risiko ini didapatkan
apabila telah melakukan rekomendasi pengendalian dari peneliti.
• Kata kunci : Analisis risiko, AS/NZS 4360, rumah sakit
Pendahuluan(1)

• Bahwa salah satu persyaratan Rumah Sakit adalah harus


memenuhi unsur keselamatan dan kesehatan kerja(UUD No.44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pasal 7 ayat 1)
• menunjukkan terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar
dari pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi di
antaranya tertusuk jarum atau needle stick injury (NSI), terkilir,
sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, penyakit dan
infeksi.( Menurut, National Safety Council (NSC) tahun
1988)
Pendahuluan(2)

• Instalasi gawat darurat merupakan pelayanan yang


memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat
dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan
(Kemenkes, 2016)
• Kasus kecelakaan di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Akademik UGM sebanyak 9 orang dengan 4
jenis proses pekerjaan atau tindakan.
Metode Penelitian

• Penelitian ini menggunakan metode pendekatan AS/NZS


4360:2004 Tentang Risk Management dengan tabel penilaian
risiko W.T.Fine.
• Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Akademik UGM
Yogyakarta
• Waktu pelaksanaan penelitian pengambilan sampel dan data
pada bulan Maret sampai Juli 2017. Informan dari penelitian
ini adalah petugas kesehatan di Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit Akademik UGM
• Data primer diambil dengan cara observasi dan wawancara
kepada petugas kesehatan instalasi gawat darurat Rumah
Sakit.
Tabel 1. Penentuan Tingkat Risiko
Tingkat Kategori Tindakan
risiko

> 350 Sangat tinggi Aktifitas dihentikan sampai risiko bisa dikurangi hingga mencapai
batasan yang dibolehkan atau diterima

180 – 350 Prioritas 1 Perlu pengendalian sesegera mungkin

70 – 180 Tinggi Mengharuskan adanya perbaikan secara teknis

20 – 70 Prioritas 3 Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan

< 20 diterima Intensitas yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin


• Nilai risiko Basic Risk yaitu nilai risiko tanpa
mempertimbangkan pengendalian yang sudah
dilakukan rumah sakit. Existing risk yaitu nilai risiko
yang mempertimbangkan pengendalian yang sudah
dilakukan rumah sakit. Residual Risk yaitu nilai risiko
yang mempertimbangkan rekomendasi pengendalian
dari peneliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum
• Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Akademik UGM
khususnya di Instalasi Gawat Darurat. Rumah Sakit UGM
memiliki 36 kasus kecelakaan kerja pada periode Januari 2015
- Juli 2017.
• Kasus kecelakaan kerja terbanyak terdapat di Instalasi Gawat
Darurat. Jumlah kasus kecelakaan di Instalasi Gawat Darurat
sebanyak 9 kasus kecelakaan
Tabel 2. Kasus Kecelakaan Yang Berkaitan dengan Proses Pekerjaan Di
Instalasi Gawat Darurat
Jumlah kasus Persentase
Jenis Proses Pekerjaan (orang) (%)

Proses pengambilan sampel darah 2 22,2

Pemasangan infus pasien 3 33,4

Perjalanan pergi atau pulang kerja 1 11,1


Injeksi obat pada pasien
2 22,2

Proses menjahit luka 1 11,1

Jumlah 9 100
Tabel 3. Pengendalian Risiko Pekerjaan Pengambilan Sampel Darah
Jenis Bahaya dan Dampak Pengendalian yang ada Rekomendasi pengendalian
pekerjaan di Rumah Sakit dari Peneliti
Mengambil Fisik menggunakan jarum Alat Pelindung Diri dan 1. Tidak melakukan
darah pasien suntik dan luka tusuk jarum Standar Prosedur pengambilan sampel sendiri, harus
suntik Operasional (SPO). menambah personil
2. Melakukan tindakan sesuai SPO.

Biologi kontak dengan Alat Pelindung Diri dan 1. Selalu menyertakan safety box
darah pasien dan tertular Standar Prosedur saat melakukan tindakan
penyakit menular (Hepatitis, Operasional 1. Menghilangkan tahap recapping
HIV dan AIDS) pada SPO di ganti dengan langsung
membuang jarum ke dalam Safety
box

Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri (APD) 1. Memberikan sosialisai dampak dari
menggunakan APD dan dan Standar Prosedur tidak menggunakan APD
luka tusuk dan Operasional 2. Mewajibkan semua
mudah tertular petugas medis memahami
dan mentaati
Rekomendasi pengendalian
Jenis Bahaya dan Pengendalian yang dari Peneliti
pekerjaan Dampak ada di Rumah Sakit
penyakit menular tahap-tahap pekerjaan yang ada
Hepatitis, AIDS, dan HIV di SPO

Ergonomi Standar Prosedu 1. Memberikan penyuluhan


membungkuk saat Operasional r tentang bahaya low back pain.
pengambilan 2. Menyediakan Kasur atau bed
darah pasien yang fleksibel bisa di naik dan
(postur janggal) turunkan
dan nyeri otot
atau low back
pain
Tabel 4. Nilai Risiko Pekerjaan Pengambilan Sampel Darah

Jenis Nilai Risiko


pekerjaan Bahaya Existing Risk
Basic Risk Residual Risk

Mengambil Fisik 500 300


darah 60
pasien Biologi 500 300 45
Perilaku 450 135 30

Ergonomi 100 60 18
Tabel 5. Pengendalian Risiko Pekerjaan Pemasangan infus

Jenis pekerjaan Bahaya dan Dampak Pengendalian yang Rekomendasi pengendalian dari
ada di Rumah Sakit
Peneliti
Penusukan jarum Fisik menggunakan Alat Pelindung Diri 1. Menenangkan pasien agar tidak
ke vena jarum suntik dan luka dan Standar bergerak saat akan dilakukan
tusuk jarum suntik Prosedur Operasional pemasangan jarum infus.
(SPO). 2. Memberi pengarahan agar
melakukan pekerjaan sesuai
dengan SPO yang telah tersedia.
3. Memberikan orientasi dan proses
kredensial kepada tenaga medis
Tamu

Biologi kontak Alat Pelindung Diri 1. Mengganti sarung tangan apabila


dengan darah pasien dan Standar terjadi sobek.
dan tertular penyakit Prosedur Operasional 2. Memberi pengarahan agar
menular (Hepatitis, melakukan pekerjaan sesuai
HIV dan AIDS) dengan SPO yang telah tersedia.
3. Mewajibkan membawa safety box
saat akan melakukan tindakan
Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri 1. Memberikan sosialisai dampak
menggunakan APD (APD) dan Standar dari tidak menggunakan alat
dan luka tusuk dan Prosedur pelindung diri
mudah tertular Operasional 2. Mewajibkan semua petugas
penyakit menular medis memahami dan mentaati
Hepatitis, AIDS, dan tahap- tahap pekerjaan yang
HIV ada di SPO
3. Mewajibkan penggunaan APD
bagi petugas medis yang
akan
melakukan tindakan
ataupun asisten yang
membantu.
Ergonomi Standar 1. Memberikan penyuluhan
membungkuk saat Operasional tentang bahaya low back pain.
pengambilan darah Prosedur 2. Menyediakan Kasur atau bed
pasien (postur yang fleksibel bisa di naik dan
janggal) dan nyeri turunkan
otot atau low back
pain
Merapikan alat Fisik terdapat alat suntik Alat Pelindung Diri 1. Memberikan sosialisasi
yang terbuka dan luka (APD), safety box dan penanganan jarum suntik bekas
tusuk jarum Standar kepada semua tenaga medis.
Prosedur Operasional 2. Menghilangkan poin (reccapping)
pada SPO yang telah tersedia.
3. Menambahkan poin menyediakan
atau membawa safety box pada SPO.
4. Membiasakan membuang jarum
bekas pakai langsung ke dalam
safety box

Biologi terpapar darah Alat Pelindung Diri 1. Melakukan sosialisasi tentang bahaya
dan tertular penyakit (APD), safety box dan darah yang tercecer.
hepatitis, AIDS, HIV Standar 2. Menyediakan perlak sebagai alas
Prosedur Operasional tangan atau bagian tubuh yang mau
di pasang infus.
3. Membiasakan membuang jarum yang
telah digunakan langsung ke dalam
safety box, tidak di letakkan
di kom kecil atau kotak peralatan.
Tabel 6. Nilai Risiko Pekerjaan Pemasangan Infus

Jenis Bahaya
pekerjaan Nilai Risiko

Basic Risk Existing Residual


Risk Risk
500 300
Penusukan Fisik 150
jarum ke vena Biologi 500 300
150
Perilaku 450 135
30
Ergonomi 100 60
18
Fisik 1500 300
Merapikan alat 30

Biologi 500 300 30


Tabel 7. Pengendalian Risiko Pekerjaan Injeksi Obat
Pada Pasien
Jenis Bahaya dan Pengendalian yang Rekomendasi
pekerjaan Dampak ada di Rumah Sakit pengendalian
dari Peneliti
Fisik menggunakan Alat Pelindung Diri 1. Melakukan tindakan
jarum suntik dan dan StandarProsedur sesuai dengan SPO yang
luka tusuk jarum Operasional (SPO). tersedia
suntik 2. Memberi pengarahan
kepada pasien agar
tetap tenang dan tidak
menggerakkan badan
saat akan dilakukan
tindakan.

Biologi kontak Alat Pelindung Diri 1. Mengganti sarung


dengan darah dan Standar tangan apabila
pasien dan Prosedur terjadi sobek.
tertular penyakit Operasional 2. Memberi
menular pengarahan
(Hepatitis, HIV agar melakukan
dan AIDS) pekerjaan sesuai
dengan SPO yang
telah tersedia.
Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri (APD) dan 1. Memberikan sosialisai dampak dari
menggunakan APD dan luka Standar Prosedur Operasional tidak menggunakan alat pelindung
tusuk dan mudahtertular diri
penyakit menular Hepatitis, 2. Mewajibkan semua petugas medis
AIDS, dan HIV memahami dan mentaati tahap-tahap
pekerjaan yang ada di SPO
3. Mewajibkan penggunaan APD bagi
petugas medis yang akan melakukan
tindakan ataupun asisten yang
membantu.

Ergonomi membungkuk Standar Prosedur 1. Memberikan penyuluhan


saat pengambilan darah Operasional tentang bahaya low back pain.
pasien (postur janggal) 2. Menyediakan Kasur atau bed yang
dan nyeri otot atau low fleksibel bisa di naik dan turunkan
back
pain
Tabel 8. Nilai Risiko Pekerjaan Injeksi Obat

Jenis Nilai Risiko


pekerjaan Bahaya
Basic Risk Existing Residual
Risk Risk
Penusukan Fisik 500 100 60
jarum ke
vena Biologi 300 150 100
Perilaku 450 135 30
Ergonomi 100 60 18
Tabel 9. Pengendalian Risiko Pekerjaan Menjahit Luka
Pasien

Jenis Bahaya dan Pengendalian Rekomendasi pengendalian


pekerjaan Dampak yang dari Peneliti
ada di Rumah
Sakit
Menyiapkan Fisik Alat Pelindung Diri 1. Memotong ampulan
obat anastesi menggunakan Sarung Tangan dan menggunakan alay
jarum suntik, masker pemotong khusus
memecahkan SPO Tindakan ampulan.
ampulan dan luka 2. Sosialisasi standar
tusuk jarum prosedur operasional
suntik kepada pekerja medis
dan luka gores
pecahan ampulan
Penjahitan Fisik Alat Pelindung Diri 1. Melakukan tindakan
luka
menggunakan Sarung Tangan dan sesuai dengan
jarum jahit luka masker SPO.
dan luka tusuk SPO Tindakan 2. Memberikan
jarum dan pengawasan
instrumen tajam kepada pekerja medis
3. Sosialisasi SPO yang
sudah tersedia
kontak dengan darah Alat Pelindung Diri 1. Mengganti sarung tangan apabila
pasien dan tertular Sarung Tangan dan terjadi sobek.
penyakit menular masker 2. Memberi pengarahan agar
(Hepatitis, HIV dan SPO Tindakan melakukan pekerjaan sesuai
AIDS) dengan SPO yang telah tersedia.
3. Menyediakan Alat pelindung diri
kaca mata karena ada
kemungkinan darah memancar
terkena muka dan mata.

Perilaku, tidak Alat Pelindung Diri 1. Memberikan sosialisai dampak


menggunakan APD Sarung Tangan dan dari tidak menggunakan alat
dan luka tusuk dan masker pelindung diri
mudah tertular SPO Tindakan 2. Mewajibkan semua petugas medis
penyakit menular memahami dan mentaati tahap-
Hepatitis, AIDS, dan
tahap pekerjaan yang ada di SPO
HIV
3. Mewajibkan penggunaan APD
bagi petugas medis yang akan
Melakukan tindakan ataupun
asisten yang membantu.
Jenis pekerjaan Bahaya dan Dampak Pengendalian yang ada di Rekomendasi pengendalian dari Peneliti
Rumah Sakit
4 Melakukan tindakan sesuai
dengan SPO yang tersedia

Ergonomi membungkuk SPO Tindakan 1. Memberikan penyuluhan tentang


saat pengambilan darah bahaya low back pain.
pasien (postur janggal ) dan 2. Melakukan tindakan sesuai SPO yang
nyeri otot atau low back tersedia
pain
Merapikan Alat fisik jarum suntik, jarum SPO jahit luka 1. Melakukan tindakan sesuai dengan
jahit, gunting, benda tajam Alat Pelindung Diri SPO yang tersedia
dan luka tusuk dan luka Safety Box 2. Memisahkan peralatan benda tajam
sayat yang telah digunakan.
3. Membiasakan membawa safety box
setiap akan melakukan tindakan
4. Membuang jarum bekas pakai
langsung ke dalam safety box.
5. Memberikan sosialisasi tentang
penanganan benda tajam bekas
pakai kepada semua tenaga medis.

Biologi kontak dengan Alat Pelindung Diri Sarung 1. Mengganti sarung tangan apabila
darah pasien dan tertular Tangan dan masker terjadi sobek.
penyakit menular SPO Tindakan 2. Memberi pengarahan agar melakukan
(Hepatitis, HIV dan pekerjaan sesuai dengan SPO yang
AIDS) telah tersedia.
3. Memisahkan instrumen atau alat yang
telah digunakan dan terkena darah.
Tabel 10. Nilai Risiko Pekerjaan Menjahit Luka

Jenis Pekerjaan Bahaya Nilai risiko

Basic Risk Existing Risk Residual


Risk
Menyiapkan Fisik 540 180 90
obat
anastesi

Penjahitan luka Fisik 540 180 90

Biologi 540 270 60


Perilaku 540 270 90
Ergonomi 500 300 60
Merapikan Alat Fisik 540 135 45

Biologi 540 150 100


KESIMPULAN

• Proses pekerjaan yang mengalami kecelakaan terbanyak yaitu


proses pemasangan infus sebanyak 3 kasus (33,4%) dari 9 kasus
• Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan pendekatan metode
AS/NZS 4360:2004 didapatkan hasil bahwa bahaya fisik pada tiap
pekerjaan berasal dari jarum suntik, jarum jahit, dan instrumen
tajam.
• Bahaya biologi berasal dari darah pasien yang memiliki riwayat
penyakit menular (Hepatitis, HIV dan AIDS).
• Bahaya perilaku berasal dari kebiasaan tidak menggunakan alat
pelindung diri.
• Bahaya ergonomi berasal dari postur janggal.
• Bahaya psikologis juga ada di instalasi gawat darurat berasal dari
keluarga pasien yang melakukan intimidasi atau tekanan kepada
petugas medis
Review journal 3
Occupational Health Hazards among Healthcare Workers in
Kampala, Uganda
Rawlance Ndejjo,Geofrey Musinguzi,Xiaozhong Yu,Esther Buregyeya, David
Musoke,Jia-Sheng Wang, Abdullah Ali Halage, Christopher Whalen,William
Bazeyo,Phillip Williams, and John Ssempebwa
ABSTRAK
• Tujuan. Untuk menilai bahaya kesehatan kerja yang dihadapi oleh petugas
kesehatan dan langkah-langkah mitigasi.
• Metode cross-sectional dengan menggunakan metode pengumpulan data
kuantitatif di antara 200 responden yang bekerja di 8 fasilitas kesehatan utama di
Kampala.
• Hasil. Secara keseluruhan, 50,0% responden melaporkan mengalami bahaya
kesehatan kerja. Di antaranya, 39,5% mengalami bahaya biologis sedangkan 31,5%
mengalami bahaya nonbiologis. Prediktor untuk mengalami bahaya termasuk tidak
mengenakan alat pelindung diri (APD) yang diperlukan, bekerja lembur, tekanan
terkait pekerjaan, dan bekerja di berbagai fasilitas kesehatan. Langkah-langkah
pengendalian untuk memitigasi bahaya adalah memanfaatkan area dan wadah
yang terpisah untuk menyimpan limbah medis dan penyediaan alat dan peralatan
keselamatan.
• Kesimpulan. Petugas kesehatan dalam situasi ini mengalami beberapa bahaya di
tempat kerja mereka. Faktor-faktor terkait termasuk tidak memakai semua
peralatan pelindung yang diperlukan, bekerja lembur, mengalami tekanan terkait
pekerjaan, dan bekerja di berbagai fasilitas. Intervensi harus dilembagakan untuk
mengurangi bahaya. Secara khusus kesenjangan pasokan APD, tekanan terkait
pekerjaan, dan kepuasan dalam mematuhi langkah-langkah mitigasi harus diatasi
Pendahuluan

• Di seluruh dunia, tenaga kerja kesehatan mewakili 12% dari populasi


pekerja. Petugas kesehatan beroperasi di lingkungan yang dianggap sebagai
salah satu lingkungan kerja paling berbahaya. Selain paparan terkait tempat
kerja biasa, petugas layanan kesehatan menghadapi bahaya yang beragam
karena kegiatan terkait pekerjaan mereka
Metode
• cross-sectional dengan menggunakan metode pengumpulan data kuantitatif di
antara 200 responden yang bekerja di 8 fasilitas kesehatan utama di Kampala.
• Seleksi memastikan kombinasi antara pemerintah dan swasta Ini yakni Rumah
Sakit Mulago dan rumah sakit Butabika, RS Mengo, RS Kibuli Muslim, dan RS
Nsambya, Rumah sakit Kadic, International Hospital Kampala, 1 tempat praktek
pribadi
• Untuk memilih responden, pengambilan sampel proporsional dengan ukuran
digunakan untuk menentukan jumlah petugas kesehatan yang akan diwawancarai
dari setiap rumah sakit.
• Populasi yang diteliti.
Populasi penelitian terdiri dari berbagai petugas layanan kesehatan yang bekerja di
fasilitas kesehatan terpilih. Ini termasuk dokter, perawat, petugas klinis, dan bidan.
• Kuesioner
Untuk mengumpulkan data tentang karakteristik sosial-demografi,
termasuk responden, status perkawinan, tingkat pendidikan, dan sejarah
kerja mereka. Selain itu, data dikumpulkan tentang praktik kesehatan
dan keselamatan pekerja kesehatan, bahaya yang mereka alami di
tempat kerja, dan langkah-langkah pengendalian untuk mengurangi
mereka. bahaya. Kuesioner diberikan oleh staf penelitian yang terlatih.
• Manajemen data.
Inspeksi lapangan terhadap data kuesioner dilakukan setiap hari setelah
wawancara lapangan dilakukan, dan setiap kesalahan segera
diverifikasi dan diperbaiki
Definisi Variabel

• Bahaya-bahaya ini secara luas diklasifikasikan sebagai


biologis dan nonbiologis
• bahaya nonbiologis didefinisikan untuk mencakup bahaya
fisik, psikososial, dan ergonomis:
(1) bahaya fisik termasuk slip, perjalanan, jatuh, luka bakar,
fraktur, radiasi dari sinar-X, kebisingan, dan radiasi
pengionisasian;
(2) bahaya psikososial termasuk fisik, psikososial, seksual,
dan kekerasan verbal dan stres;
3) bahaya ergonomis adalah cedera muskuloskeletal seperti
nyeri otot / ketegangan / keseleo dan sindroma
carpeltunnels
bahaya biologis didefinisikan termasuk
• luka luka
• kontak langsung dengan spesimen terkontaminasi /
bahan biohazardous, bioterrorisme,
bloodbornepathogens, infeksi / infeksi, udara
• penyakit yang ditularkan melalui vektor, dan
kontaminasi;
Hasil

• Secara keseluruhan, 50,0% responden melaporkan


mengalami bahaya kesehatan kerja.
• 39,5% mengalami bahaya biologis sedangkan 31,5%
mengalami bahaya nonbiologis.
• Prediktor untuk mengalami bahaya termasuk tidak
mengenakan alat pelindung diri (APD) yang diperlukan,
bekerja lembur, tekanan terkait pekerjaan, dan bekerja di
berbagai fasilitas kesehatan.
• Langkah-langkah pengendalian untuk memitigasi bahaya
adalah memanfaatkan area dan wadah yang terpisah
untuk menyimpan limbah medis dan penyediaan alat dan
peralatan keselamatan.
Kesimpulan journal
• Jam kerja yang panjang menghasilkan paparan bahaya yang
berkepanjangan dan waktu pemulihan yang terbatas yang berarti
penurunan fisiologis yang berlanjut hingga hari kerja berikutnya.
• Studi lain menunjukkan bahwa bekerja berjam-jam juga dikaitkan dengan
efek kesehatan yang merugikan dan perilaku tidak sehat.
• Cara kerja ini juga telah meningkatkan kekhawatiran tentang keselamatan
pasien.
• Di journal ini juga menemukan bahwa responden yang mengalami tekanan
terkait pekerjaan lebih mungkin melakukan bahaya pekerjaan.
• Tekanan terkait pekerjaan telah dilaporkan memiliki dampak negatif
termasuk kompromi perawatan pasien sehingga mengakibatkan
penurunan kualitas hidup bagi petugas kesehatan dan pasien.
• Temuan lain yang menarik meskipun tidak signifikan adalah hubungan
antara bekerja di fasilitas kesehatan pemerintah dan mengalami bahaya
pekerjaan dibandingkan dengan fasilitas kesehatan swasta. Alasan
perbedaan ini mungkin perlu dieksplorasi lebih lanjut

Anda mungkin juga menyukai